Anda di halaman 1dari 36

FARMAKOTERAPI RASIONAL KONDISI

KHUSUS PADA KEHAMILAN DAN


MENYUSUI
KELOMPOK 1:
1) Citra Amalia (2001189)
2) Fintolin Jaya Putri (1801053)
3) Meyrika Putri Wandala (1801059)
4) Nurul Ikbal 2001198
5) Putri Zahra 1801066
6) Riza Dwi Oktaviani 1801071
7) Suci Ramahi 1801073
8) Wisnu Wati 1801078
Dosen pengampu : Apt, Tiara Tri Agustini, M. Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
Apa Itu
Kahamilan ??
Kehamilan adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan periode di mana janin
berkembang di dalam rahim atau rahim
wanita. Menurut Federasi Obstetri
Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau
penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Kehamilan biasanya berlangsung sekitar 40
minggu, atau lebih dari 9 bulan, yang diukur
dari periode menstruasi terakhir hingga
persalinan.
FASE
KEHAMILAN
Farmakokinetika Saat Kehamilan
perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara
difusi sederhana. Membran biologis perpindahan obat lewat plasenta
dipengaruhi oleh
Kelarutan Lemak

Derajat Ionisasi

Ukuran Molekul

Ikatan Protein
ABSORBSI
Saluran Cerna Paru-paru
Pada saat kehamilan terjadi penurunan Pada kehamilan terjadii peningkatan
sekresi asam lambung sebanyak 40% dari curah jantung, tidal volume, ventilasi
wanita tidak hamil, disertai dengan dan aliran darah paru. Perubahan-
peningkatan sekresi mukus, kombinasi perubahan ini mengakibatkan
kedua hal tersebut akan menyebabkan peningkatan absorbsi alveolar,
peningkatan pH lambung, dan kapasitas sehingga perlu dipertimbangkan dalam
buffer. Secara klinik hal ini akan pemberian obat inhalan
mempengaruhi ionisasi asam-basa yang
berakibat pada absorbsinya
DISTRIBUSI
Plasenta sendiri memiliki barrier yang dapat menyaring obat atau
zat zat yang akan akan masuk. Volume distribusi obat akan
mengalami perubahan selama kehamilan akibat peningkatan
jumlah volume plasma hingga 50%. Peningkatan curah jantung
akan berakibat peningkatan aliran darah ginjal sampai 50% pada
akhir trimester I, dan peningkatan aliran darah uterus yang
mencapai puncaknya pada aterm (36-42L/jam), 80% akan
menuju ke plasenta dan 20% akan mendarahi myometrium.
Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar
puncak obat (Cmax) dalam serum.
Metabolisme Obat di Plasenta dan Janin

Progesteron endogen yang meniingkat pada kehamilan dapat


menginduksi enzim sehingga metabolisme obat tertentu meningkat

Ada 2 mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu, yaitu:
1) Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermeable juga sebagai
tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya.
2) Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk
hati janin, sisanya akan masuk ke sirkulasi umum janin.
ELIMINASI
Eliminasi oleh hati
Fungsi hati dalam kehamilan dipengaruhi oleh kadar estrogen
dan progesteron yang tinggi. Pada beberapa obat tertentu seperti
phenytoin, metabolisme dihati meningkat yang diakibatkan
rangsangan pada aktivitas enzim mikrosom hati yang disebabkan
oleh hormon progesteron
Eliminasi oleh ginjal
(Laju filtrasi glomeruler meningkat sampai 50%
pada saat kehamilan sampai kelahiran. Shingga
klirens obat yang diekskresikan melalui ginjal
dalam bentuk tak berubah akan meningkat)
Indeks keamanan obat pada kehamilan
Indeks keamanan kehamilan merupakan panduan untuk meresepkan obat
yang aman pada ibu hamil berdasarkan kategori menurut Badan Pengawas Obat
dan Makanan Amerika Serikat (United States Food and Drug Administration
atau US FDA).
FDA menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat berdasarkan
berdasarkan risiko terhadap sistem reproduksi dan perkembangan janin dan
besarnya perbandingan antara risiko dan manfaat obat terdapat 5 kategori yaitu :
A= Tidak berisiko
B=Tidak berisiko pada beberapa penelitian
C= Mungkin berisiko
D= Ada bukti positif dari risiko
X= Kontraindikasi
KATEGORI A
Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko
pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk
membahayakan janin. Contoh : Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc.

Kategori B
Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan
adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil
belum pernah dilakukan. Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride,
amoxicillin, ampicillin, azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine,
cefaclor, cefadroxil
Kategori C
Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi
terkontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak
dapat dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi
besarnya resiko yang mungkin timbul pada janin. Contoh : acetazolamide,
albendazole, albumin,
Kategori D
Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa
atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat
diberikan). Contoh: alprazolam, amikacin, amiodarone

Kategori X
terbukti mempunyai resiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang
menetap (irreversibel) pada janin jika diminum pada masa
kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi
mutlak selama kehamilan. Contoh: Isotretionin dan
Dietilstilbestrol.
Pengaruh obat pada janin

Pengaruh obat pada janin tergantung pada tingkat perkembangan janin, dosis dan kekuatan obat.

Obat mempengaruhi janin lewat beberapa cara: 


1) Langsung berkerja pada janin, menyebakan kerusakan, kelainan perkembangan
atau kematian.
2) Mempengaruhi fungsi plasenta, yaitu mengerutkan pembuluh darah sehingga
mengurangi suplai oksigen dan zat gizi ke janin.
3) Menyebabkan otot rahim berkontraksi sangat kuat, sehingga mengurangi aliran
darah ke janin, dan mencederainya.
TERATOGENIK
• Teratogen adalah senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan fetus.
• Efek dari teratogen pada janin yang berkembang meliputi malformasi
struktural, penurunan pertumbuhan dan kematian.
• Ada atau tidaknya pemejanan teratogen yang menghasilkan kerusakan
kelahiran biasanya tergantung dari banyak faktor, dengan faktor utama
adalah dosis atau tingkat pemejanan dan waktu pemejanan.
• Berdasarkan sifat teratogeniknya, obat dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar, yaitu: (1) obat dengan sifat teratogen yang pasti (known
teratogens), (2) obat dengan kecurigaan kuat bersifat teratogen (probable
teratogens), dan (3) obat yang diduga bersifat teratogen (possible
teratogens).
Known Teratogens
Probable
Teratogens
OBAT YANG DIDUGA BERSIFAT
TERATOGEN
BEBERAPA OBAT YANG DIGUNAKAN
PADA MASA KEHAMILAN
• Pereda nyeri dan demam: parasetamol. • Obat batuk: dektrometorphan (untuk
• Batuk pilek : obat batuk pilekdalam mengatasi batuk kering), untuk batuk
bentuk kombinasi sebaiknya dihindari. berdahak bisa menggunakan asetilsistein.
• Dekongestan : phenylephrine dan Hindari sediaan obat batuk yang
mengandung alkohol. Selain obat, bisa
pseudoe fedrin. sebaiknya disarankan
mengkonsumsi air lemon, maupun air
menggunakan dekongestan semprot madu.
(spray). • Alergi: Cetirizin
• Sembelit dan Diare: Bisa • Multivitamin
menggunakan obat laksatif atau • Antimual : vitamin B6
metilselulosa.
Sementara untuk diare, bisa
menggunakan obat loperamid.
PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL

2. Obat hanya diberikan


1. Sedapat mungkin jika jelas diperlukan
hindari pengguanaan obat dengan
terutama pada trimester mempertimbangkan
pertama pada kehamilan. manfaat dan resikonya

3. Hindari obat baru 4. Pilih obat dengan profil


karena datanya masih keamanannya yang sudah
terbatas diketahui
LANJUTAN…
5. Gunakan dengan dosis efektif
yang terendah , tetapi perlu juga
diingat bahwa perubahan fisiologis
ibu selama kehamilan akan 6. Gunakan obat dengan
mengubah farmakokinetika obat ,
sehingga paa beberapa obat mungkin durasi sesingkat mungkin
perlu peningkatan dosisi untuk
mempertahankan kadar terapeutiknya
.

8. Jika obat yang


7. Hindari obat yang digunakan diduga kuat
bersifat teratogen pada dapat menyebabkan
wanita usia produktif kecacatan , maka
lakukan USG
What Is
Lactasi ??
Laktasi mempunyai dua pengertian, pertama adalah
pembentukan air susu dan kedua adalah periode setelah kelahiran
dimana pada waktu itu air susu terbentuk (Depkes RI, 1997).
Laktasi berlangsung di bawah kontrol sejumlah sistem endokrin
terutama kelenjar pituitari, hormon prolaktin dan oksitosin. Hal
ini dipengaruhi oleh proses pengisapan bayi dan emosi ibu
(Bobak, 2000).
Prolaktin merangsang sel-sel epitel alveoli untuk membuat ASI
yang dikenal dengan refleks prolaktin, sedangkan oksitosin
menyebabkan kontraksi mioepitel yang melapisi alveoli sehingga
ASI bisa mengalir ke duktus, ini dikenal dengan refleks oksitosin
atau let down reflex.
EFEK OBAT PADA
 Alprazolam, LAKTASI
efek terhadap laktasi: meningkatkan kadar prolaktin
 Diphenhidramin, efek terhadap laktasi: dalam dosis relative tinggi yang diberikan
melalui suntikan dapat menurunkan kadar prolactin. Namun, pada ibu dengan laktasi
yang baik dan mapan mungkin tidak mempengaruhi kemampuan dalam produksi ASI
 Kodein , efek terhadap laktasi: meningkatkan kadar prolactin tetapi tidak berefek
terhadap kemampuan menyusui jika ibu sudah dapat menyusui dengan baik.
 Pseudoefedrin, efek terhadap laktasi: produksi ASI menurun setelah 24 jam pemberian
Pseudoefedrin 60 mg per oral.
 Metoclopramide, efek terhadap laktasi: meningkatkan kadar prolactin
 Esomeprazol, efek terhadap laktasi: meningkatkan kadar prolactin
 Cetirizine,efek terhadap laktasi: dalam dosis relative tinggi yang diberikan melalui
suntikan dapat menurunkan kadar prolactin. Namun, pada ibu dengan laktasi yang baik
dan mapan mungkin tidak mempengaruhi kemampuan dalam produksi ASI
Faktor yang mempengaruhi
paparan obat pada
neonatus: Kategori penggunaan obat bagi ibu
1. Ketidakmatangan
menyusui :
fisiologik neonatus 1) L1: Paling aman, contohnya parasetamol,
2. Adanya perubahan faktor ibuprofen, loratadin
farmakokinetika
2) L2: Aman, contohnya cetirizin, dimenhidrinat,
3. Adanya perubahan faktor
farmakodinamik yang guaiafenesin.
terkait usia 3) L3: Cukup aman,contohnya pseudoefedrin,
lorazepam, aspirin
4) L4: Kemungkinan berbahaya, contohnya
kloramfenikol, sibutramin
5) L5: Kontraindikasi, contohnya amiodaron
Klasifikasi keamanan obat pada laktasi
L1: Paling aman
Contohnya :

Paracetamol Ibuprofen

Loratadine
Klasifikasi keamanan obat pada laktasi
L2: aman

Contohnya :

Guaifenesin Dimenhidrinat

Cetirizine
Klasifikasi keamanan obat pada laktasi
L3: cukup aman
Contohnya :

Pseudoefedrin Lorazepam

Aspirin
Klasifikasi keamanan obat pada laktasi
L4: Kemungkinan
Contohnya : berbahaya

Kloramfenikol
Sibutramin
Klasifikasi keamanan obat pada laktasi
L5: Kontraindikasi
Contohnya :

Amiodaron Siklofosfamid
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERPINDAHAN OBAT MELALUI ASI
Kelarutan Lemak Pada umumnya kadar puncak obat di
ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah
ibu meminum obat. Hal ini mungkin
dapat membantu mempertimbangkan
Derajat Ionisasi untuk tidak memberikan ASI pada kadar
puncak. Bila ibu menyusui tetap harus
meminum obat yang potensial toksik
Ukuran Molekul terhadap bayinya maka untuk sementara
ASI tidak diberikan tetapi tetap harus di
pompa. ASI dapat diberikan kembali
Ikatan Protein setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari
obat dan ini dapat diperhitungkan
setelah 5 kali waktu paruh obat
EFEK OBAT TERHADAP NEONATUS
Neonatus merupakan sebutan kepada bayi baru lahir yang memiliki usia
dibawah 28 hari, atau empat minggu pertama setelah kelahiran. Selama 28 hari
pertama kehidupan tersebut bayi memiliki risiko kematian paling tinggi
dibandingkan kondisi umur lainnya. Neonatus yang memiliki risiko kematian tinggi
adalah bayi dengan kelahiran prematur, asfiksia, sepsis/ infeksi, hipoglikemia,
polisitemia akibat hipoksia intrauterin, dan hipotermia. Laporan WHO tahun 2006
memperkirakan bahwa lebih dari 7,5 juta kematian neonatal di dunia terjadi pada
empat minggu pertama kehidupan. Sekitar 98% kematian neonatal berasal dari
negara berkembang, dan kurang lebih 28% di negara miskin.
Pemberian obat kepada pasien neonatus dengan risiko kematian tinggi menjadi
salah satu faktor utama penunjang keselamatan pasien. Hal lain yang perlu menjadi
perhatian adalah interaksi yang ditimbulkan karena pemberian obat yang berbeda
dalam waktu yang bersamaan. Seperti pemberian antibiotik yang satu dengan
antibiotik yang lain pada waktu yang sama, atau interaksi yang timbul antara obat
dengan makanan
OBAT YANG DI ANJURKAN UNTUK TIDAK
DIBERIKAN KEPADA IBU YANG
MENYUSUI
Nama obat Alasan
Bromocriptine Menekan laktasi, dapat berbahaya bagi ibu
Cocaine Intoksikasi
Heroin Tremor, gelisah, muntah, kesulitan minum
Nicotine (merokok) Muntah, diare, gelisah, menekan produksi ASI
Amphetamine Gelisah, sukar tidur
Cyclophosphamide Neutropenia, menekan daya tahan
Cyclosporine Menekan daya tahan
Methotrexate Menekan daya tahan
Ergotamine Muntah, diare, kejang
Phenindione Meningkatkan masa protrombin
Phencyclidine Halusinasi
Lithium Kadar tinggi di dalam ASI
ZAT RADIOAKTIF YANG MEMERLUKAN
PENGHENTIAN PEMBERIAN ASI UNTUK
SEMENTARA
Waktu penghentian pemberian ASI yang
Nama zat
dianjurkan
Radioaktivitas masih terdapat di dalam ASI setelah 50
Cuprum
jam
Radioaktivitas masih terdapat di dalam ASI setelah 2
Gallium
minggu
Indium Pada 20 jam terdapat sangat sedikit di dalam ASI
Radioaktivitas masih terdapat di dalam ASI sampai 36
Iodine
jam
Radioaktivitasnya terdapat di dalam ASI selama 12
Iodine
hari

Iodine Radioaktivitasnya terdapat dalam ASI selama 14 hari


Nama Obat Alasan
Chlorpromazine Letargi dan rasa kantuk
Chloramphenicol Supresi sumsum tulang
In vitro adalah mutagen; bila ibu memerlukan hanya dosis tunggal,
Metronidazole
pemberian ASI dapat dilanjutkan setelah 24 jam
Salicylate Asidosis metabolik
Phenobarbital Sedasi, methemoglobinemia
Primidone Sedasi, masalah minum
Caffeine (bila berlebihan) Iritabel, sulit tidur
Pil kontrasepsi yang mengandung
Mengurangi jumlah ASI dan kandungan proteinnya
estrogen
Dexbrompheniramine maleate Banyak menangis, iritabel, kurang tidur
Indomethacin Kejang
Yodium Mengganggu keaktifan kelenjar tiroid
Povidon iodine Bau yodium pada kulit bayi
Nalidixic acid Hemolisis pada bayi dengan defisiensi enzim G-6-PD
Nitrofurantoin Hemolisis pada bayi dengan defisiensi enzim G-6-PD
Phenytoin Methemoglobinemia
Golongan Sulfa Adalah “bilirubin displacer”  Ikterus
Tolbutamide Ikterus
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN JIKA
IBU MENYUSUI AKAN MENGGUNAKAN
OBAT
 Selalu informasikan ke Dokter bahwa ibu sedang menyusui supaya dokter
meresepkan obat yang aman
 Berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dokter atau Apoteker mengenai
keamanan obat-obat yang akan digunakan
 Gunakan obat sesuai aturan pakai yang telah ditentukan dan jangan
menghentikan atau memperpanjang pengobatan tanpa berkonsultasi terlebih
dahulu dengan Dokter atau Apoteker
 Jika menggunakan obat selama menyusui, maka dianjurkan untuk selalu
memantau kondisi bayi. Waspadalah jika bayi menunjukan gejala-gejala yang
berbeda setelah mendapatkan ASI
 Jika obat diketahui memiliki efek samping berbahaya pada bayi, dianjurkan
untuk menghindari atau menghentikan sementara pemberian ASI sampai
pengobatan selesai.
Prinsip penggunaan obat pada laktasi
Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan memang
diperlukan, perbandingan manfaat/resiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya.
Obat yang diberi izin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak membahayakan.
Neonatus (khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko lebih besar terhadap
paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh fungsi ginjal dan hati yang belum
berkembang, sehingga berisiko terjadi penimbunan obat.
Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar obat
terkecil yang sampai pada bayi.
Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi.
Sebaikanya hindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data.
Peran apoteker
1. Memberikan informasi tentang obat, dan penyuluhan tentang
kesuburan dan perencanaan kehamilan.
2. Memberikan informasi manfaat pengobatan pada wanita hamil harus
lebih besar dari pada resiko jika tida diberikan pengobatan.
3. Memberikan informasi tentang pengobatan pada wanita hamil yang
menderita penyakit kronis sangat diperlukan.
4. Memberikan informasi mengenai bahya penggunaan beberapa obat
selama menyusui.

Metode penyuluhan dapat diberikan dengan penyuluhan langsung


(tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat (melalui RS
ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan menghindari
efek efek yang merusak janin ataupun bayi.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai