Anda di halaman 1dari 19

POKOK BAHASAN 2

PERAN DAN TUGAS KABUPATEN/KOTA


DALAM MELAKSANAKAN PERLINDUNGAN
KESEHATAN BAGI JEMAAH HAJI

Modul
PERLINDUNGAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
A.Tujuan Umum
• Mampu melaksanakan upaya perlindungan
kesehatan bagi jemaah haji.

TUJUAN B. Tujuan Khusus


PEMBELAJARAN 1. Mampu menjelaskan konsep perlindungan
kesehatan haji.
2. Mampu menjelaskan peran dan tugas
kabupaten/kota dalam melaksanakan
perlindungan kesehatan bagi jemaah haji.
3. Mampu menerapkan program
kabupaten/kota khususnya dalam
perlindungan kesehatan haji.
PERAN DAN TUGAS 1. Vaksinasi
KABUPATEN/KOTA
2. Pemeriksaan asrama haji dan
DALAM katering
MELAKSANAKAN
PERLINDUNGAN 3. Pengawasan mutu makanan
KESEHATAN BAGI 4. Upaya Penanggulangan
JEMAAH HAJI KLB/Wabah
5. Penanggulangan Krisis Kesehatan
• Setiap orang yang akan melakukan perjalanan
internasional dari dan ke negara terjangkit dan/atau
endemis penyakit menular tertentu dan/atau atas
permintaan negara tujuan wajib diberikan vaksinasi
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Vaksinasi undangan. Vaksinasi yang dilakukan di Indonesia terdiri
atas:
a. vaksinasi yang diwajibkan
b. vaksinasi yang disarankan/pilihan

• Vaksinasi diwajibkan oleh pemerintah dalam rangka


melindungi Jemaah Haji dari penyakit tertentu,
dilaksanakan di puskesmas dan/atau rumah sakit yang
ditunjuk oleh Dinkes setempat. Vaksinasi pilihan dapat
dilaksanakan di puskesmas, rumah sakit, dan/atau klinik
swasta. Jemaah Haji yang sudah mendapat vaksinasi
diberikan sertifikat vaksinasi internasional.
Pemeriksaan Asrama Haji dan Katering

• Tahap pertama; inspeksi kesehatan lingkungan dilaksanakan pada 6 (enam)


bulan sebelum Jemaah Haji masuk asrama haji dan/atau pada saat proses
penentuan katering, dengan rekomendasi perbaikan kepada pihak
pengelola/penanggung jawab.
• Tahap kedua; inspeksi kesehatan lingkungan dan intervensi kesehatan
lingkungan dilaksanakan pada 1 (satu) minggu sebelum jemaah haji masuk
Asrama haji, untuk memastikan kesiapan embarkasi jemaah haji.
• Tahap ketiga; dilakukan melalui kegiatan inspeksi kesehatan lingkungan &
intervensi kesehatan lingkungan secara rutin selama Jemaah haji berada di
asrama haji saat embarkasi/debarkasi.
• Pemeriksaan asrama haji & katering dilaksanakan berkoordinasi dengan
Kantor Kesehatan Pelabuhan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, dinas
kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, & Kementerian Agama.
Pengawasan Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat
memberikan masukan atau rekomendasi
Mutu terkait gizi makanan & mutu makanan
katering pada jemaah haji selama di
Makanan Embarkasi. Rekomendasi dapat diberikan
kepada ketua PPIH Embarkasi Haji di
wilayah setempat.
Upaya Penanggulangan KLB/Wabah
• Kepala dinkes kabupaten/kota, kepala dinkes provinsi, atau Menteri dapat menetapkan daerah dalam
keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada
suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau
minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun
sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka
kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
• Kepala dinkes kabupaten/kota atau kepala dinkes provinsi menetapkan suatu
daerah dalam keadaan KLB di wilayah kerjanya masing-masing dengan
menerbitkan laporan KLB. Dalam hal kepala dinkes kabupaten/kota tidak
menetapkan suatu daerah di wilayahnya dalam keadaan KLB, kepala dinkes
provinsi dapat menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.
• Kepala dinkes kabupaten/kota, kepala dinkes provinsi, atau Menteri harus
mencabut penetapan daerah dalam keadaan KLB berdasarkan pertimbangan
keadaan daerah tersebut sudah tidak dalam keadaan KLB.
• Penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan,
ekonomi, ilmu pengetahuan & teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka
di masyarakat.
Jenis-jenis o Kolera o Avian Influenza H5N1
penyakit o Pes o Antraks
menular o Demam Berdarah o Leptospirosis
tertentu yang Dengue
o Hepatitis
dapat o Campak
o Influenza A baru
menimbulkan o Polio
(H1N1)/Pandemi 2009
wabah o Difteri
o Meningitis
sebagai o Pertusis
berikut: o Rabies
o Yellow Fever

o Malaria o Chikungunya
• Upaya Penanggulangan KLB/Wabah meliputi:
a. penyelidikan epidemiologis;
b. penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan,
perawatan & isolasi penderita, termasuk tindakan karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat;
g. upaya penanggulangan lainnya

• Dinkes kabupaten/kota harus melakukan upaya penanggulangan secara dini apabila di


daerahnya memenuhi salah satu kriteria KLB, baik sebelum maupun setelah daerah
ditetapkan dalam keadaan KLB. Upaya penanggulangan secara dini dilakukan kurang
dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak daerahnya memenuhi salah satu kriteria
KLB.
Diselenggarakan sesuai tahapan yang meliputi:
a. Tahap prakrisis Kesehatan
• Penanggulangan ditujukan untuk peningkatan
sumber daya kesehatan, pengelolaan ancaman
terjadinya Krisis Kesehatan, & pengurangan
kerentanan. Penanggulangan pada tahap ini
meliputi upaya pencegahan & mitigasi, &
Penanggulangan kesiapsiagaan.
• Upaya pencegahan & mitigasi pada tahap prakrisis
Krisis Kesehatan kesehatan meliputi kegiatan:
o Kajian risiko krisis kesehatan.
o Menyusun, mensosialisasikan dan
menerapkan kebijakan atau standar
Penanggulangan Krisis Kesehatan.
o Mengembangkan sistem informasi
Penanggulangan Krisis Kesehatan.
o Menyusun rencana Penanggulangan Krisis
Kesehatan.
o Melaksanakan peningkatan kapasitas Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Aman Bencana.
• Upaya kesiapsiagaan pada tahap prakrisis kesehatan meliputi kegiatan:
o Simulasi/geladi bidang kesehatan.
o Pemberdayaan masyarakat.
o Mengembangkan sistem peringatan dini.
o Membentuk EMT, tim RHA, PHRRT, & tim kesehatan lainnya.
o Menyiapkan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, & Perbekalan Kesehatan
yang memadai untuk upaya tanggap darurat.
o Meningkatkan kapasitas SDM baik dalam hal manajerial maupun teknis.

• Kegiatan tersebut di atas diselenggarakan sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.


b. Tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan.
• Ditujukan untuk merespon seluruh kondisi kedaruratan secara cepat & tepat guna
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan lebih lanjut, & memastikan program
kesehatan berjalan dengan terpenuhinya standar minimal pelayanan kesehatan.
Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan
harus didahului dengan penetapan status keadaan darurat Krisis Kesehatan.
Status keadaan darurat Krisis Kesehatan terdiri atas:
o status siaga darurat Krisis Kesehatan.
o status tanggap darurat Krisis Kesehatan.
o status transisi darurat Krisis Kesehatan.

• Penetapan status darurat Krisis Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil RHA yang
menunjukan adanya kondisi ancaman kesehatan masyarakat. Dalam hal Presiden
atau Gubernur, Bupati/Walikota menetapkan status tanggap darurat bencana,
maka status darurat Krisis Kesehatan otomatis berlaku.
c. Tahap pasca krisis kesehatan.
• Ditujukan untuk mengembalikan kondisi sistem kesehatan seperti pada kondisi
prakrisis kesehatan & membangun kembali lebih baik (build back better) & aman
(safe). Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahap pascakrisis kesehatan
dilaksanakan oleh masing-masing penanggungjawab program & dikoordinasikan oleh
Menteri atau kepala dinkes sesuai tingkatan Bencana.

• Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahap pascakrisis kesehatan meliputi


kegiatan:
o Melakukan penilaian kerusakan, kerugian & kebutuhan sumber daya kesehatan
pascakrisis kesehatan.
o Menyusun rencana aksi Rehabilitasi & Rekonstruksi Kesehatan.
o Melaksanakan rencana aksi Rehabilitasi & Rekonstruksi Kesehatan.
o Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Rehabilitasi & Rekonstruksi Kesehatan.
• Penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan dengan sistem klaster. Sistem klaster
diimplementasikan melalui pembentukan Klaster Kesehatan pada tingkat pusat & tingkat
daerah yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi, kolaborasi, & integrasi dalam
Penanggulangan Krisis Kesehatan. Klaster Kesehatan dalam aspek penanggulangan
Bencana merupakan bagian integral dari klaster penanggulangan Bencana. Klaster
Kesehatan terdiri atas:
a. Klaster Kesehatan Nasional;
b. Klaster Kesehatan Provinsi;
c. Klaster Kesehatan Kabupaten/Kota.

• Klaster Kesehatan Kabupaten/Kota dibentuk & dikoordinasikan oleh Kepala Dinkes


Kabupaten/Kota.
• Klaster Kesehatan terdiri dari sub klaster yang meliputi:

a. sub klaster pelayanan Kesehatan  bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan


perorangan terutama pelayanan pertolongan darurat pra fasilitas pelayanan kesehatan &
rujukan.
b. sub klaster pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan  bertugas melakukan
pengendalian penyakit & upaya kesehatan lingkungan.
c. sub klaster kesehatan reproduksi  bertugas menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan reproduksi.
d. sub klaster kesehatan jiwa  bertugas menyelenggarakan upaya penanggulangan
masalah kesehatan jiwa & psikososial secara optimal.
e. sub klaster pelayanan gizi  bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi.
f. sub klaster identifikasi korban mati akibat bencana (Disaster Victim Identification /DVI) 
bertugas menyelenggarakan identifikasi korban meninggal & penatalaksanaannya.
• Sub klaster kesehatan dikoordinasikan oleh pemegang
program pada Kementerian Kesehatan & Dinkes
Provinsi/Kabupaten/Kota. Kepala Dinkes Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan Penanggulangan Krisis Kesehatan
tingkat daerah & berkoordinasi dengan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

• Dalam melaksanakan tanggung jawab, Pemerintah Daerah


dapat membentuk unit penanggulangan krisis kesehatan
yang berada di bawah Dinas Kesehatan. Dalam
menyelenggarakan Penanggulangan Krisis Kesehatan
pada tahap tanggap darurat, Dinkes Kabupaten/Kota dapat
meminta bantuan sumber daya kesehatan pada Dinkes
Provinsi dan Kementerian Kesehatan secara berjenjang.
Bantuan sumber daya kesehatan dapat berupa bantuan
teknis yang meliputi EMT, bantuan obat, alat medis habis
pakai, & bahan medis habis pakai.
• Kebutuhan logistik & perlengkapan di suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya memiliki perbedaan bergantung pada jenis &
karakteristik bencananya. Logistik & perlengkapan penanggulangan
Krisis Kesehatan meliputi :
 Obat, alat medis habis pakai & bahan medis habis pakai.
 Makanan tambahan berupa Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Balita, PMT Ibu Hamil & PMT Anak sekolah.
 Peralatan/bahan kesehatan lingkungan berupa Penjernih Air
Cepat (PAC), Air Rahmat, Insektisida, kaporit, kantong sampah,
lem lalat.
 Sarana & prasarana berupa ; tenda pos kesehatan, perahu
karet, rompi petugas dll.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai