Anda di halaman 1dari 34

Studi Kasus

Paradigma Masyarakat Awam Katolik Mengenai


Perceraian Dalam Perspektif Katolik
KELOMPOK
5
Anggota kelompok :

• Anita Beatrix 06211940007002


• Steven Matthew G. 07311940000016
• Kevin Nathaniel 05311940000032
• Michelle Citra 06311940000073
• Steven Wijaksana 06311940000001
Latar Belakang
• Perkawinan Katolik sakramen, bukan
terutama atas prakarsa manusia, tetapi Allah
sendiri yang berkarya dan menyatukan

• Pada zaman modern ini, cerai kawin adalah hal


yang biasa kita lihat serta banyak
dipertontonkan di berbagai media sosial

lumrah di kalangan artis,public figure


Contoh : Delon, artis beragama katolik, bercerai dari
Yeslin Wang dan menikah lagi dengan Aida secara
Katolik
Latar Belakang
• Nilai kesakralan perkawinan sebagaimana
dipahami sejak dahulu drastis menurun dan
luntur perkawinan dipandang sebatas
suka atau tidak suka, cocok atau tidak cocok,
untung atau tidak menguntungkan (materi)

• Menaruh keprihatinan pada masalah ini (cerai


dan kawin lagi), kelompok kami mengangkat
topik mengenai perceraian(dalam perspektif
katolik)
Kitab Suci & Ajaran
Lainnya
• Seseorang yang menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah
(Matius 19:9)

• Mereka yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh


diceraikan manusia (Markus 10:9)

• Tanggapan Paulus terhadap pertanyaan yang diajukan oleh


jemaat di Korintus berkenaan dengan hubungan pernikahan
(1 Korintus 7)

• Jawaban Paulus mengenai yang kemungkinan pemutusan


hubungan nikah dengan alasan tertentu (Privilegium
Paulinum anulasi/pembatalan perkawinan)
Rumusan Masalah ,
Batasan Masalah &
Tujuan Penelitian

Rumusan masalah
• Bagaimana tanggapan masyarakat awam katolik mengenai
perceraian (penyebab/faktor-faktor yang menyebabkan
perceraian, contoh kasus, & solusinya) dalam perspektif
katolik ?
Batasan Masalah
• Masyarakat awam yang dimaksud dalam studi kasus ini
adalah remaja berumur 18 tahun ke atas & orang tua
Tujuan penelitian
• Menganalisis respons masyarakat awam katolik mengenai
perceraian
Metodologi Penelitian
• Penelititan kuantitatif dengan teknik
pengambilan datanya berupa survey
kuesioner melalui media google formulir

• Dalam formulir tersebut, dicantumkan nama


narasumber (tidak wajib diisi), rentang umur
narasumber, dan pandangan (pendapat)
narasumber mengenai perceraian Katolik
Metodologi Penelitian

Dalam google formulir, dibuat 10 pernyataan


terkait perceraian Katolik dengan respon:

STS : Sangat Tidak Setuju


TS : Tidak setuju
N : Netral
S : Setuju
SS : Sangat Setuju

Pengecualian untuk pernyataan keenam (contoh


kasus), serupa respon di atas, dengan kata
“Setuju” diganti dengan “Boleh”
10 PERNYATAAN
DALAM KUISIONER
KAMI
Pernyataan 1-4
1. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2015 dalam Jurnal
Economic Inquiry mengungkapkan bahwa kecenderungan pasutri
bercerai meningkat seiring dengan tingginya jarak usia antar
pasangan.

2. Sebuah studi tahun 2016 di Harvard mengungkap bahwa masalah


keuangan rumah tangga bukanlah penyebab pasangan bercerai.
Namun yang jadi penyebab tersebar perceraian adalah kondisi
pekerjaan suami (punya pekerjaan tetap atau tidak)

3. Keputusan pisah ranjang dianggap sebagai solusi terbaik selain


perceraian.

4. Kurangnya komunikasi merupakan penyebab utama perceraian


modern bila dibandingkan dengan kesetiaan dan kepercayaan antar
pasangan
Pernyataan 5-7
5. Semakin tinggi tingkat pendidikan, intensi cerai semakin rendah

6. Diberikan contoh kasus : Sepasang suami-istri katolik telah bercerai


selama 17 tahun. Tidak pernah saling kontak dan di antara mereka
bersikap saling tak acuh. Sama-sama keras kepala. Mereka bercerai
secara sipil. Kedua anak mereka ikut bersama ibunya. Namun kedua
anak mereka sulit untuk mendapatkan pasangan, cinta mereka selalu
kandas di tengah jalan. Pada akhirnya penderitaan kedua anak ini
menyentuh hati ayahnya dan juga ibunya. Mereka yang sudah 17
tahun lamanya berpisah berkomitmen untuk rujukan dan ‘kembali
hidup bersama’ sebagai suami-istri lagi. Menurut anda ,apakah hal
seperti ini diperbolehkan ?

7. Problematika keluarga modern adalah orang tua yang terlalu sibuk


dalam pekerjaan masing-masing sehingga waktu mereka untuk
keluarga terbatas. Kurangnya komunikasi ini akan berdampak pada
perceraian anggota keluarga
Pernyataan 8-10
8. Meskipun dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) belum juga mempunyai
anak bukan merupakan alasan yang sah secara hukum bagi suami-
istri untuk melakukan perceraian, tetapi pada praktiknya, tidak
mempunyai anak dapat menjadi salah satu alasan suami isteri
bercerai.

9. Perceraian karena perselingkuhan disebabkan karena kebanyakan


pasangan hanya bisa menerima hal-hal /sifat-sifat baik saja dari
pasangan ("You putting on that ring while saying your vows. The
saddest part about it is when most people promise for better or worse,
they really only mean for the better"- salah satu quote dari
'FIREPROOF' ,film tentang perkawinan katolik)

10. Perceraian karena alasan perzinahan merupakan hal yang lumrah


terjadi dan kitab suci sering dijadikan 'senjata' untuk mendukung
perceraian tersebut
6,5%
4,4%

6,5%
4,3%

4,3%
2.3%

4,3%
6,5 %

10.8 %
2,2%

6,5 %

10.9 %
4,3 %
Pernyataan pertama

• Dari hasil 46 responden, 45,7%(mayoritas) dari mereka


tidak setuju karena mungkin mereka “pro” terhadap hal-hal
berikut :
 Usia tidak menjadi penghalang dalam perkawinan dan
keharmonisan perkawinan itu sendiri (meskipun ada faktor
psikologis dan biologis berbeda,berlaku)
 Menikah dengan pasangan yang gap umurnya lebih jauh di
atas kita tertarik dengan pengalamannya jangkauan
diskusi lebih terbuka/luas hubungan lebih intim
• 32,6% dari mereka setuju karena mungkin mereka “pro”
terhadap hal-hal berikut :
 Gap usia kesenjangan emosi/psikologis antar pasangan
 Perbedaan kultur & pemikiran antar pasangan sering
berdebat, merasa tidak cocok, dll
• 21,7% dari mereka (minoritas) berpandangan netral
Pernyataan kedua

• Dari hasil 46 responden, 41,4% dari mereka tidak setuju,


karena mungkin mereka “pro” terhadap hal-hal berikut :
 Pekerjaan tetap tidak selalu hanya bisa didapatkan oleh suami.
Kesetaraan gender berlaku tidak menutup kemungkinan
karier dan penghasilan istri lebih tinggi daripada suami
 Kesuksesan istri seharusnya tidak menjadi masalah dalam
perkawinan asalkan komunikasi keduanya tetap terjaga

• 43,4% dari mereka (mayoritas) setuju karena mungkin


mereka “pro” terhadap hal berikut :

 Suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap meningkatkan risiko


sang istri ikut bekerja / menjadi wanita karir demi menunjang
kestabilan ekonomi keluarganya. Jika sudah begitu,
keharmonisan dan kedekatan pasangan bisa saja berkurang
dan akhirnya memengaruhi kenyamanan hubungan keduanya.

• 15,2% dari mereka (minoritas) berpandangan netral


Pernyataan ketiga

• Dari hasil 46 responden, 39,1% dari mereka tidak setuju, karena


mungkin mereka “pro” terhadap hal berikut :
 Keputusan pisah ranjang justru berakibat semakin buruk, karena tidak
adanya komunikasi yang intens keintiman hubungan suami istri makin
berkurang
 Pisah ranjang dikonotasikan sebagai hal buruk, yaitu sebagai “perpisahan”
antara suami-istri yang tidak mengakhiri pernikahan, bukannya “solusi” untuk
“menghidupkan suasana pernikahan” itu kembali
• 41,3% dari mereka (mayoritas) setuju karena mungkin mereka “pro”
terhadap hal berikut :
 Pisah ranjang sebenarnya bertujuan untuk memperbaiki hubungan. Ada
yang berpisah ranjang karena sang pasangan gemar menonton tayangan
olahraga hingga larut malam. Lainnya lebih suka bangun pagi untuk yoga.
Pasangan-pasangan tersebut memilih saling menghargai waktu tidur
mereka. Ada yang memilih tidur terpisah karena sang istri, misalnya, tidak
dapat tidur karena sang suami mengorok terlalu keras dan mengganggu
• 19,6% tidurnya.
dari mereka (minoritas) berpandangan netral
19,6% dari mereka (minoritas) berpandangan netral
Pernyataan keempat

• Dari hasil 46 responden, hanya 6,5% dari mereka (minoritas)


tidak setuju, karena mungkin mereka “pro” terhadap hal berikut :
 Mereka menganggap kesetiaan dan kepercayaan antar pasangan lebih
penting daripada komunikasi antar pasangan kesetiaan adalah akar
dari perkawinan meskipun mereka jarang berkomunikasi (karena sibuk
kerja misalnya), hubungan mereka tetap akan terjalin asalkan keduanya
saling percaya dan tetap setia

• 82,7% dari mereka (mayoritas) setuju karena mungkin mereka


“pro” terhadap hal berikut :
 Komunikasi dalam hubungan tetap menduduki peringkat pertama yang harus
diperjuangkan. . Ada kejujuran dan rasa percaya antar pasangan jika
keduanya sering menjalin komunikasi. Tanpa komunikasi, semua hal baik
(kesetiaan,komitmen,kepercayaan) antar pasangan tidak akan terjadi.
 “In a relationship when communication starts to fade everything else follows”

• 10,8% dari mereka berpandangan netral


Pernyataan kelima

• Dari hasil 46 responden, 39.2% (mayoritas) dari mereka tidak setuju,


karena mungkin mereka “pro” terhadap hal-hal berikut :
 Tingkat perceraian yang tinggi tidak semata-mata ditentukan oleh tingkat
pendidikannya, melainkan oleh tingkat kecerdasan emosi (EQ) antar pasangan
 Meskipun tingkat pendidikan mereka tinggi, tidak menutup kemungkinan suatu
pasangan cerai karena banyak faktor lain di luar pendidikan yang mempengaruhi
pernikahan itu sendiri (uang,kemesraan,komunikasi,dll)

• 39.1% dari mereka setuju karena mungkin mereka “pro” terhadap hal
berikut :
 Orang yang berpendidikan tinggi tentunya mempunyai logika pemikiran & pandangan
hidup yang lebih maju dibandingkan orang tidak berpendidikan (ingin sukses di
bidang karier mereka, punya usaha sendiri,dll)
 Menurut data statistik, per 2018, 5% pernikahan terjadi usia di bawah 15 tahun dan
42 persen pernikahan di kelompok umur 15-19 tahun. Selain ketidakmatangan emosi,
tingginya angka perceraian merupakan kontribusi dari para perempuan yang ingin
melepaskan diri dari pernikahan dini.

• 21,7% dari mereka (minoritas) berpandangan netral


Pernyataan keenam
 Mereka menganggap cerai dan kawin lagi adalah hal
Dari hasil 46 yang tabu karena secara konsep agama, pernikahan
responden, hanya Katolik itu hanya terjadi “sekali seumur hidup” dan
2,2% (minoritas) dari
tidak bisa terceraikan, selain oleh kematian. Jika
mereka tidak setuju,
karena mungkin demikian, maka kedua perkawinan kembali pasutri
mereka “pro” terhadap katolik tersebut melanggar konsep pernikahan katolik
hal berikut : karena mereka sudah dua kali melangsungkan
perkawinan

 Tidak ada perceraian dalam agama katolik. Artinya,


gereja tidak mengakui perceraian suami-istri katolik di
pengadilan sesuai ketentuan pasal 39 ayat (1) UU No.
84,8% dari mereka 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perceraian di
setuju (mayoritas) pengadilan dianggap tidak sah oleh hukum katolik.
karena mungkin Secara gerejani, keduanya masih dianggap suami-
mereka “pro” istri meski masing-masing telah menikah dengan
terhadap hal berikut :
orang lain. Maka dari itu mereka menganggap sah-
sah saja jika kedua pasutri katolik tersebut rujukan
meskipun sudah 17 tahun berpisah

13% dari mereka berpandangan netral


Pernyataan ketujuh
 Suami bekerja untuk keluarga dan istrinya. Maka
Dari hasil 46 tidak bisa disalahkan jika ia bekerja sampai larut
responden, 6,5% malam demi menafkahi keluarganya. Komunikasi
(minoritas) dari
jarak jauh (lewat voice call/video call) juga bisa
mereka tidak setuju,
karena mungkin dilakukan kapanpun (saat jam istirahat suami
mereka “pro” terhadap misalnya) dan dimanapun, sehingga tidak ada alasan
hal berikut : karena terlalu sibuk bekerja, komunikasi antar
anggota keluarga menjadi renggang

 Suami yang sibuk berlebihan dalam bekerja kerap


membuat suami pulang ke rumah dalam keadaan
82,6% dari mereka letih. sehingga tidak memiliki waktu lagi untuk
setuju (mayoritas) berbincang dengan istri dan anak-anak. Apalagi jika
karena mungkin suami datang sambil membawa setumpuk pekerjaan
mereka “pro” dari kantor serta beban emosi. Hal tersebut bisa
terhadap hal berikut : menimbulkan pertengkaran antara suami dan istri
jika terlalu sering bisa menimbulkan
perceraian

10,9% dari mereka berpandangan netral


Pernyataan kedelapan

Dari hasil 46  Hal yang paling utama dalam pernikahan katolik


responden, 45,7% adalah kebahagiaan/kesejahteraan suami istri. Jika
(mayoritas) dari tujuan menikah memang demikian, maka suka-duka
mereka tidak setuju, dalam pernikahan pasti akan dilewati bersama,
karena mungkin termasuk kemungkinan tidak punya anak.
mereka “pro” terhadap  Masih banyak metode lain untuk memperoleh
hal berikut :
keturunan bayi tabung,inseminasi buatan,dll

 Tujuan penerusan keturunan atau kelahiran anak


menjadi sesuatu yang hakiki dalam perkawinan
41,3% dari mereka katolik, di samping kebahagiaan suami-istri
setuju karena  Suami istri dipanggil untuk ikut serta dalam karya
mungkin mereka kelangsungan penciptaan Allah di dunia. Hal ini
beranggapan tentang merupakan “tugas perutusan” yang sangat khas bagi
hal-hal berikut : pasangan, sehingga “tugas perutusan” itu harus
dilaksanakan dan dijalani oleh setiap pasutri Katolik

13% dari mereka (minoritas) berpandangan netral


Pernyataan kesembilan
 Suami dan istri sudah seharusnya saling “support”
Dari hasil 46 dan tidak berpandangan negatif satu sama lain
responden, 23,9% dari (Misalnya saat si suami sress karena pekerjaannya
mereka tidak setuju, keluar sendirian dengan alasan “refreshing”, si istri
karena mungkin tidak boleh berpikiran buruk bahwa suaminya akan
mereka “pro” terhadap pergi ke tempat-tempat dugem dan semacamnya.
hal berikut : Sebaliknya si suami harus menjaga kesetiaan dan
dan tidak boleh “memanfaatkan” kepercayaan istrinya

 Seringkali, terdengar cerita pernikahan dimana si suami


hanya mengambil manisnya kemudian melepehkan
67,3% dari mereka sepahnya. Setelah menikah beberapa bulan, suami tak
setuju (mayoritas) lagi peduli kepada istri (karena bosan/ karena ketahuan
karena mungkin sifat-sifat “asli” sang istri yang permarah dsb),sehingga
mereka berujung pada perselingkuhan
berpandangan tertang  Sebaliknya, ada pula suami yang bekerja keras banting
hal berikut :
tulang, tapi jatuh miskin karena istri suka menghambur-
hamburkan uang, sehingga berujung pada perceraian

8.7% dari mereka (minoritas) berpandangan netral


Pernyataan kesepuluh

 Dalam Matius 19:9 dijelaskan : “Seseorang yang


Dari hasil 46
responden, 43,5% menceraikan isterinya, ‘kecuali karena zinah’, lalu
(mayoritas) dari kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah”.
mereka tidak setuju, Pengecualian disini dibolehkan oleh Tuhan pada
karena mungkin hakikatnya karena kebebalan hati manusia.
mereka berpandangan Sebenarnya sejak awal Tuhan tidak mengizinkan
akan hal berikut : perceraian karena perzinahan itu terjadi (Ulangan
24:1-4)

 Perceraian diizinkan jika terjadi perzinahan (Matius


19:9). Maka dengan adanya suatu kelonggaran
28,3% dari mereka tersebut, manusia dapat memanfaatkan ayat tersebut
setuju karena
mungkin mereka untuk memuaskan hawa nafsunya dan memakai ayat
berpandangan akan tersebut sebagai suatu “self-defense” atas tuduhan
hal berikut : yang diberikan kepadanya

28,3% dari mereka berpandangan netral


Kesimpulan

• Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dari hasil survey yang kami tujukan
kepada masyarakat awam Katolik(remaja 18 tahun ke atas & orang tua menunjukkan
bahwa sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan perkawinan,
khususnya yang menduduki peringkat tiga tertinggi adalah perceraian yang
disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar pasangan (84,8%),
ketidaksetiaan/ketidakpercayaan antar pasangan (78,3%), dan karena kondisi
ekonomi(keuangan) keluarga (69,6%), serta faktor-faktor lain dengan rincian hasil
survey sebagai berikut:
Quotes(Inspired By
Fireproof Movie)

“Fireproof doesn’t mean the fire won’t ever come


— but that when it comes, you’ll be able to
withstand it.”

“If you pull it apart now, you’ll break one or both


of them.” (Referring to salt & pepper shakers
that were super-glued together earlier in the film
to symbolize the bond of marriage.)
BAGAIMANA MENURUT ANDA?

Anda mungkin juga menyukai