Anda di halaman 1dari 74

Fran Sinatra

Perencanaan Kota
 Paradigma perencanaan telah mengalami pergeseran. Beberapa
hal yang mendasari :
 Perkembangan kota sukar dikendalikan
 Keterbatasan pemerintah dalam mempengaruhi sistem kota
sehingga diserahkan kepada mekanisme pasar
 Planning bukan proses liner namun preses secara iteratif
 Keterbatasan sumberdaya manusia dan finansial
 Keterbatasan kapasitas institusi, tenaga ahli dan pengelolaan
kota
 Keterbatasan institusi dalam law enforcement dan kurangnya
political will
 Pendekatan inkremental penting, memberdayakan masyarakat
untuk membangun secara kontiniu
UNCHS, 1994; Conference on Re‐Appraising the Urban
Planning Process as an Instrument on Sustainable
Development & Management)
Partisipasi masyarakat
Keterlibatan seluruh kelompok yang berkepentingan
Koordinasi horisontal dan vertikal
Keberlanjutan
Kelayakan finansial
Subsidiaritas : pengambilan keputusan pada tingkat
terendah yang memungkinkan akan memaksimalkan
partisipasi dan efektivitas proses perencanaan
Interaksi perencanaan fisik dan perencanaan
ekonomi
1. Perencanaan kota merupakan perencanaan publik
2. Perencana profesional vs perencana
institusional (administratif/birokrat: Pusat,
Provinsi, dan Kota/kab)
3. Proses teknis vs proses legalisasi
4. Pendekatan Topdown vs Bottom‐up
5. Perencanaan (Penyusunan RTR Kota) vs Penataan
Ruang Kota
 Kewenangan (authority)

Hak dan kekuasaan pemerintah untuk menentukan atau


mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan (PP No. 25/2000)
 Kewajiban

Tugas yang diserahkan melalui peraturan‐perundangan yang


berlaku kepada suatu badan atau orang untuk
melaksanakan sesuatu > Penetapan kewajiban kepada suatu
badan disertai dengan kewenangan, hak atau pembiayaan
 Kepentingan

Pernyataan apa yang dianggap penting oleh suatu pihak,


biasanya berkenaan dengan manfaat yang ingin diperoleh,
atau kerugian yang ingin dihindari
 Kewenangan dalam penataan ruang

UU No. 22/1999:
 Seluruh kewenangan urusan pemerintahan, termasuk
penataan ruang, diserahkan kepada daerah
(Kabupaten / Kota), kecuali :
 politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, dan
kewenangan bidang lainnya.
Kewenangan Pemerintah Kewenangan Pemerintah
Pusat: Prov:
•Tata ruang wilayah •Tata ruang propinsi
nasional •Lintas kabupaten dan
•Perwilayahan kota, pekerjaan umum,
ekosistem DAS Tata perhubungan, kehutanan
ruang perairan > 12 •Laut 0-12 mil
mil •Kewenangan yang tidak
•Kerjasama penataan atau belum dapat
ruang dilaksanakan oleh
kabupaten
Kewenangan Pemerintah Kab/Kota:
Semua kewenangan selain kewenangan pemerintah
pusat dan propinsi
Governance:
UN‐ESCAP (2003) mendefinisikan governance sebagai
proses pengambilan keputusan dan proses dimana
keputusan tersebut dijalankan atau tidak
dijalankan.
UNDP mendefinisikan governance sebagai :

“the exercise of political, economic, and


administrative authority to manage a nation’s
affair at all level”.
Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN)

Good governance adalah penyelenggaraan


pemerintahan, secara efisien dan efektif, dengan
menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif
di antara domain‐domain negara, sektor swasta dan
masyarakat.
UNDP

good governance sebagai hubungan yang sinergis


dan konstruktif di antara negara, sektor swasta,
dan masyarakat (society).
KARAKTERISTIK GOOD GOVERNANCE (UNDP, 1997):
1.Partisipasi: Pelibatan semua pihak> hak dan
kewajiban
2.Kerangka hukum: penegakan hukum yang adil
3.Transparansi: kebebasan memperoleh informasi publik
4.Equity/kesetaraan: kesempatan yang sama untuk
meningkatakan kesejahteraan dan berkeadilan
5.Responsiveness: pemerintah tanggap dalam menerima
aspirasi publik
6.Strategis Vision: membanguna wilayah dengan visi dan
strategi yang jelas dengan pelibatan semua pelaku
kepentingan
7.Akuntabilitas: pertanggungjawaban kepada publik
8.Pengawasan: Pengawasan penyelenggdaraan pemerintah
dengan melibatkan semua stakeholder
9.Efficiensy dan effectiveness: dalam pelayanan publik
10.Professionalism: peningkatan kapasitas pihak
administrasi
11.Berorientasi pada konsensus: keputusan diambil
berorientasi pasa kepentingan masyarakat
 Proses dan prosedur perencanaan yang baik dapat
mewakili kepentingan publik
 Terjawantahkan dalam peran dan fungsi
stakeholder dalam proses pemanfaatan ruang
 Peran dan fungsi stakeholder secara normatif
diatur melalui peraturan, norma dan prinsip
tertentu
 Dalam pengendalian ruang, diperlukan peran kuat
stakeholder dalam monitoring pemanfaatan ruang
 Diadopsi dan dimodifikasi dari bahan ajar MK
Perencanaan kota ITB, oleh Ir. Sugiantoro, MIP
Perencanaan Kota
1. Transformasi dari perdesaan ke
perkotaan: pada tahun 2008 secara
global proporsi penduduk perkotaan
melampaui penduduk perdesaan.
2. Kota-kota besar, kota raya dan
megapolitan akan lebih banyak terdapat
di negara-negara berkembang dari pada
di Negara maju.
3. Perubahan dari kota kecil ke kota
menengah dan kota besar dan kota raya.
Kecenderungan pertumbuhan yang besar,
negara-negara berkembang, terjadi pada
kota-kota menengah dan kota besar
(berpenduduk lebih besar dari 500.000).
4. Aglomerasi/konurbasi kota-kota. Kota-kota
besar dan metropolitan semakin terhubungkan
secara fisik-spasial dan fungsional membentuk
sistem kota-kota/sistem perkotaan.
5. Kecenderungan perkembangan kawasan
perkotaan secara ekspansif yang semakin jauh
melampaui batas administrasi kota. Kota-kota
di Negara maju memasuki tahapan
suburbanisasi, sementara di negara berkembang
(Afrika dan Amerika Latin) terjadi proses
peri-urbanisasi, dan metropolitanisasi bahkan
mega-urbanisasi (Asia).
6. Kecenderungan rebakan perkotaan (urban
sprawl) yang berdampaknya terhadap
kebergantungan yang semakin tinggi pada
kendaraan bermotor, serta penyusutan lahan
pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan
pinggiran/perdesaan.
 Isu-isu perencanaan perkotaan
di Negara berkembang

1. Informalitas perkotaan
2. Pertumbuhan perkotaan
3. Kesenjangan pendapatan dan kemiskinan
4. Proporsi penduduk usia muda yang tinggi
5. Kawasan peri-urban
6. Keterkaitan antara agenda hijau dan
coklat
7. Kapasitas kelembagaan

UN-Habitat 2009
Faktor penarik: Faktor Pendorong:
•Pertumbuhan ekonomi dan •Kurangnya lapangan pekerjaan
kesempatan kerja lebih besar di desa
di perkotaan •Terbatasnya sarana prasarana
•Prasaran dan sarana yang di desa
lengkap
MASALAH PERKOTAAN DI INDONESIA
 Dalam konteks tata ruang dan ketimpangan regional:
Masih besarnya ketimpangan antar-wilayah dalam hal
pembangunan dan taraf hidup warga.
Masih tingginya migrasi desa-kota yang diakibatkan
oleh ketimpangan desa-kota (perbedaan kualitas
hidup dan perbedaan kesempatan peningkatan
kesejahteraan antara perdesaan dan perkotaan).
Belum terwujudnya hirarki dan tata peran kota-kota
yang jelas sebagaimana yang diatur dalam RTRWN (PKN,
PKW, PKSN)
Urban sprawling (pertumbuhan kawasan perkotaan
yang meluas, kepadatan rendah, boros lahan/memakan
lahan pertanian) yang sudah menggejala tidak hanya
di kota-kota besar tetapi juga kota sedang/menengah
Keterbatasan ruang publik di perkotaan serta
pemanfaatan ruang publik yang ada pun seringkali
tidak sesuai dengan fungsi yang ada.
Isu Pembangunan Perkotaan (1)
(T. Firman, dalam Soegijoko 2011)
1. Dinamika perekonomian global sangat
memengaruhi perkembangan kota-kota
besar
2. Perubahan iklim akan mempunyai dampak
yang signifikan pada perkembangan kota.
3. Pada konteks yang lebih luas:
keberlanjutan (sustainable
development).
4. Dari perspektif nasional, perkembangan
kota-kota di Indonesia pada saat ini
juga mencerminkan suatu disparitas
wilayah (regional disparities).
5. Perkembangan kota secara lebih nyata
diidentikkan dengan masalah perumahan
kumuh, sangat tidak memadainya
ketersediaan prasarana dan fasilitas
6. Era reformasi dan desentralisasi menuntut
bahwa perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
ruang perkotaan harus melibatkan para pemangku
kepentingan (stakeholders) khususnya masyarakat
dalam prosesnya, dengan menerapkan prinsip
efisiensi dan efektivitas, keterbukaan, dan
akuntabilitas yang merupakan prinsip tata kelola
yang baik (good governance).
7. Masalah fragmentasi ruang (spatial
fragmentation) yang terjadi karena euphoria
reformasi menambah kompleksnya situasi, dimana
banyak pemerintah kota dan kabupaten dihinggapi
sindroma egoisme daerah dan bersifat inward
looking, tidak melihat bahwa kota atau kabupaten
dimana mereka berada adalah bagian dari sistem kota
atau wilayah yang lebih luas, dan eksistensi mereka
juga ditentukan dalam interaksinya dengan sistem
tersebut.
45 km

Peta Delineasi Kawasan Perkotaan Palembang


Radius 45 Km
VISI KSPPN tentang PEMBANGUNAN
PERKOTAAN INDONESIA

KOTA MASA DEPAN


Kota Berkelanjutan dan Berdayasaing
untuk Kesejahteraan Masyarakat

Kota Inovatif, Kreatif, & Kota Layak Huni, Kota Produktif, Hijau, &
Berbasis IT Berkeadilan, dan Berketahanan Iklim
mengakui Keragaman
Smart City Liveable City Green Economy City

Membangun IDENTITAS Membangun keterkaitan dan manfaat


PERKOTAAN INDONESIA berbasis antarkota dan desa-kota dalam SISTEM
karakter fisik, keunggulan ekonomi, PERKOTAAN INDONESIA berbasis
budaya lokal kewilayahan
 Materi kuliah ini disadur dan modifikasi dari materi MK
Perencanaan Kota Itb yang disusun oleh Dr. Ir. Iwan
Kustiwan MT,

 Bacaan lanjutan

1.Bappenas. 2014. Kebijakan dan Strategi Pembangunan


Perkotaan Nasional
2.Ditjen Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum. 2010.
Status Perkembangan Perkotaan Indonesia 2010.
3.Pontoh, N.K., I. Kustiwan. 2009. Pengantar Perencanaan
Perkotaan. Penerbit ITB, Bandung
4.Soegijoko, B.T.S. (ed), Pembangunan Kota di Indonesia
dalam Abad 21: Konsep dan Pendekatan Pembangunan
Perkotaan di Indonesia, YSS-URDI, 2011
5.UN-Habitat, Planning Sustainable Cities, Earthscan,
2009.
6.UN-Habitat, State of the World’s Cities 2012/2013,
2012

Anda mungkin juga menyukai