Anda di halaman 1dari 15

Program Kebijakan Nasional HIV-AIDS

Aditya Surya Ningrat


Dwi Januardianti
Danda Karnasih
Hendro Handayano
Lia Nur Azizah
Nur Sa’adah
Suci Aulia Rifa’i
HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang


menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki
penenda CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS
(acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi
immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi
oportunistik, neoplasma sekunder, serta manifestasi neurologic tertentu
akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
Faktor Resiko

Menurut UNAIDS (2017), kelompok risiko tertular HIV/AIDS sebagai berikut:


1. Pengguna napza suntik: menggunakan jarum secara bergantian \
2. Pekerja seks dan pelanggan mereka: keterbatasan pendidikan dan peluang untuk kehidupan
yang layak memaksa mereka menjadi pekerja seks
3. Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki
4. Narapidana
5. Pelaut dan pekerja di sektor transportasi
6. Pekerja boro (migrant worker): melakukan hubungan seksual berisiko seperti kekerasan
seksual, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV tanpa pelindung, mendatangi
lokalisasi/komplek PSK dan membeli seks (Ernawati, 2016).
Cara Penyebaran

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu (Wijaya,
2010).
Transmisi transplasental yakni penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke
anak yang dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui (Siregar, 2004;
Wijaya, 2010).
Etiologi

Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari
sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV)
atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic
Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015).
Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit infeksi HIV ke AIDS. Sel
T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan
adanya penurunan drastis sel T dari darah tepi.
Manifestasi Klinis

Fase 1

Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri
– ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap
HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2
– 3 hari dan sembuh sendiri).
Fase 2

Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV
dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
Fase 3

Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS. Gejala – gejala yang
berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus,
pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu makan berkurang
dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem
kekebalan tubuh mulai berkurang.
Fase 4

Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat
berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi
oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan radang paru – paru dan kesulitan
bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan
mental dan sakit kepala.
Gejala Mayor dan Minor Penderita AIDS

Terdapat gejala mayor dan minor pada penderita diagnosis AIDS. Pada gejala mayor adalah
berat badan turun >10% dalam1 bulan, diare kronik >1 bulan, demamberkepanjangan >1 bulan,
penurunan kesadaran, dan demensia/HIV enfelopati. Dan pada gejala minor penderita batuk
menetap >1 bulan, dermatitis generalis, Herpes Zooster multisegmental dan berulang,
Kadidiasis Orofaringeal, Limfadenopati Generalis, infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita, dan Ritinitis Virus Setomegalo.
Pencegahan

Tipe obat yang pertama yang digunakan secara luas adalah analog nukleotida yang
menghambat aktivitas reverse transcriptase yaitu perubahan pada rantai DNA menjadi
RNA pada virus HIV. Obat ini secara signifikan menurunkan level plasma RNA dari
HIV untuk beberapa bulan tetapi tidak menghentikan progresivitas HIV akibat virus
yang berevolusi dan menjadi resisten (Pasek, dkk., 2008).
Program Nasional
HIV-AIDS
RAN Pengendalian HIV-AIDS dan
IMS Sektor Kesehatan 2015-2019
Strategi dalam RAN ini merupakan kelanjutan dari strategi dalam RAN 2009-2014 dengan
memperhatikan hasil-hasil pelaksanaannya. Strategi yang dikembangkan berupaya menjawab
berbagai tantangan yang ada, dan sesuai hasil rekomendasi Kajian Eksternal Upaya Sektor
Kesehatan dalam Pengendalian HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2008-2011 dan Kajian Paruh
Waktu SRAN 2010-2014.
Mengacu pada strategi pengendalian HIV dan AIDS dalam Permenkes no. 21 tahun 2013,
maka dapat dirangkum 2 strategi pengendalian sebagai berikut:
1. Meningkatkan cakupan layanan HIV-AIDS dan IMS melalui LKB:
2. Memperkuat sistem kesehatan nasional dalam pelaksanaan Layanan Komprehensif
Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS.
Kegiatan utama strategi-1: Meningkatkan cakupan layanan HIV-AIDS dan IMS
melalui LKB

1. Peningkatan Konseling dan Tes HIV


2. Peningkatan Cakupan dan Retensi Pengobatan ARV
3. Pengendalian Infeksi Menular Seksual (IMS)
4. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu dan Anak (PPIA),
5. Kolaborasi TB-HIV
6. Pengembangan Laboratorium HIV dan IMS
7. Program Pengurangan Dampak Buruk Napza (PDBN)
8. Kewaspadaan Standar
9. Peningkatan Promosi Pencegahan HIV dan IMS
10.Meningkatkan Pengamanan Darah Donor dan Produk Darah Lain
Kegiatan Utama Strategi 2: Penguatan Sistem Kesehatan Nasional dalam
pelaksanaan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS

1. Penguatan Sistem Pembiayaan ProgramPeningkatan Cakupan dan Retensi Pengobatan


ARV
2. Penguatan Manajemen Program
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
4. Penguatan Sistem Informasi Strategis dan Monitoring dan Evaluasi
5. Penguatan Tata Kelola Logistik program HIV-AIDS dan IMS
6. Memperkuat Jejaring Kerja dan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai