Anda di halaman 1dari 31

ABSES LEHER DALAM

Disusun oleh: Mochamad Alvirio


Nedya Rizka 201904203133

Pembimbing: dr. M. Noer Shoffi,


Sp.THT-KL
Definisi
Abses (pus) di dalam ruang potensial di antara fasia leher dala
m sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gig
i, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah, dan leher.
Abses leher dalam merupakan abses yang terbentuk didalam ruang
(potensial) leher dalam. (Abses peritonsil, abses parafaring, abses
retrofaring, abses submandibular.
ANATOMI
Ruang potensial: Ruang yang dibatasi oleh fasia cervikal

Fasia Cervical :

Superfisial: Profunda: dibawah Platisma:


Tepat dibawah kulit 1. Superfisial layer
Diatas platisma 2. Middle layer
3. Deep layer
ANATOMI
ANATOMI
ETIOLOGI

1. Inf. Tonsil dan Faring


2. Infeksi Gigi & Kel. Liur
3. ISPA
4. Trauma Rongga Mulut
5. Benda Asing
Bakteri Penyebab Abses Leher Dalam
• Aerob
Anaerob
– Streptococcus
• Bacterioides
– Staphylococcus • Peptostreptococcus
– Diphteroid • Fusobacterium
– Neisseria • Eubacterium
– Klebsiella pneumoniae • Eikenella corrodens
– Haemophilus influenzae • Lactobacillus
• Propionilbacterium
– Pseudomonas
1. Abses Peritonsil
• Etiologi Sebagai komplikasi tonsilitis akut / Infeksi yg bersumber dari
kel. Mukus Weber di kutub atas tonsil.
Kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis ( dapat ditemukan
kuman aerob dan anaerob)
• Patologi: Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan
jaringan ikat longgar, maka infiltrasi supurasi ke ruang potensial
peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum
molle membengkak.
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain
pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis.
Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah,
depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi
kontra lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitar-
nya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna,
sehingga timbul trismus.
Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi
ke paru.
GEJALA DAN DIAGNOSIS
• Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga
(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau, banyak ludah (hipersalivasi),
suara sengau (rinolalia),dan kadang-kadang sukar membuka mulut
(trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
• Pada pemeriksaan fisik kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring,
karena trismus. Palatum molle tampak membengkak dan menonjol
kedepan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong kesisi kontr
alateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong
ke arah tengah, depan dan bawah.
TERAPI
• Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat
simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan
compres dingin pada leher. Pemilihan antibiotik yang tepat
tergantung dari hasil kultur mikroorganisme pada aspirasi jarum.
• Penisilin merupakan “drug of chioce” pada abses peritonsilar dan
efektif pada 98% kasus jika yang dikombinasilakn dengan
metronidazole. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600mg IV
tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6
jam. Metronidazole dosis awal untuk dewasa 15mg/kg dan dosis
penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan infus 7,5mg/kg selama
1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.
TERAPI
• Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah
abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat
insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau
pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir.
• Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a”
chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abs
es disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6
minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid.
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang,
yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.
KOMPLIKASI
• Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi
paru, atau piema.
• Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga
terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran
ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.
• Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibat
kan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.
2. Abses Retrofaring
• Abses Retrofaring biasanya ditemukan pada anak yang
berusia dibawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia
tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa
masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri.
• Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga
tengah. Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan
mengalami atrofi.
Etiologi
• Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring
ialah :
(1)infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis
retrofaring.
(2) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti
tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi
endotrakea dan endoskopi.
(3) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas ( Abses Dingin )
dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum l
ongitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi T
BC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar l
imfe servikal.
Gejala dan Tanda
• Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar
menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak
menangis (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Juga
terdapat demam, leher kaku,dan nyeri.
• Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas,
terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut hingga
mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga
dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi
perubahan suara.
• Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya
unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis.
Diagnosis
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi
saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik
serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher l
ateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang r
etrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta p
elebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih d
ari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat b
erkurangnya lordosis vertebra servikal.
Terapi
• Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan
tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan
antibiotik dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob,
diberikan secra parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan
insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien
baring Trendelenburg. Pus yang keluar segera diisap, agar
tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam
analgesia lokal atau anestesia umum. Pasien dirawat inap
sampai gejala dan tanda infeksi reda.
Komplikasi
• Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:
(1) penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera
(2) mediastinitis
(3) obstruksi jalan napas sampai asfiksia
(4) bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
3. ABSES PARAFARING
Etiologi
• Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :
1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi
dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang
telah terkomtaminasi kuman menembus lapisa otot tipis (m. Konstriktor
faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris.
2. Proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring,
hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan
sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.
3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.
• Gejala dan Tanda
• Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau
pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi
dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol
ke arah medial.

• Diagnosis
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan
tanda klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT scan.
Komplikasi
• Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen,
limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah
sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan
peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis
mencapai mediastinum.
• Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh
darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi
ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi
periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan
septikemia.
Terapi
• Untuk terapi diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral
terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus
segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika
dalam 28-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis melalui
insisi dari luar dan intra oral.
• Insisi dari luar dilakukan dua setengah jari di bawah dan sejajar
mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas
anterior m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan
terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di selubung karoti
s, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horozontal ke
bawah di depan m.sternokleidomastoideus (cara Mosher).
Terapi
• Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan
memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus
m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.
Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi
tambahan terhadap insisi eksternal.
• Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.
4. ABSES SUBMANDIBULA
• Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.
Ruang sublingual dipisahkan dari rung submaksila oleh otot miohioid.
• Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang
submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.
• Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula
dan membagi ruang submandibulla atas ruang submental dan ruang
submaksila saja.
• Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponen
nya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.
• Etiologi
• Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelanjar
limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang
leher dalam lain.
• Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan
anaerob.
Gejala dan tanda
• Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di
bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.
Terapi

• Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob


harus diberikan secara parenteral.
• Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk
abses yang dingkat dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan luas.
• Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi
os hioid, tergantung letak dan luas abses.
• Paien dirawat inap 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai