Pembuktian
Tujuan pembuktian dalam perkara pidana adalah untuk mencari suatu kebenaran materiil.
4 teori pembuktian:
o Teori berdasarkan keyakinan hakim belaka (conviction intime);
o Teori pembuktian positif (positief wettelijk bewijs theorie);
o Teori pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijs theorie);
o Teori berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee/ Teori
Pembuktian Bebas)
Alat Bukti dalam KUHAP
Alat bukti adalah informasi yang memberikan dasar-dasar yang mendukung suatu
keyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu benar.
Diatur dalam Pasal 184 KUHAP, ada 5 macam alat bukti, yaitu:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk, dan;
e. Keterangan terdakwa
.
Dalam perkembangannya, alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP mengalami berbagai
perluasan oleh beberapa per-uu-an khusus, misalnya:
• Pasal 44 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE).
• Pasal 29 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).
• Pasal 73 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Formulasi alat bukti dari UU ITE, UU TPPO, UU TPPU menunjukkan bahwa alat bukti
elektronik (digital evidence) merupakan perluasan dari Pasal 184 KUHAP.
ALAT BUKTI DALAM UU TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 menegaskan berlakunya asas lex sprecialis derogate
legi generali dalam proses peradilan pidana tindak pidana korupsi.
Pasal 26 A UU No. 20 Tahun 2001 merupakan perluasan alat bukti dalam UU PTPK,
yang merujuk pada alat bukti “petunjuk”
Konstruksi perluasan alat bukti “petunjuk” Penjelasan Umum UU No. 20 Tahun
2001.
Catatan:
o Perluasan formulasi alat bukti elektronik yang ditunjukkan dalam UU PTPK berbeda
dengan yang diatur dalam UU ITE, UU TPPO, UU TPPU.
o Dalam UU ITE, UU TPPO, UU TPPU, alat bukti elektronik merupakan perluasan dari
Pasal 184 KUHAP; sedangkan dalam UU PTPK dinyatakan bahwa alat bukti elektronik
merupakan perluasan dari alat bukti “petunjuk”
PEMERIKSAAN IN ABSENTIA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Diatur dalam Pasal 37 dan 37 A dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun
2001.
Pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999 merupakan penyimpangan dalam hukum pidana formil.
Menurut pasal tersebut: Terdakwa diberi hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan
tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan Penuntut Umum.
Penjelasan Pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999 model pembuktian yang dianut adalah model
yang terbatas. lihat Pasal 37 ayat (5).
Pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999 kemudian diubah dan dipecah dengan UU No. 20 Tahun
2001, sehingga menjadi Pasal 37 dan Pasal 37 A.
Pembalikan beban pembuktian yang diatur dalam Pasal 12 B ayat (1) huruf a UU No. 20
Tahun 2001 hanya diterapkan terhadap delik “menerima gratifikasi”, apabila gratifikasi
tersebut nilainya Rp.10.000.000,- atau lebih.
Pasal 38 A UU No. 20 Tahun 2001, pembalikan beban pembuktian terkait dengan penerimaan
gratifikasi yang nilai nya Rp.10.000.000,-- atau lebih, dilakukan pada saat pemeriksaan
persidangan.