Anda di halaman 1dari 34

PENDIDIKAN NILAI

Dosen Pengampuh: Dr. Abdul Latif Samal, M.Pd

Oleh Kelompok 1:

Kelas: PAI D / Semester 5 • Almawati Damopolii


• Astri Shelyna Salaati
• Felia Pobel
• Rio Dimyati
• Rizka Fadila Ismail
1. Sebagai nilai yang disandarkan pada nilai produk,
kesejahteraan, dan harga, dengan penghargaan yang
sedemikian tinggi pada suatu hal yang bersifat material

Definisi Nilai

2. Digunakan untuk mewakili gagasan atau makna


yang abstrak dan tak terukur dengan jelas. Nilai yang
abstrak itu antara lain; keadilan, kejujuran,
kebebasan, kedamaian dan persamaan
Kaitan Nilai dengan Istilah Lain

• Kaitan Nilai dan Fakta

Sebagai tema yang berkaitan dengan fakta, nilai lahir dari sebuah konsekuensi
penyikapan atau penilaian atas sesuatu hal yang faktual. Dengan kata lain, ketika
seorang melihat suatu kejadian, merasakan suatu suasana, mempresepsi suatu
benda, atau merenungkan suatu peristiwa, maka di sanalah kira-kira nilai itu ada
• Kaitan Nilai dengan Tindakan

Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri
seseorang. Ketika seorang petani mencangkul lahan sawahnya, seorang guru
merancang rencana pengajarannya, atau seorang ilmuwan tengah menulis buku.
Semua itu merupakan perwujudan dari tindakan yang dialasi oleh nilai-nilai yang
berbeda. Dengan kata lain, nilai yang sesungguhnya hanya dapat lahir kalau
diwujudkan dalam praktik tindakan
• Kaitan Nilai dan Norma

Dalam lingkup yang lebih luas, nilai dapat merujuk pada sekumpulan kebaikan
yang disepakati bersama.
Ketika kebaikan tersebut menjadi aturan atau menjadi kaidah yang dipakai
sebagai tolak ukur dalam menilai sesuatu, maka itulah yang disebut norma
• Kaitan Nilai dan Moral

Moral berasal dari bahasa Latin Moralis yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup.
Kata lain yang memiliki arti yang sama dengan moral adalah etika yang berasal dari
bahasa Yunani Ethos.
Pada umumnya, nilai mencakup 3 wilayah, yaitu: nilai intelektual (Benar-salah),
nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk). Sebagai dua istilah
yang memiliki kaitan satu sama lain, nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri
sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi
nilai moral.
• Kaitan Nilai dan Aspek-aspek Psikologis

Istilah nilai sering kali dibingungkan dengan istilah lain seperti: cita-cita, keyakinan, dan
kebutuhan. Bedanya nilai dengan cita-cita adalah cita-cita tidak selalu berimplikasi pada
suatu pilihan, tetapi nilai terkait dengan sebuah pilihan.

Nilai juga berbeda dari keyakinan, seseorang dapat meyakini bahwa sesuatu hal yang
tengah dihadapinya itu benar dan tepat, atau sebaliknya. Tetapi istilah nilai merujuk pada
perimbangan baik-buruk, atau benar-salahnya sesuatu yang dipertimbangkan secara
pribadi, baik untuk diterima ataupun tidak.

Nilai pun berbeda dari kebutuhan. Nilai lebih dari sekedar defisit kebutuhan biologis.
Nilai secara tidak langsung menyatakan kecenderungan kompleks yang melibatkan unsur
kognisi dan afeksi, serta proses seleksi dan pengakuan
• Relativitas Nilai Kehidupan

Prinsip-prinsip relativitas nilai yang dikemukakan oleh Ambroise:

1. Nilai itu relatif

2. Nilai tidak selalu disadari

3. Nilai adalah landasan bagi perubahan

4. Nilai ditanamkan melalui proses yang berbeda


Definisi dan Tujuan
Pendidikan Nilai

• Definisi Pendidikan Nilai

Dikemukakan oleh Sastrapratedja (Kaswardi,1993), yang dimaksud


dengan Pendidikan Nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-
nilai pada diri seseorang.

Mardiatmadja (1986) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan


terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai, serta
menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya
• Tujuan Pendidikan Nilai

Dikemukakan oleh Komite APEID (Asia and the pasific programme of educational
innovation for development), bahwa pendidikan nilai secara khusus ditujukan
untuk:

a) Menerapkan pembentukan nilai kepada anak,


b) Menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
c) Membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.

Dengan demikian tujuannya meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari
usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai
Pendidikan Nilai sebagai Ilmu

Pendidikan nilai sebagai ilmu memiliki karakter. Disebut karakter karena melalui
Pendidikan Nilai, kita dapat bersikap kritis, analitik, dan selektif terhadap “harga”
nilai yang terdapat dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.
Teori dan praktek pendidikan dicermati untuk menemukan permasalahan esensial
dan cara pemecahannya, atau setidaknya untuk menentukan pilihan-pilihan terbaik.
Karena itu, sikap kritis, analitik dan selektif adalah karakter yang semestinya
melekat pada ahli Pendidikan Nilai
Landasan Pendidikan Nilai
Landasan Pendidikan Nilai terdiri dari 4 bagian, yaitu; landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologis, dan landasan estetik.

• Landasan filosofis mengetengahkan akar pemikiran tentang hakikat manusia dari


perspektif filsafat,
• Landasan psikologis menjelaskan aspek-aspek psikis manusia sebagai individu,
• Landasan sosiologis meliputi prinsip-prinsip pengembangan manusia sebagai anggota
masyarakat,
• Landasan estetik menguraikan kemampuan manusia dalam mempersepsi nilai
keindahan
Komunikasi Fenomenologis Pendidikan Nilai

Komunikasi antar pendidik-terdidik mesti digali secara rinci dan apik dengan
menggunakan prinsip-prinsip Pendidikan Nilai yang mengacuh pada
pertimbangan pedagogis.

Suatu upaya gigih dalam mengungkit esensi komunikasi guna mengangkat


hakikat permasalahan yang muncul dalam peristiwa Pendidikan Nilai harus
ditata dari pengamatan secara fenomenologis tentang kondisi praktis pendidikan,
dilengkapi dengan renungan-renungan bermutu dalam kadar filosofis.

Disinilah letak kebermaknaan suatu ikhtiar Pendidikan Nilai dilihat dari dimensi
komunikasi fenomenologis
Lingkungan Pendidikan Nilai

Ki Hajar Dewantara memproklamirkan adanya tiga lingkungan pendidikan


yang disebut sebagai Tri Pusat-Pendidikan.

Tiga lingkungan itu adalah sekolah, keluarga, dan masyarakat.


Tantangan Pendidikan Nilai

Rendahnya mutu Pendidikan Nasional tidak hanya disebabkan oleh kelemahan


pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik.
Lebih dari itu ada lain yang tidaknya kalah penting, yaitu kurangnya penyadaran nilai
secara bermakna.
Kelemahan dalam penyadaran nilai sebenarnya disebabkan oleh banyak hal, tetapi
secara umum persoalan itu muncul karena Pendidikan Nilai selalu menghadapi
sejumlah tantangan yang semakin hari semakin kompleks
Landasan Kontekstual Pendidikan Nilai

Dalam konteks Pendidikan Nasional, pengembangan Pendidikan Nilai perlu


diartikulasikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yg bersifat kultural dan
spiritual. Hal ini tidak berarti harus mengabaikan landasan atau prinsip
pengembangan Pendidikan Nilai yang bersifat umum seperti landasan filosofis,
psikologis, sosial, dan prinsip keutuhan.
Status Pendidikan Nilai

Persoalan utama yang dihadapi dalam mengartikulasikan Pendidikan Nilai adalah


belum adanya penjelasan yang rinci mengenai status Pendidikan Nilai dalam konteks
Pendidikan Nasional. Keberadaannya sering di pandang sangat penting dan strategis,
bahkan sesekali dianggap sebagai pendidikan yang paling Krusial apabila tidak
diselenggarakan dengan baik dalam pendidikan nasional. Tetapi, ketika dilacak lebih
jauh statusnya masih saja memunculkan sejumlah tafsiran yang berbeda
Pendidikan Nilai dan Inovasi

Inovasi pendidikan adalah gagasan atau program yang dipersepsi sebagai suatu yang baru oleh
pengguna. Istilah “baru” memang bisa relatif.

Rogers (1983) membuat batasan mengenai obyektivitas seseorang dalam menilai sesuatu yang
dianggap baru berdasarkan 2 kriteria.

1. “Baru” diukur berdasarkan waktu bahwa gagasan atau program tersebut memang pertama
kali ditemukan.
2. baru diukur oleh jarak waktu ketika seseorang atau sekelompok masyarakat pertama kali
menggunakan gagasan atau program pendidikan.
Kecakapan Hidup (Life-Skills)

Kecakapan hidup sering disebut life-skills merupakan gagasan inovatif yang


lahir dari adanya kebutuhan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
mampu mengembangkan dirinya dalam kehidupan nyata. Tujuan yang hendak
dicapai dari gagasan itu adalah pengembangan kecakapan peserta didik secara
personal, sosial, rasional, akademik, dan vokasional.
Dasar Pengembangan Pendidikan Nilai di Indonesia

Pada awalnya tujuan pendidikan Indonesia bercorak pragmatis. Dengan penekan di sektor
ekonomi, terutama melalui industrialisasi, negara hendak meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh bangsa serta mencapai keadilan sosial. Pendidikan pragmatis
menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil, tetapi belum tentu berbudi baik. Banyak
masalah yang dapat dijadikan indikator, mulai dari masalah sosial, politik, rasial,
lingkungan dan ketakwaan.

Paulo Freire tahun 1998 menyatakan bahwa pendidikan itu seharusnya mengarah pada
pemanusiaan manusia. Hal ini akan menumbuhkan kesadaran kaidah emas (golden rule),
golden rule merupakan intisari nilai-nilai yang diformulasikan dengan beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bernilai luhur, berkeperibadian yang mantap dan
bertanggung jawab.
Relevansi Pendidikan Nilai untuk Pengembangan SDM peserta
didik berkualitas

1. Sumber Daya Manusia: Peserta Didik


Pendidikan (education) berasal dari kata educate (mendidik), artinya memberi peningkatan dan
mengembangkan. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk mempertahankan ekstensi
kemanusiaannya (memanusiakan manusia).

Pada diri manusia terdapat empat unsur/lapisan yang merupakan satu kesatuan yang
berinterdefedensi, yaitu : Fisikal (bagian terluar yang bisa diindra/rupa/badan), Emosional,
Mental/pikiran, dan Hati nurani (unsur terdalam dan terpenting yang harus menjadi sasaran
pendidikan).
Oleh sebab itu, pendidikan nilai sangat relevan untuk mengantarkan manusia agar dapat hidup
dalam tataran insaniah yang perilakunya selalu diorganisasikan dengan kendali mental/pikiran
dan hati nurani. Dengan pendidikan nilai diharapkan lahir SDM peserta didik yang berkualitas,
yaitu manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki ketajaman hati nurani.
2. Arah Pembelajaran Pendidikan Nilai

Arah pendidikan nilai adalah sesuai dengan sasaran pendidikan umum pada umumnya,
yaitu untuk membentuk manusia utuh mulai dari bayi, balita, usia anak sekolah, remaja,
hingga dewasa. Pada era globalisasi sebagai era ketidakpastian, moral manusia semakin
rusak, perilaku manusia tidak beradab, dan kondisi masyarakat mencekam dan
menakutkan. Dari kondisi tersebut timbul kekhawatiran terhadap generasi kehidupan
manusia, khususnya dalam pembentukan kepribadian anak sehingga pendidikan nilai
menjadi was-was bagi pembentukan generasi yang baik untuk masa mendatang.
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai bertujuan membantu peserta didik untuk bertumbuh dan


berkembang menjadi pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai
manusia), berguna dan berpengaruh dalam masyarakatnya, yang bertanggung jawab
serta bersifat proaktif dan kooperatif, pribadi cerdas, berkeahlian, tetapi tetap
humanis.
4. Program Pembelajaran Pendidikan Nilai di Sekolah

Program pendidikan nilai dianggap mata pelajaran khusus yang bersinggungan dengan
agama, sosial, filsafat, atau humaniora. Pada tataran praksisnya, transformasi nilai-nilai
moral dari pendidik kepada peserta didik harus berdasarkan rujukan yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pendidikan nilai bertujuan untuk menjadikan peserta didik
sebagai manusia utuh, manusia sempurna. Pendidikan nilai tidak hanya menempatkan
sistem nilai sebagai bahan konsultasi dalam merumuskan tujuan pendidikan, tetapi juga
menjadi acuan dalam sistem dan strategi pendidikan.
Pendekatan Pembelajaran Nilai di Sekolah
Ada beberapa pendekatan dalam proses pengalihan nilai (transfer of values) dari
pendidik kepada peserta didik, antara lain sebagai berikut:
a) Melalui pendekatan emosional; pendidik berusaha mengaktifkan ranah afektif
peserta didik karena setiap anak yang lahir ke dunia membawa sifat-sifat positif
(Tuhan).
b) Membina perilaku positif siswa yang dilakukan secara berulang-ulang. Perilaku
yang diulang-ulang (repetition), semakin lama semakin tertanam secara dalam,
menjadi kebiasaan, menjadi sifat/karakter, dan akhirnya menjadi bagian dari
kepribadian.
c) Transformasi dan penanaman nilai disampaikan kepada peserta didik secara pasti,
kontinu, perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, dalam nuansa kebersamaan dan
kekeluargaan.
Metode Pembelajaran Nilai di Sekolah

Secara garis besar, pembelajaran nilai di persekolahan dapat diaktualisasikan


melalui metode berikut:
a. Metode dogmatik; metode untuk mengajarkan nilai kepada peserta didik
dengan jalan menyajikan keseluruhan nilai yang harus diterima oleh peserta
didik apa adanya, tanpa mempersoalkan hakikatnya.
b. Metode deduktif; adalah proses berpikir dari yang umum ke yang khusus.
c. Metode induktif; adalah proses berpikir dari yang khusus ke yang umum.
Strategi dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Nilai di Sekolah yang Efektif

a. Penataan fisik sekolah dan kelas yang kondusif untuk keberlangsungan belajar
mengajar.
b. Pembinaan keagamaan bagi guru/pendidik yang terpola dan terprogram, ada
pelatihan bagi guru tentang metode memasukkan nilai melalui bidang studi.
c. Penataan dan peningkatan kualitas kegiatan ekstrakurikuler ke-agamaan di sekolah.
d. Peningkatan rasa tanggung jawab, disiplin, kebersamaan, persatuan, dan kerja sama
dalam menjalankan aktivitas persekolahan.
e. Guru tampil sebagai sosok yang cerdas secara intelektual (IQ), emosional (EQ), dan
spiritual (SQ).
f. Di antara guru lahirnya kebiasaan untuk berdiskusi, peningkatan wawasan (insight),
informasi tentang ilmu umum dan agama di lingkungan tempat guru bekerja.
g. Istiqomah untuk beramal saleh dan memberikan keteladanan kepada para siswa.
h. Budaya ucapan salam di lingkungan sekolah dan lantunan ayat-ayat Al-Quran melalui
radio atau pengeras suara sebelum pelajaran dimulai.
i. Adanya program BP/BK yang berbasis nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
1. Teknik atau Cara untuk Mewujudkan
Budaya Sekolah Berbasis Nilai

Teknik atau cara untuk mewujudkan budaya sekolah berbasis nilai melalui
tahapan berikut.
a. Adanya kesadaran bersama akan pentingnya nilai.
b. Adanya komitmen, penghayatan, dan aktualisasi nilai
c. Adanya sistem evaluasi yang dapat diandalkan (dapat berupa mingguan,
bulanan, dan tahunan).
2. Langkah-langkah Membangun Sekolah Berbasis
Nilai yang Kondusif

a. memahami kondisi permasalahan sekolah dan masyarakat;

b. mengetahui penyebabnya;

c. menciptakan solusi untuk membangun budaya sekolah.


Model dan Pola Evaluasi/Penilaian Pembelajaran Pendidikan Nilai di
Sekolah

1. Domain Kognitif (Cognitive Domain)


Evaluasi pada ranah/domain kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri atas pengetahuan atau ingatan, pemahaman, dan analisis.
Domain kognitif memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu sebagai berikut.

a. Pengetahuan (knowledge), d. Analisis (analysis),


b. Pemahaman (comprehension), e. Sintesis (synthesis)
c. Penerapan (application), f. Evaluasi (evaluation),
2. Domain Afektif (Affective Domain)

Domain afektif, yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan
terjadi jika peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap
sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku.
Domain/ranah afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu sebagai berikut.
a. Kemauan menerima (receiving),
b. Kemauan menanggapi/menjawab (responding),
c. Menilai (valuing),
d. Organisasi (organization),
3. Domain Psikomotor (Psychomotor Domain)

Domain psikomotor, yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh
atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang
kompleks.

a. Muscular or motor skill, meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,


melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
b. Manipulations of materials or objects, meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan,
menggeser, memindahkan, dan membentuk.
c. Neuromuscular coordination, meliputi: mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai