Anda di halaman 1dari 14

KORPORASI

SEBAGAI
SUBJEK HUKUM PIDANA

Hijrah Adhyanti Mirzana


Departemen Hukum Pidana
FH Unhas
Perkembangan Korporasi
 Pada zaman dahulu, perkembangan korporasi
berupa pembentukan kelompok seperti dalam
masyarakat Asia Kecil, Yunani dan masyarakat
Romawi ;
 Kelompok-kelompok di Romawi membentuk
organisasi yang bergerak di bidang penyelenggaraan
kepentingan umum, keagamaan, militer dan
perdagangan. Organisasi ini memiliki kekayaan
terpisah dari anggotanya, oleh karena itu mulai
dikenal perbedaan kedudukan individu dalam
organisasi dan terlepas dari organisasi.
 Pada abad pertengahan, kekuasaan Romawi
menurun sehingga perdagangan juga suram. Oleh
karena itu berkembang Dewan Gereja yang
dipengaruhi oleh Hukum Romawi. Dewan ini
memiliki kekayaan terpisah dengan anggotanya dan
berbeda dengan subjek hukum manusia. Gereja
memberikan suatu sumbangan sangat besar
terhadap the concept of corporate personality, yaitu
dalam bentuk kota praja yang dapat
menyelenggarakan pemerintahan secara umum.
 Perkembangan korporasi pada permulaan
zaman modern dipengaruhi oleh bisnis
perdagangan yang sifatnya makin kompleks.
Pembentukan beberapa usaha dagang pada
era ini, merupakan embrio korporasi pada
zaman sekarang ini.
 Pada zaman Raja James I (1566-1625) di
Inggris, mulai dikenal korporasi sebagai
subjek hukum (legal person) yang berbeda
dengan manusia.
 Pada tahun 1855, mulai dikenal adanya
pembatasan terhadap pertanggungjawaban
korporasi.
 Pada tahun 1862, korporasi memakai nama
untuk asosiasinya dan dibelakang nama
tersebut sebagai tanda adanya pembatasan
terhadap pertanggung jawaban korporasi
dicantumkan kata “limited”.
Penempatan Korporasi
Sebagai Subjek Hukum Pidana
 Dalam dunia modern, korporasi berperan
penting dalam kehidupan ekonomi yang
mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai
produsen, pemberi kerja, penentu harga,
pemakai devisa, dll.
 Namun demikian, timbul pula gejala kriminalitas
yang merupakan dampak negatif dari
perkembangan dan pertumbuhan korporasi,
diantaranya penipuan pajak, kerusakan
lingkungan hidup, penipuan asuransi dan
pemalsuan invoice yabg dampaknya dapat
merusak sendi-sendi perekonomian suatu
negara.
TIDAK SETUJU KORPORASI
SEBAGAI SUBJEK HUKUM PIDANA
 Kesengajaan dan kesalahan hanya terdapat
pada persona alamiah ;
 Tingkah laku materiil yang merupakan syarat
dapat dipidananya beberapa macam delik,
hanya dapat dilaksanakan oleh persona
alamiah.
 Pidana dan tindakan yang dapat merampas
kebebasan orang, tidak dapat dikenakan
terhadap korporasi ;
 Tuntutan dan pemidanaan korporasi dengan
sendirinta mungkin menimpa orang tidak
bersalah
 Dalam prakteknya, tidak mudah menentukan
apakah pengurus saja, korporasi itu sendiri
atau kedua-duanyakah yang harus dituntut
dan dipidana.
SETUJU KORPORASI SEBAGAI
SUBJEK HUKUM PIDANA
 Dipidananya pengurus saja tidak cukup untuk
mengadakan represi terhadap delik-delik
yang dilakukan oleh atau dengan suatu
korporasi ;
 Korporasi semakin memainkan peranan
yang penting ;
 Hukum pidana harus mempunyai fungsi
dalam masyarakat. Jika hukum pidana hanya
ditekankan pada manusia, maka tujuan
hukum pidana tersebut tidak efektif.
 Dipidananya korporasi dengan ancaman
pidana adalah salah satu upaya untuk
menghindari tindakan pemidanaan terhadap
para pegawai korporasi itu sendiri.
Tahap-tahap Perkembangan Korporasi
Sebagai Subjek Hukum Pidana
 Tahap Pertama
Ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik
yang dilakukan korporasi dibatasi pada
perorangan, sehingga apabila suatu tindak
pidana terjadi dalam lingkungan korporasi,
maka tindak pidana tersebut dianggap
dilakukan pengurus korporasi tersebut.
Dalam tahap ini membebankan “tugas
mengurus” kepada pengurus.
 Tahap Kedua
Dalam perumusan undang-undang diakui
bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan
oleh korporasi.
Tanggung jawab pidana beralih dari anggota
pengurus kepada mereka yang
memerintahkan atau dengan larangan
melakukan apabila melalaikan memimpin
secara sesungguhnya.
Dalam tahap ini, korporasi dapat menjadi
pembuat delik, akan tetapi yang dapat
dipertanggungjawabkan adalah para anggota
pengurus, jika dinyatakan dengan tegas
dalam peraturan-peraturan.
 Tahap ketiga.
Dalam tahap ini, dibuka kemungkinan untuk
menuntut korporasi dan meminta
pertanggungjawabannya menurut hukum
pidana.
Dengan memidana korporasi dengan jenis
dan berat yang sesuai dengan sifat korporasi,
diharapkan korporasi dapat menaati
peraturan yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai