Anda di halaman 1dari 164

Jaringan Periodontal

Gingiva
PENGERTIAN
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang tersusun
dari jaringan ikat fibrosa, yang ditutupi epitel dan
menutupi processus alveolar rahang dan
mengelilingi leher gigi.
Gambaran klinis gingiva normal
Warna gingiva
- Warna gingiva normal umumnya merah jambu
(coral pink)
- Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari
coklat-hitam
Besar gingiva
- Ditentukan oleh jumlah elemen seluler,
interseluler dan pasokan darah
Kontur gingiva
- Sangat bervariasi
- Dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi geligi
pada lengkungannya, lokalisasi dan luas area kontak
proksimal dan dimensi embrasur (interdental)
Konsistensi
- Gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal
Tekstur
- Permukaan gingiva cekat berbintik-bintik seperti kulit
jeruk
- Bintik-bintik ini disebut stipling
Gingiva normal
Gingiva secara anatomis
1. Free gingiva
2. Attached gingiva
3. Interdental gingiva

Gambaran gingiva gigi
Free Gingiva
tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi.
Bagian ini berbatasan dengan attached gingiva
atau suatu lekukan dangkal yang
Lebar gingival kurang lebih 1 mm, dapat
dilakukan dengan alat periodontal probe dan
permukaan gigi.
Bagian ini juga merupakan salah satu dinding
jaringan lunak dari sulcus gingiva.

Attached Gingiva
Attached gingiva melekat
erat ke periosteum tulang
alveolar. Lebarnya kurang
lebih 1-9 mm.
Padat, lenting, (resilient),
melekat erat keperiosteal
tulang alveolar.
Interdental gingiva
Mengisi
embrasus
gingival, yaitu
ruang proximal, di
bawah daerah
kontak gigi.
Gambaran mikroskopis gingiva
epitel skuama
berlapis
lamina propria
Epitel gingiva
Epitel oral
Epitel sulkular
Epitel penyatu

Epitel oral
epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratin-ized)
atau berparakeratin (parakeratinized) yang
membalut permukaan vestibular dan oral gingiva
Epitel sulkular
epitel skuama berlapis yang tipis, tidak berkeratin,
tanpa rete peg dan perluasan-nya mulai dari batas
koronal epitel penyatu sam-pai ke krista tepi gingiva

Epitel penyatu
Membentuk perlekatan antara gingiva dengan
permukaan gigi berupa epitel skuama berlapis tidak
berkeratin.
Sel epitel
Jaringan Ikat / lamina propia
Lapisan papilari
(papillary layer)
Lapisan retikular
(reticular layer)
Papilary layer
terdiri atas: proyeksi
papilari (papillary
projection)
diselang-selingi oleh
rete peg epitel
Reticuler layer
Lapisan retikular (reticular layer) yang ber-lanjut ke
periosteum tulang alveolar.
Serat-serat gingiva
Lamina propia marginal gingiva dibentuk oleh
jaringan pengikat padat yang kolagen dan sedikit
sekali mengandung serat elastis
Serat kolagen ini mebentuk suatu sistem bundel
yang dikenal dengan nama serat-serat gingiva
Group serat-serat gingiva
Grup dentogingival
Grup dentoperiosteal
Grup alveologingival
Grup sirkular
Grup periosteal, intergingival,intersirkuler,
interpapilari, transgingival, dan transeptal
Serat-serat gingiva
Penyakit Gingiva
Gingivitis (Keradangan Gingiva)
Terjadi karena bakteri beserta produknya masuk
kedalam jaringan ikat gingiva, epitel, interseluler -
> terjadi pelebaran ruangan -> perubahan
patologis gingiva -> terjadi gingivitis
Tingkatan Gingivitis :
1. intial lession / tahap 1
perubahan vaskular -> dilatasi kapiler->
peningkatan flow darah pada gingiva sebagai
respon pertama dari gingiva terhadap bakteri plak
-> gingivitis sub klinik -> belum tampak adanya
tanda-tanda kelainan

2. Early Lession / tahap 2
Secara klinis adanya eritema -> proliferasi kapile
-> perdarahan pada probing


3. Estabilished Lession / tahap 3
Sudah menjadi kronis -> aliran darah lambat ->
anoxemia yang terlokalisir (warna gingiva keabu-
abuan karena kurang oksigen) -> warna merah
gelap -> pecahnya hemoglobin
Gingival Enlargement
Bertambahanya ukuran gingiva dan merupakan
gambaran umum penyakit gingiva
Penyebab :
Karena proses inflamasi
Kondisi : kehamilan, puberty, def vit C, dll
Sistemik : Leukimia, granulomatous disease
Neoplastik : benign tumor, malignant tumor
ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative
Gingivitis)
Penyakit peradangan destruktif dari gingiva dengan
tanda dan symptom yang spesifik.
Tanda oral :
Lesi khas, tekanan pada puncak papil interdental
seperti kawah yang meluas ke margin gingiva
Warna abu-abu terhadap pseudomembrane
Warna merah mengkilap dan pendarahan spontan
Meliputi 1 gigi atau kelompok sampai menyeluruh

Gejala :
Lesi sangat sensitif bila disentuh
Penderita merasa seperti terbakar
Merasa makan metal
Gingivo Stomatitis Herpetic Acute
Infeksi pada rongga mulut yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks, dapat terkena pada segala
usia.
Gejala sistemik
Demam 38-40 derajat C
Diikuti setelah penyakit : pneumonia, meningitis,
influensa, dll
Pericoronotis
Keradangan gingiva yang berhubungan dengan
erupsi gigi tidak sempurna, kebanyakan terjadi pada
M3 rahang bawah, bisa akut, sub akut, dan kronis.
Gambaran klinis :
Lesi yang merah bengkak
Lesi supuratif/ada PUS
Sakit menjalar hingga ketelinga, tenggorokan dan
dasar mulut
Bisa sampai trismus, dll
Desquamatif Gingivitis
Suatu peradangan pada gingiva, bisa diikuti
dengan penyakit kulit lichen planus, mucous
membrane phemphigoid.
Ligamen Periodontal
LIGAMEN PERIODONTAL
Ligament periodontal adalah suatu jaringan
konektif, padat dan berserabut yang menempati
ruang di antara sementum dan tulang alveolar.
Mengelilingi leher dan akar gigi serta
berkesinambungan dengan pulpa dan gusi.
Ligament periodontal tersusun dari substansi
dasar, jaringan instertisial, pembuluh darah dan
limfa, saraf, sel-sel dan bundle
serabut (Carranza, 2006).

FUNGSI LIGAMEN
PERIODONTAL
1. Fungsi fisikal, yaitu sebagai penghantar
tekanan oklusal ke tulang alveolar,
mencekatkan gigi ke tulang alveolar
mempertahankan hubungan jaringan gingival ke
gigi dan menahan tekanan oklusal pada gigi
untuk melindungi pembuluh darah, saraf dan
tekanan mekanis(Grossman, 1995)..
2. Fungsi formatif, berperan dalam pembentukan
dan resorpsi dari struktur jaringan pendukung
gigi (Grossman, 1995).

Fungsi nutrisi dan sensori, yaitu untuk memasok
nutrient ke sementum, tulang alveolar dan
gingival melalui pembuluh darah oleh ligament
periodontal. Persyarafan ligament periodontal
memiliki sensitivitas yang dapat mendeteksi dan
melokalisir tekanan eksternal terhadap
gigi (Grossman, 1995).

HISTOLOGI LIGAMEN
PERIODONTAL
Ligament periodontal memiliki serat-serat utama.
Serat-serat tersebut berasal dari serat kolagen yang
mana serat kolagen tersebut diproduksi oleh sel-sel
tertentu. Serat-serat tersebut juga diatur oleh
posisinya. Posisi tersebut dibagi menjadi 6 kelompok,
antara lain :
1. Serat transeptal, Serat utama ini merupakan serat
transisi antara serat gingiva dan serat ligamentum
periodontal. Serat ini meluas ke interproksimal, di
atas puncak septum interdental dan tertanam pada
sementum gigi-geligi yang bertetangga.
2. Serat puncak alveolar (alveolar cest), Serat ini
meluas dan berjalan miring dari sementum tepat di
bawah epithelial attachment, menuju puncak tulang
alveolar. Fungsi serat ini menolong menahan gigi di
dalam soketnya jika ada tekanan ke arah apikal
dan menahan gigi jika ada tekanan lateral.
3. Serat horizontal, Serat ini meluas agak tegak lurus
ke sumbu panjang gigi dari sementum ke tulang
alveolar. Fungsinya sama dengan fungsi serat
puncak alveolar.

4. Serat obliq (serat miring), Serat ini merupakan
kelompok yang paling besar diantara kelompok
serat utama ligamentum periodontal. Serat ini
berjalan miring dari sementum menuju tulang
alveolar. Fungsi serat ini menahan tekanan vertikal
yang mengancam gerakan akar masuk ke dalam
soketnya.
5. Serat apikal, Serat ini menyebar dari bagian apikal
gigi ke tulang alveolar pada dasar soket gigi.
Fungsi serat ini menjaga gigi dalam soketnya dan
menahan kekuatan yang memungkinkan gigi
terangkat keluar dari soketnya.
6. Serat interradikular, Serat ini meluas dari
sementum percabangan akar gigi ke puncak
septum interradikular. Fungsi serat ini membantu
menstabilkan gigi tetap di dalam soketny

1. Periodontitis juvenile lokalisata (LJP)
Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi
pada umur 10-11 tahun.
Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3:1)
Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus
Angka kaies biasanya rendah
Netrofil memperlihatkan kelainan khemotoksis dan fagositosis
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada
gigi, tetapi pada tempat yang rusak dijumpai kalkulus subgingiva
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada
gigi, tetapi pada tempat yang rusak dijumpai kalkulus subgingiva




Penyakit Periodontitis dan Gejalanya
2. Periodontitis juvenile generalisata (GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh
pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak
serta inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar
satu dan semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P,
M2).
3. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan
untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak
sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata
maupun prepubertas
Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi
kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat
Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir
sama
Angka karies biasanya tinggi
Respon host termasuk fungsi netrofil dan limfosit normal
(Berkovitsz dkk., 2009).
4. Periodontitis prepubertas
Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan
menyeluruh. Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada usia 4
tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan
bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan
mempengaruhi semua gigi desidui
Pasien dibawah umur 12 tahun (4 atau 5 bulan)
Perbandingan jenis kelamin hampir sama
Angka karies biasanya rendah
Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit
Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat
secara radiografis
Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk
generalisata daripada bentuk terlokalisir (Hatta, 2011).
Ciri-Ciri periodontitis
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila
perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan.
Selain itu tulang alveolar (= tulang
yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan.

1. Periodontitis Marginalis Kronis

Tanda dan gejala periodontitis marginalis kronis diantaranya :

Inflamasi gingiva secara kronis
Plak banyak (etiologi)
Poket
Kerusakan tulang, gigi goyang dan migrasi
Diperparah oleh iritasi faktor lokal seperti kalkulus, restorasi yang buruk dll.
Berhubungan langsung dengan deposit plak dan kalkulus
Keluhan yang disebabkan oleh hipersensitif dentin karena resesi sebagian
besar gigi
Terjadi pada umur lebih dari 40 tahun
Plak banyak karena kerusakan yang terjadi
Inflamasi gingiva (pembesaran, kemerahan dan perdarahan)
Kerusakan hampir merata pada semua gigi, kecuali bila disertai faktor
predisposisi seperti trauma, food impaksi.
Loss of attachment disertai poket dan resesi
Trauma karena oklusi

(Ingle, 2008)
2. Periodontitis juvenile lokalisata
(LJP)

Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa
juga terjadi pada umur 10-11 tahun.
Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki
(3:1)
Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus
Angka kaies biasanya rendah
Netrofil memperlihatkan kelainan khemotoksis dan
fagositosis
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang
melekat pada gigi, tetapi pada tempat yang rusak
dijumpai kalkulus subgingiva.
Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing
bisa terjadi perdarahan dan gigi yang dikenal akan
terlihat goyang (Berkovitz dkk., 2009).

3. Periodontitis juvenile generalisata
(GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi
secara menyeluruh pada gigi permanen dan
dijumpai penumpukan plak yang banyak serta
inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat
gigi molar satu dan semua insisivus serta dapat
merusak gigi lainnya (C, P, M2).

4. Periodontitis kronis

Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan
tetapi terjadi kehilangan sebagian tulang dan
perlekatan jaringan ikat.
Perbandingan penderita antara perempuan dan
laki-laki hampir sama.
Angka karies biasanya tinggi
Respon host termasuk fungsi netrofil dan limfosit
normal (Berkovitsz dkk., 2009).


5. Periodontitis prepubertas
Periodontitis prepubertas
Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan
menyeluruh. Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada
usia 4 tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja,
sedangkan bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap
mulai erupsi dan mempengaruhi semua gigi desidui.
Pasien dibawah umur 12 tahun (4 atau 5 bulan)
Perbandingan jenis kelamin hampir sama
Angka karies biasanya rendah
Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit
Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment)
terlihat secara radiografis
Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk
generalisata daripada bentuk terlokalisir (Hatta, 2011).

A. Faktor Lokal
a. Faktor anatomi
Morfologi akar gigi (bentuk dan ukuran)
Letak gigi di lengkung rahang
Jarak antar akar gigi
b. Faktor iatrogenik
Prosedur operatif
Bahan restoratif dan restorasi
Geligi tiruan sebagian lepasan
Geligi tiruan sebagian cekat
Eksodonsia
Ortodonsia
c. Pembentukan kalkulus

Faktor Terjadinya Penyakit
Perodontisis
d. Faktor trauma
Abrasi karena penyikatan gigi
Kebiasaan yang disengaja dan tidak wajar
Impaksi makanan
e. Cedera kimiawi
B. Faktor Penyerta Sistemik
a. Penuaan
b. Stres emosional dan psikososial
c. Kelainan genetik
d. Ketidakseimbangan endokrin
Diabetes melitus
Hormon seks
e. Penyakit/kelainan darah
f. Defisiensi nutrisi dan gangguan metabolik
g. Obat-obatan dan efeknya terhadap jaringan periodontal
h. Penyakit periodontal pada penderita AIDS


Sementum
Pengertian Sementum
Sementum merupakan jaringan menyerupai tulang
yang tipis dan keras yang menyelimuti akar anatomi
gigi dan tempat melekatnya serabut sharpey
(Fawcett, 2002).
Struktur Sementum
Menurut Manson dan Eley, 1993 secara umum
sementum dibagi menjadi 2, yaitu :
Sementum Seluler
Tipe sementum yang ditemukan didaerah apikal dan
region furkasi gigi. Mengandung sementosit yang
berada dalam lakuna, berhunbungan melalui suatu
sistem anastomosis kanalikuli. Terdapat 2 sumber
serat kolagen, yaitu sharpeys fiber dan kelompok
seratyang merupakan bagian metriks sementum
yang dibentuk sementoblast.
Sementum aseluler
Tipe sementum ini menutupi semua bagian dari
permukaan akar gigi yang berupa lapisan hyaline
tipis. Mempunyai garis incremental yang berjalan
paralel pada permukaan akar gig. Terdiri atas
sharpeys fiber yang terklasifikasi.
Ketebalan Sementum
Ketebalan pada setengah koronal 10-60 mikron,
pada sepertiga apikal ketebalan 150-200 mikron.
Ketebalan terbesar terdapat pada daerah apeks dan
daerah furkasi (Dalimunthe, 2005)
Sementogenesis
Selama pembentukan email, korona gigi ditutupi
oleh ephitelium dental, bagian basal ephitelim ini
merupakan kantong ephitalial hertwig. Sebelum
semntoblas terbentuk, sel-sel jaringan pengikat yang
berkontak dengan permukaan gigi berdeferensiasi
menjadi sementoblas. Sementoblas ini yang akan
berdeferensiasi menjadi sementum (Newman, et al,
2006).
Kelainan Sementum
Hipersementosis
merupakan penebalan dari sementum.
Hipersementosis ini terlokalisasi pada satu gigi atau
seluruh gigi geligi.
Sementoma
merupakan masa sementum yang biasanya terletak
dibagian apikal gigi, dapat melekat atau tidak
melekat sama sekali. Dianggap sebagaisalah satu
neoplasma odontogenik, atau kelainan pembentukan
pada waktu perkembangan (Newman, et al, 2006).
Tulang Alveolar
Pengertian
Prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang
rahang yang menopang gigi-geligi. Prosesus
alveolaris tidak terlihat pada keadaan anodonsia.
Tulang dari prosesus alveolaris tidak berbeda
dengan tulang pada bagian tubuh lainnya
(Manson, 1993).

Morfologi
Pada regio insisif mandibula, tulang alveolar
sangat tipis dan keping kortika1 eksternal paralel
terhadap tulang alveolar sejati dengan sangat sedikit
trabekula cancellous yang terdapat diantaranya.
Sedangkan tulang alveolar pada regio molar lebih
lebar dengan lebih banyak trabekula cancellous
diantara keping kortikal eksternal dan tulang alveolar
sejati (Varma & Nayak,2002)
Kebanyakan bagian facial dan lingual soket
hanya dibentuk oleh tulang compact, sedangkan
tulang cancellous mengelilingi lamina dura pada
bagian apical, apikola-lingual, dan daerah
interradikular (Carranza, 2002).


Struktur tulang aveolar
1. Keping kortikal eksternal yang dibentuk oleh
tulang Haver's dan lamella tulang compact
(Carranza, 2002). Keping kortikal eksternal
menutupi tulang alveolar dan lebih tipis pada
bagian facial. Keping kortikal eksternal berjalan
miring ke arah koronal untuk bergabung dengan
tulang alveolar sejati dan membentuk dinding
alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 - 0,4 mm.
Dinding alveolar dilalui oleh pembuluh darah
dan pembuluh lymph serta saraf yang masuk ke
dalam ruang periodontal melalui sejumlah kanal
kecil (Kanal Volkmann) (Klaus dkk, 1989).
2. Dinding soket yang tipis pada bagian dalam tulang
compact disebut tulang alveolar sejati yang terlihat seperti
lamina dura pada gambaran radiografis (Carranza, 2002).
3. Trabekula cancellous berada diantara lapisan tulang
compact dan tulang alveolar sejati. Septum interdental
terdiri dari trabekula cancellous yang mendukung tulang
dan menutupi bagian dalam border tulang compact
(Carranza, 2002).

"Struktur tulang alveolar : 1. tulang alveolar sejati, 2. Trabekula
tulang, dan
3. Keping kortikal eksternal (Klaus dkk, 1989).
Kerusakan tulang aveolar
Normalnya, puncak tulang alveolar berada 1-2 mm ke
arah apikal dari cemento-ename junction. Apabila terdapat
kehilangan tulang, puncak tulang alveolar berada lebih dari 2
mm ke arah apikal dari cemento-enamel junction (Muller,
1979).
1. Resorpsi Tulang Horizontal
merupakan pola kehilangan tulang yang paling
sering ditemukan pada penyakit periodontal. Puncak tulang
alveolar mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang
tersisa tegak lurus terhadap permukaan gigi. Septum interdental
serta bagian facial dan lingual juga mengalami
kerusakan, tetapi derajat kerusakan disekeliling gigi berbeda-
beda (Carranza, 2002).
Kehilangan tulang dianggap horizontal apabila sisa
puncak tulang alveolar bagian proksimal sejajar
terhadap garis khayal yang terdapat. diantara
cementoenamel junction yang berdekatan dengan
gigi (Klaus dkk, 1989).
Gambaran radiografis kehilangan tulang horizontal pada bagian proksimal gigi.
2. Defek Vertikal atau Angular
Terjadi dalam arah oblique, membuat lubang yang menembus ke
dalam tulang di sepanjang akar; dasar defek terletak ke arah
apikal di sekitar tulang. Defek angular disertai poket infrabony
yang mendasari defek angular (Carranza, 2002).
Defek angular diklasilikasikan berdasarkan jumlah dinding
osseus. Defek angular dapat memiliki satu, dua, atau tiga dinding.
Jumlah dinding pada bagian apikal defek lebih besar daripada
bagian oklusal yang disebut dengan combined osseus defect
(Carranza, 2002).
Defek tulang diklasifikasikan menjadi :
1. Defelc tulang 3 dinding yang dibatasi oleh 1
permukaan gigi dan 3 permukaan tulang.
2. Defek tulang 2 dinding (crater interdental) yang
dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 2 permukaan
tulang.
3. Defek tulang 1 dinding dibatasi oleh 2 permukaan
gigi dan 1 permukaan tulang serta jaringan lunak.
4. Defek tulang kombinasi (Cup-shaped defect)
dibatasi oleh beberapa permukaan gigi dan
beberapa permukaan tulang (Klaus dkk, 1989).
Gambaran skematik morfologi defek tulang. A. Defek tulang 3 dinding, B. Defek
tulang 2 dinding, C. Defek tulang 1 dinding, D. Cup-shaped defect
Resorpsi tulang aveolar
Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang
berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan
sel raksasa multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari
jaringan hematopoietic dan terbentuk dari penyatuan sel
mononuclear. (Carranza, 2002).
Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak
dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah
border. Enzim ini merusak bagian organik tulang. Aktivitas
osteoklas dan morfologi border dapat dimodifikasi dan
diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonin
yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas (Carranza,
2002).
Resorpsi tulang alveolar juga dapat dimulai melalui
aktivasi sistem complement. Mediator inflamasi menstimulasi
pembentukan osteoklas baru dari prekursor sel, atau
meningkatkan kemampuan resorpsi sel. Beberapa mediator
juga dapat menghambat atau sebaliknya mengatur regenerasi
tulang (Klaus dkk. 1989).

Mekanisme lain dari resorpsi tulang terdiri dari kumpulan
lingkungan yang bersifat asam pada permukaan tulang yang
akan mengakibatkan hilangnya komponen mineral tulang. Hal
ini dapat ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda diantaranya
terdapat proton yang mengalir melalui membran sel osteoklas,
tumor tulang, atau tekanan lokal keluar melalui aktivitas
sekretori dari osteoklas (Carranza, 2002).
Ten Cate (1994) menggambarkan urutan terjadinya
proses resorpsi sebagai berikut :
1. Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang
termineralisasi.
2. Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi
pompa proton, dimana tulang terdemineralisasi dan
terbukanya matriks organik.
3. Degradasi rnatriks organik yang telah terbuka dengan
unsur pokok asam amino aleh aksi enzim yang
dikeluarkan, seperti asam fosfat dan cathepsine.
4. Penghancuran ion mineral dan asam amino di dalam
osteoklas (Carranza, 2002).
Peran Pemeriksaan Foto Rontgen
Panoramik Terhadap Derajat
Resorbsi Tulang Alveolar
Foto Rontgen Panoramik
Panoramik merupakan salah satu foto rontgen
ekstraoral yang telah digunakan secara umum di
kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran
utuh dari keseluruhan maksilofasial
kelebihan panoramik adalah dosis radiasi yang
relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima
pasien untuk satu kali foto panoramik hampir
sama dengan dosis empat kali foto intra oral.
Indikasi

1. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi
terpendam yang menghalangi gambaran pada intra-
oral.
2. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih
dari 6 mm.
3. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan
rencana pembedahan. Foto rutin untuk melihat
perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak
disarankan.
4. Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan
untuk mengetahui keadaan gigi atau benih gigi.
5. Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh
bagian mandibula.
6. Rencana perawatan implan gigi untuk mencari
vertical height

Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan
mandibula yang membentuk dan mendukung
soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk
pada saat gigi erupsi untuk menyediakan
perlekatan tulang pada ligamen periodontal (Wolf,
dkk., 2005).

Klasifikasi lesi furkasi :
Berdasarkan jumlah perusakan jaringannya
diklasifikasikan atas:
* Derajat I : kehilangan tulang baru taraf awal
* Derajat II : tulang interradikular telah hilang
sebagian
* Derajat III : kehilangan tulang interradikular
yang banyak, dan bila daerah furkasi diprobing
dari sisi vestibular sudah bisa mencapai ke sisi
oral atau sebaliknya
* Derajat IV : seperti derajat III, hanya saja
daerah furkasi sudah tersingkap

Peran foto rontgen panoramik
Sebagai pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui tingkat kerusakan dari tulang
alveolar
Untuk mengetahui keadaan jaringan periodontal
Sulkus Gingiva
sulkus gingiva

Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang
disekitar gigi yang mengelilingi gigi pada satu
lapisan epithelium free gingival margin gigi dengan
gigi yang lainnya. Sulkus ini berbentuk V dan hanya
sedikit saja yang dapat dimasuki oleh probe
periodontal. Ukuran normal atau ukuran ideal
kedalaman sulkus gingiva sekitar 0,43 mm

Pembentukan Cairan Sulkus Gingiva
(CSG)
Cairan sulkus gingiva bersal dari serum darah
dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan
sehat maupun meradang.
Menurut Carranza Jr, cairan sulkus gingiva (CSG)
adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi.
Cairan mengalir dari kapiler menuju ke jaringan
subepitel menuju epitel perlekatan. Dari sini
cairan diekskresikan dalam bentuk CSG
bercampur dengan air liur di dalam rongga mulut
(Caranza, 2006).
Komposisi Cairan Sulkus Gingiva
(CSG)
1. Materi Darah.
Materi darah yang ada pada cairan sulcus gingiva adalah
polimofunuklear leukosit, neutrofil, monosit, makrofag
dan limfosit.
Polimorfonuklear leukosit, merupakan sel paling aktif
yang keluar dari pembuluh darah melalui epitel
perlekatan masuk ke dalam sulcus gingiva.
Neutrofil, membentuk rintangan diantara epitel dan plak
yang munkin mencegah invasi bakteri pada epitel dan
jaringan ikat di bawahnya sehingga dapat memperkecil
efek merusak dari plak bakteri.
Monosit, merupakan sel imatur yang mempunyai sedikit
kemampuan untuk melawan agen-agen yang
menyebabkan infeksi.
Limfosit, sebagai pertahanan mekanisme terhadap
benda asing (Newman, 2012).

2. Elektolit
Mencakup sodium, potasium, kalsium, dan
magnesium. Ion Ca dalam konsentrasi tinggi dapat
berperan dalam pembentukan kalkulus subgingiva.
3. Protein
Konsentrasi total protein digunakan sebagai alat
untuk mengevaluasi inflamasi gingiva dan aktivitas
penyakit periodontal.
4. Sistem fibrinolisis.
Sistem fibrinolisis merupakan suatu sistem
penghancuran fibrin yang merupakan salah satu
faktor perekat epitel ke jaringan gigi. Mikroorganisme
oral (Porphyromonas gingivalis) mempunyai aktivitas
fibrinogenolitik dan fibrinolitik. Enzim fibrinolitik yang
diproduksi adalah faktor penting dalam periodontitis
(Newman, 2012).
5. Endotoksin bakteri.
Kehadiran endotoksin bakteri mempnyai korelasi
positif dengan inflamasi gingiva.
6. Sel epitel deskuamasi.
Sel epitel deskuamasi merupakan sel sel epitel
perlekatan terluar yang terletak dekat dengan sulcus
gingiva dan menyusun pertahanan setempat (host).
Sel-sel ini berisi lisosom primer dan sekunder dan
mempunyai kapasitas fagosit, kecepatan pertukaran
sel epitel juga berpengaruh dalam mekanisme
pertahanan di dalam rongga mulut.
7. Urea.
Jumlah urea dalam CSG akan menurun bila terjadi
peradangan. Urea mungkin sumber nitrogen pada
rongga mulut (Newman dan Michael,2012).
Fungsi Cairan Sulkus Gingiva
(CSG)
Cairan sulkus gingiva bersifat alkali sehingga
dapat mencegah terjadinya karies pada
permukaan enamel dan sementum yang halus.
Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan
sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan
periodontal secara objektif (Caranza, 2006).
Membersihkan materi dari sulkus
Memperkuat perlekatan epitel ke permukaan gigi
Bersifat anti mikroba
Meningkatkan aktivitas antibody

Hubungan Gingiva dan Jaringan
Periodontal
Ligament periodontal adalah suatu jaringan konektif,
padat dan berserabut yang menempati ruang di
antara sementum dan tulang alveolar. Mengelilingi
leher dan akar gigi serta berkesinambungan dengan
pulpa dan gusi. Ligament periodontal tersusun dari
substansi dasar, jaringan instertisial, pembuluh
darah dan limfa, saraf, sel-sel dan bundle
serabut (Carranza, 2006).

FUNGSI LIGAMEN
PERIODONTAL
1. Fungsi fisikal, yaitu sebagai penghantar
tekanan oklusal ke tulang alveolar,
mencekatkan gigi ke tulang alveolar
mempertahankan hubungan jaringan gingival ke
gigi dan menahan tekanan oklusal pada gigi
untuk melindungi pembuluh darah, saraf dan
tekanan mekanis(Grossman, 1995)..
2. Fungsi formatif, berperan dalam pembentukan
dan resorpsi dari struktur jaringan pendukung
gigi (Grossman, 1995).

Fungsi nutrisi dan sensori, yaitu untuk memasok
nutrient ke sementum, tulang alveolar dan
gingival melalui pembuluh darah oleh ligament
periodontal. Persyarafan ligament periodontal
memiliki sensitivitas yang dapat mendeteksi dan
melokalisir tekanan eksternal terhadap
gigi (Grossman, 1995).

HISTOLOGI LIGAMEN
PERIODONTAL
Ligament periodontal memiliki serat-serat utama.
Serat-serat tersebut berasal dari serat kolagen yang
mana serat kolagen tersebut diproduksi oleh sel-sel
tertentu. Serat-serat tersebut juga diatur oleh
posisinya. Posisi tersebut dibagi menjadi 6
kelompok, antara lain :
1. Serat transeptal, Serat utama ini merupakan serat
transisi antara serat gingiva dan serat ligamentum
periodontal. Serat ini meluas ke interproksimal, di
atas puncak septum interdental dan tertanam pada
sementum gigi-geligi yang bertetangga.
2. Serat puncak alveolar (alveolar cest), Serat ini
meluas dan berjalan miring dari sementum tepat di
bawah epithelial attachment, menuju puncak tulang
alveolar. Fungsi serat ini menolong menahan gigi
di dalam soketnya jika ada tekanan ke arah apikal
dan menahan gigi jika ada tekanan lateral.
3. Serat horizontal, Serat ini meluas agak tegak
lurus ke sumbu panjang gigi dari sementum ke
tulang alveolar. Fungsinya sama dengan fungsi
serat puncak alveolar.

4. Serat obliq (serat miring), Serat ini merupakan
kelompok yang paling besar diantara kelompok
serat utama ligamentum periodontal. Serat ini
berjalan miring dari sementum menuju tulang
alveolar. Fungsi serat ini menahan tekanan vertikal
yang mengancam gerakan akar masuk ke dalam
soketnya.
5. Serat apikal, Serat ini menyebar dari bagian apikal
gigi ke tulang alveolar pada dasar soket gigi.
Fungsi serat ini menjaga gigi dalam soketnya dan
menahan kekuatan yang memungkinkan gigi
terangkat keluar dari soketnya.
6. Serat interradikular, Serat ini meluas dari
sementum percabangan akar gigi ke puncak
septum interradikular. Fungsi serat ini membantu
menstabilkan gigi tetap di dalam soketny

1. Periodontitis juvenile lokalisata (LJP)
Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi
pada umur 10-11 tahun.
Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3:1)
Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus
Angka kaies biasanya rendah
Netrofil memperlihatkan kelainan khemotoksis dan fagositosis
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada
gigi, tetapi pada tempat yang rusak dijumpai kalkulus
subgingiva
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada
gigi, tetapi pada tempat yang rusak dijumpai kalkulus
subgingiva




Penyakit Periodontitis dan Gejalanya
2. Periodontitis juvenile generalisata (GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh
pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak
serta inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar
satu dan semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P,
M2).
3. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan
untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak
sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata
maupun prepubertas
Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi
kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat
Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir
sama
Angka karies biasanya tinggi
Respon host termasuk fungsi netrofil dan limfosit normal
(Berkovitsz dkk., 2009).
4. Periodontitis prepubertas
Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan
menyeluruh. Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada usia 4
tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan
bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan
mempengaruhi semua gigi desidui
Pasien dibawah umur 12 tahun (4 atau 5 bulan)
Perbandingan jenis kelamin hampir sama
Angka karies biasanya rendah
Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit
Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat
secara radiografis
Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk
generalisata daripada bentuk terlokalisir (Hatta, 2011).
A. Faktor Lokal
a. Faktor anatomi
Morfologi akar gigi (bentuk dan ukuran)
Letak gigi di lengkung rahang
Jarak antar akar gigi
b. Faktor iatrogenik
Prosedur operatif
Bahan restoratif dan restorasi
Geligi tiruan sebagian lepasan
Geligi tiruan sebagian cekat
Eksodonsia
Ortodonsia
c. Pembentukan kalkulus

Faktor Terjadinya Penyakit
Perodontisis
d. Faktor trauma
Abrasi karena penyikatan gigi
Kebiasaan yang disengaja dan tidak wajar
Impaksi makanan
e. Cedera kimiawi
B. Faktor Penyerta Sistemik
a. Penuaan
b. Stres emosional dan psikososial
c. Kelainan genetik
d. Ketidakseimbangan endokrin
Diabetes melitus
Hormon seks
e. Penyakit/kelainan darah
f. Defisiensi nutrisi dan gangguan metabolik
g. Obat-obatan dan efeknya terhadap jaringan periodontal
h. Penyakit periodontal pada penderita AIDS


Mekanisme Pertahanan Gingiva
dan Jaringan Periodontal
Introduction
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
Another Composition
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
Continue (1)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
(Carranzas, 2002)
Faktor Penyebab Penyakit
Periodontal
Faktor penyebab penyakit periodontal
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. faktor lokal (ekstrinsik)
2. faktor sistemik (intrinsik).
1. Faktor Lokal
Plak Bakteri
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil
pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada
permukaan gigi dan gingiva bila seseorang
mengabaikan kebersihan mulut.

Kalkulus
Kalkulus merupakan pendukung penyebab
terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi
terjadi karena penumpukan sisa makanan yang
berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang
dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya
penyakit periodontal (Lamford, 1995).

Impaksi makanan
Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa
makanan) merupakan keadaan awal yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.
(Lamford, 1995).

2. Faktor Sistemik
Demam yang tinggi
Pada anak-anak sering terjadi penyakit
periodontal selama menderita demam yang
tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang
parah).


Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak
menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya
iritasi local menyebabkan jaringan kurang dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersebut
sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi
memperlemah jaringan) (Lamford, 1995).

Drugs atau obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini
sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang
mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin
(dilantin). (Lamford, 1995).
Hormonal
Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid.
Peningkatan hormone estrogen dan progesteron
selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi
margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit
periodontal.


Perbedaan Periodontitis dan
Periodontosis
Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai suatu infeksi
mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada
jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan
jaringan pendukung gigi. Proses ini dikarakteristikkan
dengan adanya destruksi perlekatan jaringan gingiva,
kehilangan tulang alveolar, migrasi epitel penyatu
kearah apikal dan pembentukan saku periodontal
Periodontosis
Kelainan degeneratif struktur periodontal ditandai
dengan penghancuran jaringan.
Terapi Penyakit Periodontosis
Terapi Lokal
Penyebab utama dari akumulasi bakteri plak bisa
disebabkan oleh beberapa faktor lokal anatara lain
kalkulus, tepi tumpatan yang overhanging, dan impaksi
makanan.
Sehingga penghilangan plak dan semua faktor yang
berpengaruh terhadap akumulasi plak menjadi
bagian dari terapi lokal. Penghilangan plak dan
faktor-fator yang menyebabkan akumulasi plak
terjadi dapat menjadikan jaringan periodontal tetap
sehat.
Dengan cara : scaling , kuret

Terapi Sistemik
Terapi sistemik pada perawatan periodontal yang dilakuakn
bersamaan dengan terapi lokal. Pada keadaann ini
antibiotik sistemik digunakan untuk membunuh bakteri
yang mengivasi jaringan ginggiva dan dapat membentuk
kembali poket setelah dilakukan scalling dan root
planning.


Antibiotik : apabila terbukti keterlibatan kuman baik
secara klinis maupun mikrobiologis. Pada umumnya
antibiotik yang digunakan pada penyakit-penyakit
gigi adalah golongan penisilin. Tetapi pada penyakit
periodontal yang lanjut, perlu dipertimbangkan
keterlibatan kuman-kuman gram negative serta
anaerob, sehingga dengan demikian pilihan
antibiotic jatuh pada tetrasiklin ( seringakali
digantikan dengan golongan aminopenisilin karena
ber spectrum luas juga) atau metronidazol karena
efektivitas terhadap anaerob. Pemberian dapat
berupa per oral maupun lokal seperti gel, tergantung
dari luasnya dan tahap proses penyakit.

Jenis Derajat Goyang Gigi
GIGI GOYANG (GIGI MOBILITI)
Gigi Goyang diartikan sebagai pergerakan gigi pada
dataran vertikal atau horizontal. Derajatnyatergantung
pada lebar ligamen periodontal, area perlekatan akar,
elastisitas prosesus alveolar danfungsi dari masing-masing
gigi.
Setiap gigi mempunyai derajat kegoyangan fisiologis yang
ringan, dimana berbeda-beda untuk setiap gigi dan waktunya.
Maksudnya
Gigi dengan akar tunggal lebih mudah goyang
daripada gigi dengan akar multiple, dimana incisive
paling mudah goyang.
Kegoyangan gigi paling besar saat menjelang pagi
hari dan derajatnya menurun secaraprogresif.
Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan
Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi
yang masih dalam batas ligamenperiodontal.
Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan
memerlukan deformasi elastik tulang
alveolarsebagai respon terhadap meningkatnya
tekanan horizontal.
































































































Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis
dengan cara: gigi dipegang dengan kuat diantaradua
instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan
diberikan sebuah usaha untuk menggerakkannya ke
segala arah . Pada gambar dibawah ini, peningkatan
kegoyangan gigiditentukan dengan memberikan gaya 500
g pada permukaan labiolingual dengan menggunakandua
instrumen dental.
Kegoyangan gigi yang patologis terutama
disebabkan oleh (1) infamasi gingiva dan
jaringanperiodontal, (2) kebiasaan parafungsi
oklusal, (3) oklusi prematur, (4) kehilangan
tulangpendukung, (5) gaya torsi yang
menyebabkan trauma pada gigi yang dijadikan
pegangancengkraman gigi, (6) terapi periodontal,
terapi endodontik, dan trauma dapat
menyebabkankegoyahan gigi sementara (Fedidkk,
2004)
Syaraf dan Pembuluh Darah pada
Regio Mulut
Pulpa gigi
Bagian Pulpa
Gigi umumnya berongga tengah, disebut rongga
pulpa yang berisi pulpa gigi. Bagian bagiannya
adalah:
1. Ruang pulpa, yait rongga pulpa yang terdapat
pada bagian tengah korona gigi dan selalu
tungal.
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa/ saluran akar, yaitu rongga pulpa
yang terdapat pada bagian akar gigi.
4. Foramen apikal, ujung dari saluran pulpa yang
terdapat pada apeks, akar berupa suatu lubang
kecil.

5. Supplementary canal, beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih
dari satu foramen. Dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau
lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina/
supplementary canal.
6. Orifice/entrance into the pulp canal. Yaitu pintu masuk ke saluran
akar gigi. Saluran pulpa dihubungkan dengan ruang pulpa. Ada
kalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu salut=ran
pulpa, misalnya akar mesio bukal dari M1 atas dan akar mesial dari
M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah
foramen apikal.


Pulpa gigi merupakan jaringan lunak dari bagian gigi.
Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikutigaris luar bentuk gigi.
Bentuk garis luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan
bentuk gari luar saluran pulpa mengikuti bentuk akar gigi.
Pulpa gigi dalam rongga pulpa berasal dari jaringan mesenkim
dan memiliki fungsi, diantaranya adalah:
A. Sebagai pembentuk, menginduksi pembentukan enamel dan
dentin.
B. Sebagai penahan, membentuk pertahanan berupa respon
terhadap substansi asing.
C. Mengandung zat zat makanan, memberi asupan nutrisi untuk
pembentukan dentin melslui tubulus dentin
D. Mengandung sel sel saraf/ sensori, merasakan sensasi panas dan
mekanis.

Fungsi permulaan pulpa adalah membentuk dentin.
Sistem sensori yang kompleks dari pulpa gigi
adalah mengontrol peredaran darah dan sensasi
rasa sakit. Pembentukan dari reparasi atau iritasi
dentin sebagai penahan dari berbagai bentuk iritasi
mekanis, thermis, khemis atau bakteri (Itjiningsih,
1991)

Syaraf gigi
Serabut saraf yang terdapat pada gigi baik
rahang atas maupun rahang bawah dan juga mata
terhubung melalui saraf trigeminus. Dengan kata
lain, semua nervus yang menginervasi gigi dan
gingival berasal dari cabang nervus trigeminus.

1. Gigi Mandibula
Gigi posterior di inervasi cabang langsung nervus
alveolaris inferior di canalis mandibula
Premolar, caninus dan incicivus bersama gingival
bukalnya di inervasi oleh nervus incicivalis
Mukosa labium inferior di inervasi oleh nervus
mentalis

2. Gigi Maxilla
Gigi molar di inervasi oleh nervus alveolaris
superior posterior
Gigi premolar di inervasi oleh nervus alveolaris
superior medialis
Gigi incicivus dan caninus di inervasi oleh nervus
alveolaris superior anterior

Anda mungkin juga menyukai