Anda di halaman 1dari 11

HALAL BUSSINES

Fitria Andriani, S.H.,MH


SERTIFIKASI HALAL DALAM SYSTEM HUKUM NASIONAL

Maraknya produk yang beredar di indonesia yang di duga


mengandung lemak babi seperti Pada tahun 1988 dengan
adanya issue lemak babi pada banyak produk pangan.
Oleh Ketua MUI Kiai Haji Hasan Basri menggagas
berdirinya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika MUI (LPPOM MUI) pada tahun 1988 dengan
tujuan untuk memberikan pelayanan dan melindungi umat
Islam dari produk yang halal yang memenuhi kaidah
syariah sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat
Al-Maaidah ayat 88 yang memerintahkan bagi umat islam
“Makanlah makanan yang halal lagi baik”
DASAR HUKUM

UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dalam pasal 30, 34 dan 35.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
dalam pasal 3, ayat (2), pasal 10 dan 11.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
924/Menkes/SK/VIII/ 1996 Tentang Perubahan Atas keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 82/Menkes/SK/I/1996 Tentang Pencantuman Tulisan
“Halal” pada Label Makanan. Dalam pasal 8, 10, 11 dan 12
Keputusan Menag No 518 Tanggal 30 November 2001 tentang Pedoman dan
Tata cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan Keputusan Menag No
519 tanggal 30 November 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan
Pangan Halal.
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 8 huruf h
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dalam pasal 30, 34 dan 35.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan dalam pasal 3, ayat (2), pasal 10 dan 11.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
924/Menkes/SK/VIII/ 1996 Tentang Perubahan Atas keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 82/Menkes/SK/I/1996 Tentang Pencantuman
Tulisan “Halal” pada Label Makanan. Dalam pasal 8, 10, 11 dan 12
Keputusan Menag No 518 Tanggal 30 November 2001 tentang Pedoman
dan Tata cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan Keputusan
Menag No 519 tanggal 30 November 2001 tentang Lembaga Pelaksana
Pemeriksaan Pangan Halal.
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 8
huruf h
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
Sertifikasi Halal Dalam UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal

Pasal 1 ketentuan umum


Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk
yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis
yang dikeluarkan oleh MUI.
Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah
kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang
dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal
sesuai dengan syariat Islam
ASAS DAN TUJUAN
Penyelenggaraan JPH berasaskan:
a. pelindungan; b. keadilan; c. kepastian hukum; d. akuntabilitas
dan transparansi; e. efektivitas dan efisiensi; dan f. profesionalitas.
Penyelenggaraan JPH bertujuan:
a. memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan
kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam
mengonsumsi dan menggunakan Produk
b. meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk
memproduksi dan menjual Produk Halal. Produk yang masuk,
beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib
bersertifikat halal.
PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL
Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
JPH.
Penyelenggaraan JPH dilaksanakan oleh Menteri dalam hal
ini kementerian Agama.
Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH dibentuk BPJPH
yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah.
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi
BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL

Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang:


a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
f. melakukan akreditasi terhadap LPH;
g. melakukan registrasi Auditor Halal;
h. melakukan pengawasan terhadap JPH;
i. melakukan pembinaan Auditor Halal; dan
j. melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang
penyelenggaraan JPH.
BAHAN DAN PROSES PRODUK HALAL

Bahan sebagaimana dimaksud berasal dari:


a. hewan;
b. tumbuhan;
c. mikroba; atau
d. bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses
rekayasa genetik.
Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan meliputi:
e. bangkai;
f. darah;
g. babi; dan/atau
h. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.
TATA CARA MEMPEROLEH SERTIFIKAT HALAL

Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.
Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen:
BPJPH menetapkan LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk.
Penetapan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
dokumen permohonan dinyatakan lengkap.
LPH menyerahkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk kepada BPJPH.
BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk kepada MUI
untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk.
Penetapan kehalalan Produk dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal.
Dalam hal Sidang Fatwa Halal menetapkan halal pada Produk yang dimohonkan Pelaku Usaha,
BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal. Dalam hal Sidang Fatwa Halal menyatakan Produk tidak
halal, BPJPH mengembalikan permohonan Sertifikat Halal kepada Pelaku Usaha disertai
dengan alasan.
Sertifikat Halal diterbitkan oleh BPJPH paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
keputusan kehalalan Produk diterima dari MUI
THANK YOU 

SELAMAT BERPUASA DAN BELAJAR


DENGAN SUNGGUH SUNGGUH

Anda mungkin juga menyukai