Anda di halaman 1dari 7

KEPERAWATAN BENCANA

LAPORAN KASUS 5

Disusun Kelompok 5:
Suci Aulia ( 1714201042 )
R Riska Sapitri (1714201048)
Febria Naldi (1714201061)
KASUS 5:

 An E berumur 6 tahun, Ketika anak seusianya asyik bermain


dan berlari dengan lincah ke sana kemari, ia hanya bisa
berbaring dan duduk sambil memandangi keriangan teman-
temannya. Mengapa demikian?. Karena anak kelas 1 sekolah
dasar itu mengalami lumpuh paraplegia atau lumpuh pada
bagian pinggang ke bawah sehingga ia hanya bisa
menggerakkan badan bagian atas, sedangkan dari pinggang
ke bawah lumpuh total. Kelumpuhan telah membelenggunya,
kakinya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berjalan
apalagi berlarian. Kehidupan sehari-harinya hanya tiduran
sambil menonton televisi. Aktivitasnyapun tergantung pada
bantuan orang lain. Untuk pergi ke sekolah, ia harus diantar
ibunya yang mesti berjalan kaki 2 km, sambil mendorong
kursi rodanya. Untuk buang air pun harus ditolong.
Setiap hari, dengan jemarinya, ibunya membantu mengeluarkan
kotoran dari duburnya. Kalau tidak menggunakan stimulan atau
rangsangan dari luar, maka perutnya membesar karena tidak bisa
buang air besar. Namun terkadang justru terjadi hal sebaliknya,
pipis atau beraknya langsung ke luar ke kasur tanpa bisa
dibendung. Ini karena sejak lumpuh, Evi sudah tidak lagi merasakan
keinginan pipis atau berak, sehingga ia tidak mampu mengatakan
bila ingin pipis atau berak. Selain masalah fisik, Evi juga
mengalami masalah psikis. Sejak lumpuh emosi bocah cilik itu tidak
terkendali, semua keinginannya harus dipenuhi. Ia menjadi
pemarah. Padahal, dulu ia anak yang penurut dan pendiam. Kisah
mengenaskan di atas merupakan cerita kehidupan nyata, bukanlah
penggalan cerita sinetron. Evi, adalah salah satu dari puluhan ribu
korban gempa bumi dasyat yang menggoncang Yogyakarta, Bantul,
Sleman, dan Klaten pada 27 Mei 2006. Goncangan telah meluluh-
lantakkan rumahnya. Ketika gempa terjadi, ia terlambat berlari ke
luar rumah untuk menyelamatkan diri, akibatnya panggulnya
terhantam tiang rumah yang runtuh.
Panduan diskusi
 1) Identifikasi dampak bencana yang terjadi pada anak
 2) Bagaimana penanganan terhadap anak saat bencana
 3) Bantuan apa saja yang bisa kita berikan untuk memenuhi
kebutuhan anak setelah Bencana
JAWABAN :

1. Salah satu dampak terbesar akibat bencana yang di alami anak adalah trauma.
Trauma biasa terjadi setelah seseorang melihat kejadian yang mengguncang jiwa
dan mentalnya. Sebenarnya, trauma bisa berdampak pada siapa saja, dari orang
dewasa, remaja, maupun anak-anak. Meski begitu, bagi anak-anak, trauma bisa
berdampak pada psikis, bahkan ketika mereka beranjak dewasa. Trauma bagi
anak akan terus muncul, seperti mimpi buruk atau kilas balik pada bencana yang
pernah mereka rasakan. Akibat trauma itu, anak-anak juga mungkin mengalami
masalah di sekolah dan ketika mereka bersosialisasi. Anak-anak menjadi lebih
memilih menyendiri, ketimbang bermain dengan teman-teman di lingkungannya.
Konsentrasi anak juga mungkin akan terbagi menjadi dua saat mereka mengalami
trauma usai bencana. Ia akan merasa ketakutan setiap saat, dan merasa harus
selalu waspada di setiap kondisi. Hal terakhir yang bisa dialami oleh anak
pascabencana adalah perasaan takut dan cemas yang berlebihan. Ketakutan
seseorang bisa timbul kapan saja dan di mana saja, terlebih lagi jika ketakutan
tersebut berasal dari suatu peristiwa yang mengguncang mental dan jiwa anak.
Dan untuk kasus pada Anak E di atas dampak selain mengalami psikis dan
trauma Anak E juga mengalami kelumpuhan dibagian pinggang ke bawah dan
tidak dapat beraktivitas seperti teman-teman yang lainnya.
2. Penanganan yang dilakukan pada anak saat bencana adalah
penanganan luka trauma akibat bencana. Karena pada umumnya
anak-anak lebih rentan mendapat trauma yang berkepanjangan
dibandingkan orang dewasa, sehingga terjadi penurunan kualitas
mental yang berimbas pada penurunan kualitas hidup. Oleh karena
itu penanganan trauma (traumatic healing) patut menjadi fokus.
Berlandaskan alasan pentingnya penanganan trauma (traumatic
healing) pada anak, maka pengusul memunculkan sebuah gagasan
berupa program pendidikan yang komperhensif, menangani
permasalahan emosional, intelektual, dan spiritual bagi anak-anak
korban bencana alam. Gagasan ini diberi nama Sekolah Petra
(Penanganan Trauma). Trauma pada anak membutuhkan dukungan
bersama untuk menanganinya, dukungan tersebut mengalir dari
sosok guru, orangtua, anggota keluarga lainnya, tim kesehatan serta
keterlibatan anak itu sendiri. Pentingnya tindakan antisipasi
pengurangan dampak trauma (krisis) pada anak dengan membekali
mereka cara menyelamatkan diri dari bencana yang akan terjadi.
3. Bantuan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan anak setelah bencana
a. Bantuan medis
 Alat kesehatan, obat-obatan, perawatan, dan bantuan medis sangat dibutuhkan korban bencana
alam. Saat bencana terjadi, banyak orang akan terluka, baik luka ringan maupun luka berat.
Karenannya, pertolongan medis sangat dibutuhkan.
b. Bantuan Psikologis
 Selain kesehatan fisik, kesehatan mental para korban pun perlu dijaga. Para korban, khususnya
anak-anak, akan mengalami trauma ringan maupun berat.
c. Bantuan Pendidikan dan Edukasi
 Bencana alam juga dapat membuat fasilitas, sarana, dan prasarana pendidikan rusak. Akibatnya,
murid-murid tidak dapat melanjutkan sekolah hingga waktu tertentu. Pengadaan unit sekolah
darurat pun menjadi opsi alternatifnya. Selain tenaga pendidik, buku dan alat tulis juga sangat
dibutuhkan.
d. Bantuan Sandang Pangan
 Makanan dan pakaian juga sangat dibutuhkan korban bencana alam. Pemberian sandang pangan
dapat dilakukan untuk membantu korban bencana alam di Indonesia. Terlebih lagi, dalam
peristiwa besar seperti tsunami, longsor, atau badai, para korban akan kehilangan pakaian yang
dimilikinya. Makanan dan minuman pun kuantitasnya terbatas. Berilah pakaian layak pakai dan
asupan yang baik kepada para korban bencana alam.

Anda mungkin juga menyukai