by
Paul R Saunderson
Dibacakan oleh
Chindy P. G. Lay
Dokter pembimbing
dr. Inneke Viviane Sumolang Sp.KK
PENGANTAR
Pengobatan lepra dimulai tahun 1981 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
membentuk Kelompok studi Kemoterapi pada Lepra sebagai sebuah program
kontrol.
Obat tersebut adalah regimen obat multiple (multidrug therapy/ MDT),
mengandung obat bakterisidal kuat yaitu rifampisin dan satu atau dua obat
tambahan lainnya untuk menggantikan monoterapi menggunakan dapson, yang
semakin lama semakin tidak efektif akibat resistensi obat.
Obat-obatan rutin yang digunakan kemudian (rifampisin, dapson, dan klofazimin)
telah terbukti dapat ditoleransi dengan baik dengan efektifitas tinggi
PENGANTAR lanjutan ….
Penemuan obat bakterisidal baru pada penyakit lepra sejak tahun 1982 melaporkan,
diizinkannya kemungkinan regimen obat baru, yang dapat diawasi sepenuhnya (misalnya
administrasi bulanan, tanpa terapi yang tidak diawasi), dan mungkin durasi yang lebih singkat
dibandingkan regimen MDT standar
●
Dapson monoterapi adalah pengobatan utama lepra selama 30 tahun, sejak
awal 1950 sampai MDT dikenalkan tahun 1981
Sejarah ●
Dapsone, golongan sulfone tertua, awalnya dianggap beracun ketika diuji
pada dosis tinggi bersama sulfonamide, namun disadari bahwa Dapsone
efektif pada dosis yang lebih rendah dan menjadinya obat pilihan dari tahun
1950 ke depan.
●
Dapsone sama seperti semua obat – obat sullonamide dan sulione aktif,
menghambat sintesis asam dihidrofolik dengan memblok enzim
Aktifitas ●
dihydropteroate synthetase.
Dapsone merupakan bakterisidal lemah untuk lepra, sebagai obat modulator-
imun pada kondisi kult tertentu, misalnya dermatitis, herpetiformis, dan
pernphigoid
Dapsone dapat diberikan sekali sehari secara
Dosis
●
Efek
●
Anemia hemolitik sering terjadi, khususnya pada pasien defisiensi G6PD
●
Reaksi hipersensitivitas terhadap Dapsone jarang terjadi namun terkadang
menimbulkan komplikasi yang fatal, dengan karakteristik gejala yaitu
samping
demam, ruam kulit (kadang-kadang berkembang menjadi dermatitis
eksfoliatif dan sindrom Steven Johnson), limfadenopati generalisata,
hepatitis, dan hepatomegaly
RIFAMPISIN
Sejarah
•Salah satu ansamisin, disintesis tahun 1959 dan dikenalkan sebagai terapi TB pada 1967
•Memiliki efek bakterisidal dan ditoleransi dengan baik
•Berdasarkan Kelompok studi WHO tahun 1982, rifampisin menggantikan dapsone
sebagai kemoterapi utama pada lepra, dimana rifampisin masih tetap digunakan sejak
resistensi rifampisin menjadi masalah utama dalam mengkontrol TB, dan masalah
potensial dalam terapi lepra, yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau relaps
Aktivitas
• Rifampisin menghambat sintesis deoxyribonucleic acid dependent (DNA-
dependent)dan ribonucleic acid (RNA), dengan memblok polymerase RNA.
RIFAMPISIN
Efek Samping
•Perubahan warna ekresi tubuh (air mata, urin, dan lainnya) menjadi merah
atau orange - hal ini dapat diberitahukan kepada pasien sehingga dapat
menyadari efeknya.
•Efek samping paling penting adalah hepatitis, meningkatkan nilai enzim
hati.
KLOFAZIMIN
KLOFAZIMIN
Efek Samping
• Perubahan warna dan perubahan kulit menjadi lebih hitam, yang bersifat reversible ketika
obat dihentikan.
• Pada dosis yang lebih tinggi, klofazimin mengendap di jaringan dan dapat berubah bentuk
menjadi Kristal, khususnya pada mukosa pencernaan, kelenjar getah bening, dan jaringan
lemak.
ETHIONAMIDE/PROTHIONAMIDE
●
Ditemukan pada tahun 1950, obat – obatan ini bekerja sebagai bakterisidal pada M. leprae, namun
kurang kuat dibandingkan rifampisin
Sejarah ●
Sebelum perkembangan MDT, prothionamide dimasukkan dalam kombinasi tablet yang dikenal
sebagai isoprodian, yang juga mengandung isoniazid dan dapsone
●
Etionamid memiliki aksi kerja yang mirip dengan isoniazid, yang
Aktifitas bekerja menghambat sintesis komponen dinding mikobakteri
●
Obat tersebut dapat diberikan secara oral baik 250 mg atau 500 mg sehari. Efek samping lebih
sering terjadi pada dosis tinggi
Dosis & Efek Samping ●
Hepatotoksik adalah efek samping yang paling penting, khususnya ketika obat ini diberikan
bersama rifampisin. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi.
FLUOROKUINOLON
Sejarah
- Kuinolon merupakan antibiotic spectrum luas, berhubungan dengan asam nalidiksit, yang
ditemukan pada tahun 1962
-Fluorokuinolon terbaru telah dikembangkan sejak tahun 1980 dan salah satunya memiliki efek
potensial dalam terapi lepra, dinamakan ofloksasin, dan yang terbaru, moksifloksasin
Aktivitas
Fluorokuinolon adalah antibiotic spectrum luas melalui mekanisme inhibisi DNA-gyrase, yang
menghambat replikasi sel.
Penggunaan dan Dosis
• Ofloksasin dan moksifloksasin keduanya diberikan secara oral
dengan dosis dewasa 400 mg per bulan untuk pada terapi lepra,
walaupun dosis harian digunakan untuk indikasi lain, sama seperti
terapi lepra resisten rifampisin.
Efek Samping
• Secara umum ringan termasuk nausea, diare, dan efek bervariasi
pada system saraf, misalnya sakit kepala, insomnia, dan pusing.
• Fluorokuinolon tidak direkomendasikan pada anak – anak
MINOSIKLIN
Sejarah Dosis&Penggunaan
Aktifitas Efek Samping
- Salah satu antibiotik tetrasiklin - Minosiklin diberikan peroral
- Minosiklin memiliki spectrum
& disentesis pada tahun 1972 - nausea, diare, pusing,
aktivitas yang lebih luas dengan dosis 100 mg
- bakterisidal kuat pada M. mengantuk, luka pada
dibandingkan tetrasiklin yang perbulan, sebagai bagian
leprae.
- Digunakan sebagai kombinasi
berhubungan. Seperti golongan regimen yang diawasi mulut, dan sakit kepala
tetrasiklin yang lain, obat ini termasuk obat bakterisidal
dengan rifampisin & ofloksasin - perubahan warna gigi,
menjadi berbahaya ketika lain, seperti rifampisin dan
(ROM) atau dengan
melewati masa kadaluarsa dan ofloksasin. Sebaliknya obat
jika diberikan pada
rifapentin&moksifloksasin
menyebabkan kerusakan ginjal. bayi dan anak – anak
(PMM), ini dapat diberikan perhari.
KLARITROMISIN
Aktivitas
Bedakuilin mempengaruhi sintesis
pompa proton adenosine 5’-
BEDAKUl
triphosphate (ATP), yang merusak
metabolism energy bakteri. LlN
Sejarah
Bedakuilin adalah obat golongan
diarylkuinolon yang digembar-
gemborkan sebagai obat utama baru
dalam mengkontrol perkembangan
TB dalam beberapa dekade.
DAYA TAHAN
perbedaan pada riwayat pengobatan sebelumnya, kepatuhan terapi, definisi relaps, durasi
WHO telah merekomendasikan regimen obat untuk kasus – kasus yang jarang dalam
klofazimin 50 mg
klaritromisin 500 mg diikuti terapi harian selama 18 bulan, dengan klofazimin 50 mg dan
Regimen lepra terbaru termasuk rifampisin (atau rifapentin sebagai alternative kerja jangka
panjang), golongan fluorokuinolon, seperti ofloksasin dan moksifloksasin dan minosiklim
akibat efek bakterisidal potensial.
KESIMPULAN
Kemoterapi lepra sangat sukses dalam mengobati infeksi bakteri dan
beberapa antibiotik kuat yang belum digunakan rutin sebagai obat lepra,
namun masih dalam penelitian. Ada 2 aspek terapi lepra yang telah gagal.
terganggu dan masih muncul dan bahwa kita memerlukan peralatan baru
Kedua, proporsi orang banyak yang terkena lepra mulai muncul tanda dan