Anda di halaman 1dari 36

TUBERCULOSIS

EPIDEMIOLOGI
• 9 Juta kasus baru terkonfirmasi
• Ada 3 juta kasus lain yang tidak terdiagnosis
• 1/3 orang di dunia ini punya TB laten (ada kuman TB yang hidup /
mati yang asimptomatis). 10% orang menjadi TB aktif
• 9 juta orang dalam 1 tahun: aktif TB (dari primary infection dan
secondary infection)
• 1,4 juta orang akan mati
• 22 negara mengambil 80% kasus TB (termasuk Indonesia)
Patogenesis
• TB masuk melalui inhale. TB paling suka ke dasar lobus (fissure), juga
ke sub-pleura. Dari sana mereka ke alveoli.
• Terjadi respon imun. Makrofag memakan bakteri, lalu Ke lymph node
yang dekat.
• Primary infection : pertama kali terkena:
• Kerusakan daerah alveoli karena reaksi inflamasi disana, begitupula di lymph
node  granuloma (sel-sel mati). Jika dilihat secara mikroskopis  caseosa
necrosis “cheesy death”.
• Ghon focus = granuloma yang terdekat di fissure, dekat subpleural
• Ghon complex: granuloma di paru dan di lymph node
• Bagaimana fate nya?
• Bakteri mati (dibunuh makrofag) : CXR normal  latent TB. Namun jika kita
periksa mikroskopis, maka makrofag normal.
• Bakteri dormant : CXR normal  latent TB. Jika periksa mikroskopis, maka
makrofag ada bakteri hidup. Selama bertahun-tahun dia tidak apa. Lalu
terjadi reaktivasi (karena imun menurun)  cavity yang berisi banyak
bakteri progresif (2nd infection) / reinfeksi
• Multiplikasi : chest x ray konsolidasi  progresif (1st infection)
• Pasien HIV risiko TB infection tinggi.
Pulmonary TB
• 60-80% TB infection
• Infeksi primer: pertama kali terinfeksi. Cenderung pada anak-anak.
Kena pada middle lobe atau lower lobe
• Infeksi sekunder : reaktivasi infeksi dorman, infeksi dari sumber lain
dari infeksi primer / reaktivasi atau reinfeksi. Cenderung pada dewasa.
Kena pada upper lobe.
Patofisiologi
• TB transmisi melalui udara (droplet)  bakteri masuk ke paru  ditangkap
oleh makrofag  kumpulan makrofag dalam paru dan sel inflamasi lain
membentuk granuloma  granuloma yang terbentuk (Gohn focus) 
makrofag membawa ke limfe node (gohn focus + limfe node = Gohn
complex)
• Paparan  1st infection  latent TB, 5% active disease (pulmonary TB atau
disseminated ke liver, bagian lain paru, otak, organ lain)
• Milliar TB di rontgen  tanda disseminated
• Dari latent  5% reaktivasi (2nd infection) akibat penurunan imunitas (mis.
HIV, dapat transplant, kemoterapi, IVDU), komorbid (DM, merokok), bisa
juga terinfeksi lagi
Clinical setting
• Mild sampai severe
• Patogenesis:
• 1/3 Meninggal: galloping consumption
• 1/3 remisi
• 1/3 progressive : consumption
• Weight loss
• Demam
• Keringat pada malam hari (night sweat)
• Malaise
• anoreksia
Signs
• Sortness of breath
• Dyspneu (nocturnal khususnya)
• Eritema nodosum (bisa terjadi pada penyakit lain, fungal infection)
• Conjungtivitis phylyctenular
Pleural TB
• Infeksi primer  hypersensitivity
• Infeksi primer atau sekunder  contiguous spread
• Efusi pleura yang besar.  menekan paru  sesak napas
• Pemeriksaan fisik : dullness, penurunan suara napas.
• Analisis pleura : warna kuning, protein tinggi, glukosa rendah /
normal. WBC meningkat. Cat BTA positif (10-20%), lebih sensitive
kultur (25 – 75%). Biopsi pleura (80%)
Diagnosis
• Gejala: batuk produktif (kuning, hijau, darah), shortness of breath,
tidak mampu melakukan aktivitas biasa
• Chest x-ray: cavity
• Tuberculin skin test  positif (indurasi)
• Konfirmasi diagnosis : menemukan organisme di paru pasien:
• BTA : kurang sensitive, hanya ½ mendeteksi
• Kultur TB : butuh waktu (4-8 minggu), lebih sensitive (80%) dan spesifik. Bisa
lanjut untuk tes sensitivity antibiotic
• PCR (genexpert TB): molecular testing : cepat, bisa bedakan resisten
rifampicin, program pemerintah, false positif
Gejala dan Tanda
• Myco : fungus  tumbuh sangat lambat.
• Penularan : droplet, kontak. Paling umum lewat droplet (udara)
• Ada 4 scenario Ketika orang TB batuk:
• Bakteri tidak masuk ke paru
• Bakteri ditangkap makrofag  dihancurkan (latent TB infection)
• Bakteri ditangkap makrofag  bakteri tetap hidup (latent TB infection)
• Ada bakteri yang tidak ditangkap makrofag. Bakteri bermultiplikasi  active
TB infection
• Susah membedakan infeksi TB laten yang sembuh dan dormant
(scenario 2 dan 3)
Active TB infection
• Gejala:
• Constitutional : demam / menggigil, night sweats, weight loss
• Lower respiratory tract: batuk produktif (bloody sputum), chest pain
• Durasi:
• Lebih dari 3 minggu
• Chest x-ray positif, tapi TST (-) : coba konfirmasi lain
• Pada anak-anak gimana?: tidak gunakan sputum, tetapi pakai gastric
aspirate (anak cenderung untuk menelan dahaknya)
• Bronchoscopy (jika sputumnya sangat masuk ke dalam alveoli)
• Positif skin test, chest x-ray (-): false (+) TST atau extrapulmonary TB
(limfe node, GIT, bone). Sampel dari lymph node, bone, urine, etc
• Negative chest x-ray dan skin test (-): TB extrapulmonary dan false
negative skin test (imunodefisiensi, atau imun belum terbentuk)
Konfirmasi diagnosis : BTA, culture, genexpert
• MDR-TB: multiple drug resistance  resisten INH dan rifampicin
• XDR-TB: resisten pada INH + Rifampicin + fluoroquinolone + 1 dari
amikasin, kanamycin, capreomycin
Drug resistance TB
• Xpert RIF resisten  resisten pada rifampicin
• Jika Xpert RIF resisten negative  sensitive rifampicin  kultur (cek
sensitivitas).
• Selama menunggu sensitivitas tes, gunakan 1st line drug (Rifampi 6 bulan,
Isoniazide 6 bulan, pyrazinamide 2 bulan, ethambutol 2 bulan)
• Jika pada sebelum 2 bulan, tes sensitivitas resisten T (misalnya isoniazid),
maka kita tidak bisa pakai isoniazid lagi, pakai obat lain dan lebih lama.
• China, india, Pakistan,Rusia, Afrika selatan (prevalensi MDR tinggi) dimana
resisten TB pada isoniazid dan rifampin
• XDR TB: prognosis buruk
• Pada bulan ke-3: jika sputum kultur tetap (+), maka resisten. Uji
dengan tes sensitivitas.
• Jika tetap sensitive (slow responder)  extend
• Jika resisten  modifikasi pengobatan + extend
• Jika relapse (setelah pengobatan komplit dan berhasil) tetapi
kemudian gejala TB muncul lagi, karena terapi sebelumnya belum
lengkap, atau TB baru (reinfeksi). Bagaimana bedanya?:
• Tes molekuler : jika DNA sama  relaps. Jika DNA beda  reinfeksi
Extrapulmonary TB
• Limfe node
• Genitourinary tract
• Tulang
• CNS
• Gastrointestinal tract
• Jantung

TB is the great imitator


TB kelenjar (limfe nodes)
• Di belakang leher : cervical
• Di supraclavicular area, dd keganasan
• Tidak nyeri, tidak tenderness, tidak kemerahan  bukan inflamasi
akut, tetapi kronis, slow prosess
• Meningkat ukurannya secara gradual  fistula tract
• Diagnosis: Biopsi  BTA
• Chest x-ray (-)
• 35%
Genitourinary TB
• 10-15%
• Blood urine, nyeri saat kencing, sering kencing
• Dd ISK.
• Pengecatan BTA  tidak muncul TB
• Culture (-) pyuria  berpikir TB  kultur TB
• Chest x Ray (+)  menyebabkan infertility, epididymis, prostatitis,
endometritis
Tuberkulosis Tulang
• Column vertebrae: weight bearing area
• Gejala: back pain
• Dd : penyakit musculoskeletal
• Pemeriksaan fisik: ada area tenderness / pain. Palpasi vertebrae 
bone infection
• Pott’s disease : TB tulang di vertebral column
TB otak
• 5% infeksi
• Penurunan kesadaran  mati
• Subakut pada presentation, datang dalam keadaan kronis
• Subakut meningitis
• Tidak spesifik gejalanya (sakit kepala, confusion, slight mental change, demam,
lemah)
• Progressif disease level consciousness  koma
• Area vascular otak.
• Abnormalitas cranial nerve
• Hidrosefalus (hambatan dari kuman TB)
• Workup : spinal tap (LCS). Hasilnya: WBC meningkat, dominasi
limfosit. Konsentrasi protein meningkat. Glukosa menurun, tetapi ga
turun banget.
• Pengecatan BTA pada LCS
• Kultur, PCR.
Gastrointestinal TB
• Sangat jarang
• Melibatkan terminal ileum dan seccum, limfe node involvement
• Perforasi  peritonitis
• Oral contamination. Dari pulmonary TB, batuk kemudian batuknya
ditelan  TB usus
Pericarditis TB
• Dari limfe node
• Dari hematogen
• Sering pada elderly, immunocompromised
• Mortality tinggi ( 50%)
• Konstrictive jantung  heart failure
Mantoux test / PPD / TST
• PPD : Purified Protein Derivative
• TST : Tuberculin Skin Test
• Intradermal. Injeksi TB protein (0,1 ml)  kulit menjadi
menggembung sedikit, lama-lama menjadi merah.
• Apakah pasien sebelumnya terpapar TB? Ya atau tidak
• Tidak. Makrofag yang menempel di subkutan akan mengambil TB
protein. Makrofag mempresent protein ini ke sel T. jika dulu belum
pernah terpapar TB, maka dia akan pergi begitu saja. Makrofag tetap
akan makan protein itu. Hasilnya merah, tetapi tidak ada indurasi
• Ya (pasien punya prior TB eksposure). Makrofag memakan protein 
makrofag sebagai APC  sel T mengenali. Sel T mengeluarkan
kemokin. Kemokin menarik lebih banyak makrofag. Makrofag masuk
ke intradermal. Intradermal mengembung. Kembung  reaksi
hipersensitivitas tipe 4 (reaksi seluler). Kembung = induration.
• PPD dibaca 48 – 72 jam setelah disuntik PPD.
Tes PPD
indikasi
• High risk : suspek TB, orang yang berkontak dengan TB pasien,
immunocompromised (HIV)  indurasi > = 5 mm = positif
• Medium risk : dari negara endemis, tinggal/kerja di penjara, nursing home
(daerah yang crowd), orang yang kerja di healthcare setting, IVDU, anak <
4 tahun, komorbid  indurasi >= 10 mm = positif
• Low: anyone else  indurasi >= 15 mm = positif
• Jika ada pasien yang ada high risk + medium risk  pilih interpretasi yang
high risk
• Jangan perdulikan orang nya sudah BCG vaksin atau tidak.
Pengobatan TB aktif
• Tujuan : menurunkan disabilitas + kematian. Menurunkan penyebaran
• Obat ada, tetapi harus kombinasi dan waktunya lama. Bisa resisten, jadi harus
patuh
• Kombinasi 4 obat. Dimulai selama 2 bulan (Rifampin, Isoniazid, Pyrazinamide,
ethambutol), disebut intensif/induksi terapi, mengandung agent bactericidal
• 4 bulan kemudian terapi rifampin + INH (continuation phase).
• Sudah 6 bulan, rontgen.
• Terapi lebih lama jika pasien punya TB yang lebih berat (meningitis, bone,
military, cavitation), koinfeksi dengan HIV, kehamilan, kultur positif setelah
terapi 2 bulan.
• Monitoring compliance  DOTS (directly observed therapy)
• 3x/week dosage?
• Monitoring klinis, BTA/kultur tiap bulan.
• Lihat efek samping pengobatan
• Rifampin : hepatitis, trombositopenia, interaksi obat, warna urine kemerahan
• Isoniazid : hepatitis, neuropati peripheral (tambah vit B6)
• Pirazinamide : peningkatan uric acid  gout
• Ethambutol: optic neuritis
Pencegahan TB
• Transmisi droplet melalui batuk. Orang dewasa lebih gampang
menularkan karena lebih sering batuk.
• BTA (+), kultur (+)
• CXR: cavity  secondary progressive disease
• Pencegahan dengan :
• Pengobatan (DOTS). Bakteri hidup mati pada 2 minggu pengobatan. Batuk
menurun
• Isolasi . Jangan dekat dengan anak < 4 th. Tidur malam di kamar sendiri
• Masker bedah
• Pada orang yang sehat:
• Jauh-jauh dari orang sakit
• Buka ventilasi  agar bakteri terdilusi
• Air purifying respirator (N95)
• Ultraviolet germicidal irradiation  membunuh bakteri
• Hepafilter  mengatur aliran udara dengan menangkap / memfilter bakteri.
(High efficiency Particulate Air Filter)
• Ruang negative pressure, memastikan udara ke saluran HEPAfilter yang
disiapkan.
Prevention (4 I’s)
• Intensified case finding
• Isoniazid
• Isolation
• Immunization
Intensified case finding
• Latent TB
• Active TB
• Caranya:
• Mengecek orang2 yang migrant dari daerah endemis
• Mengecek prisoner, homeless, IVDU, HIF
• Cek dengan TST, jika positif : kalau latent TB: terapi dengan INH 9-12 bulan
(menurunkan risiko menginfeksi) atau INH + rifampicin : 3 bulan (tetapi lebih
toksik)
• Active TB  pulmonary TB dengan cavitas.  segera Isolated (2-4 minggu
karena setelah itu non infected)
• Cek orang-orang yang kontak dengan pasien TB
Imunisasi
• Keefektifan terbatas
• BCG vaksin (live attenuated vaccine from M. Bovis)
• 0-80% efektif. Efektif diberikan pada bayi. Setelah divaksin, lebih baik
dalam menahan penyakit TB yang lebih berat (meningitis TB)
• Risiko pemberian BCG pada pasien immunocompromised  bisa
dissemination
• Efek samping : ulkus pada tempat suntikan, limph node swelling,
osteomyelitis (sangat jarang)
TB + HIV
• 1 dari 9 orang dengan TB punya HIV
• Orang yang meninggal karena TB, 1 diantaranya menderita HIV
• HIV meningkatkan risiko kematian karena TB
• HIV membuat TB makin buruk, begitupula sebaliknya.
• Obati dua penyakit ini. Risiko IRIS : immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome
• Pasien dengan TB latent terkena HIV. HIV diobati.  unmasking IRIS
(TB infection muncul)
• Pasien dengan TB aktif. Pasien dapat HIV. Pasien diterapi HIV. Infeksi
TB makin berat. Hal ini karena respon inflamasi meningkat. 
“paradoxical IRIS”
• Interaksi obat:
• Rifampin menginduksi enzim di hati yang bertugas dalam metabolism obat
(cytochrome enzim)  metabolism obat (ART) jadi cepat  ART tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai