Undang
dan Etika
Kefarmasian
Dosen Pengampu : apt.Erniza Pratiwi, M.Farm.
Kelompok 2 :
1. Azhariah Fadila 1901044
1 2 3
Izin Apotik diberikan oleh Menteri melimpahkan Kepala Dinas Kesehatan
Menteri; wewenang pemberian izin Kabupaten/Kota wajib melaporkan
apotik kepada Kepala pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
DinasKesehatan Kabupaten / izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
Kota apotik sekali setahun kepada Menteri
dan tembusan disampaikan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
● Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas
Tata cara pemberian izin apotek Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan contoh formulir model APT-1.
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 ● Dengan menggunakan formulir APT-2, Kepala Dinas
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993
Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada
Apotek tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh
Izin Apotek adalah sebagai berikut: formulir model APT-4.
● Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah
diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh formulir APT-5.
Tata cara pemberian izin apotek
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
● Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002
Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas
Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas)
Apotek tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan
Izin Apotek adalah sebagai berikut: menggunakan contoh Formulir Model APT-6.
● Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-
lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal
Surat Penundaan.
Tata cara pemberian izin apotek
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002
● Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan
Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan
Apotek tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian permohonan maka Kepala Dinas Kesehatan
Izin Apotek adalah sebagai berikut: Kabupaten/Kota setempat dalam jangaka waktu
selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib
mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-
alasannya, dengan mempergunakan contoh formulir
model APT-7 (Depkes R.I, 1993).
PASAL 19
1 2
Apabila Apoteker Pengelola Apabila Apoteker Pengelola
Apotik berhalangan melakukan Apotik dan Apoteker
tugasnya pada jam buka Apotik, Pendamping karena hal-hal
Apoteker Pengelola Apotik tertentu berhalangan meiakukan
harus menunjuk Apoteker tugasnya, Apoteker Pengelola
pendamping Apotik menunjuk Apoteker
Pengganti
PASAL 19
3 4 5
Penunjukan dimaksud dalam ayat (1) Apoteker Pendamping dan Apabila Apoteker Pengelola Apotik
dan (2) harus dilaporkan Kepada Apoteker Pengganti wajib berhalangan melakukan tugasnya
Kepala Dinas Kesehatan memenuhi persyaratan lebih dari 2 (dua) tahun secara terus
Kabupaten /Kota dengan tembusan dimaksud dalam Pasal 5; menerus, Surat Izin Apotik atas nama
Kepada Kepala Dinas Kesehatan Apoteker bersangkutan dicabut.
Propinsi setempat dengan
menggunakan contoh Formulir Model
APT-9;
Menurut Kepmenkes 1332 Tahun 2002 Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut
surat izin apotik apabila
● Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5
dan atau;
● Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
15 ayat (2) dan atau;
● Apoteker Pengelola Apotik terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19
ayat (5) dan atau;
● Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan atau;
● Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut dan atau;
● Pemilik Sarana Apotik terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundang-
undangan di bidang obat, dan atau;
● Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6.
Standar
Pelayanan
Kefarmasian di
Apotek
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk:
1 2 3
meningkatkan mutu Pelayanan menjamin kepastian hukum melindungi pasien dan masyarakat
Kefarmasian bagi tenaga kefarmasian; dari penggunaan Obat yang tidak
dan rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
● Perencanaan, Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
● Pengadaan, Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
● Penerimaan, merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
● Penyimpanan
Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau
darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan
harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama
Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan
dan stabilitasnya.
Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi
Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta
disusun secara alfabetis.
Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
● Pemusnahan dan penarikan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan
Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan
dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
● Pengendalian, Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik
dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat,
tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
● Pencatatan dan Pelaporan, Pencatatan dilakukan pada setiap proses
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan
eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan
pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 Pasal 3 (1)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
● Pengkajian dan pelayanan Resep
● Dispensing
● Pelayanan Informasi Obat (PIO)
● Konseling
● Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
● Pemantauan Terapi Obat (PTO)
● Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker
harus memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan,
seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah
Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang
apoteker harus menjalankan peran yaitu:
● Pemberi layanan, Sebagai pemberi pelayanan harus ● Pengelola, Mampu mengelola sumber daya manusia,
berinteraksi dengan pasien dalam sistem pelayanan fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker
kesehatan secara berkesinambungan. harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan
● Pengambil keputusan, Mempunyai kemampuan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal
dalam mengambil keputusan dengan menggunakan lain yang berhubungan dengan Obat.
seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan ● Pembelajar seumur hidup, Selalu meningkatkan
efisien. pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui
● Komunikator, Mampu berkomunikasi dengan baik pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
kepada pasien maupun profesi kesehatan lainnya Development/CPD)
sehubungan dengan terapi pasien. ● Peneliti, Selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah
● Pemimpin, Memiliki kemampuan untuk menjadi dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan
pemimpin yang meliputi keberanian mengambil Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam
keputusan yang empati dan efektif, serta pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola Kefarmasian.
hasil keputusan.
Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek (di
Permenkes no.73 tahun 2016 BAB V)