Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gingivitis adalah suatu inflamasi pada gingiva yang biasanya


disebabkan oleh akumulasi plak. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun
2001 kelainan periodontal pada tahun 2001 terjadi sebesar 61%. Penyakit
periodontal salah satunya gingivitis yang disebabkan infeksi bakteri,
secara langsung melalui aliran darah (hematogen), maupun tidak langsung
dari respon imun sistemik infeksi melalui peningkatan mediator infeksi
(PGE2, IL1, IL6 dan TNFα) oleh pertahanan tubuh. Jaringan
periodonsium adalah jaringan penyokong gigi, terdiri atas gingiva,
sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Jaringan ini dapat
mengalami kelainan akibat interaksi faktor pejamu, mikroba dan
lingkungan misalnya gingivitis.

Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah


mikrorganisme dalam sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan
untuk mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin
sulfatase, atau emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epithelial
dan jaringan ikat, juga kandungan interselular seperti kolagen, substansi
dasar, dan glikokaliks (cell coat).

ANUG adalah infeksi oral endogen yang ditandai dengan nekrosis


gingival. ANUG seringkali memiliki gambaran seperti penyakit epidemik,
mengenai sekelompok orang yang berdekatan, khususnya pada kondisi
yang sama yaitu higienitas yang kurang baik. Penyebaran ANUG diduga
melalui transmisi mikroorganisme dari satu individu ke individu lainnya
melalui kebiasaan tertentu. Eratnya kaitan antara higienitas dengan
timbulnya ANUG menjadi alasan penulis dalam penulisan makalah ini.

1
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana manifestasi klinis ANUG pada rongga mulut?
b. Bagaimana terapi yang dilakukan pada ANUG?
c. Bagaimana prognosis pada ANUG?

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui manifestasi klinis ANUG pada rongga mulut
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan pada ANUG
c. Untuk mengetahui prognosis pada ANUG

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gingiva
1. Definisi

Gingiva (gusi) adalah bagian mukosa di dalam rongga mulut


yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Gingiva
merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium dan
membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva berfungsi melindungi
jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga
mulut (Manson & Eley, 1993). Gingiva merupakan bagian dari
jaringan periodontal yang paling luar (Herijulianti, 2009).

2. Anatomi

Bagian-bagian dari gingiva menurut Manson & Eley (1993)


adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Anatomi Gingiva


(Nield-Gehrig & Willman, 2011)
1) Mukosa Alveolar
Mukosa alveolar adalah suatu mukoperiosteum yang
melekat erat dengan tulang alveolar di bawahnya. Mukosa alveolar
terpisah dari periosteum melalui perantara jaringan ikat longgar
yang sangat vascular sehingga umumnya berwarna merah tua.
2) Pertautan Mukogingiva

3
Pertautan mukogingiva atau mucogingival junction adalah
pemisah antara perlekatan gingiva dengan mukosa alveolar.
3) Perlekatan Gingiva
Perlekatan gingiva atau attached gingiva meluas dari alur
gingiva
bebas ke pertautan mukogingiva yang akan bertemu dengan
mukosa alveolar. Permukaan attached gingiva berwarna merah
muda dan mempunyai stippling yang mirip seperti kulit jeruk.
Lebar attached gingiva bervariasi dari 0-9 mm. Attached gingiva
biasanya tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah dan
terlebar pada daerah insisivus (3-5 mm).
4) Alur Gingiva Bebas
Alur gingiva bebas atau free gingival groove dengan batas
dari permukaan tepi gingiva yang halus dan membentuk lekukan
sedalam 1-2 mm di sekitar leher gigi dan eksternal leher gingiva
yang mempunyai kedalaman 0-2 mm.
5) Interdental Gingiva
Interdental gingiva atau gingiva interdental adalah gingiva
antara gigi-geligi yang umumnya konkaf dan membentuk lajur
yang menghubungkan papila labial dan papila lingual. Epitelium
lajur biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan terbentuk hanya
dari beberapa lapis sel.
Daerah interdental berperan sangat penting karena
merupakan daerah pertahanan bakteri yang paling persisten dan
strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka yang biasanya
timbul lesi awal pada gingivitis.

3. Gambaran Klinis Gingiva


Gambaran klinis gingiva sebagai dasar untuk mengetahui
perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu
penyakit. Menurut Herijulianti (2009) gambaran klinis gingiva normal
terdiri dari:
1) Warna Gingiva
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink)
yang diakibatkan oleh adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin
epitelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi pada setiap orang

4
dan erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada
gingiva biasanya terjadi pada individu yang memiliki warna kulit gelap.
Pigmentasi pada attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam.
Warna pada alveolar mukosa lebih merah disebabkan oleh mukosa
alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.
2) Ukuran Gingiva
Ukuran gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler
dan suplai darah. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran yang
paling sering dijumpai pada penyakit periodontal.
3) Kontur Gingiva
Kontur dan ukuran gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini
dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya,
lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan dimensi embrasure
(interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental papil menutupi
bagian interdental gingiva sehingga tampak lancip.
4) Konsistensi Gingiva
Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai
lapisan submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
5) Tekstur Gingiva
Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk.
Bintik- bintik ini biasanya disebut stippling. Stippling akan terlihat jelas
apabila permukaan gingiva dikeringkan.

B. Gingivitis
1. Definisi
Inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak di sekitar
gigi atau jaringan gingiva disebut gingivitis (Nevil, 2002). Gingivitis
adalah akibat proses peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor
primer dan faktor sekunder. Faktor primer gingivitis adalah plak,
sedangkan factor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal diantaranya: kebersihan mulut yang buruk, sisa-
sisa makanan, akumulasi plak dan mikroorganisme, sedangkan faktor

5
sistemik, seperti: faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi
(Manson & Eley, 1993).
2. Karakteristik Gingivitis

Karakteristik gingivitis menurut Manson & Eley (1993) adalah


sebagai berikut:
1) Perubahan Warna Gingiva
Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna.
Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah
dan ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi dan
pigmen di dalam epitel. Gingiva menjadi memerah ketika
vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami
reduksi atau menghilang. Warna merah atau merah kebiruan akibat
proliferasi dan keratinisasi disebabkan adanya peradangan gingiva
kronis. Pembuluh darah vena akan memberikan kontribusi menjadi
warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan
kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna terjadi pada
papila interdental dan margin gingiva yang menyebar pada
attached gingiva.
2) Perubahan Konsistensi
Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan
pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi
gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan
reparatif atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva
ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.
3) Perubahan Klinis dan Histopatologis
Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan
perdarahan gingiva akibat vasodilatasi, pelebaran kapiler dan
penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi tersebut disebabkan karena
kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke permukaan, menipis
dan epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur
pada kapiler dan perdarahan gingiva.

6
4) Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva
Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang
biasa disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada daerah
subpapila dan terbatas pada attached gingiva secara dominan,
tetapi meluas sampai ke papila interdental. Tekstur permukaan
gingiva ketika terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap
dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel tergantung pada
perubahan eksudatif atau fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara
berlebih akibat obat dan hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan
menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.
5) Perubahan Posisi Gingiva
Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada
gingivitis. Lesi yang paling umum pada mulut merupakan lesi
traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik dan termal. Lesi akibat
kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat,
fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit,
tindik pada lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat
menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari
makanan dan minuman yang panas. Gambaran umum pada kasus
gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi
dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam
bentuk resesi gingiva.
6) Perubahan Kontur Gingiva
Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan
peradangan gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat
juga terjadi pada kondisi yang lain. Peradangan gingiva terjadi
resesi ke apikal menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan
meluas ke permukaan akar. Penebalan pada gingiva yang diamati
pada gigi kaninus ketika resesi telah mencapai mucogingival
junction disebut sebagai istilah McCall festoon.

3. ANUG

7
a. Definisi
ANUG adalah infeksi oral endogen yang ditandai dengan nekrosis
gingival. Ulser pada mukosa oral juga terjadi pada pasien dengan
penyakit hematologi atau kekurangan nutrisi parah. Penyakit
inflamatoris yang destruktif pada gingiva yang mempunyai ciri dan
gejala yang khas (Horning, 2012).

b. Etiologi
Bakteri di tambah dengan faktor predisposisi lokal dan sitemik.
Bakteri yang terdapat pada ANUG merupakan campuran bakteri
seperti, treponema macrodontium, spirokheta berukurang sedang,
vibrio, spesies borelia, provetella intemedia, dan bakteri lainnya
(Martin, 2013).

c. Patogenesis
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun
pada tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan
hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa
faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi.
Plak yang terakumulasi secara terus menerus khususnya diregio
interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang cenderung
dimulai pada daerah papila interdental dan menyebar dari daerah ini
kesekitar leher gigi (Martin, 2013).
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah
gingiva yang kecil, disebelah apikal dari epitelium junction. Pembuluh
ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang,
digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-
terutama limfosit T-cairan jaringan dan protein serum. Disini terlihat
peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium fungsional dan eksudat
dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat

8
cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dario
perubahan jaringan pada tahap penyakit ini (Greenspan, 2010).
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap
awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva
dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithelium
jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari
pemisahan sel dan beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai
berdegenerasi dan bundel kolagen dari kelompok serabut dentogingiva
pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah. Pada
keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 %
diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan
magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas
terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta
mudah berdarah pada saat penyondean (Martin, 2013).
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih
parah lagi. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap
ini sel-sel plasa terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan
jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan.
Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan
jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah
berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan
pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari
permukaan gigi, memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva
atau poket Palsu (’false pocket’). Bila oedem inflamasi dan
pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga
cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium
jungtion dan beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat
di bawahnya, namun pada tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi
sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar (Horning,
2012).

9
Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal,
maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini
bersifat reversibel terutama dalam hubungan \nya dengan pemulihan
inflamasi. Salah satu tanda penting dari penyakit ini adalah tidak
ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada jaringan ikat.
Karena jaringan fibrosa rusak pada darah inflamasi aktif, pada
beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa
dan pembentukan pembuluh darah baru. Aktivitas pemulihan yang
produktif ini merupakan karekteristrik yang sangat penting dari lesi
kronis dan pada keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen
jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan
jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan
proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan
bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah,
lunak dan mudah berdarah, bila produksi jaringan fibrosa yang
dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna merah muda
walaupun bengkak perdarahan kurang, bahkan tidak ada (Martin,
2013).

d. Gejala dan Gambaran Klinis


• Kriteria presumtif : Destruksi pada satu atau lebih dari papilla
interdental disertai dengan nekrosis, ulserasi. Destruksi ini terbatas
pada margin gingival. Pada tahap akut (Acut Necrotizing ulcerative
gingivitis), jaringan gingival tampak merah menyala dan bengkak,
dsertai oleh jaringan nekrotik abu-abu kekuningan yang mudah
berdarah. Gejala yang dirasakan pasien yaitu mudah berdarah
saat menyikat gigi, sakit, dan adanya halitosis (Martin, 2013).
• Kriteria definitive : Diagnosis ditentukan secara klinis. Terdapat
respon terhadap pemberian antibiotik sistemik dan local
debridement. Gejala menghilang bertahap diatas 3-4 minggu, tetapi
sering rekuren (Martin, 2013).
Gejala klinis meliputi :

10
1. Gingivanya berbentuk kawah (warna abu abu)
2. Terbukanya margin gingiva (warna merah, mengkilap disertai
kedarahan spontan)

3. Bau busuk

4. Peningkatan jumlah saliva

5. Biasanya gigi tidak terawat, yang dapat dilihat dari perlekatan


plak (sering banyak) dan kalkulus yang ada. Meskipun demikian
kesehatan mulutnya baik

6. Bau mulut sangat terasa dan biasanya disebabkan oleh


akumulasi produk bakteri anaerob dan jaringan nekrotik

7. Tepi gingiva mengalami ulserasi disertai kerusakan interdental,


sering menyebabkan terjadinya ulkus terbentuk kawah berlubang
dalam.

8. Di atas gingiva di temukan pseudomembran berwarna keabuan


bila dilepaskan akan terjadi perdarahan cukup banyak.

9. Lesi ditemukan hanya pada jaringan gingiva, jaringan mukosa


lainnya hanya terkena pada kondisi malnutrisi atau imunosupresi.7

e. Penatalaksanaan
- Lakukan pembersihan dan irigasi pada jaringan, sebanyak
mungkin masih dapat ditolerir oleh pasien

- Berikan Metronidazole 200 mg 3x sehari selama lima hari dan


obat kumur hydrogen peroksida (20 volume dilarutkan dalam
perbandinagn 1:4) atau klorheksidin

- Berikan penyuluhan cara menjaga kesehatan mulut dengan baik


dan lakukan scalling serta pemolesan setelah fase akut mereda.

- Kurangi atau hindari kebiasaan merokok

11
BAB III

CASE REPORT

A. CASE REPORT 1 (Gingivitis Ulseratif Nekrotikan Akut pada Dewasa


Muda dengan Imunitas Lemah)

LAPORAN KASUS
Dua hari sebelum masuk, pasien mengalami nyeri gingiva onset cepat disertai
dengan perubahan warna hitam progresif pada gingiva bawah dan posterior bawah
dengan penyebaran selanjutnya ke gingiva bagian atas. Lesi gembur ini berdarah
ketika pasien menyikat gigi. Pasien juga melaporkan demam subyektif, mualise,
menggigil dan nyeri saat pengunyahan. Pasien tidak memiliki riwayat medis lain
atau alergi yang diketahui. Pasien menyangkal merokok, obat terlarang, praktik
seks yang tidak aman atau penggunaan narkotika. Pasien melaporkan penggunaan
alkohol non-binge sesekali dengan frekuensi kurang dari sekali per minggu.
Pasien belum pernah mendapat perawatan gigi dalam 4 tahun dan tidak
menggosok gigi selama beberapa hari sebelum onset infeksi.

12
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien kurus, waspada, afebris, tidak
beracun. Pasien mengalami takikardia ringan; selain hal tersebut, tanda vitalnya
berada dalam batas normal. Pemeriksaan oral menunjukkan halitosis dan nekrotik,
penggelembungan jaringan gingiva dengan formasi pseudomembran, eritema
moderat dan ulserasi multipel yang menonjol pada papilla interdental gigi taring
bawah, gigi seri tengah dan lateral, serta gigi insisivus sentral atas. Ada
kelembutan moderat pada palpasi gingiva. Tidak ada kelembutan rahang atau pada
mulut. Limfadenopati submandibular dicatat.
Uji laboratorium menunjukkan hemoglobin 8,6 × 1012 sel/L, sel darah putih
atau white cell count (WCC) sebesar 7,3 × 109 sel/ L, dengan neutrofil 83%,
limfosit 8% dan monosit 9%, jumlah neutrofil absolut/absolute neutrophil count
(ANC) sebesar 6,1 × 109 sel/L dan jumlah trombosit 26 × 109/L. Pembiakan
gingiva sebelum antibiotik menumbuhkan streptokokus hemolitik, spesies
Micrococcus, spesies Neisseria, spesies Prevotella dan Porphyromonas, konsisten
dengan oral flora normal. Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2 PCR lesi
bersifat negatif. Antibodi HIV negatif, reagin plasma cepat tidak reaktif, dan
kultur darah dan urin yang diperoleh sebelum antibiotik steril.
Diagnosis banding utama awal untuk pasien kami meliputi: mucositis yang
diinduksi kemoterapi, mucositis neutropenik, HSV, gingivostomatitis,
periodontitis terkait HIV dan penyakit jamur invasif. Karena tidak ada
karakteristik vesikula (seperti yang diharapkan pada HSV) dan tidak ada
keterlibatan struktur mulut lainnya seperti amandel dan lidah (seperti yang
biasanya kita lihat pada infeksi jamur invasif) dan tidak ada faktor risiko HIV
yang diketahui, hal ini membuat HSV, HIV dan penyakit jamur kurang mungkin
terjadi. Demikian pula, WCC dan ANC telah pulih pada hari ke 14 pasca terapi
ulang saat lesi berkembang, yang membuat kemoterapi atau mucositis yang terkait
dengan neutropenia tidak mungkin terjadi sejak hitungan pemulihan, dan
penyembuhan spontan diharapkan terjadi pada kasus ini. Oleh karena itu, ANUG
terasa sebagai produk klinis terbaik untuk kondisi pasien.
Diagnosis banding yang lebih luas, namun bukan gejala klinis yang baik
karena temuan fisik, penelitian dan sejarah laboratorium termasuk: malnutrisi

13
berat atau penyakit hati, infeksi lainnya (rubeola, virus varicella-zoster primer
atau berulang, cytomegalovirus (CMV), coxsackie A, kandida, difteri, sifilis,
kelompok A strep), angina Vincent, kekurangan vitamin C, penyakit sistemik
seperti diabetes, hipofosfatemia, Behçet Disease, leukemia, anemia aplastik atau
lupus sistemik, defisiensi imunitas seperti histiositosis, kombinasi defisiensi
imunitas berat atau agranulositosis yang parah, dan penyakit gingiva terkait obat
terlarang, yang disebut 'Meth-mouth').
Antibiotik empiris saat masuk adalah metronidazol, gentamisin, klindamisin
dan piperasilin/tazobaktam, yang diganti menjadi ampicillin/sulbactam,
metronidazole dan chlorhexidine oral bilas pada hari pertama rawat inap. Pasien
menjalani debridemen gingiva mendesak oleh tim operasi oromaxillofacial, di
mana jaringan nekrotik dipotong secara luas. Pada hari ke-4, pasien menyangkal
nyeri gingiva dan dipulangkan dengan resep cairan amoksisilin/klavulanat oral,
metronidazol, flukonazol dan klorheksidin oral. Kemoterapi intensif hanya
tertunda 1 minggu dan dilanjutkan dengan intensitas dosis yang ditentukan selama
21 minggu yang tersisa tanpa penundaan atau komplikasi lebih lanjut. Lesi mulut
dan gusi telah sembuh total 6 minggu setelah intervensi bedah.

FOLLOW UP

Pada tindak lanjut setahun kemudian, pasien terus mengalami masalah


dengan perdarahan gingiva ringan, yang diobati dengan multivitamin. Pasien tidak
mengalami gejala atau infeksi mulut. Sampai saat ini, pasien tetap dalam remisi
klinis selama 5 tahun sejak diagnosis dan kemungkinan akan sembuh dari
kankernya.

DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan ANUG, dari bagian spektrum NUG yang tidak
terlalu parah: istilah 'periodontitis ulseratif nekrosis' digunakan saat jaringan
pengikat gigi (ligamen periodontal dan alveolar) terganggu; ‘Stomatitis
nekrotikan’ adalah istilah untuk saat nekrosis berkembang di luar persimpangan
mukogingiva; dan istilah ‘cancrum oris,’ atau ‘noma’, digunakan saat terdapat

14
gangren di mulut dan wajah. ANUG disebabkan oleh infeksi gingiva, yang terlihat
klasik pada personil militer, namun saat ini paling sering terjadi dalam pengaturan
penyakit sistemik atau malnutrisi berat. ANUG paling sering terjadi pada anak
kecil di negara berkembang, dan pada remaja dan dewasa muda di negara-negara
industri. Studi epidemiologi menunjukkan peningkatan prevalensi pada dua
populasi: anak-anak dari latar belakang sosioekonomi rendah di negara-negara
berkembang, seperti di sub-Sahara Afrika, dan di India; dan pada pasien terinfeksi
HIV, yang prevalensinya ANUG bervariasi 4,3-16%. Anak-anak dari negara-
negara berkembang diperkirakan mengembangkan ANUG terutama karena
kekurangan gizi, yang mengganggu sistem kekebalan bawaan dan adaptif mereka,
terkait dengan perubahan oral dan kerusakan pada integritas jaringan. Pasien
terinfeksi HIV lanjut dengan imunitas lemah diperkirakan lebih rentan terhadap
ANUG; 20,8 kali lebih mungkin terjadi pada pasien dengan jumlah CD4 kurang
dari 0,2 × 109 sel/L.
Banyak agen etiologi telah terlibat dalam ANUG. Dalam sebuah penelitian
tahun 2012 tentang penyebab bakteri ANUG pada anak-anak yang kekurangan
gizi, Prevotella intermedia dan spesies Peptostreptococcus adalah organisme yang
paling sering diisolasi dari oral flora, diikuti oleh spesies Spirochetes,
Fusobacteria dan Porphyromonas. Dalam tinjauan infeksi periodontal pada pasien
kanker yang diobati dengan kemoterapi dosis tinggi, bakteri ini juga sering
dilaporkan, di samping spesies streptococci dan Pseudomonas. Penyebab jamur
yang terlibat dalam ANUG meliputi Candida albicans dan spesies Aspergillus.
Etiologi virus juga dikaitkan dengan ANUG dan mencakup CMV, virus
herpesvirus tipe 6 dan Epstein-Barr. Pasien kami menderita streptococci,
Porphyromonas, Prevotella dan C. albicans, yang semuanya telah terlibat dalam
ANUG. Pasien dengan kondisi hematologis dan/atau onkologis jauh lebih jarang
dilaporkan memiliki ANUG. Kami meninjau literatur untuk semua kasus ANUG
yang terjadi pada pasien hematologi dan/atau onkologi, dan menemukan bahwa
sebagian besar kasus terjadi pada pasien dengan diagnosis leukemia dan limfoma.
Dalam laporan ini, kami menyajikan kasus ANUG dalam pengaturan
kemoterapi intensif untuk sarkoma osteogenik grade tinggi, yang sepengetahuan

15
kami, belum pernah dilaporkan sebelumnya. Selain itu, onset ANUG (hari 14
postkemoterapi) pasien kami terjadi selama periode pemulihan WCC dan ANC.
Sebagian besar laporan ANUG terjadi pada pasien dengan neutropenia atau
depresi berat pada fungsi WCC. Hal ini masuk akal di mana pasien kita memiliki
disfungsi sel darah putih dari kemoterapi meskipun jumlahnya tepat.
Masih jarang terdapat studi yang membahas mengenai kemoterapi spesifik
yang terkait dengan ANUG; namun, metotreksat, anthracyclines, sitarabin dan
vincristine telah dilaporkan. Pasien kami terakhir mendapat doksorubisin dan
methotrexate pada minggu ke 12 dan 15, namun mengembangkan ANUG 14 hari
setelah minggu ke 16 dosis ifosfamide dan etoposide, obat-obatan yang
sebelumnya tidak terkait dengan ANUG.
Beberapa faktor risiko lainnya diperkirakan berkontribusi terhadap
pengembangan ANUG. Merokok sering disebut sebagai faktor predisposisi
ANUG, kemungkinan karena katekolamin yang dilepaskan sebagai respons
terhadap nikotin, yang dapat menyebabkan pengurangan papilary gingiva dan
menyebabkan nekrosis papiler. Kebersihan mulut yang buruk juga telah dikaitkan
sebagai faktor predisposisi, walaupun literatur baru-baru ini mempertanyakan
kontribusi relatifnya. Pada populasi remaja, diabetes juga telah berkorelasi dengan
perkembangan ANUG, kemungkinan disebabkan oleh banyaknya aspek keadaan
diabetes, termasuk microangiopathy, penyembuhan luka yang tertunda, gangguan
fungsi neutrofil dan gangguan pada pembentukan kolagen karena glikasi. Stres
psikologis juga diyakini berkontribusi terhadap ANUG dengan menyebabkan
peningkatan sekresi adrenokorteks. Pasien kami menunjukkan beberapa faktor
risiko ini dalam kombinasi dengan keadaan imunitas rendah; Pasien berusia awal
20-an, belum pernah bertemu dokter gigi dalam 4 tahun, dan dia menderita
tekanan psikologis dari diagnosis kankernya baru-baru ini.

B. CASE REPORT 2 (Gingivitis Ulseratif Nekrosis pada Defisiensi


Vitamin B12)

LAPORAN KASUS

16
Seorang pria India berusia 22 tahun melaporkan ke University of Mississippi
School of Dentistry dengan keluhan utama: "Gigi saya berdarah dan sakit, nyeri
dan menyulitkan untuk makan". Pasien menyatakan bahwa masalah ini telah
terjadi selama setahun terakhir dan semakin memburuk selama dua bulan terakhir.
Pasien tidak melaporkan alergi obat, pengobatan saat ini, atau masalah kesehatan
yang signifikan.
Evaluasi oral menunjukkan gingiva yang sangat meradang dan mengalami
ulserasi, terutama pada aspek wajah gigi anterior rahang atas. Terdapat
karakteristik pseudomembran yang hadir bersamaan dengan pendarahan spontan
dan halitosis. Pasien diberi resep metronidazol 500 mg tiga kali sehari selama 10
hari, obat kumur bebas alkohol klorhexidin 0,12%, instruksi kebersihan mulut,
dan penunjukan lanjutan dijadwalkan.
Pemeriksaan oral pada dua minggu pertemuan lanjutan menunjukkan tidak
ada perubahan pada tingkat keparahan kondisi pasien ini. Pasien melaporkan
bahwa dia tidak membeli antibiotik atau obat kumur oral yang ditentukan pada
kunjungan awal karena masalah keuangan. Penyelidikan lebih lanjut atas riwayat
sosial pasien tersebut menunjukkan tidak adanya penggunaan tembakau atau
alkohol dan asupan gizi yang memadai. Namun, pasien tersebut melaporkan
bahwa dia tidak makan daging sebagai bagian dari praktik agamanya. Pasien
adalah siswa asing dari India dan seorang sarjana di sebuah perguruan tinggi
setempat. Kondisi pasien pada awalnya dianggap sebagai kombinasi dari berbagai
faktor, termasuk tekanan psikologis dan kebersihan mulut yang buruk. Pasien
tidak melaporkan bahwa dia mengalami stres; Namun, ketidakpatuhannya dengan
obat yang diresepkan awalnya karena keuangan memberi kesan bahwa ia mungkin
memiliki tekanan finansial yang tidak diungkapkan. Pasien didebris dengan
instrumen ultrasonik dengan anestesi lokal dan diberi resep metronidazol 500 mg,
amoksisilin 500 mg dan 0,12% klorhexidin untuk 10 hari.
Pada pertemuan lanjutan, pasien tersebut melaporkan, "Mulut saya terasa lebih
nyaman, saya minum obat ini kali ini dan menggunakan cairan mulut. Tidak
berdarah saat saya menyikat gigi lagi, dan tidak sakit saat saya makan".
Pemeriksaan oral menunjukkan penampilan gingiva yang jauh lebih baik. Pasien

17
dibersihkan lagi dengan menggunakan instrumen ultrasonik dan diberi instruksi
kebersihan mulut. Pasien dijadwalkan kembali untuk penunjukan tindak lanjut
tiga bulan, namun dia dijadwalkan ulang yang menghasilkan selang waktu lima
bulan untuk tindak lanjut dan pembersihan. Pada pertemuan ini pasien
menunjukkan peradangan gingiva berulang dan kontrol plak yang buruk. Kami
menduga bahwa mungkin ada kondisi mendasar yang mendorong kerentanan
terhadap peradangan gingiva dan perdarahan. Kondisi yang mendasari termasuk
infeksi HIV, kekurangan vitamin, atau keganasan yang menampakkan gingiva
yang meradang dan hemoragik. Pasien diinstruksikan untuk menemui dokternya
dan melaporkan tiga minggu kemudian untuk tindak lanjut.
Pasien kembali dalam tiga minggu dan melaporkan bahwa dokternya
mendiagnosa kekurangan vitamin B12. Pasien memiliki nilai homosistein yang
meningkat menjadi 24,5 (normal <11,4), nilai asam metaklorat meningkat menjadi
1214 (normal 87-318), dan nilai vitamin B12 rendah sebesar 180 (normal 211-
946). Pasien tidak menderita anemia seperti yang sering terjadi pada kekurangan
B12. Nilai laboratorium untuk mean corpuscular volume (MCV), jumlah sel darah
merah (RBC), hemoglobin (Hgb), dan hematokrit (Hct) semuanya berada dalam
kisaran normal. Pasien tersebut melaporkan bahwa dokternya merekomendasikan
suplemen vitamin B12 dan folat untuk mengatasi kekurangan vitamin. Pasien
kemudian dijadwalkan pertemuan pada tiga bulan kemudian.

DISKUSI
Pengelolaan awal difokuskan pada pengobatan inflamasi gingiva akut.
Pengobatan termasuk scaling dengan instrumen ultrasonik dengan anestesi lokal.
Amoksisilin dan metronidazol diresepkan selama 10 hari. Kombinasi antibiotik
ini, bersama dengan scaling ultrasonik, telah terbukti dapat memperbaiki hasilnya
dibandingkan dengan scaling ultrasonik saja. Tindak lanjut mengungkapkan
keberhasilan pengurangan ketidaknyamanan pasien dan menunjukkan resolusi
peradangan gingiva akut. Tahap selanjutnya dari perawatan harus berfokus pada
penanganan penyebab yang mendasar dan untuk mempertahankan pasien dalam
keadaan kesehatan yang memadai. Setelah perawatan fase akut, pasien diberi

18
instruksi kebersihan mulut dan dirujuk ke dokternya untuk menyelidiki masalah
sistem yang mendasari potensi. Begitu terungkap bahwa pasien tersebut
kekurangan vitamin B12, pasien dapat diberi konseling secara tepat terhadap
kebersihan mulut yang tepat, suplementasi vitamin, dan dijadwalkan kembali
untuk menjaga kebersihan yang sesuai. Pasien dijadwalkan lagi dengan interval
tiga bulan untuk memantau penyembuhan dan menjaga kesehatan.
Kekurangan vitamin B12, nutrisi makanan yang penting, menghasilkan
komplikasi serius. Vitamin B12 hanya ditemukan pada makanan hewani dan tidak
ada sayuran dan buah. Begitu makanan yang mengandung B12 tertelan, vitamin
harus dilepaskan oleh enzim lambung, maka harus terikat oleh faktor intrinsik
protein (IF) agar B12 diserap oleh ileum distal. Kekurangan vitamin B12 bisa
timbul dari berbagai penyebab seperti malabsorpsi, kelainan autoimun, obat-
obatan, vegetarianisme dan asupan gizi yang tidak memadai. Anemia ganas,
kelainan autoimun, terjadi bila IF memproduksi sel lambung yang hancur,
mengakibatkan ketidakmampuan tubuh untuk menyerap B12. Anemia pernicious
adalah penyebab paling umum defisiensi B12 berat di seluruh dunia.
Praktisi kesehatan oral harus menyadari manifestasi oral dan sistemik dari
kekurangan B12 dan pentingnya rujukan yang tepat jika terdeteksi. Tanda umum
defisiensi B12 pada rongga mulut terdiri dari lidah merah "beefy", pergantian
rasa, angular cheilitis, mukosa mulut pucat, sindrom mulut terbakar, dan ulserasi
berulang. Kekurangan B12 yang parah dapat menyebabkan anemia makrositik dan
gangguan hematologi lainnya, perubahan status mental, kehilangan memori,
parestesi, dan myelopathy. ASI yang disusui oleh ibu kekurangan B12 dapat
mengembangan kelainan, anemia, dan konvulsi.
Vitamin B12 dan folat adalah kofaktor penting di dalam sel dan berperan
penting dalam sintesis DNA dan pematangan sel. Baik B12 dan folat berperan
dalam metabolisme homosistein terhadap metionin; Namun, hanya B12 yang
mengubah metilmalonil CoA menjadi suksinil CoA13. Oleh karena itu,
peningkatan kadar serum asam methylmalonic dan homosistein lebih spesifik
untuk defisiensi B12 daripada homosistein saja. Selain itu, smear perifer darah
dapat digunakan untuk menentukan volume corpuscular rata-rata pasien (MCV)

19
yang dapat dievaluasi untuk menentukan makrositosis. MCV 80-100fl dianggap
normal dan nilai di atas 100 adalah karakteristik makrositosis. Namun, penting
untuk diingat bahwa makrositosis tidak selalu dikaitkan dengan proses patologis.
Anemia makrositik adalah keadaan penyakit yang ditandai dengan adanya
sel darah merah (RBC) yang abnormal lebih besar pada darah perifer.
Makrositosis akibat defisiensi B12 berkaitan dengan gangguan eritropoiesis.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan adanya hiposeluleriti dan kelainan
morfologi dapat dilihat pada beberapa sel prekursor myeloid. Kelainan paling
jelas terlihat pada sel prekursor erythroid, yang menunjukkan penampilan besar
atau "megaloblastik" di sumsum tulang.
Defisiensi vitamin B12 kronis dapat menyebabkan degenerasi gabungan
subakut (SCD). Penyakit ini ditandai dengan demyelinasi kolom dorsal dan lateral
sumsum tulang belakang. SCD adalah kondisi reversibel saat diidentifikasi dan
diobati dini. Secara klinis, pasien akan hadir dengan parestesia, berkurangnya
persepsi proprioception dan vibrasi, kelemahan, dan gangguan gaya berjalan.
Gangguan memori dan depresi juga sering terlihat pada SCD.
Meskipun pasien ini tidak didiagnosis dengan anemia atau disfungsi
neurologis terkait dengan kekurangan B12, dia berisiko mengalami masalah ini di
masa depan jika tidak diobati. Pasiennya berasal dari India dan praktik budayanya
mencegahnya makan daging, yang merupakan sumber makanan B12 yang
penting. Hyperhomosisteinmia dan plasma B12 rendah tidak jarang terjadi di
antara orang-orang dari India. Mayoritas orang dari India adalah vegetarian dan
tingkat rendah B12 telah dilaporkan pada populasi ini.
Kekurangan vitamin C secara tradisional dikaitkan dengan radang gusi dan
gusi berdarah. Tingkat asam askorbat pasien kami tidak diukur; Namun, dia
melaporkan bahwa dia makan buah, yang merupakan sumber vitamin C yang
umum. Meskipun kekurangan vitamin C tidak diharapkan, hal itu tidak dapat
dikesampingkan sepenuhnya. Pasien kami tidak hadir dengan tanda-tanda oral
tradisional dari defisiensi B12; Namun, tingkat keparahan kondisi periodontalnya
diperparah oleh kekurangan nutrisinya atau kondisi sistemik lainnya. Kasus
periodontitis destruktif yang terkait dengan defisiensi B12 juga telah dilaporkan

20
dalam literatur. Gingivitis ulseratif adalah presentasi yang kurang umum untuk
pasien dengan kadar B12 serum rendah. Namun, penelitian melaporkan bahwa
B12 mengurangi imunitas seluler yang bisa menjadi penyebab pendengaran
pasien. Mungkin lebih bijaksana bagi dokter untuk mengevaluasi defisiensi
vitamin B12 jika pasien hadir dengan NPD yang sulit diatasi.

C. CASE REPORT 3 (Pengelolaan Konservatif Gingivitis Ulseratif


Nekrotikan Akut pada Wanita Menyusui)

LAPORAN KASUS
Seorang pasien wanita berusia 23 tahun bernama Mubeena melaporkan
kepada OPD periodontologi, Rumah Sakit Gigi dan Pendidikan DR Z.A,
dengan keluhan utama nyeri parah dan gusi berdarah dengan susahnya
mengonsumsi makanan sejak satu minggu. Pasien juga mengeluhkan bau
mulut. Pasien merupakan ibu menyusui dan telah menyusui anaknya selama 7
bulan. Pasien biasa membersihkan giginya dengan jari. Pada pemeriksaan oral
ekstra, tidak terdapat asimetri wajah kotor yang terdeteksi, bibir kompeten,
limfonpora submandibular bilateral terasa lembut pada palpasi dan kenaikan
suhu lokal terdeteksi.
Pasien memberi riwayat suhu tinggi selama 1 minggu. Pada pemeriksaan
intraoral, kebersihan mulut yang buruk ditunjukkan dengan adanya plak dan
deposisi kalkulus. Terdapat gingiva marginal dan papilla interdenta dengan
kontur bulat dan juga nekrosis papila interdental, menyebabkannya terpisah
menjadi satu bagian wajah dan satu bagian lingual. Pendarahan terjadi pada
sedikit stimulasi gusi. Terdapat gigitan traumatis pada gigi anterior. Radiograf
periapikal intraoral menunjukkan adanya bone loss pada gigi anterior bawah.
Pada kunjungan pertama setelah pemeriksaan menyeluruh, hanya
pengobatan konservatif seperti pengangkatan faktor lokal dan pemeliharaan
higiene oral yang direncanakan. Trauma di gigi anterior dirawat dengan
grinding selektif. Scaling supragingival dilakukan semaksimal mungkin.
Pasien disarankan untuk istirahat yang cukup, diet yang benar dan menjaga
kebersihan mulut yang tepat. Pasien diberi resep amoksisilin 500 mg setiap 6

21
jam selama 5 hari dan aplikasi gel lokal yang mengandung metronidazol tiga
hingga empat kali sehari. Pasien juga diinstruksikan untuk berkumur dengan
3% H2O2 & air hangat steril (1:1) empat kali sehari dan juga dengan larutan
klorheksidin 0,12% untuk menjaga kebersihan mulut karena pasien tidak dapat
membersihkan giginya dengan sikat. Pasien datang pada hari kedua dan
scaling supragingival dilakukan kembali. Setelah 3 hari, pasien dievaluasi
ulang dan scaling serta kuretase dilakukan. Setelah 7 hari, pasien hampir
terbebas dari gejala sehingga scaling menyeluruh dan root planing dilakukan.
Penggunaan 3% larutan H2O2 dihentikan namun larutan klorheksidin 0,12%
terus berlanjut. Pasien dievaluasi ulang setelah satu bulan dan respon yang
baik ditemukan dalam bentuk penyembuhan daerah nekrotik dan pengurangan
kawah gingival. Pasien diawasi dengan petunjuk kebersihan mulut dan nutrisi
yang tepat.

DISKUSI
Seorang ahli statistik Bio terkemuka dihubungi. NUG adalah penyakit
perusak inflamasi gingiva yang menghadirkan tanda dan gejala khas.
Eksistensi penyakit ini hadir pada awal 400 BC pada tentara-tentara Yunani,
namun pertama kali dijelaskan oleh Plaut pada tahun 1894 dan Vincent pada
tahun 1896. Hal ini terutama disebabkan oleh bakteri Fusiform bacilli dan
Spirochetes.
Lesi karakteristik menonjol keluar, kawah berbentuk seperti depresi
papila interdental. Lesi ini meluas ke gingiva marginal dan jarang menempel
pada gingiva dan mukosa oral. Permukaan ditutupi oleh selaput
pseudomembran yang dibatasi dari sisa mukosa gingival oleh eritema linier.
Dalam beberapa kasus, lesi ditutupi permukaan pseudomembran,
memperlihatkan batas gingiva yang berwarna merah, mengkilap, dan
mengeluarkan. Perdarahan gingiva spontan terjadi pada rangsangan ringan
sekalipun. Tanda lain yang sering ditemukan adalah bau busuk dan produksi
air liur yang meningkat. NUG dapat terjadi di mulut bebas penyakit atau dapat
ditumpangkan pada gingivitis kronis atau kantong periodontal namun tidak

22
menyebabkan pembentukan kantong karena perubahan nekrotik melibatkan
epitel junctional dan pendalaman saku memerlukan epitel junctional yang
layak.
NUG dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang melibatkan struktur
pendukung. Hal ini biasanya menyebabkan kondisi akut dan oleh karena itu
istilah akutan sering disertakan dalam diagnosis. Bila terjadi keropos tulang
kondisinya, disebut necrotizing ulcerative periodontitis. Jika tidak diobati,
infeksi dapat mencapai sirkulasi sistemik.
Dalam laporan kasus ini, kita telah membahas gambar klinis pra-
pengobatan dan pasca pengobatan ANUG dan pengelolaannya pada pasien
yang menyusui. Debridemen lokal dan praktik kebersihan mulut yang tepat
dengan cakupan antibiotik dapat menyembuhkan lesi dengan sesuai. Rasa
nyeri, gingiva bengkak dan bau busuk dapat ditangani dengan pendekatan
awal ini.
Cara pengobatan konservatif ini adalah metode yang andal untuk
mengobati ANUG. Faktor predisposisi utama dalam kasus kami adalah stres
karena dia merawat anaknya. Maestripieri D dkk menemukan dalam studi
mereka pada kera rhesus betina bahwa betina yang menyusui memiliki kadar
kortisol plasma yang jauh lebih tinggi daripada betina tidak menyusui. Wendy
Saltzman dkk melaporkan bahwa pada beberapa spesies mamalia,
hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) dan respons tingkah laku terhadap
stresor diturunkan pada wanita menyusui, kemungkinan mencegah gangguan
akibat stres pada kehamilan ibu.
Laporan awal telah menunjukkan korelasi positif antara gingivitis
ulseratif nekrotikan akut dan tekanan psikologis yang menunjukkan efek
psikosomatik pada periodontium, termasuk disfungsi endokrin, menurunkan
resistensi terhadap infeksi dan perubahan pola makan, kebersihan mulut
pribadi dan kebiasaan parafunctional.
Peningkatan aktivitas adrenokorteks, yang terjadi sebagai respons
terhadap stres emosional menyebabkan profil sitokin yang berubah yang
mempengaruhi penyembuhan sel, seperti makrofag dan fibroblas yang pada

23
akhirnya menyebabkan pengurangan respons imun inang terhadap patogen
periodontal yang mengubah respons imun inang dan mengakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan bakteri asli. Stres juga menyebabkan
penurunan kadar metaloproteinase matriks jaringan yang menyebabkan omset
jaringan terganggu. Selain itu, rasio Th1/Th2 (Helper T cell-1/Helper T cell-
2), dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap penyakit periodontal.
Dalam kasus ini, plak dan kalkulus menginisiasi penyakit gingiva dan
periodontal dan kemudian sistem kekebalan tubuh ditekan sementara dan
memperburuk kondisi. Gigitan traumatis dan kantung periodontal sebelumnya
juga merupakan faktor pendukung ANUG dan keduanya hadir pada gigi
anterior pasien. Meskipun pasien memberi makan anaknya, metronidazol tidak
disarankan untuk dikonsumsi oral karena harus dihindari pada pasien
menyusui.

D. CASE REPORT 4 (Acute Necrotizing Periodontitis)

Laporan Kasus

Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun dirujuk ke Departemen


Periodontologi Klinis, di pusat konsultasi dan perawatan gigi, rumah sakit Ibnu
Sina di Rabat, Maroko, dengan keluhan sakit mulut yang intens dan terus-
menerus, perdarahan gingiva dan nafas fetid selama dua minggu. Karena sangat
sakit, pasien melaporkan bahwa ia tidak tidur selama dua hari dan berhenti makan
selama empat hari. Selain itu, dia tidak memiliki kebersihan mulut teratur dan dia
menghentikan menyikat gigi sejak rasa sakit mulai terjadi. Berat badan pasien 60
kg dengan tinggi 182 cm dan mengaku mengalami penurunan berat badan sejak
satu bulan (6 Kg).

Pasien dinyatakan sehat secara sistemik tanpa riwayat kesehatan yang


mencolok. Pasien adalah perokok berat selama 6 tahun (20 batang rokok per hari),
ia juga biasa mengunyah tembakau dan mengonsumsi alkohol. Pasien menyatakan

24
telah melakukan hubungan seks tanpa kondom dan telah mengalami stres berat
karena masalah keluarga.

Pada pemeriksaan ekstraoral, kelenjar getah bening submandibular bilateral


lunak pada palpasi dan peningkatan suhu tubuh terdeteksi. Pada pemeriksaan
intraoral, kebersihan mulut yang buruk ditunjukkan dengan plak, deposit kalkulus
berat, supurasi yang terlihat dan halitosis berat. Lesi oral yang sangat
menyakitkan menghambat pemeriksaan periodontal. Pemeriksaan gingiva
mengungkap film keputihan yang tipis (pseudomembran) yang menutupi bagian
gingiva yang menempel dengan perdarahan pada sedikit rangsangan. Ulserasi dan
nekrosis jaringan hampir umum dan parah membagi papilla menjadi ujung yang
terpisah satu bagian wajah dan satu bagian lingual dengan interpose depresi
nekrotik yang menghasilkan kerusakan jaringan dan pembentukan karakteristik
yang membentuk kawah dengan eksposisi tulang interdental.

Satu minggu kemudian, pemeriksaan periodontal mulut penuh dilakukan.


Pemeriksaan ini menunjukkan tidak ada jaringan pengikat hilang pada gigi seri
bawah dan atas. Pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan sedikit loss pada
tulang horizontal di daerah anterior bagian bawah. Berdasarkan anamnesis,
temuan klinis dan radiografi, diagnosis periodontitis nekrosis dibuat.

Pada kunjungan hari pertama, hidrogen peroksida 3% diusapkan dengan


lembut pada lesi dengan menggunakan penyeka steril untuk menghilangkan
membran pseudo dan puing-puing permukaan yang tidak menempel. Kemudian,
daerah itu dibersihkan dengan larutan air hangat dan povidone-iodine. Kalkulus
besar superfisial dihilangkan menggunakan perangkat ultrasonik. Pasien diberi
resep 250 mg metronidazol tiga kali sehari selama 7 hari, analgesik (parasetamol
yang terkait dengan kodein) setiap 6 jam dan vitamin kompleks. Obat kumur
bebas alkohol sesuai 0,2% klorheksidin direkomendasikan dua kali sehari selama
7 hari. Pasien disarankan untuk menghindari merokok, mengunyah tembakau,
konsumsi alkohol, dan makanan pedas dan asam. Anjurkan untuk mengambil
istirahat yang cukup dan diet yang tepat diberikan.

25
Setelah tiga hari pasien diperiksa kembali dan supragingival scaling
dilakukan. Petunjuk kebersihan mulut yang tepat diberikan dengan resep sikat gigi
yang lembut. Berdasarkan penurunan berat badan, ciri-ciri mulut dan kebiasaan
pasien (seks tanpa kondom, merokok dan mengunyah tembakau dan alkohol),
analisis darah biokimia dan serologi HIV diminta.

Setelah tujuh hari pasien hampir bebas gejala. Hasil analisis darah biokimia
normal dan status sero HIV negatif. Dengan demikian, debridemen periodontal
lengkap dapat dilakukan. Instruksi kebersihan oral diperkuat dengan resep sikat
interdental dan benang gigi untuk melakukan kontrol plak mekanis. Selain itu,
pasien disarankan untuk menggunakan larutan chlorhexidine kumur 0,12% dua
kali sehari selama 10 hari lebih. Pasien dirujuk ke pusat penghentian merokok dan
seorang psikolog untuk menyingkirkan stres karena masalah keluarganya.

Pasien sangat responsif terhadap perawatan yang diberikan. Pada kunjungan


satu bulan, terdapat resolusi menyeluruh pada peradangan dan penyembuhan
daerah ulserasi dengan epitelisasi kawah interdental gingiva. Pasien mematuhi
pengobatan dan secara teratur mengikuti pertemuannya ke pusat penghentian
merokok. Seorang psikolog dikonsultasikan, dan pasien dirawat dengan instruksi
tentang kebersihan mulut dan nutrisi yang tepat.

Diskusi

Nekrosis periodontitis (NP) adalah penyakit periodontal nekrotikanat yang


memiliki onset akut dan memerlukan penanganan segera. Karakteristik klinis
patognomoniknya adalah tampilan khas yang menonjol dan kawah interproksimal
yang terlihat pada pasien kami. Peluruhan tulang seperti dalam kasus kami dapat
terjadi pada kasus ekstrim.
Meskipun tanda klinisnya mudah dikenali, masih banyak yang belum
dipahami mengenai etiologi dan patogenesisnya. Hal ini menunjukkan bahwa
proses patogenik yang terlibat dalam penyakit periodontal diprakarsai oleh plak
bakteri dan dimodifikasi oleh faktor predisposisi.
Bakteri flora yang terkait NP didominasi oleh basil fusiform dan
spirochetes. Namun, tidak jelas apakah flora ini penyebabnya karena kemampuan

26
mereka untuk menyerang epitel dan jaringan ikat di mana mereka melepaskan
endotoksin atau konsekuensi penyakit ini dan kemudian dapat terjadi akibat
pertumbuhan sekunder karena jaringan nekrotik adalah lingkungan yang
sempurna untuk kolonisasi bakteri dan invasi jaringan. Baru-baru ini, para periset
telah menunjukkan kemungkinan peran etiologis virus Herpes, terutama HCMV
dan EBV-1, pada penyakit periodontal nekrosis. Virus herpes biasanya masuk
pada masa kanak-kanak, dan dapat diaktifkan kembali dengan berbagai kondisi
seperti stres. Dalam kasus yang dilaporkan, diagnosis mikrobiologis tidak
dilakukan, gambaran klinis dan adanya faktor risiko cukup memadai untuk
menetapkan diagnosis yang dikonfirmasi dengan perbaikan klinis 48 jam setelah
perawatan dimulai.
Fitur oral tambahan seperti limfadenopati, halitosis, dan demam telah
dilaporkan terjadi di NP. Namun, semua ini tidak patognomonik karena sering
terjadi pada banyak bentuk penyakit periodontal lainnya seperti herpesesis
gingivostomatitis atau mononukleosis [16]. Dalam kasus ini, kehadirannya
penting dan mungkin terkait dengan tingkat keparahan penyakit ini karena
biasanya diamati pada kasus lanjut.
Predisposisi faktor sistemik seperti AIDS, diabetes, kemoterapi atau
leukemia dijelaskan dalam literatur yang terkait dengan kebanyakan kasus PUN.
Pada pasien kami, penyakit sistemik dikesampingkan karena analisis biologis
normal dan dia dinyatakan sehat, dan penurunan berat badannya diperkiraan
disebabkan oleh rasa sakit dan ketidaknyamanan umum yang mungkin sangat
mengganggu asupan makanan.
Laporan kasus ini menggambarkan presentasi periodontitis nekrosis akut
yang terkait dengan kebersihan mulut yang buruk, kekurangan gizi, kurang tidur,
alkohol dan penyalahgunaan tembakau, yang semuanya terkait dengan tekanan
psikologis yang intens. Banyak jalur telah disarankan untuk menjelaskan
hubungan antara NP dan tekanan psikologis. Memang, sebuah studi baru-baru ini
mengevaluasi hubungan antara kadar hormon steroid dan periodontitis terkait
stres dan melaporkan bahwa tingkat kortisol serum yang tinggi dikaitkan dengan
tingkat keparahan periodontitis. Respon imun host terhadap patogen periodontal
dapat dikurangi dengan meningkatkan aktivitas adrenokorteks, yang

27
menyebabkan profil sitokin yang berubah dan sel yang terkena perekrutan
makrofag dan fibroblas. Stres juga menyebabkan penurunan kadar
metaloproteinase matriks jaringan yang menyebabkan omset jaringan terganggu.
Selama periode stres, perilaku subjek juga berubah dan dapat
menyebabkan pasien mengabaikan kesehatan mulut. Malnutrisi yang berkaitan
dengan stres ekstrem juga telah dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk
penyakit periodontal nekrosis. Dasar untuk interaksi ini disebut 'malnutrisi energi-
protein', yang menyiratkan pengurangan nutrisi antioksidan dan respons fase akut
yang berubah terhadap infeksi.
Di antara banyak kebiasaan berbahaya yang disebabkan oleh gangguan
emosional, merokok mungkin yang paling penting. Banyak penelitian telah
menunjukkan dampak nikotin pada jaringan periodontal. Memang, vasokonstriksi
yang disebabkan oleh merokok menyebabkan kurangnya nutrisi untuk jaringan
periodontal dan penghambatan fungsi neutrofil oral. Konsumsi alkohol juga
dikaitkan dengan faktor fisiologis dan psikologis yang mendukung penyakit
periodontal nekrosis. Mengingat pertimbangan ini, dapat dikatakan bahwa tingkat
keparahan NP dalam kasus ini terkait langsung dengan tekanan dan konsumsi
tembakau dan alkohol yang ekstrem.
Strategi pengelolaan lesi NP dibagi menjadi dua fase: perawatan fase akut
dan perawatan. Tujuan dari fase akut adalah untuk menghilangkan faktor
pengiritasi lokal, plak dan kalkulus dan jaringan nekrotik, seperti yang dilakukan
dalam kasus ini. Pada konsultasi pertama, kami mengadopsi pendekatan
konservatif, dengan penerapan hidrogen peroksida untuk meningkatkan pasokan
oksigen ke mikroba anaerob sehingga menghambat pertumbuhannya. Obat kumur
berbasis 0,2% klorheksidin adalah tambahan yang sangat efektif untuk
mengurangi pembentukan plak pada lesi debrided.
Respon cepat dan positif pasien terhadap intervensi dalam satu minggu
dapat dikaitkan dengan beberapa faktor: penggunaan metronidazol sistemik, yang
telah digambarkan sebagai pilihan antibiotik pertama karena aktif melawan
anaerob ketat, kebersihan mulut yang tepat, nutrisi yang adekuat dan beristirahat
yang cukup.
Obat sistemik lainnya juga telah diusulkan, dengan hasil yang dapat diterima,
termasuk penisilin, tetrasiklin, klindamisin, amoksisilin atau amoksisilin ditambah

28
klavulanat. Sebaliknya, penggunaan antibiotik topikal tidak dianjurkan dalam
pengobatan NPD karena banyaknya bakteri hadir dalam jaringan, dan aplikasi
topikal tidak menghasilkan cukup antibiotika intra lesi antibiotik.

E. CASE REPORT 5 (Gingivitis Ulseratif Nekrotikan Akut)

Laporan Kasus 1

Seorang pasien wanita berusia 20 tahun melaporkan ke Departemen


Periodontologi Government Dental College and Hospital, Mumbai dengan
keluhan utama berupa rasa sakit umum, pembengkakan dan pendarahan di gusi
dan terdapat adanya nekrotik dan supurasi yang terlihat (Gambar 1A dan 1B).
Terdapat pseudomembran berwarna keabu-abuan di gingiva palatal yang telah
meluas ke gingiva yang menempel pada hard palate (Gambar 2A dan 2B).
Terdapat kesulitan dalam mengunyah sejak 4 hari terakhir. Pasien tampaknya
baik-baik saja 4 hari sebelumnya ketika rasa sakit onset tiba-tiba mulai terasa di
gusi yang bersifat umum terutama di daerah belakang kiri bawah. Hal ini diikuti
oleh pembengkakan di daerah kiri bawah dan suhu yang naik yang mereda saat
mengonsumsi obat. Pasien tidak dapat makan dan minum karena sakit akut dan
terdapat bau mulut. Pasien memberikan riwayat kehamilan dan berada di trimester
ke-3 (7 bulan). Pada pemeriksaan oral ekstra, tidak terdapat gross facial
asymmetry yang terdeteksi namun limfatemia submandibular tampak jelas dan
pembengkakan ekstraoral juga terlihat (Gambar 3). Karena pasien sedang hamil,
ada persetujuan tertulis dari ginekolog pasien untuk memulai profilaksis gigi dan
untuk memulai prosedur Metronidazol. Persetujuan tertulis diberikan oleh dokter
kandungan untuk profilaksis gigi dan memulai Metronidazole dengan risiko
rendah. Tablet Metrogyl 400mg dimulai hanya setelah pasien diberi tahu tentang
risiko yang ada dan persetujuan tertulis diperoleh. Pada kunjungan pertama
setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, pengobatan seperti pengangkatan
faktor lokal dan pemeliharaan higienitas oral direncanakan. Pasien juga
diinstruksikan untuk berkumur dengan 3% H2O2 dan air hangat yang steril (1:1)
empat kali sehari dan juga dengan larutan klorheksidin 0,12% untuk menjaga

29
kebersihan mulut karena dia tidak dapat membersihkan giginya dengan sikat.
Pasien dipanggil kembali pada hari kedua dan supragingival scaling dilakukan.
Setelah 3 hari, pasien dievaluasi ulang dan scaling dan kuretase dilakukan. Setelah
7 hari, pasien hampir terbebas dari gejala sehingga scaling dan root planing yang
menyeluruh dilakukan. Berkumur dengan salin hangat disarankan sebagai
tambahan. Pasien disarankan untuk istirahat, diet yang benar dan menjaga
kebersihan mulut yang tepat dan sedang dalam tahap perawatan.

Laporan kasus 2

Seorang pasien wanita berusia 24 tahun melaporkan ke Departemen


Periodontologi Government Dental College and Hospital, Mumbai dengan
keluhan utama berupa ulserasi gusi sejak 2 hari. Dia memberikan riwayat demam
dan bau mulut serta kesulitan dalam mengunyah makanan. Dia juga
mengungkapkan bahwa suaminya menganggursejak satu tahun yang lalu.
Terdapat luka yang tertutup oleh pseudomembran pada gingiva marjinal dan
papiler. Pada pemeriksaan oral ekstra, tidak terdapat asimetri wajah yang
terdeteksi, bibir kompeten, limfatemia submandibular bilateral terasa lembut pada
palpasi dan kenaikan suhu lokal terdeteksi. Pasien memberi riwayat suhu tinggi
selama 1 minggu terakhir. Pada pemeriksaan intraoral, kebersihan mulut yang
buruk ditunjukkan dengan adanya dengan plak dan deposisi kalkulus. Terdapat
gingiva marjinal yang membengkak dan papila interdental dengan kontur bulat
dan juga nekrosis papila interdental. Terdapat ulkus di batas vermilion bibir
bawah. Pendarahan terjadi pada sedikit stimulasi gusi. Pada kunjungan pertama
setelah pemeriksaan menyeluruh, hanya pengobatan konservatif seperti
pengangkatan faktor lokal dan pemeliharaan higiene oral yang direncanakan.
Supragingival scaling dicoba semaksimal mungkin. Pasien disarankan untuk
istirahat yang cukup, diet yang benar dan menjaga kebersihan mulut yang tepat.
Dia diberi resep amoksisilin 500 mg setiap 6 jam selama 5 hari dan aplikasi gel
lokal yang mengandung metronidazol tiga kali empat kali sehari. Dia juga
diinstruksikan untuk berkumur dengan 3% H2O2 & air hangat steril (1:1) empat

30
kali sehari dan juga dengan larutan klorheksidin 0,12% untuk menjaga kebersihan
mulut. Pasien dipanggil kembali pada hari kedua dan supragingival scaling
dilakukan kembali. Setelah 3 hari, pasien dievaluasi ulang dan scaling serta
kuretase dilakukan. Setelah 7 hari, pasien hampir terbebas dari gejala sehingga
scaling menyeluruh dan root planing dilakukan. 3% larutan H2O2 sekarang
dihentikan namun larutan klorheksidin 0,12% terus berlanjut. Pasien dievaluasi
ulang setelah satu bulan dan respon yang baik ditemukan dalam bentuk
penyembuhan daerah nekrotik. Pasien diawasi dengan petunjuk kebersihan mulut
dan nutrisi yang tepat.

Diskusi

Laporan awal tentang perawatan ANUG berfokus pada pengelolaan aspek


mikroba penyakit ini dengan agen antimikroba dan kimia yang tersedia. Awalnya,
arsenikal digunakan karena efektivitasnya terhadap spirochetes yang terkait
dengan penyakit kelamin. Vincent menggunakan aplikasi yodium topikal dan
larutan asam borat. Dalam dua dekade pertama abad ini, zat pengoksidasi,
terutama asam kromat, adalah mode terapi yang populer karena mikroorganisme
yang terlibat bersifat anaerobik. Senyawa merkuri, perak, dan pewarna anilin juga
digunakan. Pada tahun 1949, Schluger (Schluger, 1949) melaporkan perawatan
pasiennya dengan kuretase dalam dan menyeluruh, diikuti oleh hidrogen
peroksida dan bilasan air enam sampai delapan kali sehari, Namun, karena
praduga tentang kemungkinan bakteriemia dan penyebaran infeksi, scaling dan
root planing tidak mendapat penerimaan luas oleh profesi sebagai pengobatan.
pilihan untuk ANUG. Sebenarnya, pada tahun 1944, Fish merekomendasikan
untuk meletakkan jaringan di bawah balutan periodontal, seperti pada tahun 1950
oleh Miller dalam teksnya. Pada awal 1960an, Fitch menyarankan agar
instrumentasi ultrasonik efektif dalam mengelola ANUG. Goldhaber, pada tahun
1968, mengusulkan scaling berulang, pengeluaran peroksida hidrogen peroksida
yang diencerkan, dan pembentukan program kebersihan mulut yang baik. Dia
menyatakan bahwa “semakin teliti dan menyeluruh kuretase subgingiva, semakin
menyeluruh responnya.” Efek samping dari penggunaan metronidazol topikal

31
meliputi terjadinya lidah hitam, eritema umum, dan sariawan. Umumnya, mode
terapi antibiotik topikal tidak direkomendasikan karena meningkatnya risiko
sensitivitas dan potensi pengembangan strain resisten di flora oral normal. Shapiro
telah mengusulkan sebuah teknik yang dikembangkan oleh Kramer, yang
menggunakan kuretase periodik untuk merangsang regenerasi pepilla interdental
untuk menghilangkan atau mengurangi kebutuhan akan intervensi bedah.
NUG dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang melibatkan struktur
pendukung. Ini biasanya membutuhkan rangkaian yang akut dan oleh karena itu
istilah akutis sering disertakan dalam diagnosis. Bila terjadi keropos tulang,
kondisinya disebut necrotizing ulcerative periodontitis. Jika infeksi yang tidak
diobati, kerusakan ini akan mencapai sirkulasi sistemik, dan bisa menyebar ke
bagian tubuh yang lain. Dalam laporan kasus ini, kita telah membahas gambar
klinis pra- dan pasca-pengobatan ANUG serta pengelolaannya. Debridement lokal
dan praktik kebersihan mulut yang tepat dengan cakupan antibiotik
menyembuhkan lesi. Nyeri, gingiva bengkak dan bau mulut dapat diatasi dengan
pendekatan awal ini. Cara pengobatan konservatif ini adalah metode yang andal
untuk mengobati ANUG. Faktor predisposisi utama dalam kasus kami adalah
ketidakseimbangan hormon dalam kehamilan dan stres yang mungkin disebabkan
oleh masalah suaminya yang pengangguran. Selama kehamilan, tingkat
progesteron dan estrogen meningkat, dan pada akhir trimester ketiga, hormon-
hormon tersebut meningkat hingga 10 sampai 30 kali tingkat selama siklus
menstruasi. Pada kehamilan ada perubahan permeabilitas vaskular, edema gingiva
dan respon inflamasi meningkat terhadap plak gigi. (Carronza's Clinical
Periodontology Edisi 11) Dalam kasus pertama, efek kehamilan pada jaringan
gingiva dapat dikenali sejak bulan kedua kehamilan dan peradangan gingiva
meningkat sampai tingkat keparahan maksimum pada bulan kedelapan. Selama
bulan terakhir, perbaikan yang tiba-tiba dan tepat terjadi.
Bakteri tidak diperlukan karena gambaran bakteri tidak berbeda dengan
gingivitis marjinal atau kantung periodontal. Studi tidak menunjukkan adanya
peningkatan risiko kelainan kongenital, persalinan prematur atau berat lahir
rendah di antara wanita yang terpapar Metronidazol. Efek non teratogenik sulit
dibuktikan namun data yang ada tidak menunjukkan risiko utama dan tidak ada

32
indikasi penghentian kehamilan (Keselamatan metronidazol selama kehamilan,
sebuah studi kohort mengenai risiko kelainan bawaan, kelahiran prematur dan
berat lahir rendah pada 124 wanita, 1999) . Metronidazol masih merupakan terapi
emas untuk ANUG. Konseling yang tepat oleh ginekolog itu penting. Harus ada
pendekatan interdisipliner antara ginekolog dan periodontis. Sebagian besar kasus
stomatitis nekrosis yang dilaporkan dalam literatur dikaitkan dengan faktor
sistemik, seperti AIDS, kemoterapi atau pertumbuhan tumor. Sebaliknya, pasien
yang hadir tidak memiliki penyakit sistemik atau pengobatan signifikan yang
dapat dikaitkan dengan penyakit ini. Horning dan Cohen mendeskripsikan tujuh
tahap penyakit periodontal nekrotikanasi menurut daerah oral yang terkena, mulai
dari nekrosis ujung papilla (tahap 1) sampai nekrosis yang melubangi kulit pipi
(tahap 7) (Horning dan Cohen, 1995). Klasifikasi ini sesuai dengan pandangan
umum bahwa penyakit ini berkembang dalam arah vestibular. Kasus 1 yang
dilampirkan dapat dianggap sebagai tahap 5 dari klasifikasi Horning dan Cohen
(necrotizing stomatitis) karena mereka menunjukkan perkembangan palatine dan
bahkan mendekati garis tengah, di mana mukosa masticatory palatal terpengaruh
daripada mukosa alveolar vestibular. Namun, tidak seperti pada kasus lain yang
diterbitkan, tidak ada kerusakan tulang yang diamati secara klinis pada pasien
manapun; Hal ini penting karena penghancuran tulang diharapkan terjadi pada
nomatrotizing stomatitis, yang dianggap merupakan perkembangan periodontitis
nekrosis. Kasus kami saat ini menunjukkan gejala yang sama seperti yang diamati
pada stomatitis nekrosis yaitu rasa sakit yang hebat dan melumpuhkan yang
membuat asupan makanan atau cairan sulit dan menjadi ekstrem selama prosedur
pemindaian periodontal atau penskalaan dan perencanaan akar (Holmstrup, 2015).
Karena ketidakmungkinan debridement mekanik karena rasa sakitnya, kami
menerapkan pendekatan yang lebih konservatif pada kedua kasus tersebut, yaitu
dengan penerapan hidrogen peroksida dan resep kumur oral chlorhexidine untuk
mencegah pembentukan plak di atas lesi debrided. Kami juga meresepkan
antibiotik dan obat antiinflamasi metronidazol, yang dianggap sebagai pilihan
antibiotik pertama dalam kasus ini. Asam amoxicillin/clavulanic adalah antibiotik
spektrum umum yang juga efektif dalam penyakit periodontal nekrosis yang

33
memiliki beragam jenis mikroba yang terlibat dalam etiologi mereka (Ramos et
al., 2012). Kedua pasien tersebut menunjukkan respon yang sangat baik dalam 48
jam pengobatan.
F. CASE REPORT 6 (Gingivitis Ulseratif Nekrosis dan Pasien
Ortodontik)
Laporan Kasus 1
Seorang wanita bukan perokok berusia 15 tahun dengan riwayat kesehatan
yang jelas mendapat 18 bulan perawatan ortodontik dengan limfadenopati
submandibular dan malaise, rasa sakit akibat gingiva, halitosis dan hilangnya
papilla interdental secara umum yang mempengaruhi gigi anterior atas dan bawah
pada khususnya. Kasus ini menunjukkan semua ciri khas NUG.
Perawatan melibatkan instruksi kebersihan mulut, debridemen daerah yang
terkena, dan resep metronidazol 200 mg tiga kali sehari selama 3 hari dengan obat
kumur chlorhexidine yang digunakan dua kali sehari selama 7 hari. NUG
ditindaklanjuti pada pertemuan selanjutnya dua minggu kemudian.
Pada penyesuaian pertemuan selanjutnya, dicatat bahwa gigi segmen labial
bawah mulai terserang lagi dengan bentuk NUG yang lebih ringan dan tidak ada
gejala sistemik. Debridemen lokal dan klorheksidin digunakan dan kondisi
gingiva pasien membaik.

Laporan kasus 2
Wanita berusia 18 tahun bukan perokok telah 34 bulan menjalani perawatan
ortodontik dengan tanda klinis NUG terlokalisir ke segmen labial bawah. Tidak
ada keterlibatan sistemik. Pasien memiliki riwayat kesehatan yang jelas.
Pengobatan melibatkan pendekatan konservatif dengan debridemen lokal dan
resep obat kumur klorheksidin digunakan dua kali sehari selama 7 hari. Perawatan
ini berhasil menangani NUG.

Laporan kasus 3
Seorang perokok laki-laki berusia 18 tahun dengan riwayat medis yang tidak
biasa telah 17 bulan melakukan perawatan ortodontik dengan hilangnya papilla

34
interdental lengkap dan beberapa pengelupasan kecil yang mempengaruhi papilla
interdental antara gigi insisivus sentral bawah. Pasien tidak memiliki ingatan
terhadap kondisi NUG sebelumnya dan tidak ada catatan gejala akut yang dibuat
oleh klinisi. Perawatan radang gusi marginal konservatif dan melibatkan
debridemen dan obat kumur klorheksidin selama satu minggu.

Laporan kasus 4
Seorang perokok tak berkala wanita berusia 18 tahun tanpa riwayat medis
yang relevan datang untuk kunjungan ortodontik rutin 9 bulan pada perawatan
ortodontik. Dia memiliki tanda-tanda klasik NUG, termasuk radang gusi, gingiva
gastrah ulkus, halitosis dan hilangnya papilla interdental pada gigi yang
terpengaruh. Kondisi ini disertai tanda-tanda sistemik limfadenopati
submandibular, tetapi tidak ada rasa sakit atau malaise. Perawatannya adalah
dengan debridemen lokal, instruksi kebersihan mulut, obat kumur chlorhexidine
dan resep metronidazol. Setelah diperiksa satu minggu kemudian, kondisi
gingivanya membaik namun radang gusi tetap ada dan saat ini pasien menjalani
OHI dan scaling lebih dalam.

DISKUSI
NUG disebabkan oleh proliferasi bakteri anaerob dan melibatkan nukleatum
Fusobacterium, Treponema denticola, Treponema macrodentium, Prevotella
intermedia dan Porphyromonas gingivalis. Kondisi ini hadir ketika bakteri-bakteri
tersebut berkembang biak, menghasilkan ketidakseimbangan flora oral normal.
Higienitas oral dan stres emosional telah terbukti menjadi faktor predisposisi.
Aktivitas merokok bisa menjadi faktor risiko yang terkait dengan penyakit ini;
sebuah studi pada tahun 1983 dari 100 kasus orang dewasa dengan NUG
menemukan bahwa 98 dari 100 pasien adalah perokok. Menarik untuk dicatat
bahwa dua dari kasus yang disajikan memiliki riwayat merokok. Kondisi medis
yang sudah ada sebelumnya yang membahayakan sistem kekebalan tubuh, seperti
AIDS dan demam kelenjar, juga dapat mempengaruhi pasien NUG.

35
Diagnosis NUG dibuat secara klinis dan biasanya diobati dalam dua tahap;
pertama mengendalikan presentasi akut dan kemudian mencegah kekambuhan.
Pengobatan melibatkan debridemen puing-puing yang hati-hati dan puing-puing
plak di daerah yang terkena.

Pasien harus diberi tahu obat kumur antibakteri yang digunakan tiga kali
sehari selama 1-2 minggu, dan diberi resep kursus singkat metronidazol 200 mg
untuk diminum tiga kali sehari selama tiga hari jika ada tanda sistemik. Begitu
fase akut telah diatasi, kebersihan mulut yang teliti harus diimplementasikan
bersamaan dengan penskalaan supra dan sub gingival untuk mengurangi
kemungkinan kekambuhan.

NUG didiagnosis dari seperangkat tanda dan gejala klinis, yang sering
melibatkan fitur sistemik dalam presentasi akut. Pasien yang dipaparkan dalam
rangkaian kasus ini menunjukkan bahwa mungkin ada bentuk NUG ringan karena
hanya satu dari pasien yang hadir dengan semua ciri klasik infeksi akut, yang
paling banyak disajikan tanpa rasa sakit. Temuan klinis ini sesuai dengan
Campbell dkk. yang juga mencatat tingkat keparahan penyakit yang bervariasi
dalam rangkaian kasus dari empat pasien. Penting juga untuk dicatat bahwa tidak
semua pasien kami adalah perokok karena biasanya ini adalah salah satu faktor
risiko utama yang terkait dengan NUG.

36
BAB IV

KESIMPULAN

ANUG adalah penyakit onset akut yang ditandai dengan ulserasi, nekrosis,
nyeri dan perdarahan di permukaan gingiva. Hal ini terutama terlihat pada anak-
anak dengan gizi buruk dan orang dewasa muda dengan kondisi
immunocompromised.

ANUG dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang melibatkan struktur


pendukung. Ini biasanya membutuhkan rangkaian yang akut dan oleh karena itu
istilah akutis sering disertakan dalam diagnosis. Bila terjadi keropos tulang,
kondisinya disebut necrotizing ulcerative periodontitis. Jika infeksi yang tidak
diobati, kerusakan ini akan mencapai sirkulasi sistemik, dan bisa menyebar ke
bagian tubuh yang lain.

Cara pengobatan konservatif adalah metode yang andal untuk mengobati


ANUG. Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan penyuluhan cara
menjaga kesehatan mulut, serta edukasi untuk mengurangi kebiasaan merokok.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Celluler and Moleculer Immunology. 4th Ed.
2013.
Bellanti JA. Immunology III. Penerjemah : Samik Wahab A. Yogjakarta :
Gajahmada University Press. 2010.
Greenspan, J.S., Barr, C.E., Scuibba, J.J. and Winkler, J.R., (2010) USA Oral
AIDS Collaboration Group. Oral manifestations of HIV infection:
Definitions, diagnostic criteria and principles of therapy. Oral Surgery,
Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, 73, 142-144.
Herijulianti, 2009, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan
Pendukung Gigi, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, h. 24 dan 31-2
Horning, G.M. and Cohen, M.E. (2012) Necrotising ulcerative gingivitis,
periodontitis and stomatitis: Clinical staging and predisposing factors.
Journal of Periodontology, 66, 990-998.
Manson, J.D., dan Eley, B.M., 1993, Buku Ajar Periodonti (terj.), Ed. 2,
Hipokrates, Jakarta, h. 23-26.
Martin, S. Greenberg. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment 10thed.
2013.

Neville, Damm, Allen. Oral and Maxillofacial Pathology, 3rd edition. Elsevier.
Saunders. 2009.

Nield-Gehrig, Jill S., & Willman, Donald E., 2011, Foundation of Periodontics
for the Dental Hygienist Third Edition, Amerika Serikat, Wolters Kluwer
Health, h. 269-272

38
39

Anda mungkin juga menyukai