Anda di halaman 1dari 21

Sesi 10

PPh Pasal 22
DAVID ZAENAL ANWAR
181120002208
Definisi PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan PPh yang dipungut oleh:
Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang
Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut Obyek
Bank Devisa dan Direktorat atas impor barang
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Direktorat Jenderal melakukan pembayaran atas


Perbendaharaan (DJPb), pembelian barang;
Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah

BUMN/BUMD pembelian barang dengan dana


APBN/APBD

BI, Perusahaan Pengelola Aset melakukan pembelian barang yang


(PPA), BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, dananya bersumber baik dari
PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, APBN maupun dari non APBN
PT. Krakatau Steel, Pertamina dan
bank-bank BUMN
Pemungut Obyek
Badan usaha bidang industri atas penjualan hasil produksinya di
semen, industri rokok, industri dalam negeri
kertas, industri baja dan industri
otomotif

Produsen atau importir bahan atas penjualan bahan bakar


bakar minyak, gas, dan pelumas minyak, gas, dan pelumas

Industri dan eksportir yang atas pembelian bahan-bahan


bergerak dalam sektor untuk keperluan industri atau
perhutanan, perkebunan, ekspor mereka dari pedagang
pertanian, dan perikanan pengumpul

Wajib Pajak Badan Penjual barang Atas penjualan barang yang


mewah tergolong sangat mewah
Tarif PPh Pasal 22
Atas impor :
◦ Menggunakan Angka Pengenal Importir Angka Pengenal Importir (API),
2,5% dari nilai impor;
◦ Tidak menggunakan API, 7,5% dari nilai impor;
◦ Tidak dikuasai, 7,5% dari harga jual lelang.

Pembelian barang oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD, 1,5% dari


harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
Penjualan hasil produksi:
◦ Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
◦ Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
◦ Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
◦ Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
◦ Rokok = 0,15 % x Harga Bandrol (Final)
Tarif PPh 22 PRODUSEN/IMPORTIR ATAS PENJUALAN
BAHAN BAKAR MINYAK, GAS DAN PELUMAS
Kepada Penyalur/agen bersifat FINAL
Kepada selain Penyalur/agen bersifat TIDAK FINAL

SPBU SWASTA PERTAMINA

PREMIUM 0,3 % 0,25 %


SOLAR 0,3 % 0,25 %
PREMIX/SUPER TT 0,3 % 0,25 %
MINYAK TANAH 0,3 %
GAS LPG 0,3 %
PELUMAS 0,3 %
Harga Jual
Tarif PPh Pasal 22
Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul,
sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.
Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu
oleh importir:
◦ Menggunakan API sebesar 0,5% dari nilai impor
◦ Tidak menggunakan API, 7,5% dari nilai impor
Tarif PPh Pasal 22

Penjualan Barang Sangat Mewah, sebesar 5%


Pesawat udara pribadi > Rp20.000.000.000
Kapal pesiar dan sejenisnya > Rp10.000.000.000
Rumah beserta tanahnya > Rp10.000.000.000, syarat luas bangunan > 500
m2.
Apartemen, kondominium,dan sejenisnya > Rp10.000.000.000 dan/atau
luas bangunan lebih dari 400 m2.
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus > Rp5.000.000.000 dan kapasitas silinder > 3.000 cc
NOTE: Tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi
Pengecualian Dipungut  PPh Pasal 22
Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh,
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
Pengusaha Kecil Pemegang SKB(PP 64/2013 dan PMK 107/2013)
Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh Ditjen BC.
Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah paling
banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
Pengecualian Dipungut  PPh Pasal 22
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan
SKB.
Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara. 
Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Import Barang di Bebaskan PPN dan Bea
Masuk
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak
Penghasilan;
b.Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan
atau PPN:
◦ barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
◦ barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia
yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang
mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk
dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional
beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
Import Barang di Bebaskan PPN dan Bea
Masuk
Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan
atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
Barang pindahan;
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
Import Barang di Bebaskan
PPN dan Bea Masuk
Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program pekan imunisasi nasional
(PIN);
Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan
pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
Import Barang di Bebaskan
PPN dan Bea Masuk
Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan angkutan
udara niaga nasional;
Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
kereta api indonesia;
Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah NKRI yang dilakukan oleh TNI; dan/atau
Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya
dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan
PPh Pasal 22
Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda
atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
Atas penjualan hasil produksi terutang dan dipungut pada saat
penjualan;
Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penerbitan Surat
Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
Atas pembelian bahan-bahan terutang dan dipungut pada saat
pembelian.
Obyek Pungut Setor Lapor
Impor Barang •Terutang Dan •Disetor oleh 7 hari setelah
Dilunasi Saat importir penyetoran
Pembayaran Bea •Surat Setoran
Masuk Pajak, Cukai dan
•oleh DJBC atau Pabean (SSPCP)
Bank Devisa •ke bank devisa.
bank persepsi,
bendahara DJBC
•1 hari setelah
Pemungutan

Penundaan atau •saat penyelesaian Tgl 20 setelah masa


Pembebasan BM dokumen PIB pajak
Obyek Pungut Setor Lapor

Penjualan Oleh •Penjual •Saat Penebusan Tgl 20 setelah


Produsen/ •Saat Penerbitan DO masa pajak
Importir Bahan Surat Perintah
Bakar Minyak, Pengeluaran
Gas Dan Pelumas Barang (Delivery
Order)

Pembelian Barang •Bendaharawan • Pada Hari Saat Tgl 14 setelah


Oleh Pemerintah Pemerintah Pemungutan masa pajak
•Terutang dan
Dipungut Saat
Pembayaran
Penjualan
Obyek Pungut Setor Lapor

Pembelian Bahan •Pembeli Industri Tanggal 10 Tgl 20 setelah


Oleh •Terutang Dan Bulan Berikutnya masa pajak
Industri dan Dipungut Saat
Eksportir Sektor Pembelian
Kehutanan,
Perkebunan,
Pertanian dan
Perikanan

Penjualan Hasil •Penjual Industri Tanggal 10 Tgl 20 setelah


Produksi •Terutang Dan Bulan Berikutnya masa pajak
Industri Semen, Dipungut
Kertas, Saat Penjualan
Baja Dan Otomotif
PPh 22 Import
Pajak terutang PPh 22 = Tarif x NI
NI = CIF + Bea masuk + Bea Masuk Tambahan

Tarif Memilik API = 2,5%


Tarif Non API = 7,5%
PPh 22
Impor

PT. XXX mengimpor barang dari China dengan data sbb:


Harga Beli $ 100.000,- asuransi perjalanan 1%, biaya angkut kapal $ 5.000,-
Bea Masuk Rp. 150 jt. Biaya Bongkar di pelabuhan Rp. 20 jt dan biaya angkut
ke parusahaan Rp. 15 jt
Berapakah Pajak Terutang PPh 22, Jika:
◦ Memiliki API?
◦ Non API?

(Kurs DEPKEU per $ = Rp. 9.000, Kurs umum per $ = Rp. 8.720)
NI = CIF + Bea masuk + Bea Masuk Tambahan
= (($100.000 + $ 1000 + $ 5.000)xRp. 9000) + Rp. 150 jt
Terutang PPh 22 Memiliki API = 2,5% x Rp. 1.104.000.000
Terutang PPh 22 NON API = 7,5% x Rp. 1.104.000.000

Anda mungkin juga menyukai