KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO:
KEBIJAKAN MONETER
TUJUAN AKHIR:
KEBIJAKAN FISKAL SOCIAL
WELFARE
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEBIJAKAN LAINNYA
Kerangka Kerja Kebijakan Moneter
Sasaran Sasaran
Pendekatan Harga Instrumen
Operasional Akhir
Variabel-variabel Informasi
• Langsung
• Sk.bunga PUAB • Stabilitas harga
• Tidak langsung
Sumber: Junggun Oh. “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism, and Policy Rules in Korea”,
Economic Pap , Vol.2,erNo.1, March 1999, Bank of Korea (dimodifikasi).
Kerangka Kerja Quantity
Targeting
Pendekatan kuantitas masih digunakan hingga saat ini
Pendekatan harga akan mulai digunakan pertengahan 2005 menuju ITF (Mon-II)
Y s
1. OPEN MARKET
Inflasi s M OPERATION
2. DISCOUNT FACILITY
Pertumb.
Ekonomi 3. RESERVE
REQUIREMENT
Investment
Consumption
Government
Export
Import
Kerangka Kerja Price
Targeting
Pendekatan kuantitas masih digunakan hingga saat ini
Pendekatan harga akan mulai digunakan pertengahan 2005 menuju ITF (Mon-II)
Y s
1. OPEN MARKET
s M OPERATION
2. DISCOUNT FACILITY
Inflasi 3. RESERVE
(Harga)
REQUIREMENT
Yd M d 4. FOREIGN EXCHANGE
INTERVENTION
Investment
Consumption
Government
Export
Import
TUJUAN KEBIJAKSANAAN
MONETER
• Tujuan kebijaksanaan moneter adalah tercapainya
keseimbangan intern dan ekstern.
• Keseimbangan intern diwujudkan dengan
terciptanya kesempatan kerja yang tinggi,
tercapainya laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan dipertahankan laju inflasi yang rendah.
• Keseimbangan ekstern ditujukan agar neraca
pembayaran internasional (balance of payment)
seimbang dalam arti bahwa neraca pembayaran
internasional suatu negara tidak defisit atau tidak
surplus.
MACAM KEBIJAKSANAAN
MONETER
1. Kebijakan Pasar Terbuka (Open market
Operation)
– Kebijakan ini dilaksanakan oleh Bank
Sentral dengan cara menjual belikan surat-
surat berharga. Tentu saja untuk dapat
dilaksanakan kebijakan ini dengan sukses
harus tersedia pasar surat berharga. Itu
berarti harus ada pihak-pihak atau agen
ekonomi yang bertindak sebagai peminta
surat berharga dan pemasok surat
berharga.
Mekanisme Pengendalian M0
Melalui OPT
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menggunakan instrumen
moneter yang dapat berupa Operasi Pasar Terbuka (OPT), intervensi pasar valas,
reserve requirement, ataupun moral suasion.
i
Penjualan Surat
Mo
Berharga
M1 & M2
Harga
OPT
stabil
i
Pembelian Surat
Mo
Berharga
M1 & M2
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui
OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
1. Lelang SBI
Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target
uang primer yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan
memperkirakan perkembangan uang primer dan, dengan membandingkan
target yang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang
yang harus diserap.
Hal ini dilakukan dengan menghitung berapa SBI yang jatuh tempo, berapa
ekspansi/konstraksi dari sisi fiskal (rekening Pemerintah di Bank Indonesia),
mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar uang.
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui
OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
Caranya antara lain dapat dilakukan dengan secara langsung menawarkan kepada
bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di Bank Indonesia (berjangka
waktu overnight hingga satu minggu) atau dengan cara membeli kembali SBI secara
repurchase agreement (repo) di pasar uang antar bank.
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui
OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
Dengan cara ini, dapat dicapai dua tujuan sekaligus. Pertama, penyerapan kelebihan
likuiditas di pasar uang. Kedua, bahwa langkah ini sekaligus dapat membantu upaya
untuk menstabilkan perkembangan nilai tukar rupiah di pasar.
Intervensi di pasar valuta asing dapat pula dilakukan Bank Indonesia pada waktu
sedang terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing
2. Penentuan Cadangan Wajib (Reserves
Requirement Policy)
Bank-bank umum dapat memberikan kredit bila
mereka mempunyai cadangan yang cukup untuk
itu. Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi
untuk laba selayaknya bank umum harus mengatur
agar cadangan yang ada mampu mendatangkan
keuntungan dari kredit yang diberikan. Berkaitan
dengan itu Bank Sentral mempunyai kewenangan
untuk menentukan besarnya cadangan wajib
minimum bank-bank umum, dan ketentuan
cadangan wajib minimum itu akan berpengaruh
terhdap besarnya kelebihan cadangan yang
merupakan dana potensial bagi terciptanya kredit.
Jika cadangan wajib meningkat maka akan
mengurangi cadangan yang dimiliki bank-bank
umum sehingga akan menurunkan jumlah kredit
yang dikeluarkan dan dapat mengurangi laju
pertumbuhan uang beredar.
3. Kebijakan Kredit Selektif
• Kebijakan ini biasanya diberlakukan untuk
sector dan tujuan tertentu. Misal kredit
ekspor berarti kredit tersebut ditujukan untuk
menunjang ekspor. Dalam hal ini tujuan
utama dari kebijakan terkait bukanlah untuk
mengawasi jumlah uang beredar, tetapi lebih
diarahkan untuk mengawasi apakah kredit
yang diberikan oleh bank-bank umum sesuai
dengan keinginan pemerintah.
4. Bujukan Moral
• Kebijakan ini diambil oleh Bank Sentral
bukan dengan ketentuan-ketentuan tertulis
tetapi dengan mengadakan pertemuan,
saran-saran dan himbauan.
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN
MONETER
Pada umumnya efektivitas kebijakan ekonomi
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain :
1. Ada tidaknya tujuan yang saling
bertentangan
Kemungkinan yang terjadi antara kebijakan
mempunyai tujuan bisa selaras atau searah,
bisa bertentangan, bisa tumpang tindih atau
kembar. Jika yang terjadi tujuan kebijakan-
kebijakan tersebut searah maka sasaran aau
tujuan tersebut dapat dicapai.
Contoh kasus misalnya : otoritas moneter
menetapkan penurunan cadangan wajib dari 15%
menjadi 5%, kebijakan ini secara teoritis akan
meningkatkan kelebihan cadangan bank-bank
umum dan dengan sendirinya akan meningkatkan
kredit serta selanjutnya akan menambah uang
beredar. Di sisi lain otoritas moneter juga
melakukan penjualan surat-surat berharga di pasar
uang dan modal, yang secara teoritis akan
mendorong penurunan jumlah uang beredar. Dari
kedua kebijakan moneter tadi mempunyai tujuan
yang bertentangan di satu sisi menambah ung
beredar dan di sisi lain mengurangi jumlah uang
beredar, jelas dalam hal ini kebijakan yang
dijalankan tidak efektif.
2. Tingkat monetarisasi masyarakat
– Kebijakan moneter akan efektif bila masyarakat
telah menggunakan uang baik sebagai media
pertukaran, alat pengukur dan penyimpan
kekayaan maupun fungsi uang yang lain.
– Di Indonesia masih banyak kegiatan transaksi
ekonomi yang tidak dilakukan lewat pasar atau
tidak menggunakan uang, misalnya :
pembayaran transaksi tenaga kerja dengan
mengguanakan barang atau hasil pertanian. Hal
ini menyebabkan kebijakan moneter yang
berkaitan dengan M1 tidak akan efektif bagi
kelompok atau sector tersebut.
– Semakin tinggi tingkat monetarisasi
masyarakat akan semakin efektif kebijakan
moneter yang diambil.
– Tingkat monetarisasi masyarakat dapat
ditingkatkan melalui berbagai cara seperti
dikenalkannya atau dibukanya cabang-
cabang bank dan digunakannya uang
sebagai alat pembayaran.
3. Faktor Kelambanan (Time Lag)
– Salah satu keunggulan dari kebijakan
moneter dibandingkan dengan kebijakan
fiscal adalah kecepatan otoritas moneter
dalam menetapkan kebijakan tersebut.
– Masalah kelambanan atau time lag ini
sangat sering dihadapi, karena memang
tidak semua informasi dapat dengan
mudah diperoleh khususnya di negara-
negara berkembang. Adanya kelambatan
dalam mengantisipasi suatu gejolak
ekonomi akan dapat mengurangi
efektivitas suatu kebijakan ekonomi.
4. Pengaruh Lembaga Keuangan
– Perilaku lembaga keuangan bank pada
prinsipnya dapat diawasi oleh Bank
Sentral, akan tetapi perilaku lembaga
keuangan bukan bank tidak sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Bank
Sentral. Dengan demikian adanya suatu
kebijakan moneter belum tentu
berpengaruh terhadap kegiatan atau
kebijakan yang dijalankan oleh lembaga
keuangan bukan bank.
5. Harapan (Expectation) masyarakat
– Secara teoritis khususnya dalam analisis
ekonomi dengan pendekatan harapan nalar,
kebijakan ekonomi akan efektiv bila kebijakan
tersebut merupakan suatu syok (shock) bagi
masyarakat. Dengan demikian bila informasi
dapat diperoleh dari perilaku otoritas moneter
dan perekonomian dapat diantisipasi oleh
masyarakat, maka kebijakan moneter tidak
efektiv.
– Semakin rendah harapan atau ekspektasi
masyarakat terhadap keadaan ekonomi dan
perilaku pemerintah, maka semakin efektiv
kebijakan moneter yang dijalankan.
6.Faktor-faktor yang mempengaruhi
variabel target
– Jika target yang ingin dicapai adalah
mengendalikan atau mengurangi jumlah
investasi swasta, untuk dapat
merumuskan kebijakan yang cocok perlu
diamati faktor-faktor atau variabel-variabel
yang mempengaruhi investasi. Kesalahan
dalam memilih atau menentukan variabel
yang mempengaruhi investasi akan
mengurangi atau menyebabkan tidak
efektifnya suatu kebijakan ekonomi.
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis
Ekonomi 1997
Periode 1945 - 1952
Mata uang Hindia Belanda & Jepang BNI, BRI sebagai bank sirkulasi ORI yg
masih digunakan menggantikan peran uang Hindia Belanda
& Jepang
Belum terdapat bentuk bank sentral
secara formal ORI ditarik diganti dgn uang De Javasche
Bank yg ditunjuk sbg bank sirkulasi
UUD 1945 Ps.23: perlunya dibentuk
sebuah bank yg disebut Bank Indonesia, yg De Javasche Bank ditetapkan sebagai
mengeluarkan & mengatur uang kertas bank sentral pada pemerintah RIS
UU nasionalisasi De Javasche Bank 6/12/51 Tindakan moneter sanering pada 1950
disahkan (Gunting Sjafruddin)
Dominasi dinamika perkembangan politik
terhadap permasalahan ekonomi
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis
Ekonomi 1997
Periode 1953 - 1967
Telah banyak mata uang yang beredar dan Bank Indonesia sbg bank sirkulasi
berbeda-beda di berbagai wilayah di menerbitkan mata uang baru, rupiah, sbg
Indonesia satu2nya alat pembayaran yg sah di
wilayah negara Indonesia
Lahir UU No.11/1953 tentang Pokok
Bank Indonesia sbg pengganti Dibentuk Dewan Moneter tdr dr Menkeu
Javasche Bank Wet 1922 (ketua), Menteri Ekonomi, dan GBI.