0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan8 halaman
Dokumen ini membahas kerukunan umat beragama di Indonesia dan upaya-upaya untuk mencapainya, termasuk melalui dialog antaragama. Kerukunan umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan, namun seringkali terganggu oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengetahuan dan saling pengertian antar umat beragama. Pada tahun 1971, Menteri Agama Mukti Ali mengusulkan dialog antar
Dokumen ini membahas kerukunan umat beragama di Indonesia dan upaya-upaya untuk mencapainya, termasuk melalui dialog antaragama. Kerukunan umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan, namun seringkali terganggu oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengetahuan dan saling pengertian antar umat beragama. Pada tahun 1971, Menteri Agama Mukti Ali mengusulkan dialog antar
Dokumen ini membahas kerukunan umat beragama di Indonesia dan upaya-upaya untuk mencapainya, termasuk melalui dialog antaragama. Kerukunan umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan, namun seringkali terganggu oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengetahuan dan saling pengertian antar umat beragama. Pada tahun 1971, Menteri Agama Mukti Ali mengusulkan dialog antar
“Kerukunan” adalah perihal hidup rukun, sepakat dan damai, berasal dari kata “rukun” yang artinya baik dan damai, tidak bertengkar, dsb. Kerukunan erat kaitannya dengan persatuan. Tanpa kerukunan persatuan tak akan terwujud. Kerukunan Intern Umat Beragama Kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan di Indonesia. Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya hubungan antar umat beragama. sebab musabab timbulnya keteganagn umat beragama 1. Sifat-sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah dan misi. 2. Kekurangan pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain. 3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain. 4. Kaburnya batas antar sikap memegang teguh keyakinan agama toleransi dalam kehidupan masyarakat. 5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran masing-masing pihak lain, baik antar umat beragama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah, 6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat. Untuk mengatasi hubungan yang tidak harmonis ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalahnya, maka Prof. Dr. HA. Mukti Ali, ketika itu menjabat sebagai menteri Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk melakukan dialog agama. Dialog agama diperlukan sebagai usaha untuk mempertemukan tokoh-tokoh agama dalam rangka pembinaan kerukunan umat beragama. Dialog agama pada hakikatnya adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan masalah kehidupan bangsa, baik material maupun spiritual. Oleh karena itu perlu dikembangkan prinsip “agree in disagrement” (setuju dalam perbedaan). Hal ini berarti setiap dialog agama harus berlapang dada dalam sikap dan perbuatan (Tarmizi Taher, 1997:5) Jadi, kerukunan umat beragama adalah terciptanya hubungan yang harmonis dan dinamis, rukun, dan damai di antara sesama umat beragama, yaitu hubungan yang harmonis antara sesama umat dalam satu agama, antara umat yang berbeda agama dan antara umat bergama dengan pemerintah.