Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS TAKE HOME EXAM (THE) SEMESTER 2020/21.1 (2020.

2)

Nama Mahasiswa : ABDILLAH NURCHOLIK

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041102753

Tanggal Lahir : 31 / 10 / 1981

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4309/ TINDAK PIDANA KHUSUS

Kode/Nama Program Studi : 311 / HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 17 / JAMBI

Hari/Tanggal UAS THE : MINGGU 20/12/2020

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : ABDILLAH NURCHOLIK


NIM : 041102753
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4309/ TINDAK PIDANA KHUSUS
Fakultas : FHISIP
Program Studi : ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : JAMBI

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang
ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Sarolangun, 20 Desember 2020

Yang Membuat Pernyataan

ABDILLAH NURCHOLIK
SOAL
1. Yudo adalah seorang dokter umum di Rumah Sakit Hasanudin, Yudo telah melakukan
tindakan aborsi terhadap Yani (Pasien berumur 25 tahun) yang berstatus belum menikah.
Yani meminta dokter Yudo agar menggugurkan kandungannya yang telah berumur 4
bulan, sehingga berdasarkan permintaan Yani akhirnya dokter Yudo melakukan tindakan
aborsi.
a. Berdasarkan kasus di atas, menurut saudara bagaimana tindakan yang telah dilakukan
dokter Yudo, termasuk ke dalam tindak pidana khusus apakah perbuatan yang telah
dilakukan dokter Yudo? Jelaskan!
b. Bagaimanakah akibat hukum atas tindakan yang telah dilakukan dokter Yudo dan Yani
sebagai pasien ?
c. Apakah tindakan kasus aborsi diatas, tergolong Abortus Provocatus Medicinalis atau
Abortus Provocatus Criminalis, berikan analisis hukum saudara ?

JAWABAN
a. Dari paparan kasus di atas, menurut saya tindakan yang telah dilakukan oleh dokter
Yudo termasuk dalam tindak pindana pengguguran dan pembunuhan kandungan
(aborsi), tindak pidana yang objeknya adalah kandungan. Istilah kandungan dalam
konteks tindak pidana ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah berbentuk
manusia maupun kandungan yang belum berbentuk manusia. Terlebih lagi, dalam
kasus ini, kandungan pasien Yani telah berumur 4 bulan. Menurut artikel di
https://www.popmama.com/pregnancy/second-trimester/rachma-
novianty/perkembangan-janin-4-bulan/3 bahwa ciri kandungan berusia 4 bulan adalah
janin telah bergerak aktif seperti menendang, berguling, meninju bahkan menguap.
Sehingga tindak pindana pengguguran dan pembunuhan kandungan (aborsi) adalah
tepat diberikan ke dokter Yudo.

b. Hukum pidana (KUHP) melarang tindakan aborsi, karena hal tersebut menyangkut
kejahatan terhadap nyawa. Ada sanksi tegas bagi pelaku baik yang melakukan aborsi
maupun yang membantu melakukan aborsi. Ditinjau dari kebijakan hukum di
Indonesia, aborsi diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
283, 299, 346, 348, 349, 535 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) Pasal 2 dan 1363. Pada intinya pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa
tuntutan dikenakan bagi orang-orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang
yang membantu melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat
hukum atas tindakan yang telah dilakukan dokter Yudo dan Yani sebagai pasien dapat
kita lihat dalam perwujudan delik aborsi didalam KUHP tersebut yakni pengguguran
kandungan oleh mereka yang mempunyai kualitas tertentu, yang dilakukan atas
persetujuan wanita pemilik kandungan tersebut (Pasal 349).

Tindak pidana dalam pasal ini tidak dapat dilakukan oleh setiap orang. Sebab, pelaku
dalam tindak pidana ini haruslah orang yang mempunyai kualitas tertentu, dalam hal
ini dokter, bidan, atau juru obat. Dokter, bidan, dan juru obat adalah pribadi yang
melekat pada subjek hukum (subjek delik).

Pasal 349 KUHP berbunyi “Jika seseorang dokter, bidan atau juru obat membantu
kejahatan berdasarkan pasal 346 KUHP, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348 KUHP,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 349 KUHP di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan
yang dilarang dalam pasal tersebut adalah:
1) Perbuatan dokter, bidan atau juru obat yang membantu melakukan kejahatan
dalam Pasal 346 KUHP
2) Perbuatan dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan dalam Pasal 347
dan 348 KUHP
3) Perbuatan dokter, bidan atau juru obat yang membantu melakukan kejahatan
dalam Pasal 347 dan 348 KUHP
Berdasarkan tiga jenis perbuatan diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam hal tindak
pidana Pasal 349 KUHP dokter, bidan atau juru obat tersebut berperan sebagai pelaku
atau yang melakukan dan dapat berperan sebagai pembantu. Pengertian membantu
melakukan dalam konteks Pasal 349 KUHP sama dengan pengertian membantu
melakukan dalam konteks Pasal 56 KUHP. Dalam kedua konteks tersebut membantu
melakukan mempunyai makna sebagai perbuatan yang mempermudah atau
melancarkan pelaksanaan kejahatan yang bersangkutan.
Sekalipun keduanya mempunyai pengertian yang sama tetapi tanggung jawab pidana
yang melekat dalam pengertian membantu melakukan dalam dua pasal itu sangat
berbeda. Perbedaan tanggung jawab pidana dalam kedua pasal tersebut adalah:
1) Dalam Pasal 56 KUHP membantu melakukan membawa konsekuensi adanya
pengurangan pidana. Dalam hal pelaku pembantu pidana yang dapat dijatuhkan
adalah maksimum pidana untuk kejahatan yang bersangkutan dikurangi sepertiga.
Sementara membantu melakukan dalam Pasal 349 KUHP justru membawa
konsekuensi penambahan pidana. Berdasarkan Pasal 349 KUHP seorang dokter,
bidan atau juru obat yang membantu melakukan kejahatan dalam Pasal 347 dan
348 KUHP pidananya dapat ditambah sepertiga. Artinya, terhadap orang-orang
yang mempunyai kualitas tersebut apabila membantu melakukan kejahatan dalam
Pasal 347 dan 348 KUHP dapat dijatuhkan pidana sepertiga lebih tinggi diatas
maksimum pidana yang diancamkan terhadap kejahatan yang bersangkutan.
2) Dimungkinkannya penjatuhan pidana tambahan pada membantu melakukan dalam
Pasal 349 KUHP.

Sedangan Yani sebagai pasien, dapat dikatkan bahwa pertanggungjawaban pidana


pelaku aborsi pemilik kandungan yang belum menikah. Kejahatan aborsi didalam
KUHP tidak memberikan pengecualian terhadap pelaku yang melakukan kejahatan
tersebut, sekalipun untuk alasan medis. KUHP juga tidak membedakan pelakunya
apakah sudah menikah atau belum, ini dikarenakan unsur subjektif dalam setiap
rumusan delik didalam pasal-pasal kejahatan (Buku Ke-II) selalu berbunyi “barang
siapa”. Barang siapa artinya adalah setiap orang baik yang sudah menikah ataupun
belum. Karena objek pemidanaan adalah perbuatan dari si pelaku yang dipandang
bertentangan dengan ketentuan hukum. Jika si pelaku aborsi adalah perempuan pemilik
kandungan yang belum menikah, maka kemampuan bertanggungjawab tetap ada
padanya, kecuali ada alasan pemaaf untuk itu. Artinya setiap perbuatan aborsi yang
diatur didalam KUHP bersifat imperatif, dan tidak ada pengecualian sekalipun dengan
alasan medis.

c. Ditinjau dari sudut pandang kebijakan hukum pidana, ketentuan pidana


mengenaikasus tersebut diatas adalah aborsi provocatus kriminalis yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009. UU tentang Kesehatan ini merupakan sebuah
terobosan hukum karena mengandung prevensi umum dan prevensi khusus untuk
menekan angka kejahatan aborsi kriminalis. Dengan mengenakan ancaman pidana
yang demikian beratnya itu, diharapkan para pelaku aborsi menjadi jera dan tidak
mengulangi perbuatannya, dalam dunia hukum hal ini disebut prevensi khusus, yaitu
usaha pencegahan agar pelaku aborsi provocatus kriminalis tidak lagi mengulangi
perbuatannya. Sedangkan prevensi umumnya berlaku bagi warga masyarakat karena
mempertimbangkan baik-baik sebelum melakukan aborsi daripada terkena sanksi
pidana yang amat berat tersebut.

Sedangkan sebaliknya Abortus Provocatus Medicinalis, merupakan ketentuan khusus


mengenai aborsi sebagai ketentuan yang mengenyampingkan ketentuan umum dengan
alasan medis bisa diterima sebagai alasan pembenar menurut hukum. Ini berkaitan
dengan pertimbangan keselamatan orang lain (ibu), karena persoalan hukum tidak selalu
mengenai hukum saja, tetapi ada faktor-faktor lain diluar hukum (non hukum) yang bisa
menjadi pertimbangan. Disisi lain mengenai landasan hukum masalah aborsi bisa juga
diatur didalam undang-undang tersendiri, ataupun ditempatkan dalam Bab tersendiri
dalam revisi undang-undang kesehatan yang terbaru.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 75 dan 76
kembali menegaskan bahwa pada dasarnya Undang-undang melarang adanya praktik
aborsi (Pasal 75 ayat 1). Meski demikian larangan tersebut dikecualikan apabila ada:
Pertama, Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan atau Kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

SOAL
2. Terorisme menghantui masyarakat di penjuru Indonesia. Mengatasnamakan agama
mereka nekat membunuh semua orang yang tidak sepaham. Sasaran serangan juga
beragam, mulai rumah ibadah, masyarakat sipil, pemerintah, kedutaan asing, hingga
gedung kantor polisi. Diantaranya kasus Bom Thamrin pada tanggal 14 Januari 2016.
a. Berdasarkan kasus Bom Thamrin, coba telaah faktor apakah yang menjadi
penyebab munculnya tindakan terorisme dalam terror Bom Thamrin ? Jelaskan !
b. Analisislah, mengapa kejahatan terorisme membutuhkan penanganan dengan
mendayagunakan cara-cara yang luar biasa (extraordinary measure) ?
c. Coba telaah, mengapa kejahatan terorisme tergolong kejahatan serius dan
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan?
JAWABAN
a. Dalam kasus Bom Thamrin dapat ditelaah factor penyebab terjadinya tindakan
terorisme tersebut yakni:
1). Faktor penyebab struktural, yaitu faktor-faktor penyebab yang memengaruhi
kehidupan masyarakat ditingkat makro (abstrak), yang kemungkinan tidak disadari.
Beberapa faktor struktural tersebut seperti ketidakseimbangan emografik, globalisasi,
modernisasi yang sangat cepat, transisi masyarakat, meningkatnya individualisme dan
ketercerabutan dari akar serta keterasingan dalam masyarakat (atomisasi),struktur
kelas, dsb.
2) Faktor penyebab fasilitator (akselerator), yaitu perkembangan media massa diera
modern, perkembangan transportasi, teknologi persenjataan, lemahnya kontrol negara
atas wilayahnya, dan sebagainya.
3) Faktor penyebab motivasional, yaitu ketidakpuasan aktual (grievances) yang
dialami di tingkat personal, yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Para ideolog
atau pemimpin politik mampu menerjemahkan penyebab-penyebab dilevel struktural
dan membuatnya relevan ditingkat motivasional melalui ideologi-ideologi sehingga
dapat menggerakan orang-orang untuk bergerak.
4). Faktor pemicu,yaitu penyebab langsung terjadinya tindak teroris. Faktor
pemicudapat berupa terjadinya peristiwa yang provokatif atau persitiwa politik
tertentu atau tindakanyang dilakukan oleh pihak musuh yang menimbulkan reaksi
tertentu.

b. Tindak pidana terorisme di samping berbagai bentuk radikalisme lainnya merupakan


kejahatan yang tergolong pemberantasannya dilakukan secara luar biasa (extra
ordinary crime) karena :
1. Terorisme merupakan perbuatan yang menimbulkan bahaya terbesar (the greatest
danger) terhadap hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup (the right to life) dan hak
untuk bebas dari rasa takut;
2. Target terorisme bersifat random atau indiscriminate yang cenderung mengorbankan
orang-orang yang tidak bersalah;
3. Kemungkinan digunakannya senjata-senjata pemusnah massal dengan
memanfaatkan teknologi canggih;
4. Kecenderungan terjadinya sinergi negatif antarorganisasi terorisme nasional dengan
organisasi terorisme internasional;
5. Kemungkinan kerja sama antara organisasi teroris dengan kejahatan yang
terorganisasi, baik yang bersifat nasional maupun transnasional; dan
6. Dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.

c. Di samping itu tindak pidana di atas merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan


(crimes against humanity) yang mendapat kutukan keras dari setiap bangsa-bangsa di
dunia. Terorisme dengan segala manifestasinya merupakan kejahatan yang serius dan
mengancam nilai-nilai kemanusiaan, mengganggu keselamatan umum bagi orang dan
barang bahkan sering ditujuan kepada instalasi negara atau militer/pertahanan
keamanan, maupun kepada personifikasi yang menjalankan institusi negara seperti
ditujukan kepada kepala negara, pemerintahan pada umumnya, objek-objek vital dan
stategis maupun pusat-pusat keramaian umum lainnya. Menimbulkan korban manusia
meninggal dunia dan luka berat yang bersifat massal dan acak, kerugian materiel atau
menimbulkan kerusakan lingkungan yang luar biasa serta berimplikasi terhadap
penurunan kualitas sosio-ekonomi masyarakat dan mengancam keamanan serta
perdamaian umat manusia (human security). Ciri khas keluarbiasaan lainnya
mengenai terorisme di Indonesia khususnya, bahwa terorisme merupakan kejahatan
transnasional (transnational crime) dan terorganisir (organized of crime), kejahatan
transnasional yaitu suatu kejahatan lintas negara yang berkolaborasi saling
berkontribusi antara pelaku kejahatan di dalam negeri dengan organisasi kejahatan
yang berada di luar negeri. Melihat lingkupnya dan dampak yang ditimbulkan serta
modus operandinya yang melampaui kejahatan-kejahatan konvensional, maka tindak
pidana terorisme disebut sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Terorisme juga dianggap sebagai “hostes humanis generis” musuh umat manusia,
sehingga memerlukan tindakan dan langkah yang bersifat luar biasa untuk dapat
mengungkap dan mencegah tindak pidana tersebut (extraordinary measures).

SOAL
3. Hendri adalah seorang kepala kantor pelayanan pajak. Hendri memberikan data
rahasia wajib kepada Ali yang berprofesi sebagai notaris tanpa izin dan
sepengetahuan wajib pajak sehingga merugikan wajib pajak.
a. Identifikasikan, apakah tindakan Hendri merupakan tergolong dalam jenis tindak
pidana bidang perpajakan?
b. Menurut saudara, bagaimanakah kedudukan peran serta Ali dalam tindak pidana
bidang perpajakan tersebut?
c. Coba telaah, bagaimana penyidikan dalam tindak pidana perpajakan dalam kasus di
atas ? Jelaskan !

JAWABAN
a. Tindakan Hendri jelas merupakan tergolong dalam jenis tindak pidana bidang perpajakan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, di pasal 30 ayat (3) dan (4)
disebutkan:
Pasal (3) Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang
perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilarang
membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan informasi keuangan dan/atau
informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak
yang tidak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
Pasal (4) Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang
perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sementara itu, merujuk UU KUP Nomor 6 Tahun 1983, pasal 41 ayat (1) berbunyi pejabat
yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau
denda paling banyak Rp 1 juta.
Pasal 34 yang dimaksud adalah setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain
yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib
Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Kemudian di ayat (2) pasal 41 tertulis, pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhi kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud pasal 34 dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling
banyak Rp 2 juta. Ayat (3) menyebut penuntutan terhadap tindak pidana di ayat (1) dan (2)
hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

SOAL
4. PT Indo Bharat Rayon merupakan perusahaan yang memproduksi vicose rayon sebagai
bahan baku untuk campuran tekstil, diaper, dan kapas kecantikan. Dalam kegiatan
produksinya, PT Indo Bharat Rayon menggunakan bahan bakar berupa batu bara dengan
jumlah total batu bara sebanyak 700-800 ton per hari. Dari proses pembakaran batu bara
tersebut dihasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash yang termasuk dalam kategori
limbah B3 dari sumber spesifik berdasarkan pada PP nomor 18 jo. 85 tahun 1999 dan PP
nomor 101 tahun 2014. Limbah B3 berupa fly ash dan bottom ash yang dihasilkan
berjumlah total sekitar 56 ton per hari.. Tindak pidana lingkungan hidup ini disebabkan
PT Indo Bharat Rayon tidak melakukan pengelolaan limbah B3 dan melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. 25 HKUM4309 2 dari 2
a. Berdasarkan kasus di atas, Coba identifikasi unsur-unsur perusakan lingkungan yang
disebabkan PT Indo Bharat Rayon?
b. Bagaimana pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup yang
dilakukan PT Indo Bharat Rayon?
c. Bagaimanakah proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang ditimbulkan
karena tindak pidana yang dilakukan PT Indo Bharat Rayon ?

JAWAB
a. Unsur-unsur perusakan lingkungan yang disebabkan PT Indo Bharat Rayon yakni :
1. Membuang limbah B3 ke Rawa Kalimati yang berada persis di sebelah PT Indo
Bharat Rayon hingga akhirnya tertimbun limbah B3.
2. Batubara yang dibakar umtuk memanaskan boiler berisi aiar tersebut yang
berlangsung setiap hari non stop 24 jam menghasilkan limbah B3 atau yang disebut
juga dengan bottom ash/fly ash.
3. Pengangkutan limbah B3 tersebut tidak maksimal, atau dengan kata lain Transporter
tidak mengangkut seluruhnya limbah B3.
4. Pengadilan mendengar saksi-saksi fakta baik dari pihak LSM dan warga masyarakat,
maupun para pejabat yang ada di PT Indo Bharat Rayon, serta Ahli dan juga a de
charge dari Terdakwa PT Indo Bharat Rayon. Selain itu, bukti-bukti surat seperti hasil
laboratorium menjadi perhatian penting bagi pengadilan. Dan yang lebih penting lagi
adalah dimana dalam pemeriksaan perkara ini majelis hakim melakukan pemeriksaan
setempat atau sidang di lapangan, di PT Indo Bharat Rayon yang juga dihadiri oleh
penyidik PPNS dari Kementerian Lingkungan Hidup

b. Pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan PT


Indo Bharat Rayon yakni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam dakwaan alternatif ketiga: “Telah
melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa ijin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dilakukan secara berlanjut”,
sebagaimana dalam dakwaan melanggar Pasal 104 Jo Pasal 116 ayat (1) huruf a Jo Pasal
119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

c. Proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang ditimbulkan karena tindak pidana
yang dilakukan PT Indo Bharat Rayon adalah Selain pidana tambahan (Pasal 119) adalah:
1) Membersihkan (to clean up) limbah B3 yang saat ini tertimbun di Rawa Kalimati hingga
kedalaman Rawa Kalimati kembali lagi menjadi seperti sediakala.
2) Dalam menjalankan pidana tambahan tersebut Terdakwa PT Indo Bharat Rayon wajib
melaporkan hasilnya secara bertahap kepada Bidang Tata Lingkungan dan Pengendalian
Dampak pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Purwakarta dengan melibatkan
Laboratorium-laboratorium yang telah melakukan analisa laboratoris atas sampel-sampel
yang dipakai dalam pemeriksaan perkara ini, yaitu Laboratorium Intertek Utama
Services, Laboratorium TekMira dan Laboratorium ALS Laboratory Group, atau
Laboratorium yang ditunjuk sendiri oleh pihak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Purwakarta, sehingga pelaksanaan pidana tambahan tersebut dapat disupervisi dan
dievaluasi secara teratur dan bertahap, hingga Rawa Kalimati benar-benar bersih dari
limbah B3;
3) Mengenai anggaran pembiayaan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pidana tambahan
tersebut dibebankan kepada Terdakwa PT Indo Bharat Rayon.

Anda mungkin juga menyukai