OLEH
ALFREDO J. D. NIRON
NIM : 2009020014
KUPANG
2021
LAPORAN KASUS
Umur : 7 tahun
Berat badan : 35 kg
Anjing dibawah ke klinik dengan riwayat tidak mau makan sudah tiga hari, bau mulut
menyengat, dan hipersalivasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan suhu : 40 0C, frekuensi napas
68x/menit, denyut jantung 170x/menit. Pada saat melakukan inspeksi ditemukan lapisan
karang gigi yang tebal pada semua gigi, dan gigi insisi pada mandibular terlihat goyah
Pemeriksaan Laboratirium
Pada pemeriksaan klinis inspeksi ditemukan lapisan karang gigi pada semua gigi dan
gigi insisi pada mandibular terlihat goyah. Karang gigi atau kalkulus mempunyai komposisi
yaitu mineral organik dan anorganik dengan komponen pembentuk yaitu brushite, dicalcium,
phosphatedehydrate, octacalcium phosphate, hydroxyapatite dan whitlockite. Kalkulus
dilapisi oleh lapisan tipis dari mikroorganisme. Fosfolipid berperan penting dalam
pembentukan calculus. Calculus selalu dilapisi oleh lapisan tipis dari mikroorganisme.
Kerusakan gigi akan diikut dengan terjadinya penyerapan protein dari saliva. Bakteri
Gramnegatif akan ikut terserap mendominasi terbentuknya lapisan biofilm plak. Plak
menyerap kalsium dan fosfat dari saliva untuk membentuk supragingival calculus dan cairan
crevicular akan membentuk subgingival calculus ( Jin dan Yip 2002). Kerusakan gigi akan
diikuti dengan terjadinya penyerapan protein dari saliva, bakteri akan ikut terserap kemudian
mendominasi terbentuknya lapisan biofilm plak. Plak bakteri adalah bahan lengket
kekuningan yang berkoloni di seluruh mulut (Gioso, 2007), permukaan gigi dalam struktur
emailnya (Slee & O'Connor, 1983; Katsura et al., 2001) dan sulkus gingiva (Domingues et al.
al., 1999). Plak ini merupakan biofilm (Dupont, 1997; Roza, 2004) atau komunitas mikroba
tidak terdefinisi yang terkait dengan permukaan gigi (Wilderer; Charaklis, 1989, Lang et al.,
1997), dan dianggap sebagai penyebab utama proses patologis (agen etiologi) (Tanzer et al.
1977; McPhee & Cowley , 1981). Plak memiliki sebagai konstituen utamanya: glikoprotein
saliva, mineral, bakteri mulut, polisakarida ekstraseluler yang melekat pada permukaan gigi,
sel epitel deskuamasi, leukosit, makrofag dan lipid (Harvey & Emily, 1993; Roza, 2004).
Awalnya pada pembentukan pelikel pada permukaan gigi dan area lain dari mulut, yang
disebut pelikel melekat, yang merupakan film organik yang berasal dari air liur yang pada
awalnya tidak memiliki mikroorganisme (Sans & Newman, 1997). Dalam pelikel yang
diperoleh dimulai pembentukan biofilm melalui adhesi mikroorganisme pertama yang
sebagian besar adalah bakteri aerob gram positif (Lang et al. 1997; Sans & Newman, 1997;
Gioso, 2007), terutama dari genus Streptokokus, yang menghasilkan eksopolisakarida, zat
yang bertindak seperti "lem", memfasilitasi perlekatan bakteri ini ke permukaan yang
bersangkutan (Wiggs & Lobprise, 1997; Gioso, 2007; Roza, 2004) terutama di tempat-tempat
di mana terdapat bakteri kecil seperti pada ketidakteraturan susunan gigi, adanya retakan atau
kekasaran pada gigi (Sans & Newman, 1997). Pada saat melakukan inspeksi juga ditemukan
gigi insisi pada mandibular terlihat goyah yang diduga karena adanya peradangan pada gusi
atau gingivitis. Menurut gorrel 2008, gingivitis yang tidak ditangani dapat berkembang
menjadi periodontitis, periodontitis adalah kerusakan yang diikuti dengan hilangnya struktur
pendukung termasuk periodontium, gingiva, ligamen, cementum, dan alveolar bone sehingga
menyebabkan hilanganya perlekatan pada gusi yang mengakibatkan gigi mudah copot. Hal
ini juga memperkuat hasil anamnesa yaitu memiliki riwayat tidak mau makan selama 3 hari
dikarenakan adanya peradangan pada gusi sehingga juga menyebabkan adanya hipersalivasi
yang disebabkan karena adanya respon terhadapat infeksi bakteri yang menyebabkan adanya
kulkus atau karang gigi . Adanya bau mulut atau halitosis terjadi dikarenakan adanya
peradangan pada jaringan gingiva yang disebut gingivitis dengan cara vasodilatasi,
marginalisasi leukosit, migrasi sel, produksi prostaglandin dan enzim destruktif juga terjadi
(Gioso, 2007), membuat gingiva menjadi merah, bengkak dan nyeri, dan dapat menyebabkan
halitosis (De Marco & Gioso, 1997).
Pre Operasi
Persiapan alat dan bahan
Bahan yang digunakan adalah atropine sulfat, ketamine, xylazine, anastetikum gas
isofluran, pet gel, chlorhexidine rinse, fluoride, NaCl, benang polyglycoli acid 4/0 dan
jarum regular taper point ½ circle
Kombinasi ketamine dan xylazine diberikan untuk anestesi umum melalui rute
intramuskular. Kombinasi ketamine dan xylazine digunakan karena ketamine memiliki efek
samping terjadinya kekakuan otot dan xylazine merupakan sediaan yang dapat
merelaksasikan otot. Dosis Xylazin = (berat badan ×dosis aplikasi/kandungan sediaan). Dosis
Ketamin = (berat badan ×dosis aplikasi /kandungan sediaan).
Operasi
Pencabutan gigi dilakukan pada gigi yang perlekatannya dengan gusi sudah buruk.
Pencabutan untuk tiap gigi memiliki cara yang berbeda, karena jumlah akar gigi yang
berbeda. Pencabutan gigi yang memiliki satu akar, diawali dengan dikuranginya perlekatan
gigi dengan gusi dengan menggunakan elevator. Gigi dicabut menggunakan extraction
forceps. Pencabutan gigi dilakukan ketika gigi sudah bebas perlekatannya dengan gusi.
Pencabutan gigi dengan akar lebih dari satu, pertama-tama gigi dibagi berupa segmen
sehingga gigi menjadi beberapa bagian yang berakar satu. Segmen tersebut dibuat dengan
menggunakan bor gigi. Gigi yang telah berakar satu kemudian dikurangi perlekatannya
dengan gusi menggunakan elevator. Gigi yang sudah berkurang perlekatannya dicabut
menggunakan extraction forceps. Kuret dilakukan pada gusi setiap selesai mencabut satu gigi
untuk mencegah adanya bagian dari gigi yang tertinggal. Proses desinfeksi dilakukan pada
lubang alveolar bone menggunakan chlorhexidine rinse dengan bantuan alat 3-ways syringe.
Penjahitan pada gusi dilakukan 8 pada lubang alveolar bone yang cukup besar. Penjahitan
dilakukan dengan benang polyglycoli acid ukuran 4/0 dan jarum regular taper point ½ circle.
Teknik penjahitan yang digunakan adalah simple interrupted. Penanganan pasca operasi
adalah dengan pemberian chlorhexidine rinse selama 5-7 hari untuk menurunkan tingkat
akumulasi plak, menurunkan risiko infeksi dan peradangan (Oxford 2013). Treatmen
terhadap plak dan kalkulus adalah hanya diperlukan pembersihan karang gigi yang lazim
disebut Scalling. Scalling gigi anjing atau kucing diakukan dengan hewan dalam keadaan
terbius total. Dianjurkan untuk melakukan scalling rutin 1-2 kali setiap tahunnya.
Scaling adalah suatu proses dimana plak dan kalkulus dibuang dari permukaan
supragingiva dan subgingiva gigi. Peralatan yang biasa dipakai adalah hands instruments
scaler atau manual scaler dan ultrasonic scaler. Root planning adalah proses dimana sisa
kalkulus yang berada di semetum dikeluarkan dari akar untuk menghasilkan permukaan gigi
yang halus, keras, dan bersih.
Teknik operasi
Teknik scaling kalkulus supragingiva
Scaling subgingiva jauh lebih kompleks dan rumit dibandingkan scaling supragingiva.
Kalkulus subgingiva umumnya lebih keras daripada supragingiva, selain itu kalkulus
subgingiva kadang melekat pada permukaan akar yang sulit dijangkau (misalnya daerah 9
bifurkasi). Jaringan lunak yang membatasi kalkulus subgingiva juga merupakan masalah,
karena pandangan operator menjadi terhalang, terutama jika saat tindakan scaling, darah yang
keluar cukup banyak maka pandangan menjadi semakin tidak jelas. Oleh karena itu operator
dituntut menggunakan kepekaan perasaan dengan bantuan scaler untuk mengetahui
keberadaan dan posisi kalkulus subgingiva. Pada scaling subgingiva, arah dan keleluasaan
menjadi sangat terbatas dengan adanya dinding poket yang mengelilinginya. Oleh karena itu
untuk mencegah trauma dan kerusakan jaringan yang lebih besar, maka alat scaler harus
diaplikasikan dan digunakan secara hati-hati serta yang lebih penting lagi adalah pemilihan
alat dengan penampang yang tipis agar mudah masuk ke dalam subgingiva. Selain itu
operator dituntut untuk menguasai morfologi gigi per gigi dengan berbagai kemungkinan
variasinya. Hal ini penting untuk membedakan antara adanya kalkulus atau karena adanya
bentukan yang variatif dari permukaan akar. Daerah lain yang sulit dijangkau adalah kalkulus
di bawah titik kontak antara 2 gigi, yaitu daerah batas sementum dan enamel (cementoenamel
junction / CEJ) karena pada daerah ini terdapat cekungan yang lebih dalam dibanding CEJ
pada permukaan fasial maupun lingual/palatal. Kalkulus pada daerah ini umumnya melekat
erat pada cekungan, sehingga diperlukan berbagai variasi gerakan scaler secara vertikal,
oblique maupun horisontal agar kalkulus dapat terlepas. Tata cara scaling kalkulus
subgingiva mirip dengan scaling kalkulus supragingiva, hanya ada batasan-batasan tertentu
seperti yang tersebut di atas. Scaling subgingiva diawali dengan penempatan scaler sedapat
mungkin pada apikal dari kalkulus subgingiva, membentuk sudut 450 - 900 terhadap area
permukaan gigi yang akan dibersihkan. Dengan gerakan yang kuat dan dalam jarak pendek
arah vertikal (koronal), maupun oblique mengungkit dan menarik kalkulus terlepas dari gigi.
Scaling dengan alat ultrasonic scaler lebih mudah untuk menghilangkan kalkulus pada
permukaan gigi dibanding scaling dengan alat manual. Alat ini mempunyai ujung (tip) yang
dapat bergetar sehingga dapat melepaskan kalkulus dari permukaan gigi. Alat ini dapat
mengeluarkan air sehingga daerah perawatan menjadi lebih bersih karena permukaan gigi
langsung dicuci dengan air yang keluar dari alat ini. Gerakan alat sama dengan gerakan
dengan scaler manual tetapi tidak boleh ada gerakan mengungkit. Ujung scaler hanya
digunakkan untuk memecah kalkulus yang besar dengan cara ditempelkan pada permukaan
kalkulus dengan tekanan ringan sampai kalkulus terlepas. Selanjutnya untuk menghaluskan
permukaan gigi dari sisa kalkulus, maka tepi blade ultrasonic scalerditempelkan pada
permukaan gigi kemudian digerakkan dalam arah lateral (vertikal, horisontal dan oblique) ke
10 seluruh permukaan sampai diperkirakan halus. Kepekaan alat ini untuk mendeteksi sisa
kalkulus tidak sebagus manual scaler, sehingga umumnya setelah dilakukan scaling dengan
ultrasonic, maka tetap disarankan scaling dan root planing dengan manual scaler. Perlu
ketrampilan khusus dalam penggunaanya, karena alat ini dijalankan dengan mesin yang
kadang sulit kita kontrol gerakannya. Pemolesan Agar permukaan gigi menjadi halus licin
dan mengkilat, maka tindakan akhir yang merupakan rangkaian scaling dan root planing
adalah pemolesan. Pada tahap awal pemolesan disarankan untuk memoles gigi dengan
bantuan brush yang dijalankan dengan bur dengan diberi pasta gigi untuk menghilangkan
sisa-sisa jaringan nekrotik. Selanjutnya dapat digunakan rubber yang juga dijalankan dengan
bur agar gigi menjadi licin dan mengkilap. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari
mudahnya perlekatan kembali plak dan kalkulus dalam waktu yang singkat jika permukaan
gigi kasar.(Krismariono, 2009)
Pasca Operasi
Setelah melakukan ekstraksi dan scaling gigi, maka dilanjutkan dengan perawatan
gigi. Hal ini dilakukan untuk mencegah datangnya plak pada gigi anjing.
Pencegahan juga yang dapat dilakukan adalah dengan menyikat atau membersihkan
gigi anjing secara rutin, penggantian produk makanan, dan penggunaan zat antimikroba
dianggap sebagai teknik pencegahan yang menghilangkan plak supra dan sub-gingiva.
Aplikasi topikal obat untuk mengendalikan penyakit dapat dilkukan, mengingat efek
samping yang lebih rendah bila dibandingkan dengan rute aplikasi lainnya. Untuk
Efektivitas teknik pencegahan harus dipantau oleh dokter hewan dan dalam banyak kasus
akan memerlukan intervensi dalam melakukan profilaksis gigi untuk menghilangkan plak
sisa dan kalkulus di tempat-tempat sulit akses di gigi (Lima et al., 2004). Untuk
penggunaan dalam pengobatan hewan peliharaan disarankan untuk memasukkan agen
antimikroba dan non-adherent ini dalam formulasi yang mengandung rasa dasar ayam,
sapi, ikan, dll (De Marco & Gioso, 1997).
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian analisis kasus diatas dapat disimpulkan bahwa anjing anjing
golden retrivier mengalami penyakit periodontal Penyakit periodontal stadium 2 adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi periodonsium, oleh karena adanya ganggunan infeksi bakteri
pada struktur yang mengelilingi gigi yang berperan untuk melindungi gigi dengan diperkuat
gejala klinis yang terlihat yaitu adanya kalkulus atau karang gigi pada semua gigi dan pada
gigi insisi mandibular yang terlihat goyah, kurangnya napsu makan , bau mulut yang
menyengat, dan hipersalivasi. Pada saat melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu kimia
darah didapatkan hasil adanya peningkatan WBC, neutrofilia, BUN, dan creatinin hal ini
disebabkan infeksi bakteri yang terlibat dalam proses penyakit periodontal yang dapat
bermigrasi ke bagian tubuh lain melalui bakteremia dan kemudian membentuk berkoloni.
Penanganan, pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus periodontal dapat
ditangani dengan penanganan non – operasi (scalling)dan penanganan operasi (ekstraksion),
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menyikat atau membersihkan gigi anjing
secara rutin, penggantian produk makanan, dan penggunaan zat antimikroba dianggap
sebagai teknik pencegahan yang menghilangkan plak supra dan sub-gingiva. Untuk
penggunaan dalam pengobatan hewan peliharaan disarankan untuk memasukkan agen
antimikroba dan non-adherent ini dalam formulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Djamil H dan Susanty N. 2017. Study Kasus Penanganan Penyakit Periodontal Pada Kucing
Di Klinik Hewan Pendidikan. Universitas Hasanuddin. Skripsi
Fábio Alessandro Pieri, Ana Paula Falci Daibert,Elisa Bourguignon and Maria Aparecida
Scatamburlo Moreira (2012). Periodontal Disease in Dogs, A Bird's-Eye View of
Veterinary Medicine, Dr. Carlos C. Perez-Marin (Ed.), ISBN: 978-953-51-0031-
7, InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/a-bird-s-eye-
viewof-veterinary-medicine/periodontal-disease-in-dogs
Grove, T.K. (1998) Treatment of periodontal disease. Veterinary Clinics North American:
small anim pract, Vol.28, No.5, pp.1147-1164,
Kyllar M, Witter K. 2005. Prevelence of dental disorders in pet dogs. Original Paper Vet.
Med 50, 11:496-505
Kortegaard HE, Eriksen T, Baelum V. 2014. Screening for periodontal disease inresearch
dogs - a methodology study. ActaVetScand. 56(1):77.Doi:10.1186/s13028-014-
0077-8.
Perrone JR. 2013. Small Animal Dental Procedures for Veterinary Technicians and Nurses.
Iowa (US): J Wiley. hlm 4, 5, 14, 15, 25, 26, 96, 97.
Sembiring, Stefani.2016. Kejadian Karang Gigi Pada Anjing Yang Diberi Dog Food.
Indonesia Medicus Veterinus. Vol 5(1) : 61-67.
Utama, Iwan Harjono. 2017. Prevalensi dan Distribusi Plak Gigi pada Gigi Anjing (Canis
familiaris) di Daerah Denpasar – Bali. Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 6(5):
378- 385.