DI SUSUN OLEH :
1. Ahmad Baihaqi
2. (Rahmawati Dewi)
3. Riski Rahmawati
4. (Sri Komala)
5. Yanwar Angga
6. Yeni Anwar
7. preiza Aqil Fahry
KELOMPOK 7
XII IPA 2 &( XII IPA 3)
MAN 2 KOTA TANGERANG
DEFINISI HUKUM SYAR’I
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti
“mencegah” atau “memutuskan”.
”Secara terminologi hukum (al-hukm) berarti”
Allah yang mengatur amal perbuatan orang
mukalaf, baik berupa iqtidla, takhyir, atau
wadl
MACAM-MACAM HUKUM SYAR’I
Hukum syar’i di bagi menjadi dua bagian yaitu
hukum taklifi dan hukum wadh’I
Hukum Taklifi ketentuan Allah dan Rasul-Nya
yang berhubungan langsung dengan perbuatan
mukalaf,baik dalam bentuk perintah, larangan,
atau memberi pilihan terhadap seorang mukalaf
Hukum Wadh’i ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur tentang sebab, syarat, mani’
(sesuatu yang menjadipenghalang kecakapan
untuk melakukan hukum taklifi).
HUKUM TAKLIFI
Hukum Taklifi dibagi menjadi lima: Al-Ijab
(kewajiban), An-Nadb (kesunnahan), At-tahrim
(keharaman), Al-karahah (kemakruhan), dan Al
ibahah (kebolehan).
1. Al-Ijab (kewajiban)
etimologi kata wajib berarti tetap atau pasti
Terminologi adalah sesuatu yang di haruskan apabila
dilaksanakanakan mendapat pahala dari Allah,
sebaliknya apabila tidak dilaksanakan diancam
dengan dosa
Dilihat dari segi tertentu wajib di bagi menjadi dua yaitu
Wajib mu’ayyan (ditentukan), dan Wajib mukhayyar
(dipilih).
Dilihat dari segi siapa saja yang megharuskan
memperbuatnya wajib dibagi menjadi dua yaitu Wajib
mukhayyar, dan Wajib kifayah.
Dilihat dari segi kadar (kuantitasnya) wajib dibagi menjadi
dua yaitu Wajib muhaddad, dan Wajib ghairu muhaddad
2. An-Nadb (kesunnahan)
etimologi berarti “sesuatu yang dianjurkan”
Secara terminologi yaitu suatu perbuatan yang
dianjurkan oleh Allah dan Rasul-nya dimana akan diberi
pahala jika melaksanakannya. Namun tidak mendapat
dosa orang yang meninggalkannya
An-Nadb terbagi menjadi tiga tingkatan : Sunnah
Muakadah (sunah yang dianjurkan), Sunnah ghoir
muakadah (sunah biasa), dan Sunah al Zawaid.
3. At-tahrim (keharaman)
menurut etimologi berarti yang dilarang.
terminologi berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah
dan Rasul-Nya,dimana orang yang melanggarnya
dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan
orang yang meninggalkannya karena menaati Allah,
diberi pahala.
Haram terbagi menjadi dua: haram yang menurut
asalnya sendiri adalah haram, dan haram karena
sesuatu yang baru.
4. Al-karahah (kemakruhan)
Secara etimologi berarti “sesuatu yang dibenci”
Secara terminologi berarti sesuatu yang
dianjurkan syari’at untuk ditinggalkan akan
mendapat pujian dan apabila dilanggar tidak
berdosa.
5. Al ibahah (kebolehan).
Secara etimologi berarti”sesuatu yang
diperbolehkan atau diijinkan”
”, terminologi adalah sesuatu yang diberikan
kepada mukalaf untuk memilih antara melakukan
atau meninggalkannya.
HUKUM WADH’I
Hukum wadh’i trbagi menjadi tiga yaitu SEBAB,
SYARAT, DAN MANI.
1. SEBAB
menurut etimologi berarti,”sesuatu yang bisa
menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain”.
Secara terminologi yaitu: “sesuatu yang dijadikan
oleh syari’at sebagai tanda bagi adanya hukum, dan
tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya
hukum”.
2. SYARAT
secara etimologi yaitu, “sesuatu yang
menghendaki adannya sesuatu yang lain” atau
“sebagai tanda”
Secara terminologi “sesuatu yang tergantung
kepadanya ada ssuatu yang lain, dan berada di
luar dari hakikat sesuatu itu”
syarat kepada dua macam: Syarat syar’I
(syarat yang datang langsung dari syari’at
sendiri), dan Syarat ja’li syarat yang datang
dari kemauan orang mukalaf itu sendiri.
3. Mani’ (penghalang)
Mani’ adalah sesuatu yang adannya
meniadakan hukum atau membatalkan
sebab.
mani’ terbagi menjadi dua macam: Mani’
al-hukm (sesuatu yang ditetapkan srari’at
sebagai penghalang bagi adanya hukum),
dan Mani’ as-sabab (suatu yag ditetapkan
syariat sbagai penghalang bagi
berfungsinya suatu sebab sehingga dengan
demikian sebab itu tidak lagi mempunyai
akibat hukum)
HAKIM
Hakim secara etimologi “Pembuat, yang
menetapkan, yang memunculkan dan
sumber hukum”
Secara terminologi “Semua hukum
tersebut bersumber dari Allah, melalui
nabi, maupun ijtihad para mujtahid yang
didasarkan kepada metode istimbath
lainnya.”
MAHKUM FIH
Secara etimologi “objek hukum”
Secara terminologi “sesuatu yang
dikehendaki oleh pembuat hukum untuk
dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia
atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk
dilakukan atau tidak”
MAHKUM ALAIH