Anda di halaman 1dari 20

Nama : Khairani Kamila

NIM : 205160100111039
Kelompok : 3
Fasilitator : drg. Fatima, Sp. Pros.

LOGBOOK
SKENARIO 1 BLOK 7

Skenario
Gusiku Merah dan Mudah Berdarah
Perempuan berusia 29 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan gusi berwarna merah
dan sering berdarah saat sikat gigi sejak 1 tahun yang lalu. Anamnesis: pasien mengaku
menyikat gigi 3x sehari karena merasa terdapat lapisan kuning pada permukaan giginya, selain
itu pasien sering mengonsumsi kopi dan belum pernah perawatan ke dokter gigi sebelumnya.
Pemeriksaan intraoral: Bleeding On Probing (+), oedem (+) yang melibatkan margin gingiva
dan interdental papil. Pada bagian anterior terdapat gigi malposisi dan probing depth = 5 mm
tetapi tidak terdapat Loss of Attachment (LOA), terdapat noda kecoklatan pada bagian palatal
serta terdapat kalkulus pada bagian lingual anterior rahang bawah, nilai OHI-S = 3. Dokter gigi
menegakkan diagnosis penyakit periodontal, menjelaskan tentang perawatan serta melakukan
Dental Health Education kepada pasien.

Learning Issues

1. Gingivitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Gambaran Klinis dan Gambaran Radiologis
e. Faktor Kebiasaan Buruk Pasien Yang Menyebabkan Gingivitis
f. Penatalaksanaan Perawatan dan Pencegahan
g. Indikator Keberhasilan Perawatan (Prognosis)
2. Dental Deposit
a. Definisi
b. Macam-macam
3. Poket Periodontal
a. Definisi (Kandungan di Dalam Poket Periodontal)
b. Nilai dari Probing Depth (Definisi, Teknik)
c. Klasifikasi
d. Gambaran Klinis dan Gambaran Radiologis
e. Patogenesis

Learning Outcomes

1. Gingivitis

a. Definisi
Gingivitis merupakan inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak di
sekitar gigi yaitu jaringan gingiva (Nevil dalam Husen & Praptiwi, 2020). Adapun menurut
Carranza dalam Nataris & Santik (2017), gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal
yang ringan dengan tanda gejala klinis berupa gingiva berwarna merah, membengkak dan
mudah berdarah tanpa ditemukan kerusakan tulang alveolar.

b. Etologi
Etiologi atau penyebab gingivitis menurut Manson & Eley (2010) dibagi menjadi dua,
yaitu penyebab utama dan penyebab sekunder atau predisposisi.
1) Penyebab Utama
Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme yang
membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingiva
(Manson & Eley, 2010). Lapisan plak pada peradangan gingiva memiliki ketebalan
400 μm. Kondisi ini menyebabkan perubahan komposisi plak dari mikroflora
Streptococci menjadi Actinomyces spp. Selama perkembangan gingivitis, mikroflora
mengalami peningkatan pada jumlah spesies. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
terjadi peningkatan mikroba Fusobacterium nucleatum, P. intermedia,
Capnocytophaga spp., Eubacterium spp. dan Spirochete pada gingiva yang
mengalami peradangan (Daliemunthe dalam El Yussa, 2018).
2) Penyebab Sekunder
Penyebab sekunder gingivitis meliputi faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor
lokal pada lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak
yang menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor tersebut adalah kavitas karies,
restorasi gagal, tumpukan sisa makanan, gigi tiruan yang desainnya tidak baik,
pesawat orthodontik dan susunan gigi geligi yang tidak teratur. Faktor lokal tersebut
merupakan proses mulainya peradangan gingiva (Manson & Eley, 2010).
Sementara itu, faktor sistemik meliputi faktor nutrisional, faktor hormonal,
hematologi, gangguan psikologi dan obat-obatan. Faktor sistemik dapat memodifikasi
respons gingiva terhadap iritasi lokal (Manson & Eley, 2010). Faktor hormonal yang
menjadi faktor sekunder atau predisposisi gingivitis tersebut salah satunya adalah
ketidakseimbangan hormon yaitu peningkatan hormon endokrin pada usia pubertas
(Jurgen & Angelika dalam Husen & Praptiwi (2020).

c. Patogenesis
Patogenesis gingivitis menurut Daliemunthe dalam El Yussa (2018) terdapat empat
tipe lesi yang berbeda. Keempatnya adalah lesi awal, lesi dini, lesi mapan, dan lesi lanjut.
Lesi dini dan mapan dapat tetap stabil untuk waktu yang lama. Selain itu, dapat terjadi
pemulihan secara spontan atau disebabkan oleh karena perawatan.
1) Lesi Awal
Pada tahap ini plak mulai berakumulasi
ketika kebersihan rongga mulut tidak terjaga.
Untuk beberapa hari pertama, plak ini terdiri dari
bakteri cocci dan batang gram positif, lalu hari
berikutnya organisme filamen, dan terakhir
Spirochetes atau bakteri gram negatif. Gingivitis
ringan mulai terjadi pada tahap ini (Daliemunthe
dalam El Yussa, 2018).

(Sumber: Carranza et al., 2019)


2) Lesi Dini
Pada tahap ini sudah mulai terlihat tanda
klinis eritema. Eritema terjadi karena proliferasi
kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler.
Epitel sulkus menipis atau terbentuk ulserasi.
Selain itu, juga mulai terjadi perdarahan pada
probing. Ditemukan 70% jaringan kolagen rusak
terutama di sekitar sel-sel infiltrat. Neutrofil
keluar dari pembuluh darah sebagai respons
terhadap stimulus kemotaktik dari komponen
plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium
dan masuk ke sulkus. Dalam tahap ini fibroblast (Sumber: Carranza et al., 2019)
jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik
sehingga kapasitas produksi kolagen menurun (Daliemunthe dalam El Yussa, 2018).

3) Lesi Mapan
Pada tahap ini disebut sebagai gingivitis
kronis karena seluruh pembuluh darah
membengkak dan padat, sedangkan pembuluh
balik terganggu atau rusak sehingga aliran darah
menjadi lambat. Terlihat perubahan warna
gingiva menjadi kebiruan. Sel-sel darah merah
keluar ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga
hemoglobin menyebabkan warna pada daerah
peradangan menjadi gelap. Lesi ini dapat disebut
sebagai peradangan gingiva moderat hingga
(Sumber: Carranza et al., 2019)
berat. Aktivitas kolagenolitik sangat meningkat
karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah
bakteri oral maupun neutrophil (Daliemunthe dalam El Yussa, 2018).

4) Lesi Lanjut
Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik tahap keempat
yang disebut sebagai lesi advanced atau fase kerusakan periodontal. Secara
mikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan kerusakan jaringan akibat peradangan
dan imunopatologis. Secara umum pada tahap advanced, sel plasma berlanjut pada
jaringan konektif, dan neutrofil pada epitel junctional dan gingiva. Dan pada tahap ini
gingivitis akan berlanjut pada pada individu yang rentan.

(Sumber: Carranza et al., 2019)

d. Gambaran Klinis dan Gambaran Radiologis


Gambaran Klinis Gingivitis
Gambaran klinis gingivitis secara umum dapat dilihat dari karakteristik gingivitis
menurut Manson & Eley (2010), yaitu:
1) Perubahan Warna Gingiva
Tanda klinis dari gingivitis adalah perubahan warna. Gingiva menjadi memerah
ketika vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau
menghilang. Pada gingivitis kronis, gingiva akan berwarna merah atau merah
kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi. Pembuluh darah vena akan memberikan
kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna terjadi pada papila interdental
dan margin gingiva yang menyebar pada attached gingiva (Manson & Eley, 2010).

(Sumber: Jill S. Nield-Gehrig & Willman D. E., 2011)


2) Perubahan Konsistensi
Kondisi kronis maupun akut dapat
menghasilkan perubahan pada konsistensi
gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada
kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan
destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous
secara bersamaan serta konsistensi gingiva
ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan
(Manson & Eley, 2010).
(Sumber: Jill S. Nield-Gehrig
& Willman D. E., 2011)

3) Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva


Tekstur permukaan gingiva normal pada
dasarnya seperti kulit jeruk atau disebut
stippling. Stippling terdapat pada daerah
subpapila dan terbatas pada attached gingiva
secara dominan, tetapi meluas sampai ke papila
interdental. Tekstur permukaan gingiva ketika
terjadi peradangan kronis adalah halus,
mengkilap dan kaku. Pertumbuhan gingiva
(Sumber: Jill S. Nield-Gehrig
secara berlebih akibat obat dan penebalan & Willman D. E., 2011)

lapisan luar dengan tekstur kasar akan menghasilkan permukaan yang berbentuk
nodular pada gingiva (Manson & Eley, 2010).

4) Perubahan Klinis dan Histopatologis


Pada gingivitis, terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan perdarahan
gingiva akibat pembesaran pembuluh darah, pelebaran kapiler dan penipisan ulserasi
epitel. Kondisi tersebut disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi lebih dekat
ke permukaan, menipis, dan epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan
ruptur (robek) pada kapiler dan perdarahan gingiva (Manson & Eley, 2010).

5) Perubahan Kontur Gingiva


Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan gingivitis tetapi perubahan
tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain. Peradangan gingiva terjadi resesi
ke apikal menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan meluas ke permukaan akar.
Penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus ketika resesi telah mencapai
mucogingival junction disebut sebagai istilah McCall festoon (Manson & Eley, 2010).

6) Perubahan Posisi Gingiva


Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada gingivitis. Lesi
yang paling umum pada mulut merupakan lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik
dan termal. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak
nitrat, fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada
lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat menyebabkan resesi gingiva.
Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas. Gambaran
umum pada kasus gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi
dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam bentuk resesi
gingiva (Manson & Eley, 2010).

(Sumber: Jill S. Nield-Gehrig & Willman D. E., 2011)

Gambaran Radiologis Gingivitis


Pada gambaran radiografi gingivitis tidak tampak adanya perubahan tulang yang
terlihat karena tidak ada pengeroposan tulang. Terdapat lamina dura crestal, dan puncak
alveolar kira-kira 1 sampai 2 mm apikal dari CEJ. Secara klinis, perdarahan saat probing
mungkin ada. Namun, proses inflamasi pada gingivitis hanya mempengaruhi jaringan
gingiva, tidak ada perubahan jaringan keras yang terlihat (Iannucci & Howerton, 2017).
(Sumber: Jill S. Nield-Gehrig & Willman D. E., 2011)

e. Faktor Kebiasaan Buruk Pasien Yang Menyebabkan Gingivitis


Kebiasaan yang secara signifikan dapat menyebabkan penyakit periodontal
diklasifikasikan oleh Sorin dalam Lafif et al. (2019) sebagai berikut:
1) Kebiasaan akibat neurosis atau stress emosional, seperti menggigit bibir,
menggigit pipi, yang dapat mengarah menjadi posisi mandibular yang ekstrafungsi;
menggigit-gigit tusuk gigi di antara gigi, mendorong lidah, menggigit-gigit kuku,
menggigit- gigit pinsil, dan kebiasaan parafungsional, seperti bruxisme, clenching,
dan lain-lain.
2) Kebiasaan akibat pekerjaan (occupational habits), seperti mengigit atau menahan
paku dimulut seperti yang dilakukan oleh tukang sepatu, tukang kayu, tukang meubel,
dan sebagainya, pemangkas rambut yang membuka jepit rambut dengan giginya.
3) Kebiasaan lainnya, seperti merokok, megunyah sirih/tembakau, menyikat gigi yang
terlalu keras dalam arah vertikal ataupun horizontal, bernafas lewat mulut, mengunyah
satu sisi rahang, minum susu dalam botol yang dibawa tidur, memakai perhiasan yang
ditusuk di bibir, lidah, menghisap jari, dan sebagainya (Lafif et al., 2019)

Kebiasaan Buruk Yang Menyebabkan Gingivitis


1) Merokok
Kebiasaan merokok tidak hanya menimbulkan efek sistemik pada tubuh, tetapi
juga dapat menimbulkan kondisi patologis di rongga mulut, salah satunya adalah
gingivitis. Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat mengiritasi gingiva pada
saat pembakaran dalam rongga mulut dan mempengaruhi renspon inflamasi gingiva.
Pada saat merokok, tar masuk kedalam rongga mulut dalam bentuk uap yang
kemudian akan menjadi padat dan mengendap setelah dingin. Endapan tar pada
permukaan gigi akan membuat permukaan menjadi kasar sehingga mudah dilekati
plak. Penimbunan plak yang terus menerus memudahkan enzim-enzim bakteri masuk
ke jaringan gingiva. Enzim hyaluronidase menyebabkan pelebaran ruang intraseluler
sehingga bakteri dengan mudah menembus epitel dengan demikian akumulasi plak
berlebihan dan mengandung berbagai macam bakteri merupakan penyebab
peradangan gusi (Suhartiningtyas & Setyorini dalam Minatillah et al., 2020).

2) Kebiasaan Mengunyah Satu Sisi


Mengunyah satu sisi merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat
mempengaruhi status kebersihan gigi dan mulut sehingga mendukung terjadinya
akumulasi plak. Karang gigi merupakan penyebab sebagian besar kasus gusi mudah
berdarah atau gingivitis. Karang gigi dapat membuat gusi pada leher gigi tertekan
(Bakri dalam Lafif, 2019).

3) Kebiasaan Menggunakan Tusuk Gigi


Tusuk gigi merupakan alat bantu untuk membersihkan gigi dari sisa makanan
yang terselip pada sela gigi. Penggunaan yang tidak tepat mengakibatkan peradangan
gingiva (gingivitis) dan pendalaman sulkus gingiva (Suryono dalam Rasak &
Asmawati, 2019). Tusuk gigi dapat beresiko merusak jaringan penyangga gigi karena
bentuk tusuk gigi yang tidak sesuai dengan struktur anatomis gusi dan gigi,
bermaterial keras, tidak fleksibel, sehingga dapat menyebabkan luka infeksi,
pendarahan bagi gusi, dan melebarkan celah antara gigi (Mirawati dalam Rasak &
Asmawati, 2019).

f. Penatalaksanaan Perawatan dan Pencegahan


Pencegahan Gingivitis
Menurut Depkes RI dalam Indrawati & Ni Wayan (2018), pencegahan gingivitis dapat
dilakukan dengan tidak membiarkan pertumbuhan bakteri dan plak pada permukaan gigi
terus bertambah, bahkan harus dihilangkan. Sebenarnya, setiap orang mampu, tetapi untuk
melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan kedisiplinan pribadi
masing-masing. Cara mencegah terjadinya gingivitis antara lain:
1) Menjaga kebersihan mulut, yaitu dengan menyikat gigi secara teratur setiap sesudah
makan pagi dan sebelum tidur.
2) Mengatur pola makan dan menghindari makanan yang merusak gigi, seperti makanan
yang banyak gula.
3) Menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat menyebabkan terjadinya
gingivitis, seperti merokok.
4) Memeriksa gigi secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

Perawatan Gingivitis
Berikut beberapa perawatan yang dapat dilakukan pada peradangan gingiva atau
gingivitis antara lain:
1) Scaling dan Root Planing
Scaling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan gigi,
baik supragingiva maupun subgingiva. Sedangkan root planing adalah proses
membuang sisa-sisa kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik pada sementum
untuk menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dan keras. Tujuan utama scaling
dan root planing adalah untuk mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang
semua elemen yang menyebabkan radang gusi baik plak maupun kalkulus dari
permukaan gigi (Permatasari, 2018).

2) Penyikatan Gigi
Menyikat gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk membersihkan berbagai
kotoran yang melekat pada permukaan gigi dan gusi. Dalam hal ini, kesempurnaan
hasil penyikatan lebih penting dari pada teknik penyikatannya (Permatasari, 2018)).

3) Flossing
Flossing merupakan metode yang paling direkomendasikan untuk
menghilangkan plak di bagian interproksimal, khususnya pada kondisi kesehatan
gingiva (Permatasari, 2018).

4) Berkumur dengan Obat


Dari berbagai macam obat kumur, hanya sedikit yang berisi bahan kimia yang
mampu mematikan bakteri plak, sehingga hanya obat kumur tertentu yang
mendapatkan pengakuan dari American Dental Assosiation. Keunggulan obat kumur
adalah dapat menyerap ke daerah subgingiva walaupun hanya beberapa milimeter
saja. Dengan demikian, obat kumur ialah yang paling efektif dalam mengatasi plak
supragingiva (Reddy dalam Permatasari, 2018).
g. Indikator Keberhasilan Perawatan (Prognosis)
Prognosis merupakan ramalan apa yang akan terjadi dari setiap penyakit dan secara
nyata dipengaruhi oleh perawatan yang diberikan. Dalam kasus gingivitis, gingivitis
merupakan tahapan awal terjadinya suatu peradangan jaringan pendukung gigi
(periodontitis) dan terjadi karena efek jangka panjang dari penumpukan plak.. Jika di obati,
maka prognosis gingivitis adalah baik, namun jika tidak di obati maka gingivitis dapat
berlanjut menjadi periodontitis (Carranza et al., 2019).
Di antara berbagai sistem prognosis periodontal, yang paling banyak digunakan
adalah yang dikemukakan oleh McGuire dan Nunn pada tahun 1996. Sistem ini terdiri dari
lima kategori yang meliputi baik, sedang, buruk, diragukan, dan tidak ada harapan.

Prognosis Kriteria
Baik (good) Faktor etiologinya dapat terkontrol serta terdapat dukungan
periodontal yang adekuat.
Sedang (fair) 25% attachment loss dan/ furcation involvement kelas 1 (lokasi
dan kedalaman memungkinkan untuk dilakukan pembersihan,
dan pasien kooperatif).
Buruk (poor) 50% attachment loss dan furcation involvement kelas 2 (lokasi
dan kedalaman dapat dijangkau tetapi sulit).
Diragukan >50% attachment loss, rasio mahkota/akar yang buruk,
(questionable) furcation involvement kelas 2 atau kelas 3, dan kegoyangan
derajat 2 atau lebih.
Tidak ada harapan Severe attachment loss, dan disarankan diekstraksi.
(hopeless)

2. Dental Deposit

a. Definisi
Dalam kamus kedokteran umum yang diterbitkan oleh FKUI tahun 2011, deposit
didefinisikan sebagai sedimen atau endapan. Adapun dental deposit berarti segala massa
yang melekat erat pada permukaan gigi.
b. Macam-macam
1) Dental Plaque
Dental plaque merupakan akumulasi deposit lunak yang membentuk biofilm,
menempel pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya pada rongga mulut
seperti gigi tiruan atau restorasi (Carranza, 2019). Plak dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
• Plak supragingival, yaitu plak yang terletak pada koronal atau di atas marginal
gingiva. Berupa lapisan kuning, putih di permukaan, dapat dideteksi oleh probe,
bakteri Gram positif.
• Plak subgingival, yaitu plak yang terletak di dalam sulkus/poket, terbentuk dari
perkembangan plak supragingival, bakteri Gram negatif.

2) Material Alba
Materia Alba adalah suatu deposit lunak, berwarna kuning atau putih keabu-
abuan yang melekat pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus, dan gingiva. Tidak
mempunyai struktur yang spesifik serta mudah disingkirkan dengan semprotan air,
akan tetapi untuk penyingkiran yang sempurna diperlukan pembersihan secara
mekanis (Listrianah, 2017).

3) Kalkulus
Kalkulus adalah suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid lainnya didalam mulut, misalnya
restorasi dan gigi geligi tiruan (Listrianah, 2017).
• Kalkulus supragingival, yaitu kalkulus yang terletak pada koronal atau di atas
marginal gingiva, keras, padat, mudah dilepas dari permukaan gigi, berwarna
putih atau putih kekuningan dan bisa berubah jika berkontak dengan tembakau
atau makanan, terlihat pada pemeriksaan klinis, serta sering terlihat pada buccal
molar maksila dan lingual anterior mandibula karena pengaruh ductus saliva.
• Kalkulus subgingival, yaitu kalkulus yang terletak di bawah crest marginal
gingiva, keras, padar, melekat lebih erat, warna coklat gelap atau hijau kehitaman,
tidak terlihat pada pemeriksaan klinis, dapat dideteksi dengan alat, dan saat
gingiva resesi, kalkulus subgingival jadi terlihat sehingga disebut kalkulus
supragingival.
4) Acquired Pellices
Aquired pellicle merupakan lapisan tipis, licin, tidak berwarna, translusen,
aseluler, dan bebas bakteri. Lokasinya tersebar merata pada permukaan gigi dan lebih
banyak terdapat pada daerah yang berdekatan dengan gingival (Listrianah, 2017).
Acquired pellicle ini dapat terbentuk setelah gigi erupsi dan setelah kutikula email
primer dan reduced email epithelium (Membran Nasmyth) hilang karena abrasi atau
pada permukaan gigi yang barusaja selesai disikat atau dibersihkan sehingga gigi
langsung berkontak dengan saliva dan flora mikroorganisme (Listrianah, 2017).

5) Food Debris
Food debris merupakan sisa makanan yang menjadi cair oleh enzim bakteri,
mudah dibersihkan oleh flow saliva serta aktivitasi pipi dan bibir. Kebanyakan debris
makanan akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit
setelah makan, tetapi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada permukaan
gigi dan membran mukosa (Listrianah, 2017).
Walupun debris makanan mengandung bakteri, tetapi berbeda dari plak dan
material alba, debris ini lebih mudah dibersihkan. Kecepatan pembersihan debris dari
rongga mulut bervariasi menurut jenis makanan dan individunya (Listrianah, 2017).

6) Dental Stain
Dental stain ialah deposit berpigmen yang menempel pada permukaan gigi dan
biasanya terjadi karena pelekatan warna makanan, minuman, ataupun kandungan
nikotin, khususnya yang merupakan substansi penghasil stain gigi (Vania, 2019).
• Stain ekstrinsik, yaitu perubahan warna yang terjadi dari luar, karena agensia
yang menyebabkan perubahan warna menembus masuk kedalam jaringan gigi
(Yuni dalam Vania, 2019). Stain ekstrinsik biasanya terjadi karena pelekatan
warna makanan, minuman, ataupun kandungan nikotin khususnya pyridine yang
merupakan substansi penghasil stain gigi (CH. Putri dalam Vania, 2019).
• Stain intrinsik, yaitu perubahan warna yang mengenai bagian dalam struktur gigi
selama pertumbuhan gigi, yang penting sebagian besar perubahan warna terjadi
di dalam dentin dan relatif sukar dirawat. Contoh stain intrinsic ialah perubahan
warna karena tetrasiklin yang masuk kedalam struktur mineral gigi yang sedang
tumbuh (Vania, 2019).
3. Poket Periodontal

a. Definisi (Kandungan di Dalam Poket Periodontal)


Poket periodontal adalah bertambah dalamnya sulkus gingiva secara patologis yang
merupakan salah satu gambaran klinis yang paling penting pada penyakit periodontal.
Periodontitis dibedakan berdasarkan etiologi, riwayat perjalanan, perkembangan dan
respon terhadap terapi (Carranza et al., 2019).
Kandungan poket periodontal terdiri atas debris yang berupa mikroorganisme dan
produk (enzim, endotoksin, dan produk metabolik lainnya), cairan gingiva, sisa-sisa
makanan, mucin saliva, desquaminasi sel epitel, dan leukosit. Plak yang tertutup oleh
kalkulus biasanya ditemukan pada permukaan gigi. Jika terdapat eksudat virulen yang
terdiri dari leukosit hidup, menurunan leukosit,dan leukosit yang neksrosis, bakteri yang
hidup dan mati, serum dan sedikit fibrin. Kandungan poket periodontal yang berisikan
organisme dan debris telah terbukti menjadi racun ketika disuntikkan subkutan ke hewan
eksperimental (Carranza et al., 2019).

(Sumber: Carranza et al., 2019)

b. Nilai dari Probing Depth (Definisi, Teknik)


Definisi Probing Depth
Probing Depth (PD) / kedalaman poket merupakan jarak antara dasar poket dengan
margin gingiva. Kedalaman poket ini dapat berubah dari waktu ke waktu jika tidak
dilakukan perawatan pada penyakit periodontal sehingga menyebabkan perubahan posisi
pada margin gingiva (Caranzza et al., 2019).
Menurut Carranza et al. (2019), kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Kedalaman biologis, yaitu jarak antara marginal gingiva dengan dasar poket (ujung
koronal dari junctional epithelium).
2) Kedalaman klinis, yaitu jarak dimana sebuah instrumen probe masuk ke dalam
poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukuran probe, gaya yang
diberikan, arah penetrasi, resistensi jaringan, dan kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium adalah
±0,3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N.

Teknik Probing Depth


Teknik probing yang benar adalah dengan memasukkan alat probe secara pararel
dengan aksis vertikal gigi dan “bergerak” secara sirkumferensial mengelilingi permukaan
setiap gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam. Jika terdapat banyak
karang gigi, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena karang gigi
menghalangi masuknya probe, maka dilakukan pembuangan karang gigi terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengukuran poket.

(Sumber: Carranza et al., 2019)

c. Klasifikasi
Menurut Carranza et al. (2019), poket dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Poket gingival, yaitu poket yang terjadi karena pembesaran gingiva tanpa didasari
kerusakan jaringan periodontal. Sulkus menjadi lebih dalam karena peningkatan
sebagian besar gingiva.
2) Poket periodontal, yaitu poket yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal
dan kegoyangan gigi bahkan kehilangan gigi. Poket periodontal terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a) Suprabony (supracrestal atau supraalveolar), dimana bagian bawah poket
adalah koronal tulang alveolar.
b) Intrabony (infrabony, subcrestal, atau intraalveolar), dimana bagian bawah
poket adalah bagian apikal yang berdekatan dengan tulang alveolar. Pada tipe ini,
dinding lateral poket terletak di antara permukaan gigi dan tulang alveolar. Poket
dapat melibatkan satu, dua, atau lebih permukaan gigi dan dapat memiliki
kedalaman dan jenis yang berbeda pada permukaan gigi yang sama dan
mendekati permukaan interdental yang sama. Poket juga dapat spiral (yaitu,
berasal pada satu permukaan gigi dan sekeliling gigi yang melibatkan satu atau
lebih permukaan). Poket paling sering terjadi di bagian furkasi.

(Sumber: Carranza et al., 2019)

d. Gambaran Klinis dan Gambaran Radiologis


Gambaran Klinis Poket Periodontal
Gambaran klinis yang menunjukkan adanya poket periodontal meliputi adanya warna
merah kebiruan, penebalan pada marginal gingiva, zona vertikal dari margin gingiva pada
mukosa alveolar, perdarahan gingiva, pembentukan diastema dan gejala seperti nyeri lokal
atau nyeri "dalam tulang". Selain itu, dalam banyak kasus, pus biasanya ditemukan dengan
menggunakan tekanan digital (Carranza et al., 2019).
Gambaran Radiologis Poket Periodontal
Pada poket infraboni, dasar poket berada di apikal dari puncak tulang alveolar, dan
dinding poket terletak di antara gigi dan tulang, serta jenis pengeroposan tulang dalam
banyak kasus vertical. Pada poket supraboni, dasar poket berada di koronal dari puncak
tulang alveolar, dan dinding poket terletak di koronal dari tulang, serta jenis pengeroposan
tulang selalu horizontal (Carranza et al., 2019).
Gambar radiografi kaninus mandibula dan daerah premolar
menunjukkan kehilangan tulang angular mesial dari
premolar kedua. Jenis kehilangan tulang antara gigi
premolar pertama dan kaninus tidak terlihat secara
radiografis (Carranza et al., 2019).

(Sumber: Carranza et al., 2019)

e. Patogenesis
Lesi awal dalam perkembangan periodontitis adalah peradangan gingiva sebagai
respons terhadap serangan bakteri. Perubahan yang terlibat dalam transisi dari sulkus
gingiva normal ke poket periodontal patologis berhubungan dengan proporsi yang berbeda
dari sel bakteri pada plak gigi. Gingiva yang sehat berhubungan dengan sedikit
mikroorganisme, kebanyakan sel kokoid dan batang lurus. Gingiva yang sakit dikaitkan
dengan peningkatan jumlah spirochetes dan batang motil. Namun, mikrobiota dari tempat
yang sakit tidak dapat digunakan sebagai prediktor perlekatan atau kehilangan tulang,
karena keberadaan mereka saja tidak cukup untuk memulai atau berkembangnya penyakit
(Carranza et al., 2019).
Respon inflamasi “host” terhadap serangan bakteri menyebabkan terjadinya
kerusakan kolagen dan tulang secara terus menerus. Mekanisme ini berhubungan dengan
berbagai sitokin, sebagian diproduksi secara normal oleh sel-sel pada jaringan yang tidak
mengalami inflamasi dan oleh sel yang terlibat dalam proses inflamasi seperti leukosit
polimorfonuklear (PMN), monosit, dan sel-sel lain yang menyebabkan kerusakan tulang
dan kolagen (Carranza et al., 2019).
Terdapat dua mekanisme yang berhubungan dengan kehilangan kolagen, yang
pertama ialah kolagenase dan enzim lainnya yang dikeluarkan oleh berbagai sel sehat dan
jaringan yang mengalami peradangan, seperti fibroblast, PMN, dan makrofag, menjadi
ekstraseluler dan menghancurkan kolagen (enzim yang mendegradasi kolagen dan
makromolekul matriks lainnya menjadi peptida kecil disebut matriks metalloproteinase)
(Carranza et al., 2019).
Mekanisme yang berhubungan dengan kehilangan kolagen yang kedua adalah
fibroblast memfagositosis serat kolagen dengan memperluas proses sitoplasma ke
ligamen-sementum dan menurunkan pemasukan fibril kolagen dan fibril dari matriks
sementum. Sebagai hasil dari peradangan, PMN menjadi meningkat dan mengurangi ujung
koronal epitel junctional. Ketika volume PMN mencapai sekitar 60% atau lebih dari epitel
junctional, jaringan kehilangan kohesifitas dan melepaskan diri dari permukaan gigi.
Dengan demikian bagian koronal epitel junctional terlepas dari akar dan bermigrasi,
sehingga terjadi pergeseran sulkus epitel mulut ke apikal secara bertahap dan
meningkatkan lapisan kedalaman sulkus (menjadi poket) (Carranza et al., 2019).
Daftar Pustaka

Carranza, F. A., Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R. (2019). Clinical


Periodontology. 13th edition. Philadelphia: Elsevier.
El Yussa, M. G. (2018). Efektivitas Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas Gingivalis Penyebab Gingivitis
Secara In Vitro (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
Husen, G. H., Praptiwi, Y. H. (2020). Gambaran Indeks Gingivitis Pada Komunitas Anak
Jalanan Tanpa Atas di Kota Bandung (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Bandung).
Iannucci, J. M., Howerton, L. J. (2017). Dental Radiography: Principles And Techniques. 5th
edition. Canada: Elsevier.
Indrawati, L., Ni Wayan. (2018). Gambaran Gingivitis Pada Ibu Hamil Yang Berkunjung Ke
Puskesmas Payangan Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Denpasar).
Jill S. Nield-Gehrig & Willman D. E. (2011). Foundation of Periodontics For Dental
Hygienest. 3rd edition. 2008. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Lafif, M. Z., Sulastri, S., Widayati, A. (2019). Hubungan Kebiasaan Mengunyah Makanan
Dengan Skor Calculus Index Pada Remaja Karang Taruna Cahaya Bakti (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Listrianah. (2017). Hubungan Menyikat Gigi Dengan Pasta Gigi Yang Mengandung Herbal
Terhadap Penurunan Skor Debris Pada Pasien Klinik Gigi An-Nisa Palembang. JPP
12(1): 83-94.
Manson. J. D., Elley B. M., Soory. M. (2010). Periodontics. 6th edition. Saunders.
Minnatillah, A., Sugito, B. H., Isnanto. (2020). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Penyakit
Gingivitis Pada Nelayan di Pelabuhan Perikanan Pasongsongan Tahun 2019. JIKG
1(2): 1-6.
Nataris, A. S., Santik, Y. D. P. (2017). Faktor Kejadian Gingivitis Pada Ibu Hamil. HIGEIA
1(3): 117-128.
Permatasari, M. (2018). Perbandingan Efektivitas Flavonoid Dan Tanin Ekstrak Daun
Kemangi (Ocimum sanctum L.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Porphyromonas gingivalis (In Vitro) (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
Rasak, A., Asmawati. (2019). Hubungan Status Kesehatan Gingiva Terhadap Penggunaan
Tusuk Gigi. Warta Farmasi 8(2): 99-105.
Vania, A. (2019). Gambaran Terbentuknya Stain (Noda) Gigi Pada Masyarakat Perokok
RT.43 Sukabangun 1 Palembang (Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Palembang).

Anda mungkin juga menyukai