Askep Dengan Kasus Gangguan Sistem Imunologi KMB 1 TERBARU

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 30

“Askep dengan kasus gangguan sistem

imunologi : Multiple Sclerosis, Sindrom


Guilande Barre Pada Klien”
Disusun oleh kelompok 5 :
Evi Apriani 131911004
M. Israk yunanza 131911010
Sariyanti 131911019
Pengertian MULTIPLE SCLEROSIS
 Multiple Sclerosis adalah penyakit degeneratif system syaraf pusat (SSP) kronis
yang meliputi kerusakan myelin (material lemak dan protein ). Multiple sclerosis
secara umum dianggap sebagai auto imun dimana system imun tubuh sendiri yang
normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap terhadap
virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang atau
menghancurkan myelin yaitu lapisan pelindung syaraf yang melindungi syaraf
yang berfungsi untuk melancarkan pengiriman pesan dari otak ke seluruh bagian
tubuh.
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2010), ada beberapa kategori multiple sclerosis berdasarkan
progresivitasnya adalah :

1. Relapsing Remitting Multiple Sclerosis. Ini


adlah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun
diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan keembuhan semu.
2. Primary Progresssiv Multiple Sclerosis. Pada
jenis ini kondisi penderita terus memburuk. Ada saat – saat penderita tidak mengalami penurunan
kondisi ,namun jenis MS ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya
beragam pada tingakatan yang paling parah , penderita Ms jenis ini bisa berakhir dengan kematian.
3. Secondary Progressiv Multiple Sclerosis. Ini
adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting MS
4. Benign Multiple Sclerosis. Sekitar
20% penderita MS jinak ini.Pada jenis MS ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang
sehat tanpa begantung pada siapapun
Peneyebab terjadinya Multiple Sclerosis
1. factor genetic
2. factor genetik (mirip kanker)
3. Faktor lingkungan
4. Faktor presifitasi :
Gangguan autoimun ( kemungkinan dirangsag / infeksi virus )
Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
Racun yang beredar dalam CSS
Infeksi virus pada SSP ( morbili, destemper anjing )
Manifestasi klinik
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
 · Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif, hilang rasa
posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
 · Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas, ataxia
ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
 · Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit
membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
 · Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang
pendengaran dan gagal nafas.
 · Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
 · Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic
vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
 · Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
 . Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen.
Patofisiologi
 Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis
(bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori,
mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang
mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya
sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan
astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator
imun.
Pemeriksaan diagnostic
 - Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan ikatan
oligoknal yakni terdapat beberapa pita immunoglobin gamma G ( IgG)
 - DCT Scan : gambaran atrofi serebral
 - MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi
perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
 - Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
 - Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitif.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
Penatalaksanaanmeliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronika
Penatalaksanaan serangan akut
1.Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan untuk
menurunkaninflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi
(exacerbation)
2.Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
3.Beta interferon (betaseron)digunakan untuk mepercepat penurunan gejala b.
 Penatalaksanaan gejala kronik
1.Pengobatan spastic seperti bacloferen (lioresal), (diantrolene (dantrium),
diazepam(valium), terapi fisik, intervensi pembedaha
2.Control kelelahan dengan namatidin (simmetrel)
3.Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
4.Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter total
5.Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria
6.Penatalksanaan rehabilitas dengan terapi fisik dan terapi kerja
7.Control distonia dengan karbamazim (treganol)
8.Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin),
perfenazin dengan amitripilin (triavili)
Asuhan keperawatan

 PengkajianData Umum Klien


Nama : Ny.N
Umur : 23 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : SMP
Nama Suami : Tn.H
Umur : 26 tahun
Alamat : Jln. Harmoko KM.07
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Tanggal Masuk RS : 07 April 2021
 Keluhan utama
Klien mengatakan keluhan lemahnya pada anggota badan bahkan mengalami
spastisitas / kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
 Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami penyakit autoimun
 Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan mengalami demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perifer
yang mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif.
 Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarga mengalami penyakit yang sama .
Diagnosa keperawatan

 a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan


spastisitas
 b. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak
tirah baring lama dan kelemahan spastic
 c. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan kelumpuhan saraf
perkemihan
Rencana keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi


1 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC:
berhubungan dengan kelemahan, Tujuan : 1. Kaji mobilitas yang ada dan
paresis, dan spastisitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan observasi terhadap
dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu peningkatan kerusakan, kaji
melaksanakan aktifitas fisik sesuai secara teratur fungsi
dengan kemampuannya motorik
  2. Modifikasi peningkatan
Kriteria hasil :
mobilitas fisik
1.  Klien dapat  ikut serta dalam program
latihan 3. Anjurkan teknik aktifitas
2. Tidak terjadi kontraktor sendi dan teknik istirahat
3. Bertambahnya kekuatan otot 4. Ajarkan klien untuk
4. Klie menunjukkan tindakkan untuk melakukan latihan gerak
meningkatkan mobilitas aktif pada ekstermitas yang
tidak sakit
5. Bantu klien melakukan
latihan ROM, perawatan
diri.
2 Resiko cedera berhubungan dengan NOC : NIC :
kerusakan sensori dan penglihatan, Tujuan : 1. Modifikasi pencegahan cedera
dampak tirah baring lama dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2. Pertahankan tirah baring dan
kelemahan spastic waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi imobilisasi sesuai indikasi
  3. Minimalkan efek imobilitas.
Kriteria hasil : 4. Minimalkan resiko decubitus.
1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan 5. Minimalkan spastisitas dan
trauma
kontraktur.
2.  Decubitus tidak terjadi
3. Kontraktur sendi tidak terjadi 6. Evaluasi tanda/gejala perluasan
4. Klien tidak jatuh dari tempat tidur cedera jaringan (peradangan lokal /
  sistemik, sperti peningkatan nyeri,
edema dan demam)

3 Perubahan pola eliminasi urin berhubungan NOC : NIC :


dengan kelumpuhan saraf perkemihan Tujuan : 1. Kaji pola berkemih dan catat urin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 setiap 6 jam
x 24 jam eliminasi urin terpenuhi 2. kontrol berkemih dengan cara berikan
  dukungan pada klien tentang
Kriteria hasil : pemenuhan eliminasi urin, lakukan
1. Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan jadwal berkemih, ukur jumlah urin
atau tidak mengguanakan keteter
tiap 2 jam
2.  Produksi 50 cc/jam
3.  Keluhan eliminasi urin tidak ada 3. Anjurkan klien untuk minum 2000
  cc/hari
4. Kontrol adanya distensi kandung
kemih
 
Implementasi dan evaluasi keperawatan
NO Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan 1. Mengkaji mobilitas yang ada dan observasi S : klien mengatakan sudah mampu melakukan
kelemahan, paresis, dan spastisitas terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur aktifitas fisik
fungsi motorik O: klien bisa melakukan ROM
2.Memodifikasi peningkatan mobilitas fisik A: masalah teratasi
3.Menganjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat P: intervensi dihentikan
4.Mengajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
5.Membantu klien melakukan latihan ROM,
perawatan diri.
2 Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan 1. Memodifikasi pencegahan cedera S : Klien mengatakan sudah mampu
2. Mempertahankan tirah baring dan imobilisasi
sensori dan penglihatan, dampak tirah baring sesuai indikasi mengendalikan resiko cedera
lama dan kelemahan spastic 3. Meminimalkan efek imobilitas. O : klien tampak tidak trauma akan resiko

4. Meminimalkan resiko decubitus. cedera


A : masalah teratasi
5. Meminimalkan spastisitas dan kontraktur.
P : intervensi dihentikan
6. Mengevaluasi tanda/gejala perluasan cedera
jaringan (peradangan lokal / sistemik, sperti
peningkatan nyeri, edema dan demam)
3 Perubahan pola eliminasi urin 1.Mengkaji pola berkemih dan S : Klien mengatakan tidak lagi
berhubungan dengan catat urin setiap 6 jam merasa nyeri ketika berkemih
kelumpuhan saraf perkemihan 2.Mengontrol berkemih dengan O : pola eliminasi klien kembali
cara berikan dukungan pada klien tampak normal
tentang pemenuhan eliminasi urin, A : masalah teratasi
lakukan jadwal berkemih, ukur P : intervensi dihentikan
jumlah urin tiap 2 jam
3.Menganjurkan klien untuk
minum 2000 cc/hari
4.Mengontrol adanya distensi
kandung kemih
SINDROM GUILANDE
BARRE
Pengertian Sindrom Guilande Barre
 Guillain Barre Syndrome ialah sindrom yang mempunyai banyak sinonim antara lain
polyneuritis akut pasca infeksi, polyneuritis akut toksik polyneuritis febril,
poliradikulopati, dan acute ascending paralysis yang sering 3 ditemukan pada bagian
penyakit saraf yang dicirikan dengan kelumpuhan otot ekstremitas yang akutt dan
progresif, dan biasanya muncul sesudah infeksi. (Harsono, 1996). Guillain Barre
Syndrome (GBS) adalah terjadinya suatu masalah pada system saraf yang
menyebabkan kelemahan otot, kehilangan reflex, dan kebas pada lengan, tungkai,
wajah, dan bagian tubuh lain. Kasus ini terjadi secara akut dan berhubungan dengan
proses autoimun.
Etiologi
 Dahulu, sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhirakhir ini
terungkap ternyata virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut sekarang ialah
suatu kelainan immunobiologik, baik secara primary immune response maupun
immune mediated process. Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit
infeksi atau kejadian akut. Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS
sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut
disebabkan oleh penyakit autoimun.
PATOFISIOLOGI
 Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya myelin,
material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi.
Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat
atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan
menyerang beberapa 7 saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP). Tidak ada yang mengetahui dengan
pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Spinal tap (tusuk lumbalis)/(lumbar puncture)


 Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)
 Pemeriksaan darah
 Elektrokardiografi (EKG)
 Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)
 Pemeriksaan patologi anatomi
PENATA LAKSANAAN
A. Pengobatan imunosupresan
B. Plasmaferesis untuk beberapa penderita dapat memberi manfaat yang besar,terutama untuk kasus
yang akut.
C. Perawatan umum dan fisioterapi Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan
pada perawatan sulit, kandung kemih
D. Roboransia saraf dapat diberikan terutama secara parenteral
E. Manfaat kortikosteroid untuk sindrom guillain-barre masih kontroversial
KOMPLIKASI
 a. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
 b. Aspirasi
 c. Paralisis otot persisten
 d. Hipo ataupun hipertensi
 e. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
 f. Aritmia jantung
 g. Retensi urin
 h. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
 i. Nefropati, pada penderita anak
Asuhan keperawatan

 1. Pengkajian
 a. Identitas
 Nama : Tn.W
 Umur : 45 tahun
 Status Perkawinan : Menikah
 Agama : Islam
 Suku : jawa
 Pendidikan : SD
 Nama istri : Ny.H
 Umur : 36 tahun
 Alamat : Jln. Datuk basuki
 Pekerjaan : IRT
 Tanggal Masuk RS : 10 April 2021
Diagnosa
 1) Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat
otot – otot pernapasan, dan ancaman gagal napas.
 2) Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung ritme dan irama bradikardia.
 3) Resiko perubahan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat.
 4) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, dan penurunan kesadaran.
Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi
1 Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan NOC : NIC :
kelemahan progresif cepat otot – otot pernapasan, Tujuan : 1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
dan ancaman gagal napas. Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
keperawatan pola napas kembali efektif. penggunaan otot – otot aksesori.
Kriteria hasil: 2) Evaluasi keluhan sesak napas, baik secara
secara subjektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20 verbal dan non verbal.
3) Beri ventilasi mekanik.
4) Lakukan pemeriksaan kapasitas vital
pernapasan.
5)Kolaborasi: Pemberian humidifikasi oksigen
3 liter/menit.
2 Resiko tinggi penurunan curah jantung yang NOC : NIC :
berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, Tujuan : 1) Auskultasi Tekanan darah. Bandingkan kedua
dan konduksi elektrikel Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk,
jam, diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi. atau berdiri bila memungkinkan.
Kriteria hasil : 2) Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi.
Stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah dalam 3) Catat murmur.
batas normal, curah jantung kembali meningkat, input 4) Pantau frekuensi jantung dan irama.
dan output sesuai, tidak menunjukkan tanda-tanda 5) Kolaborasi : Berikan O2 tambahan sesuai
disritmia) indikasi.
3 Resiko perubahan kebutuhan nutrisi: kurang NOC : NIC :
dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Tujuan : 1) Kaji kemampuan klien dalam
dengan asupan yang tidak adekuat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pemenuhan nutrisi oral.
2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi klien 2) Monitor komplikasi akibat paralisis
terpenuhi. kriteria hasil : akibat insufisiensi aktivitas parasimpatis.
Tidak terjadi komplikasi akibat penurunan 3) Berikan nutrisi via selang ansogastrik.
asupan nutrisi. 4) Berikan nutrisi via oral bila paralisis
menelan berkurang.

4 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan NOC : NIC :


dengan kerusakan neuromuskular , penurunan Tujuan : 1)Kaji tingkat kemampuan klien dalam
kekuatan otot, dan penurunan kesadaran. Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam melakukan mobilitas fisik.
waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan mobilitas 2) Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan
klien meningkat atau teradaptasi. klien dalam pemenuhan aktvitas sehari – hari.
Kriteria hasil : 3) Hindari faktor yang memungkinkan terjadi
peningkatan kemampuan dan tidak terjadi trauma pada saat klien melakukan mobilisasi.
thrombosis vena provunda dan emboli paru 4) Sokong ekstremitas yang mengalami
merupakan ancaman klien paralisis, yang tidak paralisis.
mampu menggerakkan ekstremitas. Dekubitus tidak 5) Monitor komplikasi hambatan mobilitas
terjadi. fisik. 6) Kolaborasi dengan tim fisioterapis.
Implementasi dan evaluasi keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


1 Pola napas tidak efektif yang berhubungan 1) Mengkaji fungsi paru, adanya bunyi napas S : klien mengatakan tidak lagi sesak dan
dengan kelemahan progresif cepat otot – otot tambahan, perubahan irama dan kedalaman, pola nafas efektif
pernapasan, dan ancaman gagal napas. penggunaan otot – otot aksesori. O : frekuensi nafas 16-20
2) Mengevaluasi keluhan sesak napas, baik A : masalah teratasi
secara verbal dan non verbal. P:intervensi dihentikan
3) Memberi ventilasi mekanik.
4) Melakukan pemeriksaan kapasitas vital
pernapasan.
5)Mengkolaborasi: Pemberian humidifikasi
oksigen 3 liter/menit.

2 Resiko tinggi penurunan curah jantung yang 1) Mengauskultasi Tekanan darah. Bandingkan S : klien mengatakan sudah lebih rileks
berhubungan dengan perubahan frekuensi, kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, O : TD : 120/90
irama, dan konduksi elektrikel duduk, atau berdiri bila memungkinkan. RR : 80 permenit
2) Mengevaluasi kualitas dan kesamaan nadi. Irama jantung normal
3) Mencatat murmur. A : masalah teratasi
4)Memantau frekuensi jantung dan irama. P:intervensi dihentikan
5) Mengkolaborasi : Berikan O2 tambahan
sesuai indikasi.
3 Resiko perubahan kebutuhan nutrisi: kurang dari 1) Mengkaji kemampuan klien dalam pemenuhan nutrisi oral.
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang 2) Memonitor komplikasi akibat paralisis akibat insufisiensi
tidak adekuat. aktivitas parasimpatis.
3) Memberikan nutrisi via selang ansogastrik.
4) Memberikan nutrisi via oral bila paralisis menelan
berkurang.

4 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan 1)Mengkaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas
neuromuskular , penurunan kekuatan otot, dan penurunan fisik.
kesadaran. 2) Mendekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam
pemenuhan aktvitas sehari – hari.
3) Menghindari faktor yang memungkinkan terjadi trauma pada saat
klien melakukan mobilisasi.
4) Menyokong ekstremitas yang mengalami paralisis.
5) Memonitor komplikasi hambatan mobilitas fisik. 6) Kolaborasi
dengan tim fisioterapis.
TERIMAKASIH ;)

Anda mungkin juga menyukai