PENDAHULUAN Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Prevalensi anemia defisiensi besi masih tergolong tinggi sekitar dua miliar atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia Lanjutan…
Zat besi merupakan salah satu mikronutrien
terpenting kehidupan anak. Kekurangan atau defisiensi besi yang berat akan menyebabkan anemia atau kurang darah. Di dunia, defisiensi besi terjadi pada 20-25% bayi. Di Indonesia, ditemukan anemia pada 40,5% balita, 47,2% usia sekolah, 57,1% remaja putri, dan 50,9% ibu hamil Lanjutan…
Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan
eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. ETIOLOGI
Secara garis besar, anemia dapat disebabkan karena :
1. Peningkatan destruksi eritrosit (penyakit gangguan sistem imun, talasemia). 2. Penurunan produksi eritrosit (penyakit anemia aplastik, kekurangan nutrisi). 3. Kehilangan darah dalam jumlah besar (perdarahan akut, perdarahan kronis, menstruasi, ulser kronis, dan trauma). KLASIFIKASI ANEMIA Klasifikasi anemia berdasarkan penyebab : 1. Anemia Akibat Kekurangan Zat Besi. Anemia jenis ini merupakan yang paling umum terjadi di seluruh dunia. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan tubuh mengalami anemia dikarenakan sumsum tulang membutuhkan zat besi untuk membuat sel darah. 2. Anemia Akibat Kekurangan Vitamin. Selain membutuhkan zat besi, tubuh juga membutuhkan vitamin B12 dan asam folat untuk membuat sel darah merah. Kekurangan dua unsur nutrisi tersebut dapat menyebabkan tubuh tidak dapat memproduksi sel darah merah sehat dalam jumlah cukup sehingga terjadi anemia. Pada beberapa kasus, terdapat penderita anemia akibat lambung tidak dapat menyerap vitamin B12 dari makanan yang dicerna. Lanjutan… 3. Anemia Akibat Penyakit Kronis. Sejumlah penyakit dapat menyebabkan anemia karena terjadinya gangguan pada proses pembentukan dan penghancuran sel darah merah. Contoh-contoh penyakit tersebut adalah HIV/AIDS, kanker, rheumatoid arthritis, penyakit ginjal, penyakit Crohn, dan penyakit peradangan kronis. 4. Anemia Aplastik. Anemia aplastik merupakan kondisi yang langka terjadi namun berbahaya bagi hidup penderita. Pada anemia aplastik, tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah dengan optimal. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi, efek samping obat, penyakit autoimun, atau paparan zat kimia beracun. Lanjutan… 5. Anemia Hemolitik. Anemia hemolitik terjadi pada saat sel darah merah dihancurkan oleh tubuh lebih cepat dibanding waktu produksinya. Beberapa penyakit dapat mengganggu proses dan kecepatan penghancuran sel darah merah. Anemia hemolitik dapat diturunkan secara genetik atau bisa juga didapat setelah lahir. 6. Anemia Sel Sabit (Sickle Cell Anemia). Anemia ini bersifat genetis dan disebabkan oleh bentuk hemoglobin yang tidak normal sehingga menyebabkan sel darah merah berbentuk seperti bulan sabit, bukan bulat bikonkaf seperti sel darah merah Sel darah merah berbentuk sabit memiliki waktu hidup lebih pendek dibanding sel darah merah normal. PATOFISIOLOGI Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Lanjutan… Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). MANIFESTASI KLINIS 1. Manifestasi Umum - Kelemahan otot - Keadaan mudah letih - Sering Istirahat - Pendek nafas - Kesulitan mengisap susu (pada bayi) - Kulit pucat : warna pucat seperti lilin terlihat pada anemia yang berat. 2. Manifestasi Pada Sistem Saraf Pusat - Sakit kepala - Pusing - Iritabilitas - Proses berpikir melambat - Penurunan rentang perhatian - Depresi Lanjutan…
3. Syok (anemia kehilangan darah)
- Perfusi perifer buruk - Kulit lembap dan dingin - Tekanan darah dan tekanan vena sentral rendah - Frekuensi Jantung meningkat PENATALAKSANAAN PENGOBATAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan anemia :
Memperbaiki penyebab dasar. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, zat besi) Transfusi darah. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik pada anemia :
Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit dan SDM). Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada penyakit sel sabit. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12 PENCEGAHAN
Beberapa jenis anemia tidak dapat dihindari, akan tetapi anemia
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin dan zat besi dapat dicegah dengan cara mengatur pola makan. Beberapa makanan yang dapat membantu mencegah anemia antara lain adalah : Makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging sapi, kacang-kacangan, sereal yang diperkaya zat besi, sayuran berdaun hijau gelap, dan buah kering. Makanan yang kaya akan asam folat, seperti buah-buahan, sayuran berdaun hijau gelap, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, gandum, sereal dan nasi. Lanjutan… Makanan yang kaya akan vitamin B12, seperti daging, susu, keju, sereal, dan makanan dari kedelai (tempe atau tahu). Makanan yang kaya akan vitamin C, seperti jeruk, merica, brokoli, tomat, melon, dan stroberi. Makanan-makanan tersebut dapat membantu penyerapan zat besi. Jika terdapat kekhawatiran bahwa makanan yang dikonsumsi tidak mengandung cukup vitamin, disarankan untuk mengonsumsi multivitamin. Bagi vegetarian, hendaknya berkonsultasi kepada ahli gizi untuk mengatur pola makan agar kebutuhan zat besi bagi tubuh tetap tercukupi dengan baik. Lanjutan… Jika pada keluarga terdapat riwayat munculnya penderita anemia bawaan seperti anemia sel sabit atau thalassemia, hendakya dikonsultasikan kepada dokter. Konsultasi ini bertujuan untuk memperkirakan jika terdapat risiko anemia serupa yang dapat muncul pada anak. Anemia juga dapat muncul sebagai komplikasi dari penyakit malaria. Jika akan bepergian ke tempat yang umum ditemukan penyakit malaria, konsultasikan ke dokter terkait obat pencegah malaria. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk, misalnya menggunakan kelambu, obat anti nyamuk, atau insektisida. KOMPLIKASI
Gagal jantung Gagal ginjal Hipoksia Anemia pada ibu hamil Pathway
Faktor-faktor penyebab : penyakit kronis, faktor keturunan, kurang nutrisi,
kehilangan darah.
Kadar Hb, eritrosit, Ht menurun
Anemia
Kerusakan Gangguan Hipoksia jaringan
transport O 2 metabolisme protein atau lemak Resistensi tubuh Metabolisme menurun Menurun Pemecahan lemak meningkat ATP yang Resti infeksi dihasilkan menurun Sensasi selera makan menurun ( anoreksia) Energi menurun Resti nutrisi kurang dari Kelemahan, kebutuhan kelelahan
ketidakseimbangan suplay oksigen dan kebutuhan 2. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan, absorbsi nutrient yang diperlukan 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat 4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan fungsi otak sekunder terhadap hipoksia jaringan INTERVENSI Diagnosa I : Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan, keletihan dan kesulitan menyesuaikan aktivitas sehari-hari. Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Gunakan teknik penghematan energi. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nafas pendek, kelemahan atau pusing. Lanjutan… Diagnosa II : Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat untuk makanan pasien. Timbang BB tiap hari. Berikan makanan sedikit tapi sering. Catat adanya mual muntah. Berikan obat sesuai indikasi. Lanjutan… Diagnosa III : Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan pada pasien. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur atau perawatan luka. Beri posisi atau atur posisi. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. Catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam. Amati eritema atau cairan luka. Kolaborasi berikan antiseptic topical atau antibiotik sistemik. Lanjutan… Diagnosa IV : Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk mengkaji keamanan. Pertahankan tempat tidur pada ketinggian paling rendah. Anjurkan individu untuk meminta bantuan selama malam hari. Jauhkan benda-benda yang memungkinkan terjadinya cidera. EVALUASI 1. Toleransi aktivitas meningkat 2. Berat badan meningkat/stabil dengan nilai laboratorium normal. 3. Tidak terjadi infeksi 4. Tidak terjadi cidera. Thank’s For Attention