Anda di halaman 1dari 30

Asuhan

Keperawatan Diabetes Melitus


Dengan Retinopati
Aisyah Kusumaningrum (P07120217005)
Mira Lutfiana (P07120217027)
Muhammad Naufal Fadhilah (P07120217028)
Rizka Anisa Angeliyansari (P07120217032)
Rizka Cindy Arina Putri (P07120217033)
Retinopati Diabetik
Merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi
diabetes yang menyebabkan kebutaan.

Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok


berdasarkan klinis yaitu :
 Retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit
retinopati diabetik.
 Retinopati diabetik proliferatif
Retinopati nonproliferatif
 Stadium yang lebih awal pada penyakit retinopati diabetik

 Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada

mata melemah

 Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah

sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina.

 Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton

wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning

(eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina.

 Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari

pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula).

 Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan

seseorang.
Retinopati proliferatif
• Stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik
• Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan
(proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina.
• Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan
pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan.
• Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga
retina terlepas dari tempatnya.
• Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara
permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel
pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel

batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.Membran

limitan eksterna yang merupakan membran illusi

2. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.
3. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

4. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

5. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel bipolar, sel

amakrin dan sel ganglion.

6. Lapis sel ganglion yang merupakan lpis badan sel daripada neuron kedua.

7. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik.
Pemeriksaan Untuk Melihat
Fungsi Retina

Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan Objektif

Tajam Penglihatan Elektroretinografi (ERG)

Penglihatan Warna Elektrookulografi (EOG)

Lapangan Pandang Visual Evoked Response (VER)


Gejala Klinis

 Retinopati diabetik sering asimtomatis, terutama pada tahap awal penyakit. Seiring

dengan bertambah beratnya penyakit, penglihatan pasien dapat memburuk atau

bierubah-ubah. Retinopati tahap lanjut dapat berakibat kebutaan total.

 Non-proliferative diabetic retinopathy dikarakteristikan pada tahap awal dengan

ditemukannya bilateral dot/bintik perdaraan intraretina, eksudat baik keras maupun

tidak, mikroaneurisma, dan cotton wool spots. Dengan bertambah beratnya retinopati,

dapat terlihat rangkaian vena dan abnormalitas pembuluh darah kecil intraretina.
Kehilangan penglihatan berhubungan dengan iskemia dan edema
makula, digolongkan CSME apabila terdapat salah satu dari:

 Penebalan retina <500 μm dari tengah fovea


 Hard exudatei <500 μm dari tengah fovea dengan penebalan
disekitarnya
 Penebalan retina >1 diskus pada daerah <1 diskus diameter
dari tengah fovea pada titik-titik kebocoran.
Pemeriksaan dan Terapi
1. Indirect of Thalamoskop adalah pemeriksaan pada seluruh permukaan fundus  sampai belakang

penggantung lensa dapat dilihat dengan alat indirect of thalamoskop, yang sebelumnya mata pasien

ditetes dengan midirasil.

2. Foto Fundus adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan

nampak optikus, retina dan pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.

3. Foto Fluorescein Angiografi adalah dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya

penderita selain ditetes medriasil, akan diinjeksi intravena dengan zat kontrasse hingga gambaran detail

halus epitel pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan integritas

fungsinya. Selain itu FFA juga berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan

Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser

Teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan, tujuannya merusak

jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya pembuluh darah, melekatkan

jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.

5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi

Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat

pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat dibadan kaca yang

akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasio-retina.

Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga mengupas jaringan ikat yang

ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina

dapat dihindarkan.
Apabila seorang penderita diabetes melitus sudah ditegakkan diagnosanya maka harus segera
dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk dilakukan pemeriksaan retina Jika didapatkan
gambaran retinopati diabetika segera lakukan pemeriksaan di bawah ini :

1 Retinopati Background, bentuk juvenile


Angiografi Fluoresein Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pelebaran
Pemeriksaan ini adalah cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat
pemeriksaan sirkulasi darah area iskemik terbatas.
retina serta penyakit-penyakit
yang mengenai retina dan
khoroid. Retinopati Background
Angiongrafi fluoresein akan Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik
merekam gambaran rinci yang dan bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang
halus dari fundus pada bagian terdapat di lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati.
yang berukuran lebih kecil
dari kemampuan daya pisah
(minimum separable) Retinopati Proliferative
penglihatan mata masih Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang
dapat diperiksa dengan
mengakibatkan neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina
pembesaran rekaman
angiografi fluoresein terutama pada permukaan belakang badan kaca yang mengalami ablasi.
2. Elekroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna
untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang masih tersisa.

3. Pemeriksaan tajam penglihatan.

4. Pemeriksaan kejernihan lensa

5. Pemeriksaan tekanan bola mata


Asuhan Keperawatan
Jurnal Penelitian
“Pola Retinopati Diabetik Pada Pasien Diabetes melitus Rawat
Jalan Di RSUD Raden Mattaher Jambi”
Hasil dan Pembahasan :

Penelitian ini telah dilakukan di Rekam Medik RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2017 dan 2018 dengan total sampel 35 responden.

Berikut ini adalah hasil dan pembahasan yang didasarkan pada permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini.

1. Usia penderita diabetes melitus dengan riwayat retinopati diabetik sebagian besar pada usia 46 – 55 tahun, yaitu 16 orang

(45,71%), hanya 1 responden yang berusia 26-35 tahun (2,85%). Usia 40 tahun keatas merupakan salah satu faktor resiko

terjadinya diabetes melitus dan semakin lama diabetes akan memperparah resistensi insulin pada pasien diabetes melitus yang

akibatnya akan menimbulkan komplikasi mikrovaskular seperti retinopati diabetik. (Verma & Paneri, 2006)

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya tahun 2003 yang menyebutkan kejadian retinopati diabetik banyak terjadi pada

usia 46 hingga 59 tahun, lalu menurun kembali pada usia 60 tahun. (Al-sarraf, 2010). Penelitian lain juga melaporkan bahwa

pasien diabetes dengan riwayat retinopatii diabetik dengan jumlah banyak ada pada kelompok usia 46-55 tahun dengan

43 orang (67%). (Maynanda, 2017)


2. Distribusi frekuensi pasien diabetes melitus dengan riwayat retinopati diabetik berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah

laki-laki. Penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa retinopati diabetik ini sering terjadi pada laki-laki. (Semeraro et al.,

2011).

Tingginya distribusi jenis kelamin laki-laki menjadi salah satu faktor resiko retinopati diabetik yang selalu sering dipengaruhi

oleh gaya hidup, pola makan yang tidak sehat, minum alkohol dan bersoda. Hal ini yang menyebabkan laki-laki cenderung tidak

mengontrol kadar gula darah dengan baik dibandingkan dengan perempuan. (Raman, Ganesan, Pal, Kulothungan, & Sharma,

2014)

3. Jenis pekerjaan bisa berkaitan dengan penyakit Diabetes melitus. Bisa diasumsikan bahwa orang yang bekerja dan memiliki

kebiasaan pola hidup tidak sehat, kebiasan merokok, kurangnya berolahraga juga cenderung akan berpotensi terhadap

diabetes melitus. (Trisnawati & Setyorogo, 2013).

Ketika seseorang dengan aktivitas yang kurang akan menyebabkan jumlah timbunan lemak akan tinggal dan tidak berkurang

dan akhirnya menyebabkan berat badan berlebih, kadar glukosa yang meningkat menjadikan seseorang terkena diabetes dan

akhirnya timbul komplikasi salah satunya retinopati diabetik. (Rondonuwu, R. G, Rompas, S & Bataha, 2016)
4. Lama menderita diabetes merupakan faktor penting pada RDNP dan RDP. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lama menderita
diabetes sampai ditemukan komplikasi RDNP dan RDP. Paparan akibat dari hiperglikemia dalam waktu lama akan meningkatkan
perubahan biokimiawi dan fisiologi, seperti perubahan seluler pada membrane basalis sel retina sehingga terjadi kerusakan pada
pembuluh darah kapiler retina berupa hilangnya sel perisit, proliferasi sel endotel dan penebalan membrane basement yang akan
menyebabkan oklusi kapiler. Oklusi kapiler ini menyebabkan perdarahan dan timbulnya pembuluh darah baru yang rapuh sehingga
menyebabkan perdarahan berulang yang dapat menurunkan tajam penglihatan. (Suryathi N.M.A & Jayanegara I.W.G, 2015)
5. Faktor resiko pasien diabetes dengan riwayat retinopati diabetik dlilihat dari tipe diabetes paling banyak menderita DM Tipe 2
sebanyak 18 pasien (51.42%). Tipe diabetes merupakan faktor pencetus untuk komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Retinopati
diabetik dapat muncul pada penderita diabetes melitus tipe 2 setelah 10 tahun, namun tipe diabetes sulit ditemukan pada pasien
diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 2 dikenal dengan silent disease. (Perdana, A.,& Pangestu, 2018)
Faktor resiko pasien diabetes dengan riwayat retinopati diabetik dilihat dari kebiasaan merokok, hampir sebagian merokok dengan
jumlah 15 responden. dengan persentase 42.86%. Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi ketebalan plasma dinding pembuluh
darah dan menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan prevalensi metabolic
syndrome dan peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT). (Maynanda, 2017)
6. Jenis retinopati paling banyak ditemukan pada retinopati diabetik proliferatif sebanyak

17 pasien (48.58%). Penderita diabetes dengan riwayat retinopati dilihat dari jenis

retinopati, banyak pasien yang telah mengidap RDP yang tingkat keparahannya sedang.

Pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi dengan kondisi RDP lebih dominan pada lakilaki.

Hal ini juga sama dengan penelitian oleh Longo di Afrika bahwa jenis kelamin terbanyak

pada kelompok RDP adalah laki-laki. (Suryathi N.M.A & Jayanegara I.W.G, 2015)
7. Penggunaan obat untuk retinopati diabetik banyak menggunakan obat oral sebanyak 15 pasien (42.86%) dan

yang menggunakan laser retina sebanyak 12 pasien (34.28%). Pengobatan yang dilakukan di RSUD Raden

Mattaher Jambi untuk pengobatan diabetes, banyak menggunakan obat glimepiride dan metformin.

Sulfonilurea dan biguanide adalah obat diabetes oral yang lazim digunakan dalam mengatasi diabetes.

Glimepiride dengan kerja ganda yakni memiliki kemampuan memperbaiki sekresi dan aksi insulin merupakan

sulfonilurea generasi ketiga. Pada tingkat sentral glimepiride menstimulasi sekresi insulin oleh sel beta.

Metformin juga mempunyai khasiat dalam mencegah terjadinya kerusakan jaringan endotel dalam keadaan

hiperglikemia. Khasiat ini diperoleh tidak saja oleh karena sifat anti hiperglikemia secara farmakologis, tapi

juga efek inhibisi terjadinya kerusakan sel endotel pembuluh darah. (American Diabetes Association, 2019)
Berdasarkan hasil penelitian dari rekam medik, ada beberapa obat diabetes melitus dikombinasikan dengan obat

lain. Ada juga beberapa obat retinopati dikombinasikan dengan obat lain. Hal ini dikarenakan adanya penyakit

penyerta lain yang tentunya menambah daftar obat di resep pasien. Penjelasan mekanisme interaksi obat diambil

dari software Interactions Checker pada Drug.com

8. Obat yang paling banyak digunakan untuk diabetes melitus ialah glimepiride dan metformin sebanyak 3

pasien (13.63%). Glimepiride merupakan golongan obat sulfonilurea yang bekerja merangsang sekresi insulin

pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih berproduksi. Metformin termasuk

golongan biguanida yang bekerja menghambat gluconeogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di

jaringan. Terapi kombinasi ini saling berhubungan karena kedua golongan ini memiliki efek terhadap

sensitivitas reseptor insulin. Golongan sulfonilurea (glimepiride) akan mengawali merangsang sekresi

pankreas yang akan memberi kesempatan senyawa biguanida (metformin) untuk bekerja lebih efektif.

(Wijaya, I, N & Faturrohmah, 2015)


9. Persentase obat berdasarkan tingkat keparahan, obat
dengan tingkat keparahan paling banyak yaitu tidak
diketahui sebanyak 19 responden (54.3%) major (2.85%),
moderate (37.14%) dan minor (5.71%).
10.Persentase pasien yang mengalami interaksi obat hanya
6 orang (17.14%). Pasien yang mengalami interaksi obat
memang hanya memakai beberapa obat yang dapat
menyebabkan interaksi dan banyak diantaranya tidak
terjadi interaksi obat sebanyak 29 pasien (83.86%).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pola retinopati

diabetik pada pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Raden Mattaher Jambi

tahun 2017 dan 2018 memiliki tingkat keparahan yang moderate ada 17 pasien

(48.58%). Hal ini dipengauhi oleh beberapa faktor yaitu lama diabetes, tipe

diabetes, kebiasaan merokok, jenis pengobatan, interaksi obat, tingkat

keparahan obat dan persentase pasien yang mengalami interaksi obat


Thank You

Anda mungkin juga menyukai