Anda di halaman 1dari 23

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

PEMILIHAN KEPALA DAERAH


(Gubernur, Bupati dan Walikota)

Administrative Law Departement


Faculty of Law Andalas University
Kampus Limau Manis, Padang, ID-25163
Perkembangan Yuridis Pemilihan Kepala Daerah

UU 32/2004 UU 23/2014
Pasal 56 (1) : Pasal 62:
Kepala daerah dan wakil Ketentuan pemilihan kepala
kepala daerah dipilih dalam daerah diatur dengan undang-
satu pasangan calon yang undang
dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan
asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Dasar Hukum
• Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota
• UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Perppu No.
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota
• UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No. 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Perppu No. 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota;
• UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU
No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Perppu No. 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota;
BEBERAPA ISU PENTING DALAM UU “PILKADA”:
1. Pemilihan secara Berpasangan
2. Uji publik dihapus
3. Penyelenggara Pemilihan
4. Syarat Pendidikan dan Usia
5. Syarat Calon Perseorangan dan dari Partai Politik
6. Hubungan Kekerabatan
7. Ambang Batas Kemenangan (Parliamentary Treshold)
8. Jadwal Pemilihan Serentak
9. Penjabat Kepala Daerah
10. Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan
11. Pembiayaan Pemilihan
12. Pelantikan
13. Tentang Mutasi
1. PEMILIHAN SECARA BERPASANGAN
Pasal 1 angka 1 UU 8/2015 tentang Perubahan UU 1/2015
Tentang Penetapan Perpu 1/2014 :

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil


Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya
disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di
wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. UJI PUBLIK DIHAPUS
Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2015.
Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas yang
dilaksanakan secara terbuka oleh panitia yang bersifat mandiri
yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, yang hasilnya tidak
menggugurkan pencalonan.

Berdasarkan UU 8/2015 ketentuan ini dihapuskan sehingga uji publik


menjadi domain partai politik (Parpol) dan gabungan Parpol. Salah
satu fungsi Parpol adalah melakukan rekrutmen calon pemimpin.
3. PENYELENGGARA PEMILU (Pasal 1 angka 7 s.d. 11)
• Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan
perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan ini mengindikasikan
bahwa pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilihan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945. KPU adalah lembaga
penyelenggara pemilu yang diberikan wewenang dalam pemilihan. Sebagai
konsekuensinya, maka KPU yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang
menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
• Untuk mengatasi masalah konstitusionalitas penyelenggara tersebut dan
dengan mengingat tidak mungkin menugaskan lembaga penyelenggara yang
lain dalam waktu dekat ini, maka di dalam Undang-Undang ini ditegaskan
KPU, badan pengawas pemilihan umum (BAWASLU) beserta jajarannya, dan
dewan kehormatan penyelenggara pemilihan umum (DKPP) masing-masing
diberi tugas menyelenggarakan, mengawasi, dan menegakkan kode etik
sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota secara berpasangan berdasarkan Undang-Undang ini.
4. SYARAT PENDIDIKAN DAN USIA, DLL

1. Syarat pendidikan bagi pasangan calon untuk


mengikuti pemilihan minimal SLTA/sederajat.
2. Syarat usia bagi pasangan calon adalah minimal
30 tahun; bupati / wakil bupati, walikota/wakil
walikota adalah minimal 25 tahun
3. Bukan terpidana yang telah diputus oleh
putusan yang gewijsde. Boleh terpidana asal
sudah mengakui bahwa ia mantan terpidana
(huruf g)
(Perhatikan Pasal 7 UU No.10/2016, ada 21 syarat
yang harus dipenuhi)
5. HUBUNGAN KEKERABATAN
 Pada Pasal 7 Huruf r dihapus sehingga calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah boleh memiliki konflik kepentingan
dengan petahana (incumbent)
 Yang dimaksud dengan “memiliki konflik kepentingan dengan
petahana” adalah memiliki hubungan darah, ikatan
perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke
atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu,
mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali
telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
6. SYARAT DUKUNGAN CALON
PERSEORANGAN
KABUPATEN/KOTA :
 Jumlah penduduk sampai dengan 250 rb jiwa/paling sedikit
10%;
 jumlah penduduk lebih dari 250 rb jiwa s.d. 500 rb jiwa/paling
sedikit 8,5%;
 jumlah penduduk lebih dari 500 rb jiwa s.d. 1 jt jiwa/paling
sedikit 7,5%;
 jumlah penduduk lebih dari 1 jt jiwa/paling sedikit 6,5%; dan
 jumlah dukungan tersebar di lebih dari 50% jumlah Kecamatan
di Kabupaten/Kota dimaksud.
 Lihat Pasal 41
Lanjutan
PROVINSI :
 Jumlah penduduk sampai dengan 2 jt jiwa/paling sedikit 10%;
 jumlah penduduk lebih dari 2 jt jiwa s.d. 6 jt jiwa/paling sedikit
8,5%;
 jumlah penduduk lebih dari 6 jt jiwa s.d. 12 jt jiwa/paling
sedikit 7,5%;
 jumlah penduduk lebih dari 12 jt jiwa/paling sedikit 6,5%; dan
 jumlah dukungan tersebar di lebih dari 50% jumlah
Kabupaten/Kota di Provinsi dimaksud.
 Lihat Pasal 41
7. AMBANG BATAS KEMENANGAN
 Salah satu aspek penting yang diperhatikan dalam penyelenggaraan
Pemilihan adalah efisiensi waktu dan anggaran. Berdasarkan hal
tersebut, perlu diciptakan sebuah sistem agar pemilihan hanya dilakukan
dalam satu putaran, namun dengan tetap memperhatikan aspek
legitimasi calon kepala daerah terpilih.
 Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang ini menetapkan bahwa
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pasangan calon terpilih. Jika suara sama banyak, maka calon yang
mendapat dukungan lebih merata penyebarannya yang menang;
 Jika calonnya tunggal, maka bila memperoleh suara lebih dari 50%
dianggap sebagai pemenang
Pasal 107 dan 109
8. PEMILIHAN SERENTAK
Jadwal pemilihan serentak diadakan dalam beberapa tahap :
 Pemilihan dilakukan setiap lima tahun sekali dan dilaksanakan secara
serentak di seluruh wilayah NKRI
 Tahap pertama, Desember 2015 untuk akhir masa jabatan (AMJ) 2015
dan semester pertama tahun 2016. Pilkada selanjutnya dilaksanakan
September 2020 dan yang terpilih menjabat hingga 2024;
 Tahap kedua pada Februari 2017 untuk akhir masa jabatan semester
kedua 2016 dan seluruh AMJ 2017. Kepala daerah terpilih menjabat
hingga tahun 2022;
 Tahap ketiga, Juni 2018 untuk kepala daerah dengan AMJ 2018 dan
2019. Kepala daerah terpilih menjabat hingga tahun 2023;
 Lalu pilkada serentak nasional akan dilaksanakan pada 2024.
 Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang terpilih pada
tahap kedua dan tahap ketiga, maka diangkat penjabat yang menjabat
hingga terpilihnya kepala daerah dalam Pilkada serentak 2024

Pasal 3 UU No. 8/2015 Pasal 201 UU No. 10/2016


9. PENJABAT KEPALA DAERAH
 Bagi daerah kepala daerah yang mengalami
kekosongan jabatan sebelum dilantiknya
kepala daerah terpilih akan diisi oleh Penjabat
Kepala Daerah sesuai dengan Undang-undang
Aparatur Sipil Negara.
 Penjabat Kepala Daerah dilarang mencalonkan
diri sebagai calon dalam pemilihan
 Pasal 201
10. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
a. Perkara perselisihan hasil Pemilihan
diperiksa dan diadili oleh badan peradilan
khusus dan dibentuk sebelum pelaksanaan
Pemilihan serentak nasional.
b. Sebelum badan peradilan khusus terbentuk
menjelang pelaksanaan Pilkada serentak,
maka perkara perselisihan penetapan
perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa
dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 157 UU No. 10/2016


11. PEMBIAYAAN PEMILIHAN
Berdasarkan Pasal 166 pendanaan pemilihan
(termasuk kampanye calon kepala daerah untuk
kategori tertentu, perhatikan Pasal 65)
bersumber dari :
a. APBD diatur dengan Peraturan Menteri ;dan
b. Dapat didukung oleh APBN diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12. TENTANG MUTASI
Gubernur, Bupati, atau Walikota yang
melakukan penggantian pejabat di
lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal pelantikan
harus mendapat persetujuan Menteri.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal


162 ayat (3)
13. PELANTIKAN (Pasal 163 dan 164)
 Perhatikan Pasal 163 dan Pasal 164 UU No. 10/2016 jo. UU No.1/2015
 Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak lagi dilakukan dalam
Sidang DPRD :
 Pelantikan kepala daerah dilaksanakan secara serentak. Jika terdapat satu
pasangan kepala daerah tertunda dan tidak ikut pelantikan, maka
pelantikan dilakukan di ibukota daerah. Jika terdapat lebih dari satu
pasangan kepala daerah tertunda dan tidak ikut pelantikan maka
pelantikan dilakukan oleh Menteri di ibukota negara
 Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.
Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil
Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden. Dalam hal Wakil Presiden
berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh
Menteri.
 Sedangkan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan. Dalam hal
Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
Lanjutan..
• Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat
melaksanakan Pelantikan, Menteri mengambil alih kewenangan
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
• Jika salah satu pasangan pimpinan daerah meninggal dunia, berhalangan
tetap, atau mengundurkan diri, maka pimpinan daerah yang tersisa tetap
dilantik meskipun tidak berpasangan;
• Jika salah satu pasangan pimpinan daerah ditetapkan sebagai tersangka
pada saat pelantikan, maka yang bersangkutan tetap dilantik;
• Jika salah satu pasangan pimpinan daerah ditetapkan sebagai terdakwa
pada saat pelantikan, maka yang bersangkutan tetap dilantik dan saat itu
juga diberhentikan sementara dari jabatannya;
• Jika salah satu pasangan pimpinan daerah ditetapkan sebagai terpidana
dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada saat
pelantikan, maka yang bersangkutan tetap dilantik dan saat itu juga
diberhentikan secara tetap dari jabatannya;
• Pelantikan pasangan pimpinan daerah dilakukan secara serentak
Pemberhentian Kada dan Wakilnya
• Kepala Daerah/Wakilnya berhenti, apabila (Pasal 78 UU Pemda):
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
• Kepala Daerah/Wakilnya diberhentikan apabila (Pasal 78 ayat 2):
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan (sakit atau hilang, lih. Penjelasan);
c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j
f. Melakukan perbuatan tercela (perhatikan penjelasan);
g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat
pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga
yang berwenang menerbitkan dokumen; (kasus di Pessel) dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Lanjutan..
• Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakilnya terkait dengan
dokumen/keterangan palsu yang merupakan syarat bagi pencalonannya
diatur di dalam Pasal 82. Di sini, pemberhentian dilakukan melalui proses
penggunaan hak angket oleh DPRD
• Pasal 85 berkenaan dengan penggunaan hak interpelasi dan hak angket oleh
DPRD terhadap Kepala Daerah dan Wakilnya yang menghadapi krisis
kepercayaan publik
• Diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme,
makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain
yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 83).
Jika tidak terbukti maka dalam rentang 30 hari yang berwenang kembali
mengaktifkan kepala daerah yang bersangkutan (Pasal 84)
• Pemberhentian dilakukan berdasarkan register di pengadilan (saat posisinya
menjadi terdakwa). Untuk gubernur/Wagub diberhentikan oleh presiden.
Sedangkan bupati/wabup dan walikota/wawako diberhentikan oleh Mendagri
Mekanisme Penghentian
• Kepala Daerah/Wakilnya berhenti dari posisinya , apabila (Pasal 78):
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan (Penghentian, dilakukan secara pasif karena ada tekanan
dari luar. Bukan karena inisiatif sendir).
• Ada dua jalur/mekanisme penghentian kepala daerah atau Wakilnya,
yaitu:
a. Melalui usulan DPRD, pemberhentian hanya mungkin dilakukan jika telah
melalui tahapan ini. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 79 – Pasal 82;
b. Diberhentikan langsung oleh Presiden/Mendagri, diatur dalam Pasal 83.
Penghentian dikarenakan kepala daerah/wakilnya melakukan tindak
pidana dengan ancaman penjara tertentu, korupsi, terorisme, makar,
keamanan negara atau perbuatan lain yg dapat memecah belah NKRI;
Selesai..Terima Kasih

23

Anda mungkin juga menyukai