Anda di halaman 1dari 95

ZOONOSIS

Dr. Dwiana Pertiwi Trisnowati, M.Sc.,SpPD


Zoonosis

enyakit dan infeksi yang secara alamiah ditularkan di


antara hewan vertebrata dan manusia

iseases and infections which are naturally transmitted


between vertebrate animals and man. --- WHO, 1959
Penggolongan Zoonosis

1. Tipe siklus hidup agen penyakit


2. Reservoir utama atau arah penularan
3. Tipe agen penyebab
4. Asal hewan penyebarnya
Tipe Siklus Hidup Agen Penyakit

rthozoonosis

iklozoonosis

etazoonosis

aprozoonosis
Orthozoonosis (Zoonosis langsung/Direct
zoonoses)

siklus hidup agen penyakit hanya membutuhkan hospes


satus pesies vertebrata saja dan agen penyebab penyakit
hanya sedikit/tidak mengalami perubahan selama
penularan

Contoh penyakit: rabies, bruselosis, trikinosis,


leptospirosis
Siklozoonosis

siklus hidup agen penyakit memerlukan lebih dari satu


spesies vertebrata, tetapi tidak melibatkan invertebrata
dalam siklus hidupnya.

Contoh penyakit: taeniasis, hidatidosis, ekinokokosis


Metazoonosis

Siklus hidup agen penyakit memerlukan vertebrata dan


invertebrata

Contoh penyakit: tripanosomiasis, skistosomiasis, infeksi


oleh arbovirus, arthropod borne-virus
Saprozoonosis

siklus hidup agen penyakit membutuhkan hospes


vertebrata dan reservoir nonhewan

Contoh penyakit: infeksi oleh larva migran,


histoplasmosis, sebagian besar mikosis
Reservoir Utama atau Arah Penularan

Dapat berupa satwa piara atau satwa domestik, dan satwa liar
Terdiri atas:

- Anthropozoonosis
- Amphixenosis
- Zooanthroponosis
Anthropozoonosis

yaitu apabila penyakit dapat secara bebas berkembang di alam


di antara satwa liar maupun satwa domestik.
Arah penularan dari hewan vertebrata ke vertebrata lainnya
atau ke manusia. Manusia hanya kadang-kadang terinfeksi dan
merupakan titik akhir dari infeksi (dead end atau cul de sac)

Contoh penyakit: rabies, leptospirosis, tularemia, hidatidosis


Amphixenosis
• manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang
cocok untuk agen penyebab penyakit.
• Infeksi tetap dapat berjalan secara bebas walaupun tidak ada
keterlibatan kelompok lain (manusia atau hewan).
• Menurut arah penularan merupakan zoonosis yang ditularkan
oleh manusia ke hewan vertebrata atau sebaliknya

Contoh penyakit: stafilokokosis, streptokokosis


Zooanthroponosis

• bila penyakit berlangsung secara bebas pada manusia


• merupakan penyakit manusia yang hanya kadang-kadang saja
menyerang hewan sebagai cul de sac
• arah penularan dari manusia ke hewan vertebrata dan
manusia lainnya

Contoh penyakit: tuberkulosis tipe humanus, amebiasis, difteri


Agen Penyebab Penyakit

Zoonosis bakterial
Zoonosis viral
Zoonosis mikotik
Zoonosis parasitik
Asal Hewan Penularnya

• Zoonosis berasal satwa liar (wild animal zoonoses)


• Zoonosis berasal dari hewan yang tinggal di sekitar
kita (Domiciled animal zoonoses)
• Zoonosis berasal dari hewan piara (Domesticated
animal zoonoses)
9 Binatang Penular Penyakit

onyet

era atau Monyet bisa membawa virus Herpes B yang dapat ditularkan
melalui air liur dan berpotensi mematikan. Dapat menyebabkan
Ensefalitis, pembengkakan otak.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

elelawar

embawa virus rabies pada manusia


9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

elinci liar

apat menularkan tularemia yang menyebabkan masalah pernapasan


serius, yang menimbulkan resiko lain seperti terkena pneumonia.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

urung

apat menularkan sejumlah penyakit, diantaranya flu burung yang


sangat mematikan pada manusia.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

ikus

enularkan penyakit Hantavirus melalui tinja, air liur dan air kencing
tikus. Penyakit lain yang ditularkan adalah Leptospirosis yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan meningitis.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

eptil

eptil adalah hewan yang secara alami membawa bakteri Salmonella


pada kulit mereka, yang sangat rentan terhadap anak-anak.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

api

api mempunyai keterkaitan dengan penyebaran tiga penyakit utama


seperti infeksi salmonella, infeksi E.coli dan Ensefalitis.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

njing

elain menyebabkan Rabies, anjing juga menularkan parasit seperti


cacing tambang dan cacing gelang. Kutu pada anjing juga membawa
bakteri Rocky Mountain Spotted Fever.
9 Binatang Penular Penyakit (cont’)

ucing

ucing membawa Rabies, Tularemia dan Taksoplasmosis. Penularan


bisa melalui kotoran kucing yang terkontaminasi.
RABIES
abies merupakan penyakit zoonosis virus yang fatal

abies merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat akut pada


manusia dan hewan mamalia berdarah panas yang disebabkan oleh
virus rabies

enyakit ini di indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila


Etiologi
irus rabies merupakan kelompok virus RNA
negative-stranded, ordo : mononegalovirales,
family: rhabdoviridae

entuknya seperti peluru berkapsul,berukuran


panjang 180 nm dan lebar 75 nm, yang
tersusun dari lima jenis protein yaitu:

ukleoprotein (N)

fosfoprotein (P)

matriks protein (M)

glikoprotein (G)

olimerase (P)
eplikasi virus pada sel penjamu dapat dibedakan menjadi 3 fase

ase pertama, diawali fusi envelope virus dengan membran sel,


kemudian terjadi interaksi glikoprotein virus dengan reseptor
permukaan spesifik pada sel penjamu selanjutnya melalui
mekanisme endositosis, virus berpenetrasi kedalam sitoplasma

ase kedua, terjadi transkripsi dan replikasi genome virus dan


sintesis protein virus

ase ketiga terjadi pembentukan dan pelepasan virus dari sel yang
terinfeksi
Epidemiologi
abies tersebar di seluruh benua, kecuali antartika

i Asia tenggara yang dinyatakan bebas rabies adalah Maldives dan


Timor Leste

njing adalah reservoir rabies yang paling penting

asus pada manusia juga dilaporkan karena gigitan kucing dan hewan
liar, luwak, rubah, srigala

igitan anjing merupakan sumber utama infeksi pada manusia


diseluruh negaraendemis rabies dan 96% terjadi di Asia Tenggara m
ara penularan virus rabies ke manusia dibedakan menjadi 2 yaitu :

on iatrogenik (secara alamiah)

melalui 2 cara :

- inokulasi virus oleh gigitan hewan

- melalui kontak selaput mukosa

atrogenik

pernah dilaporkan dari manusia ke manusia (resipien yang mendapat jaringan


transplantasi yang terkontaminasi) dan melalui udara (droplet atau aerosol) pada
petugas laboratorium
isiko tertular rabies tergantung pada lokasi gigitan dan keparahan
gigitan

igitan multipel, berat, di daerah kepala  50 – 80 %

igitan multipel, berat, pada jari tangan, tangan atau lengan  15 – 40


%

igitan multipel, berat di tungkai bawah  3 – 10 %


Patogenesis
elewati 4 tahap proses :

eplikasi virus pada lokasi paparan

enyebaran ke susunan syaraf pusat

enyebaran di dalam susunan syaraf pusat

enyebaran dari susunan syaraf pusat


Manifestasi klinis
entuk klasik, terdiri dari 5 fase:

asa inkubasi  2 minggu – 6 tahun (rata-rata 2 – 3 bulan)


sangat
tergantung pada jumlah virus dan lokasi gigitan. Semakin dekat jarak antara lokasi gigitan
dan SSP maka semakin pendek masa inkubasi

ase prodromal  2 – 10 hari


diawali
gejala rasa baal, nyeri, gatal pada lokasi bekas luka gigitan
gejala
lainnya: lemas, cepat lelah, mual,muntah, nyeri kepala, nafsu makan menurun dan demam

ase neurologis akut  2 – 7 hari


di
bedakan menjadi : - bentuk galak / furious (80%)

- bentuk paralitik / dumb (20%)


entuk galak menunjukkan episode hipereksitabilitas yang terjadi secara spontan
atau di picu oleh rangsangan sensorik  episode ini berlangsung dalam beberapa
menit ditandai dengan kebingungan, hiperestesia, halusinasi, agitasi dan tingkah
laku agresif yang kemudian diikuti oleh fase tenang

50-80% pasien menunjukkan tanda-tanda hidrofobia (manifestasi klinis khas rabies)


diawali nyeri tenggorokan dan kesulitan menelan

idrofobia dapat dirangsang dengan memberi minum air, melihat air atau
mendengarkan kata-kata air

embusan udara pada kulit juga menimbulkan efek yang sama (aerofobia)

anda klinis lain: disfungsi otonomik hipersalivasi, hiperlakrimasi,


berkeringat,piloereksi dan priapismus pada laki-laki
abies paralitik  kelumpuhan berupa paresis pada keempat
extremitas serta gangguan sfingter ani

. Fase koma  dengan paralisis flaksid generalisasi dan respirasi serta


kegagalan vaskuler  terjadi setelah sendrom neurologis akut

. Fase kematian  sebagian besar pasien meninggal setelah 2 minggu


koma
Diagnosis
D
iagnosis klinis mudah ditegakkan bila sudah ada tanda-tanda hidrofobia atau
aerofobia dan terdapat riwayat gigitan

W
HO mengklasifikasikan menjadi :

uspect : sesuai dengan definisi klinis kasus yaitu dijumpai sindrom neurologis
akut (ensefalitis)

robable : kasus suspek dengan riwayat kontak dengan hewan terinfeksi rabies

onfirmed : kasus suspek yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan


laboratorium
Diagnosis banding
abies galak  delirium tremens

batulism

difteri

keracunan obat

tetanus

abies paralitik  sindrom Guillan barre

polio

ensefalitis
Pemeriksaan laboratorium
pesimen saliva, serum, cairan serebrospinal, urine, biopsi kulit leher,
epitel kornea, biopsi otak

eteksi antibodi virus, deteksi antigen melalui direct fluorescent


antibody test (FAT) atau ELISA, deteksi RNA virus dengan PCR, isolasi
virus dan pemeriksaan histopatologis untuk melihat negri bodies

iagnosa pasti tegak bila hasil rabies positif dengan salah satu atau
lebih pemeriksaan lab tersebut
Tatalaksana
uang perawatan isolasi, gunakan APD bila melakukan tindakan

elum ada terapi spesifik untuk rabies  bersifat suportif

aksin rabies dibeberapa tempat secara intradermal

mmunoglobulin rabies  untuk menetralkan virus

ntibodi monoclonal

ibavirin dan amantadine


ribavirin  menghambat sintesis RNA
amantadine  antagonis
nonkompetitif reseptor N-Methyl-D-Aspartate

nterferon  IFN α menghambat replikasi virus

etamine
- melalui interaksi antagonis non
kompetitif pada reseptor NMDA dan juga efek anestesi disosiatif
- dosis tinggi menghambat
transkripsi genome virus rabies
Terapi agresif tersebut
dianjurkan pada pasien:

ernah mendapat vaksin rabies sebelum awitan gejala sakit

sia muda

munokompeten dan sehat sebelumnya

abies yang disebabkan oleh gigitan kelelawar

egera terbentuk antibodi penetral virus rabies pada serum dan cairan serebrospinal

angguan neurologis ringan pada saat terapi di mulai

Hindari kortikosteroid, karena :

emperpendek masa inkubasi dan meningkatkan mortalitas

enurunkan distribusi obat-obat melewati sawar darah otak

anya diberikan bila terjadi insufisiensi adrenal


Komplikasi
antung  infeksi pada sistem syaraf otonom atau miokardium, sinus takikardi, gagal jantung,
hipotensi, henti jantung

ernafasan  hiperventilasi, hipoksemia, gagal nafas, atelektasis, pneumothorax, pneumonia


aspirasi

aluran cerna  perdarahan saluran cerna

ndokrin  sindrom inappropriate secretion of antidiuretic hormone, diabetes insipidus

ipotalamus  hipertermi atau hipotermi

Prognosis
Angka
kematian hampir 100% bila telah timbul manifestasi klinis.
Penyebab
kematian  gagal nafas
Pencegahan
rofilaksis pra paparan
Kategori risiko Sifat risiko populasi Regimen pra paparan

Kontinyu •Terdapat virus dalam konsentrasi •Petugas laboratorium peneliti rabies •Vaksinasi dasar (3 dosis)
tinggi,terus menerus •Pekerja vaksin rabies •Tes serologis setiap 6
•Sumber paparan spesifik yang tidak bulan
diketahui •Vaksinasi ulangan bila
•Gigitan, bukan gigitan atau aerosol titer antibodi di bawah 0,5
UI/ml
Sering •Paparan biasanya episodik •Petugas laboratorium diagnostik •Vaksinasi dasar (3 dosis)
•Sumber paparan diketahui tetapi mungkin rabies •Tes serologis setiap 6
juga tidak •Dokter hewan tahun
•Mungkin gigitan, bukan gigitan atau •Petugas pengendali binatang dan •Vaksinasi ulangan bila
aerosol margasatwa pada area episodic rabies titer antibodi di bawah 0,5
UI/ml

Jarang (lebih •Paparan hampir selalu episodik •Dokter hewan •Vaksinasi dasar (3 dosis)
sering dari •Sumber paparan diketahui •Petugas pengendali binatang dan •Tes serologis setiap 6
populasi umum •Giditan atau bukan gigitan margasatwa pada daerah insiden tahun
rabies yang rendah •Vaksinasi ulangan bila
•Mahasiswa kedokteran hewan titer antibodi di bawah 0,5
•Wisatawan yang berkunjung ke UI/ml
daerah enzootik rabies dimana •Tidak dianjurkan tes
fasilitas perawatan medis dan vaksin serologis dan booster
terbatas

Sangat jarang •Paparan bersifat episodik •Populasi pada umumnya termasuk •Tidak perlu imunisasi pra
•Sumber paparan diketahui yang tinggal di area epizootik rabies paparan
•Gigitan atau bukan
Profilaksis pasca paparan
anpa menunggu hasil lab

erikan profilaksis pasca paparan


dihentikan bila HPR masih hidup
setelah 10-14 hari masa observasi
atau hasil lab HPR negatif
Langkah-langkah tatalaksana setelah paparan
erawatan luka

embersihan luka  untuk mengeliminasi dan menginaktifkan virus rabies yang


diinokulasi pada luka jaringan

isinfeksi luka

erawatan non spesifik  tunda penjahitan luka,jika luka memang harus dijahit maka
harus dipastikan sebelumnya sudah diberikan imunoglobulin secara lokal bila ada
indikasi

ntibiotik dan TT jika ada indikasi

emberian SAR dan VAR


Profilaksis pasca paparan pada kondisi khusus
idak dianjurkan SAR karena sudah terbentuk sistem kekebalan

AR diberikan hari ke 0 dan 3 secara i.m

AR dosis dan jadwal lengkap bila belum pernah mendapat profilaksis pra paparan

ehamilan  profilaksi pasca paparan bukan merupak kontra indikasi

munokompromais 
- tidak
memberikan respon yang baik terhadap VAR  sehingga harus mendapatkan perawatan
luka yang cepat dan adekuat
- SAR
diberikan pada paparan kategori II dan III
-
dianjurkan melakukan pemantauan respon antibodi setelah vaksinasi
Efek samping vaksin
eaksi lokal 35 – 45 %  gatal –gatal, kemerahan, bengkak pada lokasi
suntik

eaksi sistemik 10 - 15 %  mialgia, demam,malaise, nyeri kepala,


pusing, gatal-gatal, bercak-bercak kemerahan dikulit

imfadenopati terlokalisir 10 -15 % pada pasien yang mendapatkan


vaksin secara ID
LEPTOSPIROSIS
Definisi
eptospirosis adalah penyakit infeksi
akut pada manusia dan hewan
(zoonosis) yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira spp yang
terdiri dari lebih 300 serovar.

itemukan tahun 1886 oleh Weil

eptospirosis berat disebut juga


dengan Weil’s Disease

ama lain leptospirosis adalah : mud


fever, slime fever, swamp fever,
autumnal fever, infectious jaundice,
field fever, canicola fever dll
LEPTOSPIRA
ikus adalah resevoir utama dari
leptospira patogen, menyebarkan
mikroorganisme ini ke lingkungan
sehingga manusia dan hewan
berisiko tertular leptospirosis
Epidemiologi
HO  kasus leptospirosis berat lebih dari 500.000 pertahun di seluruh dunia atau
berkisar 10 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun di regio tropikal dan 0,1 – 1,0 per
100.000 penduduk di temperate area

i Indonesia leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah


rawan banjir

aat musim banjir ada 3 hal yang harus diperhatikan:

enangan air dapat menimbulkan risiko munculnya penyakit leptospirosis juga demam
berdarah

ygiena sanitasi terutama keterbatasan air berpotensi menyebabkan penyakit infeksi


termasuk leptospirosis

elembaban udara yang tinggi


Patogenesis
etelah kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi leptospira patogen  masuk ke
aliran darah melalui lesi kulit atau secara aktif menembus mukosa dan menuju organ-organ
seperti ginjal dan hati

istem kekebalan tubuh menyebabkan lisis bakteri dan melepaskan banyak antigen seperti
glikoprotein, lipopolisakarida serta endotoksin

likoprotein yang dirilis bakteri mengaktifkan sel-sel inflamasi seperti peripheral mononuclear
cell yang memproduksi TNFα, IL-6, CD69, prostaglandin E2, Leukotrien B4, dan NO

cute lung injury (ALI)/ acute respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan
pelepasan sitokin dan hilangnya integritas epitel/endothelium. Peningkatan
permeabilitas menyebabkan ekstravasasi protein dan edema yang merupakan tanda
ALI/ARDS

ada kasus yang fatal bisa menyebabkan perdarahan paru  penyebab utama kematian
ada ginjal penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya
kalium dan hipokalemi merupakn tanda gagal ginjal akut

i Hati inhibisi Na/K-ATPase di hati menimbulkan gangguan


fungsional hati, penurunan albumin, peningkatan asam
lemaknonesterified (NEFA) dan bilirubin dalam plasma.

adar NEFA yang tinggi khas pada leptospirosis berat dan kondisi
inflamasi lainnya.
Gejala dan tanda
ejala muncul 2-25 hari (masa inkubasi umumnya 5-14 hari) setelah ekspos dengan bhan
yang terkontaminasi dengan urin atau jaringan hewan yang terinfeksius

erjalanan penyakit ditandai dalam 2 fase:

ejala non spesifik berupa flu like symptoms seperti sakit kepala, nyeri otot, nyeri pada
bola mata bila terkena cahaya, demam dan menggigil, kadang mual dan muntah, mata
berair dan merah dapat terjadi. Pada kasus yang ringan bisa tanpa gejal klinis dan
gejala-gejala ini dapat membaik dalam waktu 4-5 hari atau masuk pada fase berikut

uncul setelah beberapa hari pada fase 1. bisa setelah pasien merasa ada perbaikan
klinis dengan timbulnya kembali demam, nyeri dan kaku pada leher. Beberapa pasien
bisa berkembang menjadi kondisi yang serius karena terjadinya inflamasi pada saraf
mata, otak spinal atau saraf lainnya. Nyeri perut bagian atas bisa terjadi, pada sebagian
kecil kasus dapat terjadi komplikasi pada paru, ginjal dan jantung
Diagnosis
ertumbuhan leptospira lambat di media kultur leptospira butuh
beberapa minggu

emeriksaan mikroskop gelap (dark-ground microscope)


menunjukkan adanya organisme leptospira pada media biakan

icroscopic Agglutination tes (MAT) menggunakan panel antigen


leptospira hidup  standar diagnosis serologis leptospira

iga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisi kasus leptospirosis,


yaitu:
1. Kasus suspect
demam akut dengan atau tanpa sakit kepala disertai nyeri otot, lemas (malaise),
conjunctival hiperemis, ciliary suffusion dan ada riwayat terpapar dengan
lingkungan yang terkontaminasi atau aktivitas yang merupakan faktor risiko
leptospirosis dalam kurun waktu 2 minggu. Faktor risiko tersebut antara lain :
a. Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urin tikus saat
terjadi banjir
b. Kontak dengan sungai atau danau dalam aktivitas mandi, mencuci atau
bekerja ditempat tersebut
c. Kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan
pekerjaan yang tidak menggunakan alas kaki
d. Kontak erat dengan binatang - babi,sapi,kambing, anjing yang dinyatakan
terinfeksi leptospira
e. Terpapar atau bersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius hewan
seperti cairan kemih, plasenta, cairan amnion dll
f. Memegang atau menangani spesimen hewan/manusia yang diduga terinfeksi
leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya
g. Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontak dengan sumber
infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat atau SAR,
tentara, pemburu dan para pekerja dirumah potong hewan, toko hewan
peliharaan, perkebunan, pertanian, tambang serta pendaki gunung dll
2. Kasus probable
Dinyatakan probable bila pada kasus
suspect ditemukan dua dari gejala elain itu memeliki gambaran
dan tanda klinis berikut
laboratorium:
a. Nyeri betis
b. Ikterus atau jaundice merupakan
kondisi medis yang ditandai dengan rombositopenia < 100.000 sel/mm
menguningnya kulit dan sklera
(bagian putih pada bola mata) euokositosis dengan netrofilia > 80%
c. Manifestasi perdarahan
d. Sesak napas enaikan kadar bilirubin total > 2 gr%
e. Oliguria atau anuria atau peningkatan SGPT, amilase,
f. Aritmia jantung lipase dan kreatin fosfokinase (CPK)
g. Batuk engan atau tanpa hemoptisis
h. Ruam kulit enggunaan rapid diagnostic test (RDT)
untuk mendeteksi IgM anti leptospira
. Kasus conform

inyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertai


salah satu dari hasil berikut:

solasi bakteri leptospira dari spesimen klinik

asil polymerase chain reaction (PCR) positif

ero konversi Microscopic Agglutination Test (MAT) dari negatif


menjadi positif
Pengobatan
A
ntibiotika

ntibiotika yang masih sensitif :doxycycline, tetracycline,penicillin dan erythromycin atau


azithromycin. Cephalosphorin genaerasi ketiga dan quinolone juga efektif

emberian antibiotika intravena dibutuhkan pada kasus berat

emberian antibiotika memberikan respon yang baik bila diberikan pada fase awal
penyakit yaitu sebelum hari ke 4.

ama pemberian 7-10 hari

L
eptospirosis berat disebut weil’s diseases dengan gejala demam, nyeri otot dan diikuti
dengan gangguan fungsi ginjal sampai kegagalan ginjal, timbul ikterus dengan ciliary
suffusion, serta gangguan hemostasis dengan perdarahan pada kulit dan selaput lendir
U
mumnya leptospirosis memerlukan rawat inap bahkan perlu perawatan diruang ICU.
Bisa terjadi sepsis dan kegagalan organ multiple diikuti dengan kematian
Diagnosis banding
emam berdarah dengue

alaria

emam tifoid

epsis oleh karena infeksi lainnya


ANTRAKS
Definisi
enyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman bacillus anthacis
basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke manusia
melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari
binatang yang terkontaminasi

ama antraks berasal dari kata yunani artinya batu bara oleh karena
lesi nekrotik berwarna hitam seperti batu bara
Epidemiologi
.anthracis adalah oranisme tanah yang tersebar diseluruh dunia

asus pada manusia dibagi secara umum menjadi kasus industri dan agrikultur

asus agrikultur transmisi

erjadi langsung dengan kontak dengan kotoran/sekret binatang yang terinfeksi seperti tinja

idak langsung melalui gigitan lalat yang telah makan bangkai binatang tersebut

isa pula disebabkan makan daging mentah atau kurang dimasak dari binatang terinfeksi

asus industri disebabkan:

ontak dengan spora yang terdapat pada bahan dari binatang yang terinfeksi seperti rambut,
wol, kulit,tulang pada saat proses industri

erjadi di laboratorium yang menggunakan binatang


enyakit ini endemik di negara berkembang dengan kontrol
peternakan belum baik dan kondisi lingkungan yang menunjang
terjadinya siklus binatang-tanah-binatang

ntraks terjadi primer pada herbivora terutama sapi,kambing, domba,


dan juga binatang lainnya seperti babi,kerbau dan juga gajah
Etiologi
. anthracis adalah basil gram positif, non motil dan bisa membentuk
spora. Spora ini tidak terbentuk dijaringan hidup, tetapi dilingkungan
yang aerobik dan bertahan bertahun-tahun di tanah yang tahan
temperatur tinggi, kekeringan dan juga tahan pada bahan dari
binatang atau pada industri bahan dari binatang
Patogenesis
pora masuk melalui kulit, saluran nafas atau saluran cerna, didalam
makrofag akan bertahan hidup

ang menentukan virulensi b.anthracis adalah 3 eksotoksin (plasmid


pX01) yaitu: Protective antigen (PA), Edema factor (EF), Lethal factor
(LF) ; dan yang disebut antiphagocytic polydiglutamic acid capsule
(plasmid pX02)

ombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal dan


menghambat fungsi PMN, sedangkan kombinasi PA dan LF akan
menyebabkan syok dan kematian cepat bisa dalam waktu 60 menit
ada cutaneus anthrax, spora kuman akan masuk melalui kulit yang
luka atau melalui luka yang disebabkan serat dari binatang terinfeksi
 kuman difagosit oleh makrofag dan menyebar ke KGB setempat 
toksin menyebabkan perdarahan,edema dan nekrosis (limfadenitis)
masuk peredaran darah pneumonia, meningitis dan sepsis

ada inhalation anthrax spora sampai ke alveoli, difagosit oleh


makrofag selanjutnya dibawa ke KGB mediastinumlimfadenitis dan
mediatinitis yang hemoragistrombosis dan gagal nafas

ntestinal anthrax atau oropharyngeal terjadi pembengkakan farynx


dan bisa juga menyebabkan obstruksi trakea atau limfadenopati
servikal dengan edema, nekrosis dan perdarahan mukosa usus besar
dan kecil, limfadenopati mesenterika, asites hemorhagis dan sepsis
Manifestasi klinis
C
utaneus anthrax

0% kasus anthrax pada manusia

etelah masa inkubasi 1-7 hari akab timbul lesi berbentuk papul kecil sedikit gatal
pada tempat spora masuk (biasanya lengan, tangan leher dan muka)  dalam
beberapa hari berubah jadi vesikel yang tidak sakit berisis cairan
serosanguineus,tidak purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik yang dikelilingi
vesikel-vesikel kecil

kuran lesi sekitar 1-3 cm, khas dalam 2-6 hari akan timbul eschar berwarna hitam
seperti batubara

ambaran siatemik berupa demam, mialgia, sakit kepal lemah badan dan
limfadenopati lokal
nhalation anthrax

nkubasi 1-5 hari teatapi dapat sampai 60 hari tergantung jumlah spora
yang masuk

5% kasus

etelah inkubasi 10 hari timbul gambaran klinis akut yang terdiri dari 2
fase (bifasik), yaitu fase initial yang ringan sindrom like flu, pada
pemerisaan fisik mungkin ditemukan ronkhi, fase kedua yang berat
sering fatal panas tinggi, sesak napas, hipopada foto thorax selain
infiltrat didapatkan gambaran efusi pleuraksia, dan pelebaran
mediastinalsianosis, stridor, syok dan kematian dalam beberapa hari
astrointestinal anthrax

etlah 2-5 hari makan daging yang mengandung spora maka timbul
demam, nyeri perut difus, muntah,diare, bisa timbul muntah darah
dan berak darah

elain itu juga ada bentuk orofaringeal anthrax yang berupa


limfadenopati lokal dan edema pada leher, susah menelan dan
obstruksi saluran nafas atas, terdapat juga lesi pada mukosa mulut

ngka kematian 25-60%


Diagnosis
namnesa  riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang terinfeksi

ambaran klinis dari tipe anthrax yang khas berguna untuk penegakan diagnosis

adiologi paru

aboratorium  lekosit normal atau sedikit meningkat dengan PMN yang dominan, cairan
pleura atau likour serebrospinal hemoragis

emeriksaan gram dan kultur dari lesi kulit,apus tenggorok, cairan pleura,asites, likour
serebrospinal dan darah akan memperlihatkan kuman gram positif dengan gambaran khas
anthrax

erologis indirect hemagglutin, ELISA,FA kenaikan titer 4x akan lebih bernilai

CR

iopsi jaringan
terapi
Antibiot
ika

cutaneous anthrax penisilin G (4x4juta unit),atau tetrasiklin, klorampenikol dan


eritromisin bisa dipakai

ntuk strain yang resisten obat tersebut dilakukan tes sensitivitas, dapat diberikan
alternatif kombinasi yaitu:

siprofloksasin (2x500mg) doksisiklin (2x100mg) ditambahkan dengan klindamisin (3x


900mg) dan / atau rifampisin (2x300mg)

ntibiotika diberi IV kemudian peroral bila stabil, antibiotika diberikan 7-10 hari untuk
cuntaneus anthrax dan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk anthrax tipe lainnya
Eksisi
dari lesi kulit adalah kontraindikasi tidak ada pus dan dikhawatirkan terjadi
penyebaran. Terapi topikal tidak bermanfaat
Prognosis
ngka kematian inhalation anthrax  80% bila tidak segera diberi
antibiotika  jangka waktu kematian rata-rata 3 hari

ada cutaneus anthrax anka kematian 20%

astrointestinal anthrax atau meningitis  mortalitas tinggi


Pencegahan
encegah kontak denga binatang atau bahan dari binatang yang
terinfeksi

aksinasi AVA (anthrax vaccine adsorbed), vaksin diberikan ulang


minggu ke 2,4 dan kemudian bulan ke 6,12 dan 18

aksin diberikan pada pekerja industri atau peternakan atau siapapun


yang punya kontak dengan spora

aksin AVA tidak bisa dipakai untuk profilaksis posteksposure 


antibiotika 60 hari atau kombinasi dengan vaksin  dianjurkan
pemakaian empirik salah satu dari siprofloksasin 2x500mg,
levofloksasin 1x500mg atau doksisiklin 2x100mg.
TOXOPLASMOSIS
Epidemiologi
oxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parfasit
toxoplasma gondii

i Indonesia prevalensi anti T. gondii yang positif pada manusia


berkisar antara 2% - 63%

revalensi anti T. gondii pada binatang di Indonesia adalah : kucing 25-


73%, babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing 75% dan ternak lain kurang 10
Etiologi
oxoplasma gondii adalah parasit intraselular yang menginfeksi burung
dan mamalia

ahap utama daur hidup parasit adalah kucing (penjamu definitif). Dalam
sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni ) dan
daur seksual (gametogoni,sporogoni) menghasilkan ookista yang
dikeluarkan bersama tinja

ila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung  dibentuk kelompok-
kelompok trofozoit yang membelah secara aktif disebut takizoit dapat
menginfeksi dan bereplikasi seluruh sel pada mamalia kecuali sel darah
merah  kecepatan membelah berkurang  terbentuklah kista yang
mengandung bradizoit  masa infeksi klinis menahun
Patogenesis
okista yang mengandung sporozoitntertela oleh penjamu parasit terlebas dari
kista oleh proses pencernaan

idalam eritrosit parasit mengalami transformasi morfologi jumlah takizoit invasif


meningkat, takizoitmencetuskan respon IgA sekretorik spesifik parasit

ari GI tract parasit menyebar ke berbagai organ terutama jaringan limfatik,otot


lurik. Miokardium. retina, plasenta dan SSP

arasit menginfeksi sel penjamu, bereplikasi dan menginvasi sel yang berdekatan
terjadi proses yang khas yakni kematian sel dan nekrosis fokal yang dikelilingi
respon inflamasi akut

ada penjamu imunokompeten baik imunitas humoral maupun selular mengontrol


infeksi dengan respon imun yang bermacam-macam  selagi takizoit dibersihkan,
kista jaringan yang mengandung bradizoit mulai muncul biasanya dialam SSP dan
retina
ada penjamu imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun yang dibutuhkan untuk
mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah  takizoit menetap dan penghancuran
progresif berlangsung menyebabkan kegagalan organ (necrotizing encephalitis, pneumonia dan
miokarditis)

oxoplasma gondii dapat menular kepada manusian melalui:

oxoplasmosis kongenital  transmisi in utero melalui plasenta

oxoplasmosis akuisita bila makan daging mentah atau kurang matang

nfeksi dapat terjadi dilaboratorium pada yang bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi
dengan T.gondii, melalui jarum suntik dan alat laboratorium yang terkontaminasi

ransplantasi organ dan donor yang menderita toxoplasmosis laten

ransfusi darah lengkap

eekor kucing dapat mengeluarkan 10 juta butir ookista setiap harinya selama 2 minggu, ookista
matang dalam waktu 1-5 hari dan dapat hidup lebih dari setahun ditanah yang panas dan lembab.
Ookista mati pada suhu 45º-55ºC
Gambaran klinis
arasitemia berlangsung selama beberapa minggu T.gondii dapat menyerang semua
organ dan jaringan tubuh kecuali sel darah merah

erusakan yang terjadi pada jaringan tubuh tergantung pada :

mur, pada bayi kerusakna lebih berat daripada orang dewasa

irulensi strain toxoplasma

umlah parasit

rgan yang diserang

esi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan permanen karena jaringan
ini tidak mempunyai kemampuan untuk beregenerasi
elainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan
kalsifikasi

enyumbatan akuaduktus sylvii oleh karena ependimitis mengakibatkan


hidrosefalus pada bayi

nfeksi akut pada retina ditemukan reaksi peradangan lokal dengan


edema dan infiltrasi leukosit yg dapat menyebabkan kerusakan total
dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatriksa0 dengan
atrofi retina dan koroid disertai pigmentasi

i otot jantung dan otot bergaris dapat ditemukan T.gondii tanpa


menimbulkan peradangan
ada orang dewasa hanya 10-20% kasus toxoplasmosis yang nenunjukkan
gejala,sisanya asimtomatik

ersering adalah limfadenopati leher, juga didapatkan pembesaran getah


bening mulut atau pembesaran satu gugus kelenjar

ejala dan tanda lainnya: demam,malaise,keringat malam,nyeri otot, sakit


tenggorok, eritema makulopapular,hepatomegali, splenomegali

orioretinitis  pada infeksi akut yang baru

imfadenopati dapat bertambah atau menyusut atau menetap dalam


waktu lebih dari satu tahun
Diagnosis
oxoplasmosis akut dapat dipastikan bila menemukan takozoit dalam biopsi otak atau sumsum tulang,
cairan serebrospinal dan ventrikel

es serologis dapat menunjang diagnosis toxoplasmosis

es warna Sabin feldman

es hemaglutinasi tidak langsung

es flouresen tidak langsung

LISA

T Scan  ensefalitis toxoplasmosis

RI

CR
Tata laksana
irimetamin dan Sulfonamid  dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan

irimrtamin menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan trombositopenia dan


leukopenia  ditambahkan asam folinik atau ragi untuk mencegah efek samping

irimetamin teratogenik  KI untuk wanita hamil

irimetamin 50 -75 mg sehari untuk dewasa selama 3 hari kemudian dikurangi menjadi 25
mg/hari (0,5-1 mg/kgBB/hari) selama bbrp mggpada penyakit yang berat

sam folinik diberikan 2-4mg/hari

ufonamide dapat menyebabkan trombositopenia dan hematuri dosis 50-100


mg/kgBB/hari selama beberapa mgg atau bulan

piramisin 100 mg/kgBB/hari selama 30-45 hari  dapat diberikan pada wanita hamil yg
mendapat infeksi akut
ortikosteroid dapat untuk mengurangi peradangan pada mata

laritromisin dan azitromisin bersama pirimetamin dapat diberikan


pada pasien AIDS dengan ensefalitis toxoplasmosis
Prognosis
ntuk pasien imunikompeten  prognosis baik

ayi dan janin retinokoroiditis

oxoplasmosis kronik asimtomatikprognosis baik dan berhubungan


erat dengan imunitas

oxoplasmosis pada pasien imunodefisiensi  prognosis buruk


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai