Anda di halaman 1dari 54

PEDIATRIC PATOLOGY

Diare
 Menurut WHO (1999) secara klinis diare
didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten
tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.
Etiologi
Klasifikasi
 Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis
diare menjadi empat kelompok yaitu:
 1.       Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari
empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari).
 2.      Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
 3.      Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari
empat belas hari secara terus menerus.
 4.      Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare
(diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit
lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.       Feses
a.     Makroskopis dan Mikroskopis
b.     Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c.      Biakan dan uji resisten.
2.      Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan Ph dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
3.      Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4.      Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
5.      Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad
renik atau parasit.
PENCEGAHAN
a.      Penyediaan Air Bersih
b.      Tempat Pembuangan Tinja
c.       Status Gizi
d.      Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
e.      Kebiasaan Mencuci Tangan
f.        Imunisasi
PEANGOBATAN
1.       Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas
rendah
2.      Zinc diberikan selama 10 hari berturut- turut
3.      Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4.      Antibiotik Selektif
5.      Nasihat kepada orang tua/pengasuh
 KOMPLIKASI
 1.       Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau
hipertonik)
 2.      Renjatan hipovolemik.
 3.      Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot,
lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram)
 4.      Hipoglikemia.
 5.      Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus
dan defisiensi enzim lactase.
 6.      Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
 7.      Malnutrisi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama
atau kronik).
Thypoid Fever
 Demam tifoid, oleh orang awam sering kali disebut
tipus, merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman “Salmonella typhii”.
Etiologi
 salmonella typhi.
 Salmonella para typhi A. B dan C. 
Manifestasi Klinik
a. Minggu I
 pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari

dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri


otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
 pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam,

bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya


hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
b. Komplikasi extra intestinal
 1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, trombosis, tromboplebitis.


 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma

uremia hemolitik.
 3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

 6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan

arthritis.
 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,

polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.


Diagnosis
a. Pemeriksaan leukosit
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
c. Biakan darah
d. Uji Widal
Komplikasi

a. Komplikasi intestinal
 1) Perdarahan usus

 2) Perporasi usus

 3) Ilius paralitik
Penatalaksanaan

a. Perawatan.
 1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk

mencegah komplikasi perdarahan usus.


 2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai

dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi


perdarahan.
b. Diet.
 1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi

protein.
 2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur

saring.
 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama

2 hari lalu nasi tim.


 4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita

bebas dari demam selama 7 hari.


c. Obat-obatan.
 1) Klorampenikol

 2) Tiampenikol

 3) Kotrimoxazol

 4) Amoxilin dan ampicillin


Obesitas
 Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak dibawah
kulit yang berlebihan dan terdapat diseluruh tubuh. 
 Jadi Obesitas menurut kelompok adalah salah satu
penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi
makanan yang jauh melebihi kebutuhan.
PENYEBAB
 Masukan energy yang melebihi dari kebutuhan
tubuh
  Faktor keturunan
  Ibu diabetes atau pra diabetes
 Gangguan emosional
 Gaya hidup masa kini
 Penggunaan kalori yang kurang
 Hormonal
GEJALA KLINIS
Berdasarkan distribusi jaringan lemak
 Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan

pinggang)
 Pear shape body/gynecoid  (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian

pinggul dan paha)


Secara klinis mudah dikenali, 
 Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

 Leher relatif pendek

 Dada membusung dengan payudara membesar

 Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen

 Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia

 Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha

bagian dalam saling  menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi


kulit
Diagnosis
 Klasifikasinya adalah: 
Persentil >95 : obesitas
Persentil 75-95 : overweight
persentil 25 – 75: normal
persentil <25 : kurang
 KOMPLIKASI
 Terhadap kesehatan
 Saluran pernafasan
 Kulit
 Ortopedi
 Efek psikologis
Penanganan
   Makan dengan Pola Makan yang Sehat
 Meningkatkan Aktivitas Fisik
KEKURANGAN KALORI PROTEIN

 Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi


terjadi pada anak yang kurang mendapat masukan
makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori
dan protein kurang dalam waktu yang cukup lama 
KLASIFIKASI

KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi


kurang (undernutrition) ditandai oleh adanya
hambatan pertumbuhan.
  KKP berat, meliputi:
Ø Kwashiorkor
Ø Marasmus
Ø Marasmik-kwashiorkor.
KOMPLIKASI

 Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)


 Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.
 Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)
 Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
 Defisiensi Vitamin B12
 Defisit Asam Folat
  Defisiensi Vitamin C
 Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi,
Yodium
 Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
 Noma sebagai komplikasi pada KEP berat
PENATALAKSANAAN

1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein


bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin
dan mineral.
2) Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah
dicerna dan diserap.
3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi
terhadap makanan sangat rendah. Protein yang diperlukan 3-4
gr/kg/hari, dan kalori 160-175 kalori.
4) Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.
5) Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan
penyuluhan gizi terhadap keluarga.
Hirschprung

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan


diebabkan oleh kelainan inervasi usus, di mulai dari sfingter ani
interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi.. 
  Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik
megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon)
yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena
ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang
tidak 
Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu
:
1.      Penyakit Hirschprung segmen pendek
 Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini

merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering


ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

2.      Penyakit Hirschprung segmen panjang


 Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh

kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki
maupun prempuan.
 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala setelah bayi lahir
 1.      Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

 2.      Muntah berwarna hijau

 3.      Distensi abdomen, konstipasi.

 4.      Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /

pengeluaran gas yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.
 1.      Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

 2.      Distensi abdomen bertambah

 3.      Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

 4.      Terganggu tumbang karena sering diare.

 5.      Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

 6.      Perut besar dan membuncit.


Etiologi

 Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural


Crest” ambrional yang berimigrasi ke dalam
dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus
dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio
kaudal di dalam dinding usus.
 Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para
simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
Komplikasi
 1. Obstruksi usus
 2.  Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
 3.  Konstipasi
Pemeriksaan Diagnostik
1.      Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya
penyumbatan pada kolon.
2.      Enema barium ; untuk mengetahui adanya
penyumbatan pada kolon.
3.      Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya
sel ganglion.
4.      Manometri anorektal ; untuk mencatat respons
refleks sfingter interna dan eksterna.
Penatalaksanaan

a)      Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap


segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi
dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

b)      Pembedahan koreksi diselesaikan atau


dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama.
Apa yang salah?
Atresia Ani
 Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus,
rectum atau keduanya 
Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila
tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7) Perut kembung.
Komplikasi
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan
daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran
pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada
daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Penatalaksanaan Medis
 Pembedahan
  Pengobatan
 1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
 2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi
sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)
Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan
ini.
2.      Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3.      Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara
dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4.      Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5.      Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan
aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
6.      Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan
kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di
daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus
benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.

Anda mungkin juga menyukai