Melihat kembali perjalanan sejarah Indonesia merdeka, telah terjadi banyak dinamika ketatanegaraan
seiring berubahnya konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang diberlakukan. Setelah
ditetapkan satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, UUD NRI
1945 mulai berlaku sebagai hukum dasar yang mengatur kehidupan ketatanegaraan Indonesia dengan segala
keterbatasannya.
Bapak Ir. Soekarno sejak awal telah mengatakan bahwa UUD 1945 merupakan UUD kilat
yang akan terus disempurnakan pada era yang
akan datang, maka UUD 1945 sendiri sudah diperkirakan akan disesuaikan dengan masanya.
Pada pertengahan 1997, negara dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat hebat yang menjadi
suatu tantangan yang sangat berat. Akibat dari krisis tersebut adalah harga-harga melambung tinggi,
sedangkan daya beli masyarakat terus menurun. Sementara itu nilai tukar Rupiah terhadap mata uang
asing, terutama Dolar Amerika, semakin merosot. Menyikapi kondisi seperti itu, pemerintah berusaha
menanggulanginya dengan berbagai kebijakan.
Tuntutan tersebut diutarakan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda.
Beberapa tuntutan reformasi adalah sebagai berikut:
Tuntutan untuk mengamandemen UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Adanya tuntutan tersebut
didasarkan pada pandangan bahwa UUD 1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis,
pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM.
Selain itu, di dalam isi UUD 1945 juga terdapat pasal-pasal yang bisa menimbulkan banyak penafsiran, atau
lebih dari satu tafsir (multitafsir) dan membuka dapat peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter,
sentralistik, tertutup, dan berpotensi tumbuhnya ruang praktik korupsi kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan bersama bangsa
Indonesia. Berdasarkan hal tersebut Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999, sesuai dengan
kewenangannya yang diatur di dalam Pasal 37 UUD 1945 melakukan perubahan secara bertahap dan
sistematis dalam 4 kali perubahan, yakni:
Selain keadaan intrumen konstitusional yang belum ideal, dalam menegakkan konstitusi, negara juga
harus menghadapi tantangan berupa kemajemukan dalam masyarakat.
Masyarakat dengan budaya, agama, dan dari golongan berbeda memiliki pandangan dan kebutuhan
yan g berbeda. Dalam memberi pelayanan yang adil tidak bisa semata-mata membagi rata hak
kepada masyarakat dalam kemajemukan tersebut yang nantinya justru akan mendatangkan masalah
perpecahan