Kriminologi Prodi Hukum Pidana Islam FSH-UIN Sunan Ampel Surabaya
Dr. Nafi’ mubarok, SH., MH., MHI.
Nafi' Mubarok/Kriminologi/Kuliah I/Prodi HPI-FSH UINSA/Ganjil 2019-2020 Konsepsi Penanggulangan Kejahatan Menurut Barda Nawawi Arief Þ upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan danpenanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan criminal Þ Kebijakan ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas => kebijakan social, yang terdiri: 1. kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan social 2. kebijakanatauupaya-upaya untuk perlindungan masyarakat
Upaya penanggulangan kejahatan dibagi 2 yaitu:
Þ (1) lewat jalur “penal” (hukum pidana) Þ (2) lewat jalur “non penal” (bukan/di luar hukum pidana)
Upaya Penal/Upaya Represif Upaya penal bersifat “refressive” => penindasan/pemberantasan/penumpasan => sesudah kejahatan terjadi Bentuk upaya penal => terkait “Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan Sanksi apa saja sebaiknya digunakan/dikenakan kepada si pelanggar”. Tujuan upaya penal: Þ menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya dan memperbaikinya kembali agar sadar dan tidak mengulangi lagi Þ Agar orang lain tidak akan melakukannya karena melihat sanksinya Upaya represif terkait dengan Sistem Peradilan Pidana -> yang terbagi dalam lima sub-system: (1) kehakiman, (2) kejaksaan, (3) kepolisian, (4) pemasyarakatan, dan (5) kepengacaraan Upaya represif dilaksanakan dengan cara: Þ metode perlakuan (treatment) Þ penghukuman (punishment) => karena kronisnya atau beratnya kesalahan yang telah dilakukan
Upaya Non-Penal/Prefentif Bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, sasaran utamanya menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan => kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global => upaya non-penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik criminal Di berbagai Kongres PBB mengenai “The Prevention of Crime and Treatment of Offenders” ditegaskan upayaupaya strategis mengenai penanggulangan sebab- sebab timbulnya kejahatan. Upaya non penal dapat pula digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif, misalnya media pers/media massa, pemanfaatan kemajuan teknologi (dikenal dengan istilah techno-prevention) dan pemanfaatan potensi efek-preventif dari aparat penegak hukum. Dalam kebijakan criminal => upaya non penal menduduki “posisi kunci” dan strategis dalam menanggulangi kejahatan
Reaksi Formal terhadap kejahatan Reaksi formal terhadap kejahatan => reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan atas perbuatannya oleh pihak-pihak yang diberi wewenang untuk melakukan reaksi tersebut. Bentknya dengan sistem peradilan pidana, yang bertujuan; (1) mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan, (2) menyelesaikan kasus kejahatan agar masyarakat puas karena keadilan telah ditegakkan (3) Menguoayakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi. SPP (Mardjono) sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan pidana Ada 4 model 1. The Crime Control Model => penyelenggaraan peradilan pidana semata-mata untuk menindas perilaku kriminal => ketertiban umum dan efisiensi => presumption of guilt 2. Due Process => konsep perlindungan hak-hak individual dan pembatasan kekuasaan dalam penyelengaraan peradilan pidana => presumption of innocent 3. Model Family => ”offender oriented”, sehingga mengabaikan korban (victim) padahal memerlukan perhatian serius. 4. Sistem peradilan pidana terpadu => sinkronisasi dan keselarasan: structural, substansial serta kultural. Nafi' Mubarok/Kriminologi/Kuliah I/Prodi HPI-FSH UINSA/Ganjil 2019-2020 Reaksi Formal terhadap kejahatan Kriminalisasi => proses menjadikan perbuatan biasa menjadi perbuatan yang dapat dipidana Dekriminalisasi => proses menghilangkan ancaman pidana perbuatan yang semula tindak pidana menjadi tindakan biasa. Penalisasi => proses pengancaman suatu perbuatan yang dilarang dengan sanksi pidana. Depenalisasi => suatu perbuatan yang semula diancam dengan pidana, ancaman pidana ini dihilangkan, tetapi masih dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata atau hukum administrasi. Þ menyerahkan “perbuatan tercela” kepada reaksi sosial saja, kelembagaan tindakan medis dan sosiopedagogis Þ kenakalan remaja, zina dan abortus provokatus Diskresi => keputusan/tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas
Reaksi Non-formal Reaksi informal => reaksi sosial yang terwujud dalam berbagai reaksi yang diberikan kelompok masyarakat dan berada di luar sistem peradilan pidana sebagai reaksi terhadap adanya kejahatan dan penjahat Masyarakat berhak saja bereaksi terhadap kejahatan dan penjahat sebatas mereka tidak melanggar peraturan yang ada Bentuknya ada yang sesuai hukum => Membenci, menghindar, mengisolasi, atau mengusir para penjahat Bahkan, ada yang bersifat negatif dan brutal => membakar pencuri sepeda motor yang tertangkap tangan atau memukuli pencopet hingga tewas. Bentuk-bentuknya: Þ Eigenrichting: aksi sepihak/perbuatan main hakim sendiri => tidak diperkenankan Þ Swakarsa Þ Penyelesaian melalui non-penal => jalur mediasi, yakni dalam kasus pidana anak berhadapan dengan hukum. => dalam UU 11/2012 UU Sistem Peradilan Pidana Anak disebut “musyawarah diversi”