Anda di halaman 1dari 46

PERTOLONGAN PERTAMA

KORBAN BENCANA

Sukma Wicaturatmashudi, S.Kp.M.Kep.Sp.KMB

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK
BENCANA
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman
bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan
dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang
bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan
kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan
berikut :

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah,
maka semakin tinggi risiko daerah tersebut
terkena bencana.

Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan


masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi
pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya,
semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat,
maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko


dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang
dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang
bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan
terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).


4 : Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan,
atau sekali dalam 10 tahun mendatang)
3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan,
atau sekali dalam 100 tahun)
2 : Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PERTIMBANGAN FAKTOR
DAMPAK
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena
bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang
ditimbulkan,

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


BOBOT DAMPAK

5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur


dan lumpuh total)
4 : Parah (60 – 80% wilayah hancur)
3 : Sedang (40 - 60 % wilayah terkena
berusak)
2 : Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah
rusak)

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


TABEL RESIKO BENCANA
NO JENIS BENCANA PROBABILITAS DAMPAK

GEMPA BUMI DIIKUTI


1 1 4
TSUNAMI

2 TANAH LONGSOR 4 1

3 BANJIR 4 3

4 KEKERINGAN 3 1

5 ANGIN PUTING BELIUNG 2 Sukma 2


W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
PERTOLONGAN PERTAMA

Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan,


petugas Pemadam Kebakaran, Polisi, tenaga dari unit
khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga
Perawat Gawat Darurat Terlatih.

Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti


berikut :
1. Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
2. Tempat penampungan sementara
3. Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan
4. Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas
kesehatan

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa :
 kontrol jalan napas.
 fungsi pernapasan dan jantung,
 pengawasan posisi korban,
 kontrol perdarahan,
 Imobilisasi fraktur
 pembalutan dan
 usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman.

Harus selalu diingat bahwa, bila korban masih berada di lokasi


yang paling penting adalah memindahkan korban sesegera
mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis
lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama utama,
seperti mempertahankan jalan napas, dan kontrol perdarahan.

Resusitasi Kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di lokasi


kecelakaan pada bencana massal karena membutuhkan waktu
dan tenaga.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
PENANGANAN KORBAN
Proses penanganan yang diberikan kepada korban
dilakukan secepatnya untuk mencegah resiko
kecacatan dan atau kematian, dimulai sejak di lokasi
kejadian (triase satu), area berkumpul (collecting
area) untuk proses evakuasi/transportasi ke IGD
(triase dua) dan area teras IGD (triase tiga).

Kegiatan definitif dimulai sejak korban tiba di IGD.


Penanggung jawab : Ketua Tim Medical Suport
Tempat : lokasi kejadian/ area berkumpul/ teras IGD
tempat perawatan definitif

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PROSEDUR :
DI LAPANGAN: TIM PRA
HOSPITAL
1. Berangkat ke lokasi kejadan harus bersama dengan tim, minimal dua orang.
2. Menilai situasi sekitar (Rapid Health Assassment) dan segera laporkan
kembali kepada RSUD Kelet.
3. Berkoordinasi lapangan dengan petugas lai di lapangan pada awal kejadian
(POLISI, SAR, PLN atau Dinas lain yang lebih berkompeten).
4. Setelah lokasi dinyatakan aman oleh pihak yang lebih berkompeten, segera
lakukan triage lapangan (triase satu) sesuai dengan berat ringan nya kasus
(Hijau, Kuning, Merah)
5. Menentukan prioritas penanganan
6. Evakuasi korban ketempat yang lebih aman
7. Lakukan stabilisasi sesuai kasus yang dialami.
8. Lakukan triase evakuasi (triase dua) sesuai perkembangan kondisi korban
selama di tempat collecting area untuk menentukan prioritas transportasi
korban ke IGD.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


POS MEDIS LANJUTAN
Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya
untuk menurunkan jumlah kematian dengan
memberikan perawatan efektif (stabilisasi)
terhadap korban secepat mungkin.

Upaya stabilisasi korban mencakup intubasi,


trakeostomi, pemasangan drain thoraks,
pemasangan ventilator, penatalaksanaan syok
secara medikamentosa, analgesia, pemberian
infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur,
pembalutan luka, pencucian luka bakar.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


FUNGSI POS MEDIS
lanjutan ini dapat disingkat menjadi “Three ‘T’
rule” (Tag, Treat, Transfer) atau hukum tiga
(label, rawat, evakuasi).

Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya


di cukup dekat untuk ditempuh dengan
berjalan kaki dari lokasi bencana (50–100
meter) dan daerah tersebut harus:
1. Termasuk daerah yang aman
2. Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat
evakuasi dilakukan
3. Berada di dekat dengan Pos Komando
4. Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018
ORGANISASI POS MEDIS
LANJUTAN
Struktur internal pos medis lanjutan dasar,
terdiri atas :
1. Satu pintu masuk yang mudah ditemukan
atau diidentifikasi.
2. Satu tempat penerimaan korban/tempat
triase yang dapat menampung paling banyak
dua orang korban secara bersamaan.
3. Satu tempat perawatan yang dapat
menampung 25 orang korban secara
bersamaan.
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018
POS PELAYANAN MEDIS LANJUTAN DASAR

HITAM HIJAU

AREA
TRIASE EVAKUASI

MERAH KUNING

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan


dan Disaster, 23 September 2018
TEMPAT PERAWATAN
1. Tempat perawatan korban gawat darurat
(korban yang diberi tanda dengan label
merah dan kuning). Lokasi ini merupakan
proporsi terbesar dari seluruh tempat
perawatan.
2. Tempat perawatan bagi korban nongawat
darurat (korban yang diberi tanda dengan
label hijau dan hitam).

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


POS MEDIS LANJUTAN
STANDAR
1. Satu pintu keluar
2. Dua buah pintu masuk (Gawat Darurat dan
Non- Gawat Darurat). Untuk memudahkan
identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda
dengan bendera merah (untuk korban gawat
darurat) dan bendera hijau (untuk korban non
gawat darurat).
3. Dua tempat penerimaan korban/triase yang
saling berhubungan untuk memudahkan
pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


3. Tempat perawatan Gawat Darurat yang
berhubungan dengan tempat triase Gawat
Darurat, tempat ini dibagi menjadi:
a. Tempat perawatan korban dengan tanda
merah (berhubungan langsung dengan
tempat triase)
b. Tempat perawatan korban dengan tanda
kuning (setelah tempat perawatan merah)

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


5. Tempat perawatan Non Gawat Darurat, berhubungan dengan tempat
triase Non Gawat Darurat, dibagi menjadi:
a. Tempat korban meninggal (langsung berhubungan dengan tempat
triase)
b.Tempat perawatan korban dengan tanda hijau (setelah tempat korban
meninggal)
Setiap tempat perawatan ini ditandai dengan bendera sesuai dengan
kategori korban yang akan dirawat di tempat tersebut.

6. Sebuah tempat evakuasi yang merupakan tempat korban yang


kondisinya telah stabil untuk menunggu pemindahan ke Rumah
Sakit.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


POS PELAYANAN MEDIS LANJUTAN
STANDAR
NON
AKUT
HITAM HIJAU

NON AKUT
AREA EVAKUASI
TRAISE
AKUT

MERAH KUNING
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
AKUT
ARUS PEMINDAHAN KORBAN

Korban yang telah diberi tanda dengan kartu


berwarna merah, kuning, hijau atau hitam
sesuai dengan kondisimereka, dilakukan
registrasi secara bersamaan dan korban
langsung dipindahkan ke tempat perawatan
yang sesuai dengan warna kartu yang
diberikan hingga keadaannya stabil.

Setelah stabil korban akan dipin-dahkan ke


tempat evakuasi dimana registrasi mereka
akan dilengkapi sebelum dipindahkan ke
fasilitas lain.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


DI RUMAH SAKIT (IGD):
TIM INTRA HOSPITAL
1. Lakukan triage rumah sakit (triase tiga) oleh tim medik.
2. Penempatan korban sesuai hasil triage.
3. Lakukan stabilisasi korban.
4. Berikan tindakan definitif sesuai dengan kegawatan dan
situasi yang ada (Merah, Kuning,Hijau atau hitam)
5. Perawatan lanjutan sesuai dengan jenis kasus (OK, ICU,
HND atau ruang perawatan atau kamar jenazah)
6. Lakukan rujukan bila diperlukan baik karena pertimbangan
medis maupun tempat perawatan.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PENANGANAN
LUKA BAKAR

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan
dan Disaster, 23 September 2018
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
FASE AKUT

PRIMARY SURVEY

A. AIRWAY DAN CERVICAL SPINE PROTEKSI


B. BREATHING DAN VENTILASI
C. CIRCULASI DAN KONTROL PERDARAHAN
D. DISABILITY – PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
E. EXPOSURE

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PERTOLONGAN PERTAMA
Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat
efek Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan
segera menjadi oedem
Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam
air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit.

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi


berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi
tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan
daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada
jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk
luka bakar yang lebih luas karena bahaya
terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya
diberikan langsung pada luka bakar apapun.
Evaluasi awal
Prinsip penanganan pada luka bakar sama
seperti penanganan pada luka akibat trauma
yang lain, yaitu dengan ABC (Airway
Breathing Circulation) yang diikuti dengan
pendekatan khusus pada komponen spesifik
luka bakar pada survey sekunder

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PRINSIP PENANGANAN

1. HENTIKAN PROSES YANG MENYEBABKAN LUKA


BAKAR
2. UNIVERSAL PRECAUTION, HIV, HEPATITIS
3. FLUID RESUSCITATION
4. VITAL SIGN
5. PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE
6. PEMASANGAN URINE KATETER

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


7. ASSESSMENT PERFUSI EKSTRIMITAS
8. CONTINUED VENTILATORY ASSESSMENT
9. PAINT MANAGEMENT
10. PSYCHOSOCIAL ASSESSMENT
11. PEMBERIAN TETANUS TOKSOID
12. TIMBANG BERAT BADAN
13. PENCUCIAN LUKA DI KAMAR OPERASI (BIUS
TOTAL)
14. ESCHAROTOMY DAN FASCIOTOMY

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


MONITORING RESUSCITATION/
RESUSITASI CAIRAN

1. URINE PRODUKSI SETIAP JAM.


DEWASA: 0,5 CC/KG/JAM
ANAK : 1 CC/KG/JAM
2. OLIGO-URIA
BERHUBUNGAN DENGAN SYSTEMIK VASKULAR
RESISTANCE DAN REDUKSI CARDIAC OUTPUT)
3. HAEMOCHROMOGENURIA (RED PIGMENTED URINE)
4. BLOOD PRESSURE
5. HEART RATE
6. HEMATOCTRIT DAN HAEMOGLOBIN

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


TRAUMA INHALASI

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018
TRAUMA PANAS LANGSUNG
KERACUNAN ASAP  GAS TOKSIK
EFEK KARBON MONOKSIDA (CO)
KLINIS : 1. TERJEBAK RUANG TERTUTUP
2. SPUTUM TERCAMPUR ARANG
3. LUKA BAKAR PERIORAL
4. PENURUNAN KESADARAN
5. TERDAPAT DISTRESS NAFAS
6. TACHIPNEA
7. SESAK NAFAS
Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018
UDARA PANAS  IRITASI UDEMA
 OBSTRUKSI  GAGAL NAFAS

EFEK TOKSIK DARI ASAP :


HCN, NO2, HCl, BENSIN  IRITASI
BRONKOKONSTRIKSI  GAGAL
NAFAS

CO  HIPOKSIA

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


PENATALAKSANAAN
TANPA DISTRES PERNAFASAN

1. INTUBASI (PEMASANGAN PIPA ENDOTRAKEA)


TANPA MENGGUNAKAN PELUMPUH OTOT DAN
TANPA VENTILATOR
2. PEMBERIAN OKSIGEN 2-4 LITER/MENIT MELALUI
PIPA ENDOTRAKEA
3. PENGHISAPAN SEKRET SECARA BERKALA
4. HUMIDIFIKASI DENGAN PEMBERIAN NEBULIZER
MENGGUNAKAN SUNGKUP SETIAP 6 JAM.
5. PEMBERIAN BRONKODILATOR (VENTOLIN ®
INHALASI) DILAKUKAN BILA JELAS DIJUMPAI
GEJALA DAN TANDA DISTRES PERNAFASAN

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


6. PEMANTAUAN GEJALA / TANDA DISTRES PERNAFASAN :
GELISAH, SESAK NAFAS
PENINGKATAN FREKUENSI PERNAFASAN ( > 30 KALI/MENIT),
SIANOTIK, STRIDOR, AKTIVITAS OTOT PERNAFASAN BERTAMBAH.

PEMERIKSAAN :
ANALISA GAS DARAH
1. PADA PERTAMA KALI PENDERITA DITOLONG (SAAT
RESUSITASI)
2. DALAM 8 JAM PERTAMA
3. DALAM 24 JAM PASCA CEDERA
4. SELANJUTNYA SESUAI KEBUTUHAN

FOTO TORAK/PARU 24 JAM PASCA CEDERA.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


7. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK (FOTO TORAK/PARU)
8. PENDERITA INI DIRAWAT PADA BED OBSERVASI,
DENGAN POSISI DUDUK ATAU SETENGAH
DUDUK.
9. TINDAKAN INI DILAKUKAN SEBELUM TINDAKAN
RESUSITASI CAIRAN.
10. PELAKSANAANNYA DILAKUKAN DIRUANG
RESUSITASI INSTALASI GAWAT DARURAT.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


DENGAN DISTRES PERNAFASAN

1. DILAKUKAN TRAKEOSTOMI

2. PEMBERIAN OKSIGEN 2-4 LITER/MENIT MELALUI


TRAKEOSTOMI/PIPA ENDOTRAKEA

3. PEMBERSIHAN SALURAN NAFAS SECARA BERKALA,


SERTA BRONCHIAL WASHING.

4. HUMIDIFIKASI DENGAN NEBULIZER.

5. BRONKODILATOR (VENTOLIN @ INHALASI) SETIAP 6 JAM.

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan


dan Disaster, 23 September 2018
6. PEMANTAUAN GEJALA DAN TANDA DISTRES
PERNAFASAN :

GELISAH, SESAK NAFAS.

FREKUENSI PERNAFASAN MENINGKAT (> 30-40


KALI/MENIT).

7. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK (FOTO TORAK/PARU)

8. KASUS INI DIRAWAT PADA BED OBSERVASI DENGAN


POSISI DUDUK ATAU SETENGAH DUDUK.

9. PELAKSANAANNYA DI RUANG RESUSITASI INSTALALASI


GAWAT DARURAT

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018


MATUR SUWUN

Sukma W. Seminar Kegawatdaruratan dan Disaster, 23 September 2018

Anda mungkin juga menyukai