Anda di halaman 1dari 19

KOASISTENSI BEDAH DAN RADIOLOGI

LAPORAN KASUS MANDIRI

ALFREDO J. D. NIRON
NIM : 2009020014
Sinyalemen dan Anamnesa

Nama : Bom bom


Jenis hewan : Anjing
Ras : Golden Retriever
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 7 tahun
Berat badan : 35 kg
Anjing dibawah ke klinik dengan riwayat tidak mau
makan sudah tiga hari, bau mulut menyengat, dan
hipersalivasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan suhu
: 40 0C, frekuensi napas 68x/menit, denyut jantung
170x/menit. Pada saat melakukan inspeksi ditemukan
lapisan karang gigi yang tebal pada semua gigi, dan
gigi insisi pada mandibular terlihat goyah
Pemeriksaan Laboratirium

Pada pemeriksaan laboratorium didaptkan hasil adanya


peningkatan pada WBC(white blood cell), neutrofilia,
BUN (blood urea nitrogen), dan Creatinin naik 7x dari
normal
Diagnosa dan Prognosa

Berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan hasil


pemeriksaan laboratorium kimia darah, anjing
didiagnosis mengalami penyakit periodontal dengan
prognosis fausta
PEMBAHASAN

Penyakit periodontal adalah suatu kondisi yang mempengaruhi


periodonsium, oleh karena adanya ganggunan infeksi bakteri
pada struktur yang mengelilingi gigi yang berperan untuk
melindungi gigi (De Marco & Gioso, 1997)
faktor etiologi seperti plak bakteri, mikroflora, status
kekebalan, jumlah air liur(hipersalivasi), jenis hewan, usia
(seing terjadi anjing tua), rutinitas pembersihan profilaksis dan
jenis makanan yang diberikan
dibagi menjadi beberapa stadium gingivitis (stadium 1) ,
periodontitis awal (stadium 2), periodontitis sedang (stadium
3) dan periodontitis berat (stadium 4) (Harvey & Emily, 1993)
Gejala klinis yang ditimbulkan antara lain halitosis (bau
mulut), hipersalivasi, adanya karang gigi dan plak dan
kurangnya napsu makan.
Scannapieco dan Panesar, 2008 menunjukkan bahwa
periodontitis menyebabkan peradangan sistemik subklinis
yang memicu aterosklerosis dan menyebabkan hipoksemia
ginjal sekunder, kerusakan ginjal progresif, dan penyakit
ginjal kronis melalui stenosis arteri lokal dan penurunan
curah jantung
Karang gigi atau kalkulus mempunyai komposisi yaitu
mineral organik dan anorganik dengan komponen pembentuk
yaitu brushite, dicalcium, phosphatedehydrate, octacalcium
phosphate, hydroxyapatite dan whitlockite. Kalkulus dilapisi
oleh lapisan tipis dari mikroorganisme(biofilm plak)
Plak ini merupakan biofilm (Dupont, 1997; Roza, 2004)
atau komunitas mikroba tidak terdefinisi yang terkait
dengan permukaan gigi (Wilderer; Charaklis, 1989, Lang
et al., 1997), dan dianggap sebagai penyebab utama proses
patologis (agen etiologi) (Tanzer et al. 1977; McPhee &
Cowley , 1981)
Pembentukan pelikel pada permukaan gigi dan area lain
dari mulut, yang disebut pelikel melekat, yang merupakan
film organik yang berasal dari air liur yang pada awalnya
tidak memiliki mikroorganisme (Sans & Newman, 1997).
Pada saat melakukan inspeksi juga ditemukan gigi insisi
pada mandibular terlihat goyah yang diduga karena
adanya peradangan pada gusi atau gingivitis.
Menurut gorrel 2008, gingivitis yang tidak ditangani dapat
berkembang menjadi periodontitis, periodontitis adalah
kerusakan yang diikuti dengan hilangnya struktur
pendukung termasuk periodontium, gingiva, ligamen,
cementum, dan alveolar bone sehingga menyebabkan
hilanganya perlekatan pada gusi yang mengakibatkan gigi
mudah copot
Adanya bau mulut atau halitosis kemungkinan terjadi
dikarenakan adanya peradangan pada jaringan gingiva
yang disebut gingivitis dengan cara vasodilatasi,
marginalisasi leukosit, migrasi sel, produksi prostaglandin
dan enzim destruktif juga terjadi (Gioso, 2007), membuat
gingiva menjadi merah, bengkak dan nyeri, dan dapat
menyebabkan halitosis (De Marco & Gioso, 1997).
Pada pemeriksaan laboratorium kimia darah terjadi peningkatan
pada WBC(white blood cell), netrofilia, BUN(blood urea
nitrogen) dan creatinin, hal ini mengindikasikan bahwa adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Menurut Hajishengalis et al., 2015 netrofil adalah komponen
integral daroi respon periodontal dan mewakili
mayoritas(95%)leukosit yang masuk melalui gingiva sebagai
respon terhadap biofilm pada gigi.
Peningkatan pada kadar creatinin dan BUN (blood urea
nitrogen) disebabkan bakteri yang terlibat dalam proses penyakit
periodontal dapat bermigrasi ke bagian tubuh lain melalui
bakteremia dan berkoloni di sana,yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit seperti endokarditis, nefritis (Harvey &
Emily, 1993; Debowes, 1996; Gioso, 2007), hepatitis (Debowes,
1996; Gioso, 2007) dan miokarditis (Harvey & Emily, 1993).
Penyakit lain yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang terlibat dalam penyakit periodontal, adalah proses
patologis yang dikenal sebagai lesi periodontik-
endodontik
Terdapat infeksi dan inflamasi pada pulpa gigi yang
disebabkan oleh migrasi bakteri periodontal pada apeks
gigi dan penetrasi saluran akar melalui foramen, yaitu
lubang-lubang kecil yang dilalui oleh suplai vaskular,
limfatik dan saraf gigi, hal ini juga menyebabkan
terjadinya peningkatan frekuensi napas, detak jantung dan
juga kenaikan suhu badan dikarenakan infeksi sistemik
yang terjadi (Pieri , 2004)
Diagnosis penyakit periodontal didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan klinis dan evaluasi radiologis
Penanganan
non – operasi dengan menghilangkan plak atau kalkulus pada gigi dan
disebut Dental scalling dan dengan operasi dilakukan dengan pencabutan
atau extraksi. (Gorrel, 2008) dan
Dental scalling dapat dilakukan manual dengan menggunakan forceps atau
peralatan ultrasonic scaler yaitu mengunakan getaran frekuensi tinggi untuk
menghancurkan karang gigi
Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang
alveolar dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik
pembedahan
Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan
lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan
gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi
Teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep, pembuangan tulang
disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari
tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan
penjahitan.
Langkah – langkah operasi
Pre Operasi
 Pemeriksaan Fisik Hewan
 pengukuran berat badan
 pengukuran suhu tubuh hewan
 Frekuensi pulsus
 frekuensi napas
 frekuensi jantung
 Metode Anastesi dan Premedikasi
 Premedikasi dilakukan dengan menggunakan atropine sulfat dengan dosis
0,04mg/kg BB secara intramuskuler. Dosis Atropin = 0,04mg x 35 kg :
0,25mg/ml = 5,6 ml
 Anaestesi dilakukan dengan menggunakan kombinasi ketamin dan xylazin dosis
10 mg/kg BB dan 2 mg/kg BB secara intramuskuler. Dosis Ketamin = 10mg x
35 kg : 100mg/ml= 3,5 ml, Dosis Xylazine = 2mg x 35 kg : 20mg/ml= 3,5 ml
 Endotracheal tube ukuran 2 mm dipasang pada hewan
 Isofluran sebagai anestesi per inhalasi diberikan setelah endotracheal tube
terpasang
 Persiapan alat dan bahan operasi
 Elevator
 Extraction forceps
 Chlorhexidine rinse
 3-ways syringe
 Benang polyglycoli acid ukuran 4/0
 Jarum regular taper point ½ circle
 Persiapan Operator dan Asisten
 menggunakan tutup kepala dan masker
 mencuci kedua tangan dengan sabun dan menyikatnya dengan
sikat pada air yang mengalir
 Pemakaian masker
 Pemakaian gaun operasi
 Pemakaian sarung tangan
 Teknik operasi
 Teknik scaling kalkulus supragingiva
 Teknik scaling dan root planing kalkulus subgingiva
 Scaling dengan ultrasonic scaler
 Operasi
 Pencabutan gigi dilakukan pada gigi yang perlekatannya
dengan gusi sudah buruk
 Pencabutan gigi yang memiliki satu akar, diawali dengan
dikuranginya perlekatan gigi dengan gusi dengan
menggunakan elevator
 Gigi dicabut menggunakan extraction forceps
 Pencabutan gigi dilakukan ketika gigi sudah bebas
perlekatannya dengan gusi
 Pencabutan gigi dengan akar lebih dari satu
 pertama-tama gigi dibagi berupa segmen sehingga gigi menjadi
beberapa bagian yang berakar satu segmen tersebut dibuat dengan
menggunakan bor gigi.
 Gigi yang telah berakar satu kemudian dikurangi perlekatannya
dengan gusi menggunakan elevator
 Gigi yang sudah berkurang perlekatannya dicabut menggunakan
extraction forceps
 Kuret dilakukan pada gusi setiap selesai mencabut satu gigi untuk
mencegah adanya bagian dari gigi yang tertinggal
 desinfeksi dilakukan pada lubang alveolar bone menggunakan
chlorhexidine rinse dengan bantuan alat 3-ways syringe
 Penjahitan pada gusi dilakukan 8 pada lubang alveolar bone yang
cukup besabenang polyglycoli acid ukuran 4/0 dan jarum regular
taper point ½ circler dengan pola jahitan simple interrupted (Kul et
al., 2018)
 Pasca Operasi
 pemberian chlorhexidine rinse selama 5-7 hari untuk
menurunkan tingkat akumulasi plak, menurunkan risiko
infeksi dan peradangan (Oxford 2013).
 Treatmen terhadap plak dan kalkulus adalah hanya
diperlukan pembersihan karang gigi yang lazim disebut
Scalling
 diakukan dengan hewan dalam keadaan terbius total.
 Dianjurkan untuk melakukan scalling rutin 1-2 kali setiap
tahunnya
 Pencegahan
 Membersihkan gigi dua kali dalam seminggu.
 Menyediakaan mainan gigit-gigitan yang di khususkan untuk
membersihkan gigi (Dental Chew) atau tulang (bagi anjing yang dapat
mengunyah tulang; seperti anjing ras besar).
 Mencampurkan antiseptik dalam air minum anjing juga memberikan
keuntungan oral yang (antiseptik yang di maksud adalah antiseptik
yang memang di produksi husus untuk kesehatan gigi & mulut anjing).
 Menjaga kebersihan oral dengan cara menyikat gigi dapat mencegah
pembentukan plak pada permukaan email gigi.
 Membersihkan sisa-sisa makanan dari sela-sela gigi dengan
menggunakan benang gigi (dental floss) atau sikat interdental
 Memperbanyak minum air putih
 Memberikan dogfood kering dan snack pembersih gigi secara rutin
(jika dilakukan sejak dini dapat mencegah resiko terbentuknya karang
gigi sampai dengan 70%) (Anonim, 2011., Walton. 1997).
DAFTAR PUSTAKA

Fábio Alessandro Pieri, Ana Paula Falci Daibert,Elisa Bourguignon and Maria
Aparecida Scatamburlo Moreira (2012). Periodontal Disease in Dogs, A Bird's-Eye
View of Veterinary Medicine, Dr. Carlos C. Perez-Marin (Ed.), ISBN: 978-953-51-
0031-7, InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/a-bird-s-eye-
viewof-veterinary-medicine/periodontal-disease-in-dogs
Glickmana L.T , Glickmana N.W , Moore G. E , Lundd E. M, Lantzc G.C ,
Pressler B. M. 2011. Association between chronic azotemic kidney disease and the
severity of periodontal disease in dogs. Preventive Veterinary Medicine 99.(2011)
193-200
Djamil H dan Susanty N. 2017. Study kasus penanganan penyakit periodontal
pada kucing di klinik hewan pendidikan. Universitas Hasanuddin. Skripsi
Manfra-Marretta, S.; Cchloss, A.J.; Klippert, L.S. (1992) Classification and
prognostic factors of endodontic-periodontic lesions in the dog. Journal of
Veterinary Dentistry, Vol.9, No.2, pp.27-30.
Grove, T.K. (1998) Treatment of periodontal disease. Veterinary Clinics North
American: small anim pract, Vol.28, No.5, pp.1147-1164,

Anda mungkin juga menyukai