Anda di halaman 1dari 45

BIOLOGICAL HAZARD Fitria Saftarina

IN AGROMEDICINE
PENDAHULUAN
infeksi bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa, maupun sengatan atau gigitan hewan
Zoonosis paling banyak terjadi sekitar 40%
Zoonosis adalah infeksi yang dapat ditransmisikan antara hewan vertebrata dan
manusia
Berdasarkan pejamu utamanya, zoonosis diklasifikasikan menjadi zooantrophonosis,
antrophozoonosis, dan amphixenosis. Sedangkan, klasifikasi berdasarkan cara utama
transmisinya di antaranya adalah direct zoonosis, cyclozoonosis, metazoonosis, dan
saprozoonosis
Contact with
animals and
biopreparation

Biological
hazards

zooanthroponoses
Zooantrophonosis adalah penyakit zoonosis yang pejamu alamiah dari agen
infeksinya adalah manusia. Hewan vertebrata dapat terinfeksi dari manusia.
Misalnya, peternak yang menderita M. tuberculosis dapat menularkan penyakitnya
ke hewan ternak sapi
Antrophozoonosis adalah penyakit zoonosis yang pejamu alamiah dari agen
infeksinya adalah hewan vertebrata. Misalnya, leptospirosis utamanya merupakan
penyakit pada babi, sapi perah, dan beberapa spesies satwa liar  manusia (kandang
yang terkontaminasi)
Amphixenosis adalah penyakit zoonosis, baik pada manusia maupun hewan
vertebrata sama-sama bisa menjadi pejamu alamiah dari agen infeksi, contoh: oleh
stapilokokus, streptokokus, E. coli, salmonela, dan lain-lain
Direct zoonosis, hanya membutuhkan satu spesies vertebrata sebagai pejamu untuk
menunjang agen infeksius. . Misalnya virus rabies pada kelelawar, rakun, maupun
anjing  manusia (luka bekas gigitan)
Cyclozoonosis adalah penyakit zoonosis yang membutuhkan dua atau lebih pejamu
vertebrata untuk menunjang perkembangan agen infeksius. Misalnya pada penyakit
echinococcosis, pejamu intermediate (domba, kambing, babi, sapi atau kuda) dlm
bentuk protoscolices  manusia (tertelan dari pengolahan daging yang tidak bakik)
maka dapat berkembang menjadi bentuk dewasa dan menyebabkan penyakit bahkan
kematian
ZOONOTIC
DISEASES/ZOONOSES
diseases that can be transmitted from vertebrate animals to humans
caused by bacteria, protozoa, fungi, viruses, parasites or prions, which are often part
of an animal's natural flora (i.e., microorganisms that live in and on the animal) but
are able to cause disease in humans
Transmition:
1. direct contact with animals or their products such as manure or placenta
2. through consumption of animal products (e.g., raw meat, raw milk, etc.) or
through an animal bite
zoonotic diseases include: Anthrax, Bovine Tuberculosis, Brucellosis,
Cryptosporidiosis, Giardiasis, Hantavirus diseases, Leptospirosis, Ovine
Chlamydiosis, Psittacosis and Rabies
Outbreaks of avian flu (normally produces a mild disease in aquatic birds), Q fever
(a disease common in cattle, sheep and goats), and certain strains of methicillin-
resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Arboviruses are infectious agents that are transmitted to humans by arthropods, such
as ticks and mosquitos  outbreaks zika and west nile virus
POPULASI RISIKO
petani, peternak, maupun pekerja yang mengolah atau mengepak hasil tani/ternak.
Populasi pekerja di bidang ternak babi berisiko untuk terkena penyakit erysipeloid,
flu babi, infeksi Streptococcus suis, kecacingan (nematodiasis, Taenia soleum,
Trichinella spiralis), salmonellosis, maupun E. coli.
Populasi pekerja di peternakan sapi perah dan sapi potong memiliki risiko untuk
terkena penyakit brucellosis, sapi gila (Bovine spongiform encephalopathy), anthrax,
leptospirosis, rabies, penyakit gigi dan mulut, salmonellosis, E. coli, dan kecacingan
(Taenia saginata)
Pekerja peternak unggas berisiko untuk terkena penyakit erysipeloid, flu burung,
salmonellosis, E. coli, infeksi virus newcastle, dan kecacingan.1
BAKTERI : ANTHRAX
Etiologi: Bacillus anthracis Pada manusia akan menyebabkan lesi
kulit pada tangan dan lengan,lesi berupa
Dapat mengenai manusia dan hewan vesikel kecil berkelompok  pecah 
ulkus yang tidak nyeri dan mnghitam
ditengahnya
Bila kuman terhirup dapat menimbulkan gejala demam menggigil, nyeri dada, sesak
napas, batuk, linu-linu
Bila menginfeksi saluran cerna dapat menyebabkan demam menggigil, nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, mual, muntah, muntah dapat disertai darah, diare
maupun diare berdarah, nyeri perut, maupun perut kembung
Mekanisme transmisi melalui inhalasi maupun konsumsi dari daging hewan yang
terinfeksi dan dimasak kurang matang
Populasi yang berisiko pekerja pada peternakan hewan potong, dokter hewan,
maupun pekerja pemintal bulu domba
TATALAKSANA
antibiotik penisilin dan derivatnya, ciprofloxacin, doksisiklin, maupun dari golongan
flurokuinolon.
Pada infeksi sisemik yang berat dibutuhkan kombinasi antibiotik intravena yang
bersifat bakterisidal dan antimikroba penghambat sintesis protein
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi hewan, pemakaian alat pelindung diri
selama berkontak dengan hewan sakit, melakukan penguburan terhadap hewan-
hewan terinfeksi yang mati, dan vaksinasi pada pekerja yang berisiko
BRUCELLOSIS

Etiologi: bakteri Brucella abortus (dari sapi potong, patogenisitas sedang), Brucella suis
(dari babi, patogenisitas tinggi), Brucella melitensis (dari domba/kambing, patogenisitas
paling tinggi), maupun Brucella canis (dari anjing, patogenisitas sedang)
Pada manusia menimbulkan penyakit mirip influenza yang berkepanjangan, demam
tinggi, mialgia, dan malaise.
Pada infeksi yang kronis dapat menyebabkan lesi pada katup jantung, abses pada
tulang, liver, maupun organ tubuh lainnya.
Reservoir utamanya adalah sapi, babi, kambing, dan anjing
Transmisi dengan cara direct zoonosis  hewan terinfeksi maupun jaringan terinfeksi
terutama plasenta, produk abortus atau konsumsi susu dan produk keju dari hewan yang
terinfeksi yang tidak melalui pasturisasi
Populasi yang berisiko adalah peternak domba, kambing, dan pekerja pada
pemotongan hewan
Pengobatan dengan antibiotik, pilihan untuk anak-anak adalah sulfamethoxazole
(selama 21 hari) atau aminoglikosida (selama 21 hari). Pada dewasa diberikan
dosisiklin ditambah rifampin selama 30 hari. Pilihan antibiotik lainnya antara lain
gentamisin, streptomisin, kloramfenikol, imipenem-silastatin, dan floroquinolon
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengeradikasi penyakit dan pemakaian alat
pelindung diri, serta peningkatan sanitasi lingkungan hewan. Pasturisasi pada produk
susu dapat menurunkan angka infeksi
COLIBACILOSIS

Etiologi: E coli
Pada manusia dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan (gastroenteritis),
dapat menginfeksi luka terbuka atau abses, dan sistitis
Reservoir utama dapat hewan, manusia, maupun hewan dan manusia, tergantung
strain bakteri
Mekanisme transmisi secara direct zoonosis maupun tidak langsung terhadap hewan
terinfeksi dan limbahnya. Dapat melalui rute tertelan via kontak tangan dan mulut
ataupun konsumsi makanan yang terkontaminasi
Populasi berisiko pada peternak terutama peternak ungags
. Pengobatan dengan antibiotik neomisin, chloromycetin, maupun gentamisin
Pencegahan dengan peningkatan sanitasi lingkungan, mencegah overpopulasi (padat)
ternak, serta personal hygine
ERYSIPELOID

Etiologi: bakteri Erysipelothrix rhusiopahtiae


Erysipeloid merupakan infeksi bakteri akut pada kulit yang terluka dan pada organ
lainnya
Pada manusia lesi kulit yang nyeri dan membengkak, dapat disertai demam,
lemas, dan gejala konstitusional lainnya  endocarditis
Reservoir pada hewan babi, domba, ayam, kalkun, lapisan lendir ikan, dan pada
tanah (lingkungan)
Transmisi terjadi secara direct zoonosis kulit yang terluka atau tidak intak yang
terpapar tanah atau material infeksius dari hewan atau jaringan hewan terinfeksi
populasi yang berisiko antara lain Pencegahan dengan melakukan
peternak babi, domba, maupun unggas, vaksinasi pada hewan ternak babi,
pekerja pemotongan hewan, dan pekerja menernak hewan yang bebas erisipelas,
yang mengolah ikan bila terluka atau kulit pecah-pecah maka
diterapi dengan baik, penggunaan alat
Tatalaksana dengan pemberian antibiotik pelindung diri, dan sanitas lingkungan
golongan beta laktam selama 21 hari.
LEPTOSPIROSIS = WEIL’S
DISEASE
Etiologi: Weil’s disease
Pada manusia dapat tidak bergejala hingga menimbulkan demam, gejala seperti
penyakit influenza dari yang ringan hingga berat, dan bila tidak diobati dapat
menyebabkan gagal ginjal, gagal hati, meningitis, distres pernapasan, bahkan
kematian
Reservoir pada hewan ternak, babi, tikus, serta air dan tanah berlumpur
Transmisi terjadi melalui kontak baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kencing hewan terinfeksi, kontak dengan produk abortus hewan yang terinfeksi,
serta kontak dengan air yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi
Populasi berisiko pada pekerja ternak dan babi, pekerja pada lumbung padi yang
terkontaminasi dengan kencing hewan terinfeksi, pekerja pemotongan hewan, bisa
juga orang yang berenang pada air yang terkontaminasi
Penecgahan dengan cara kontrol infeksi (sanitasi lingkungan baik, imunisasi hewan
ternak, dan perawatan hewan ternak), mencegah kontaminasi urine hewan terinfeksi
pada sumber air, penggunaan alat pelindung diri, serta kontrol hewan pengerat
LYME DISEASE
Etiologi: Borellia burgdonferi melalui gigitan kutu Ixodes scapularis yang terinfeksi
Pada manusia dapat menyebabkan gangguan sistemik yang bervariasi dengan lesi
kulit pada lokasi gigitan kutu.
Gejala yang sering muncul berupa gejala seperti penyakit influenza yang dapat
berkembang menjadi gangguan neurogolis maupun jantung, dan arthritis kronis bila
tidak diobati
Populasi risiko pada orang-orang yang Pencegahan dengan menghindari vektor
bekerja pada lingkungan endemis. kutu, penggunaan repelan serangga,
menggunakan pakaian yang dapat
Penatalaksaan dengan pemberian menutupi kulit tubuh, dan inspeksi pada
antibiotik doksisiklin 200-400 mg/hari kulit dan rambut pasca kembali dari
selama 17 hari atau pada kasus kronis daerah endemis.
diberikan ceftriaxone selama 6 bulan.
SALMONELLOSIS
Etiologi: bakteri Salmonella typhimurium (terdapat 2.000 serotipe)
Pada manusia dapat menyebabkan gastroenteritis mulai dari ringan hinga berat
tergantung dari banyaknya bateri dan tingkat virulensi dari bakteri
Reservoir pada saluran cerna kebanyakan hewan ternak, pada manusia dapat pada
kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Dapat pula di air maupun tanah yang
terkontaminasi oleh feses hewan.
. Mekanisme transmisi melalui oral-fekal (food borne), baik kontak langsung
maupun tidak langsung dengan hewan maupun lingkunganya, konsumsi produk
hewan yang terkontaminasi (daging, telur, susu) atau tidak dimasak dengan baik, dan
produk susu yang tidak dipasturisasi
Populasi yang berisiko pada pekerja peternak, terutama peternak sapi perah.
Tatalaksana dengan pemberian antibiotik golongan beta laktam, neomisin,
gentamisin, atau pun kloromisetin.
Pencegahan dengan meningkatkan higien lingkungan dan hewan ternak, deteksi dan
eradikasi mastitis pada hewan perah, dan pasturisasi produk susu.
TETANUS
Etiologi: Clostridium tetani
Pada manusia dapat menimbulkan kejang tonus klonus, gagal napas, hingga kematian
Reservoirnya pada tanah dan usus besar herbivora.
Mekanisme transmisi dari kontaminasi pada luka oleh tanah atau feses yang mengandung
kuman
Populasi yang berisiko terkena penyakit ini adalah hampir semua pekerja agrikultur yang
berisiko mengalami luka tusuk atau luka iris terutama pada area peternakan hewan
herbivora
Penatalaksanaan dengan cara mencuci luka maupun debridement luka. Pemberian
antitoksin tetanus (ATS) atau imunisasi pasif dengan human tetanus immune globulin (TIG)
dan imunisasi tetanus toxoid (bila belum imunisasi
TULAREMIA
Etiologi: Fracisella tularensis
Diagnosis tularemia diduga bila ditemukan demam, limfadenopati regional, disertai ulkus atau
kunjunctivitis
Reservoir pada domba, kutu dan artropoda penghisap darah lainnya, serta air yang terkontaminasi.
Mekanisme transmisi pada kontak dengan domba, gigitan serangga (kutu dan artropoda penghisap
darah lainnya), dan mengkonsumsi air yang terkontaminasi.
Populasi berisiko adalah pekerja yang berhubungan dengan domba
Penatalaksanaan dengan antibiotik golongan aminoglikosida selama 21 hari atau alternatif lain
dengan ciprofloksasin, dan doksisiklin.
Pencegahan dengan penggunaan alat pelindung diri, hindari konsumsi air yang tidak dimasak, dan
masak daging dengan baik
VIRUS : ARBOVIRAL
ENCEPHALITIS
nama lain West Nile Virus (WNV)
Pada manusia menimbulkan gejala seperti influenza dengan berbagai variasi derajat penyakit
dari ringan hingga berat. Muncul kelainan neurologis dengan gambaran encephalitis.
Transmisi secara zooanthroponosis.
Reservoirnya adalah beberapa spesies nyamuk dan beberapa jenis unggas (burung gagak dan
beberapa jenis burung yang bersarang di darat).
Penatalasaan dengan terapi suportif, beberapa literatur merekomendasikan pemberian
asiklovir atau ribivirin pada awal onset penyakit, dan kortikosteroid untuk menurunkan edem
cerebri.
Pengendalian dan pencegahan dengan pengendalian nyamuk dan proteksi dari gigitan
nyamuk (pakaian yang menutup kulit, penggunaan repelan, hindari keluar pada senja hari).
CONTAGIOUS ECTHYMA
(ORF)
virus Pox
Pada manusia akan muncul gambaran klinis berupa lesi kulit pada jari, tangan, dan lengan,
dimulai sebagai papul kecil yang berkembang menjadi vesikel besar dan menjadi ulserasi.
Sembuh sendiri dalam 4-8 minggu
Reservoirnya adalah kambing dan domba serta lingkungan hewan yang terkontaminasi.
Ditransmisikan kontak langsung dengan hewan yang sakit, produknya (seperti wool), atau
lingkungannya.
Populasi berisiko adalah peternak kambing dan domba.
Penatalaksanaan dengan terapi simptomatik dan antibiotik topikal untuk profilaksis infeksi
bateri sekunder
Tindakan pencegahan dengan mengisolasi hewan sakit, APD, sanitasi lingkungan
PENYAKIT FOOT AND
MOUTH
Etiologi: RNA aphtovirus dari family picornaviridae
Pada manusia akan menyebabkan gejala seperti influenza yang ringan disertai dengan lesi
vesikel di mulut, bibir, dan tangan.
Reservoirnya adalah sapi.
Mekanisme transmisi melalui kontak langsung dengan hewan yang sakit atau lingkungannya
yang terkontaminasi.
Populasi berisiko terutama pada peternak sapi, baik sapi perah maupun sapi potong.
Tidak ada pengobatan spesifik, terapi berupa simptomatik.
Pencegahan dengan cara karantina hewan sakit, identifikasi, dan eradikasi. Meningkatkan
sanitasi lingkungan hewan ternak. Penggunaan alat pelindung diri sebelum berkontak dengan
hewan sakit
FLU BURUNG (AVIAN
INFLUENZA)
Etiologi: myxovirus A(H5N1) dan A(H7N9)
Gejala utama yang timbul pada kebanyakan pasien adalah berkembangnya penyakit
pada saluran napas bawah (pneumonia). Ditemukan distres pernapasan, hoarse, dan
crackling pada inhalasi. Produksi sputum kadang disertai darah. Komplikasi berupa
hipoksemia, disfungsi multi organ, dan infeksi sekunder
Reservoirnya adalah hewan unggas yang terinfeksi.
Transmisi terjadi melalui kontak langsung maupun droplet dari hewan yang sakit.
Diketahui infeksi dari burung di dapat dari mukosa, saliva, maupun kotoran burung.
Populasi berisiko pada peternak unggas. Pencegahan dengan cara meningkatkan
sanitasi lingkungan hewan, vaksinasi
Tatalaksana berupa terapi suportif dan hewan, mencegah kontak dengan hewan
simptomatik, dapat juga diberikan liar, serta menggunakan alat pelindung
antivirus, serta isolasi. Pengobatan flu diri.
burung dengan pemberian antivirus
berupa oseltamivir, peramivir, atau
zanamivir
FLU BABI (SWINE
INFLUENZA)
Etiologi: virus influenza tipe A H1N1
Pada manusia muncul setidaknya 2 dari gejala berikut: demam, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri
badan, sakit kepala, menggigil dan lemas, diare dan muntah.
Reservoirnya adalah babi yang terinfeksi.
Transmisi terjadi melalui kontak langsung maupun droplet dari hewan yang sakit.
Populasi berisiko pada peternak babi.
Tatalaksana berupa terapi suportif dan simptomatik, dapat juga diberikan antivirus, serta
isolasi. flu babi, oseltamivir harus diberikan secepatnya (idealnya, Pengobatan flu babi dengan
pemberian antivirus berupa oseltamivir.
Pencegahan dengan cara meningkatkan sanitasi lingkungan hewan, vaksinasi hewan, mencegah
kontak dengan hewan liar, serta menggunakan alat pelindung diri
PARAVACCINIA =MILKER’S
NODUL
Etiologi: Paravaccinia subgrup virus Pox
Pada manusia akan muncul lesi nodul seperti kutil pada tangan dan lengan bawah
Populasi berisiko adalah pekerja pemerah susu sapi.
Tidak ada tatalaksana spesifik, bila terinfeksi bakteri dapat diberikan antibiotik
topikal.
Pencegahan dengan cara memisahkan hewan yang sakit dan pemakaian alat
pelindung diri
NEW CASTLE DISEASE =
PARAMIXOVIRUS
Etiologi: paramyxovirus
Pada manusia memberikan gambaran klinis berupa kunjungtivitis dan gejala mirip influenza ringan.
Reservoir penyakit ini adalah unggas.
Transmisi ke manusia dapat secara langsung maupun tidak langsung terhadap hewan sakit, lingkungan
yang terkontaminasi, dan jaringan hewan yang sakit.
Populasi berisiko pada pekerja peternak unggas, baik pekerja yang bekerja mengurus unggas mau
Penatalaksaan bila terkena penyakit ini adalah dengan terapi simptomatik, hindari paparan sinar
matahari pada mata, antiinflamasi bila diperlukan, dan antibiotik topikal mata untuk mencegah infeksi
bakteri sekunder.
Pencegahan dengan vaksinasi hewan ternak, penggunaan alat pelindung diri, dan program eradikasi
RABIES
Etiologi: Rhabdovirus
Pada manusia akan menyebabkan ensephalitis yang progresif disertai dengan perubahan
perilaku, dan hiperakivitas terhadap stimulus eksternal yang menimbulkan kontraksi
spasme otot rangka, gagal napas, dan kematian.
CFR almost 100%
Hewan pejamu dapat mengenai semua hewan mamalia, pada bidang agrikultur terutama
hewan sapi sebagai sumber risiko rabies. Transmisi penyakit ini melalui kontak
langsung berupa gigitan atau kontak luka dengan air liur hewan sakit
Populasi berisiko terutama pada pekerja agrikultur yang bekerja pada daerah endemik
rabies, atau pada kontak dengan mamalia liar, pada pekerja tani yang melibatkan sapi.
Penatalaksanaan dengan imunisasi segera pasca paparan. Selain itu, cuci luka gigitan
dengan air dan sabun. Penatalaksanaan pada saat gejala muncul hanyalah perawatan
intensif dengan dukungan perawatan intensif kardiopulmonal.
Pencegahan dengan vaksinasi hewan, eradikasi hewan sakit, dan vaksinasi sebelum
paparan terutama pada pekerja yang berisiko tinggi.
PARASIT : TAENIASIS
Etiologi: T. Sollium dan T. saginata
Gejala yang muncul berupa rasa tidak nyaman di perut  myositis  otot, kulit,
mata bahkan otak
Reservoir penyakit ini sesuai dengan jenis spesies Taenia, yaitu pada sapi dan babi.
Mekanisme transmisi melalui konsumsi daging babi atau sapi yang tidak dimasak
dengan matang
Penatalaksanaan dengan pemberian niklosamide, praziquantel, atau mebendazole.
Pencegahan dengan memasak daging dengan baik, mencegah feses penderita agar
tidak termakan oleh hewan ternak sapi dan babi, serta mendeteksi sapi atau babi
yang terinfeksi dan mengeliminasi dari pemotongan pada rumah potong.
TRICHONOSIS
Etiologi: Trichanella spiralis
Pada manusia infeksi mungkin dapat tanpa gejala. Invasi ke saluran cerna menimbulkan nyeri perut,
diare, dan muntah. Migrasi larva ke jaringan dapat menyebabkan edema, demam, nyeri otot. Dapat
mengancam nyawa bila menyebabkan miokarditis, pneumonitis, maupun menyerang sistem saraf
pusat
Transmisi ke manusia terjadi karena konsumsi daging babi, beruang, atau mamalia laut yang tidak
matang.
Penatalaksanaan dengan pemberian albendazole atau mebendazole untuk mengeradikasi cacing
dewasa. Namun, bila larva telah menyebar, maka pemberian obat ini tidak memberikan hasil yang
maksimal.
Pencegahan adalah dengan tidak memberikan makan ternak babi dengan limbah rumah tangga yang
mungkin mengandung daging babi. Pecegahan lainnya adalah dengan memasak daging babi dengan
matang
FUNGAL : BLASTOMYCOSIS
Etiologi: Blastomyces deramtiditis, Paracoccidioides brasiliensis, maupun Coccidioides
immitis
Gejala umumnya mirip dengan infeksi paru atau influenza yang disertai dengan demam, batuk,
keringat malam, nyeri sendi, nyeri otot, berat badan turun, nyeri dada, dan kelelahan. Gejala ini
muncul umumnya 3 minggu hingga 3 bulan setelah seseorang menghirup spora jamur.
Reservoirnya ada pada tanah. Mekanisme transmisinya melalui inhalasi debu tanah maupun
debu kotoran burung dan kelelawar
Populasi berisiko adalah petani yang bekerja di lingkungan endemis dengan tanah yang
berdebu. Pengobatan dengan itrakonazole 200-400 mg per hari selama 6 bulan, bisa juga
menggunakan ketokonazole maupun ampoterisin B. Pencegahan dengan menggunakan alat
pelindung diri berupa respirator bila bekerja pada lingkungan tanah berdebu yang endemis
maupun pada lingkungan pertanian yang telah usang
DERMATOPHYTOSIS =
RINGWORM
Etiologi: Trichophyton verrucosum, T. equinum, T. metagrophytes, Mircrosporum
canis, M. nanum, M. gallinaciae.
Pada manusia menyebabkan lesi pada kulit dengan berbagai derajat kerusakan. Kulit
akan mengalami inflamasi, terasa kasar, bagian tengah lebih pucat dengan tepi merah
aktif, pada tepi dapat disertai pustul.
Populasi berisiko pada petani dan peternak yang berkontak dengan hewan ternak
yang sakit.
Penatalaksanaan dapat diberikan anti fungal topikal dengan ketokonazole atau
chlorimazole, bila lesi luas dapat diberikan anti fungal sistemik dengan fluconazole
atau ketononazole oral
HISTOPLASMOSIS
Etiologi: Histoplasma capsulatum
.Gejala umumnya seperti influenza disertai demam, batuk, pneumonitis, dan sembuh
dalam 2-3 minggu. Bentuk infeksi kronis dapat berat dan sulit disembuhkan, dengan
kronik pneumonitis, infeksi hepar, tulang, dan jaringan lainnya
Reservoirnya adalah tanah yang banyak kotoran burung maupun kelelawar yang
telah lama.
Transmisi terjadi melalui inhalasi debu tanah yang terkontaminasi. Populasi berisiko
adalah petani maupun peternak yang bekerja pada lingkungan tanah endemis 
Amerika Utara, Amerika Tengah, Ohio, Mississippi, Afrika, Asia, dan Australia
Penatalaksanaan dengan ampoterisin B, dan alternatifnya dapat digunakan
ketozonazole, dapsone, dan rifampisin.
Pencegahan dengan cara membuat tanah basah dan menggunakan alat pelindung
respirator pada lingkungan ternak unggas yang telah usang, lingkungan ternak yang
ada sarang burung usang, dll
WORKER INFECTION
CONTROL MEASURES
 Hand hygiene;
 Appropriate use of personal protective equipment (e.g., gloves and outer protection, facial and
respiratory protection);
 Making vaccinations available to workers, as appropriate; and
 Worker training, including on these infection control measures.
ENVIRONMENTAL CONTROL
MEASURES
 Cleaning and disinfecting surfaces and equipment;
 Vaccinating healthy animals;
 Isolating diseased animals;
 Tracking aggressive animals, so that restraints may be used when necessary;
 Disposing of infected tissues or dead animals appropriately; and

Controlling the infestation of pests which can be carriers of infectious agents

Anda mungkin juga menyukai