Anda di halaman 1dari 60

OSEANOGRAFI BIOLOGI

(IOC2-357)
OSEANOGRAFI BIOLOGI

(PIOC6291)
DISTRIBUSI BIOTA SECARA
VERTIKAL – HORIZONTAL DAN
FAKTOR FISIKA YANG
MEMPENGARUHI

Disampaikan oleh :
Dr. Kunarso

Departemen Oseanografi
FPIK Undip
2021
PERKULIHAN KE-9

1. KONSEP DISTRIBUSI ORGANISMA


2. DISTRIBUSI BIOTA VERTIKAL-HORIZONTAL 1
3. DISTRIBUSI BIOTA VERTIKAL-HORIZONTAL 2
4. FAKTOR FISIKA YANG MEMPENGARUHI
5. DISTRIBUSI MUSIMAN DAN FAKTOR FISIKA
YANG MEMPENGARUHI
4. FAKTOR FISIKA YANG MEMPENGARUHI
6

PARAMETER OSEANOGRAFI YANG MEMPENGARUHI BIOTA


7

Distribusi dan kelimpahan sumber daya hayati di


suatu perairan tidak terlepas dari kondisi dan
variasi parameter-parameter oseanografi. Oleh
karena itu, faktor faktor suatu perairan ini sangat
mempengaruhi kehidupan biota laut . (Gaol dan
Sadhotomo, 2007)
• Faktor oseanografi yang mempengaruhi dapat
berupa faktor kimia dan fisika
• Faktor kimia dapat berupa pH, DO, BOD, dsb.
• Faktor fisika dapat berupa arus laut, letak perairan,
upwelling, arus Eddy/ El Niño Southern
Oscillation (ENSO), SSHA (Sea Surface Height
Anomaly), kedalaman, tempratur, serta salinitas.
(Syahbaniati dan Sunardi, 2019)
1.Arus Laut

Menurut Cahya et al., (2016), arus memberikan pengaruh terhadap dua


hal, yaitu terhadap ikan pelagis kecil dan kestabilan alat tangkap yang
digunakan. Ikan pelagis kecil akan memberikan respon pasif, apabila
berada dalam arus yang memiliki kecepatan sedang, sedangkan jika
kecepatan arus rendah, maka ikan pelagis kecil akan bereaksi secara
aktif (melawan arus). Namun apabila kecepatan arus yang tinggi, maka
ikan pelagis kecil cenderung untuk menghindari.
• Parameter oseanografi seperti upwelling dan
thermal front dapat digunakan sebagai
indikator daerah penangkapan ikan potensial.
• Parameter tersebut dapat mempengaruhi
tingkat kesuburan pada suatu perairan dengan
memainkan peran pada persebaran klorofil-a.
Simbolon et al., 2013
2. Front
Daerah front merupakan suatu daerah bertemunya dua massa air
yang memiliki perbedaan suhu. Thermal front merupakan fenomena laut
yang dapat diidentifikasi dari data suhu permukaan laut (SPL). Secara
umum thermal front dapat ditemukan di perairan pesisir. Hal ini
dikarenakan hempasan massa air dari daratan mempunyai suhu berbeda
dengan suhu air laut, sehingga terbentuklah thermal front. Thermal front
merupakan proses oseanografi yang mempengaruhi kelimpahan dan
distribusi ikan.
• Perbedaan suhu perairan pada daerah front
dapat disebabkan oleh perubahan musim dan
arus yang bergerak.
• Selain karena perubahan musim, perbedaan
suu juga disebabkan oleh faktor pertemuan 2
jenis perairan yang ada.
• Perbedaan suhu yang terjadi dapat
menyebabkan terjadinya fenomena upwelling.

Simbolon et al., 2013


3. Upwelling
●Upwelling merupakan suatu proses naiknya massa air laut dari lapisan

dalam laut ke permukaan.


●Upwelling disebabkan oleh adanya angin yang mendorong lapisan air pada

permukaan mengakibatkan kekosongan massa air di bagian atas, akibatnya


air yang berasal dari bawah menggantikan kekosongan yang berada di atas.
●Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas

tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan.

Putra et al., 2017


• Secara fisis daerah upwelling ditandai dengan
massa air dengan suhu yang lebih dingin, dan
salinitas yang lebih tinggi dibanding daerah
sekitarnya.
• Kondisi ini dapat menyebabkan kesuburan
perairan yang terjadi upwelling menjadi
meningkat. Indikator kesuburan perairan dapat
dilihat dari suhu permukaan laut dan kandungan
klorofil-a, dengan terjadinya proses upwelling
dapat membawa banyak nutrient dari lapisan
bawah ke permukaan.
• Kondisi seperti ini membuat ikan-ikan berkumpul
di daerah upwelling untuk mencari makan.
4. Eddy current (arus Eddy)
Penelitian mengenai eddy di perairan Indonesia telah dilakukan
oleh Lab. Data Laut dan Pesisir, Pusat Riset Kelautan, mengenai
karakterististik eddy dan hubungannya dengan tuna sirip kuning di Selatan
Jawa Samudera Hindia; dan mengenai pengaruh eddy terhadap fenomena
El Niño Southern Oscillation (ENSO) di perairan Samudera Pasifik Barat.
Arus eddy ini dapat menjadi salah satu indikator kelimpahan ikan karena
dengan adanya arus ini kondisi perairan tersebut menjadi subur, sehingga
dapat
• Fenomena Arus Eddy terbagi menjadi dua yaitu :
– Siklonik (searah jarum jam)
– Antisiklonik (berlawanan arah jarum jam)
• Fenomena Arus Eddy dapat menyebabkan
fenomena :
– Upwelling dan downwelling tergantung pada lokasi
perairan pada belahan utara maupun selatan serta
arah Arus Eddy.
5. SSHA (Sea Surface Height Anomaly)
●Sea Surface Height Anomaly adalah parameter oseangrafi dari suatu perairan yang

bersifat spasial dan temporal.


●Anomali tersebut merujuk pada perbedaan ketinggian dari suatu perairan antara

sisi selatan dan utara suatu pulau.


●Terdapat 3 jenis terjadinya anomali ketinggian tersebut
○ Anomali yang terjadi pada area perairan dangkal dan pantai lebih tinggi daripada area
perairan lepas
○ Anomali yang terjadi pada area perairan dangkal dan pantai lebih rendah daripada
area perairan lepas
○ Anomali yang terjadi antara perairan dangkal (pantai) dan laut lepas berada pada
ketinggian yang sama
●Anomali ketinggian tersebut dapat menyebabkan perubahan cuaca dan iklim yang

ada
Marpaung dan Harsanugraha, 2014
• Ketinggian muka air laut ini akan sangat berpengaruh pada
kondisi cuaca dan iklim seperti contoh peristiwa ENSO.
• Variabilitas iklim ENSO terdiri dari dua fenomena yaitu
kejadian normal, El Nino dan La Nina.
• Fenomena El Nino merupakan peningkatan Suhu
Permukaan Laut (SPL) dari suhu normalnya di Pasifik
Ekuator Timur.
• La Nina adalah fenomena SPL di wilayah Ekuator
Samudera Pasifik mengalami penurunan dari suhu
normalnya.
• Selain fenomena ENSO, fenomena interkasi antara
variabilitas iklim global yang lain yakni IOD yang
merupakan suatu pola variabilitas di Samudera Hindia.
• Dengan berubahnya suhu ini akan menyebabkan distribusi
ikan berbeda-beda
6. Kedalaman
kedalaman sangat mempengaruhi distribusi ikan secara vertical.
Seperti yang telah di jelaskan diatas terdapat 3 zona untuk tempat
hidupikan. Tiap zona tersebut akan ditinggali oleh jenis ikan tertentu.
Seperti contoh tingkat toleransi ikan terhadap suhu dan tekanan juga
berbeda-beda.
• Kedalaman dari suatu perairan juga
mempengaruhi jumlah dari populasi
fitoplankton yang ada. Akumulasi jumlah dari
fitoplankton mempengaruhi jumlah dari
populasi dari biota yang ada.
• Umumnya kelimpahan fitoplankton lebih
banyak berada pada area kedalaman 4-10 m
dibawah permukaan laut daripada bagian dari
laut yang dekat dengan permukaan.

(Syahbaniati dan Sunardi, 2019)


7. Temperatur
●Suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang
paling mudah dipelajari dari faktor lainnya, sebab suhu
merupakan suatu petunjuk yang berguna dari perubahan
kondisi lingkungan.
●Perubahan suhu perairan dapat terjadi secara, harian,
musiman, tahunan, dan jangka Panjang.
●Perubahan suhu yang cukup drastis akan mempengaruhi
bahkan menghilangkan kehidupan biota yang ada di suatu
wilayah perairan.
• Perbedaan suhu yang ada pada suatu perairan
dapat menyebabkan peristiwa upwelling dan
downwelling yang membawa unsur zat hara,
yang dapat memancing keberadaan dari biota
laut lainnya.
• Suhu adalah faktor penting bagi kehidupan
organisme di laut yang dapat memengaruhi
aktivitas metabolisme maupun perkembangan,
selain menjadi indikator fenomena perubahan
iklim.
(Putra et al., 2017)
• Sebagai contoh, menurut Kunarso et al.
(2005), tuna besar yang ditangkap di
selatan Nusa Tenggara Bali dan Jawa
Timur adalah Bluefin dan Albacora. Ikan
ini dapat hidup diperairan dengan suhu
optimum sekitar 14-21̊̊ C sedangkan untuk
Albakora yaitu 14-22 ̊ C.
8. Salinitas

● Salinitas merupakan kadar garam terlarut dalam air.

● Perubahan salinitas dapat mempengaruhi organisme intertidal.

● Ketika hujan turun dan menggenangi zona intertidal salinitas


akan sangat menurun.

● Penurunan salinitas yang melewati batas toleransi akan


menyebabkan organisme intertidal mati.

● Ketika penguapan tinggi maka akan terjadi peningkatan salinitas


pada zona ini.
• Jumlah salinitas permukaan secara umum
mempunyai nilai cukup variatif terhadap sistem angin
muson yang menyebabkan terjadinya perubahan
musim.
• Perubahan musim tersebut selanjutnya
mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa
air dengan salinitas tinggi dengan massa air
bersalinitas rendah.
• Interaksi antara sistem angin muson dengan faktor-
faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan,
evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat
mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat
bervariasi.
Pratama et al., 2015
• Salinitas perairan berpengaruh langsung
terhadap kehidupan organisme. Setiap
organisme memiliki ambang toleransi
salinitas yang berbeda, misalnya benih ikan
betutu berada pada ambang toleransi 3 ppt
dan benih ikan nila pada ambang 10-15
ppt.Perubahan salinitas yang ekstrim,
berdampak pada kerusakan ekosistem maka
perlu pengukuran salinitas secara kontinyu,
9. TSS atau MPT

MPT berpengaruh pada kecerahan perairan. Kuranganya


cahaya matahari yang masuk menyebabkan kurang optimumnya
proses fotosintesis. Sehingga berpengaruh pada fitoplankton yang
akan berpengaruh pada rantai makanan selanjutnya. Tingginya nilai
MPT dapat menyebabkan pengendapan dan pembususkan
komponen MPT mempengaruhi nilai guna perairan dan merusak
lingkungan hidup apabila konsentrasinya tinggi serta dapat
mempengaruhi wilayah penangkapan ikan
• MPT pada perairan terbuka dibawa oleh air
sungai dari daratan menuju ke lautan
• MPT dapat muncul dari pengadukan endapan
yang ada di area estuaria
• MPT yang diatas batas dapat menurunkan
kualitas kesuburan dari suatu perairan karena
cahaya matahari tidak dapat masuk dan
menembus perairan.

Safarudin et al., 2019


10. Kecerahan

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan


kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman
tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat
kaitannya dengan aktifitas fotosintesa dan produksi primer dalam suatu
perairan. Faktor yang mempengaruhi kecerahan adalah kejernihan yang
sangat ditentukan partikel-partikel terlarut dalam lumpur. Semakin banyak
partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat.
Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan
menurunkan efisiensi makan dari organisme. Nilai kecerahan yang baik
untuk kehidupan ikan adalah lebih besar dari 0,45m.
• Tingkat kecerahan dimanfaatkan beberapa biota seperti
lamun, terumbu karang, dan beberapa plankton untuk
berfotosintesis.
• Terdapat beberapa biota yang aktifitas pergerakannya
cenderung mendekati sumber cahaya sehingga dapat
mempengaruhi sebaran biota laut
• Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patty et al. (2020),
didapatkan kesimpulan mengenai faktor kecerahan yaitu:
– Kecerahan dari suatu peraira dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti kandungan materi tersuspensi, intensitas penyinaran, dan
proses absorbsi.
– Sebaran dari kecerahan paling banyak berada pada area menjauhi
daratan yang memungkinkan karena kekeruhan perairan disekitaran
pantai sehingga cahaya tidak dapat melakukan penetrasi dengan
baik.
Tidal Zones on a Rocky Ocean Shore

Splash Fringe Level

High Tide Level

Mid Tide Level

Low Tide Level

Low Fringe Level


Mostly
Spray or Splash Zone shelled
orgs

High Tide Zone

Middle Tide Zone

Many
Low Tide Zone soft
bodied
orgs and
algae
Faktor Abiotik yang mempengaruhi Kehidupan
Organisme di Zona Intertidal
1. Salinitas
Salinitas merupakan kadar garam terlarut dalam air.
Perubahan salinitas dapat mempengaruhi organisme
intertidal. Ketika hujan turun dan menggenangi zona
intertidal salinitas akan sangat menurun. Penurunan
salinitas yang melewati batas toleransi akan
menyebabkan organisme intertidal mati. Ketika
penguapan tinggi maka akan terjadi peningkatan
salinitas pada zona ini. Hal tersebut terjadi karena
zona intertidal merpakan zona terbuka.
• Area intertidal memiliki salinitas yang sangat
bervariasi karena akan sangat tergantung
pada permukaan air tawar dari sungai dan air
laut malalui pasang surut.
• Pasang surut yang besar mendorong
mendorong kembali isohaline ke hilir
akibatnya daerah yang sama pada intertidal
mamiliki salinitas berbeda pada waktu
berbeda sesuai dengan keadaan pasang atau
volume air tawar.
• Variasi salinitas ini membuat tekanaan bagi
organisme tertentu, namun menguntugkan
bagi biota-biota yang tidak terlalu menyukai
perairan dengan salinitas rendah.
• Zona intertidal dibagi menjadi 3 bagian yaitu
zona air tawar, air payau, dan air laut
• Organisme yang dapat melewati pemisahan
zona yang berada pada area intertidal adalah
organisme yang memiliki kemampuan
adaptasi tertentu.
• Jumlah salinitas permukaan secara umum
mempunyai nilai cukup variatif terhadap sistem angin
muson yang menyebabkan terjadinya perubahan
musim.
• Perubahan musim tersebut selanjutnya
mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa
air dengan salinitas tinggi dengan massa air
bersalinitas rendah.
• Interaksi antara sistem angin muson dengan faktor-
faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan,
evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat
mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat
bervariasi.
Pratama et al., 2015
2. Temperatur
Di daerah intertidal pengaruh suhu udara berbeda-beda
dan memiliki kisaran yang luas. Ketika suhu udara
minimum dan ketika suhu udara maksimum, batas level
dapat terlampaui dan organisme dapat mati. Organisme
menjadi semakin lemah karena suhu ekstrim sehingga
tidak dapat menjalankan kehidupan normal dan akan
mati karena sebab sekunder. Suhu juga memiliki
pengaruh tidak langsung . Organisme laut dapat mati
karena kehabisan air. Kehabisan air dapat mempercepat
menigkatnya suhu.
• Perbedaan suhu yang ada pada suatu perairan
dapat menyebabkan peristiwa upwelling dan
downwelling yang membawa unsur zat hara,
yang dapat memancing keberadaan dari biota
laut lainnya.
• Suhu adalah faktor penting bagi kehidupan
organisme di laut yang dapat memengaruhi
aktivitas metabolisme maupun perkembangan,
selain menjadi indikator fenomena perubahan
iklim.
(Putra et al., 2017)
Pentingnya temperatur di lingkungan laut
1.Berperan langsung dalam proses fisiologis
hewan khususnya pada tingkat metabolism dan
siklus reproduksi
2.Secara tidak langsung mempengaruhi faktor
lingkungan lain seperti gas dalam lautan,
viskositas dan distribusi air
3. Udara dan Pencahayaan
Udara pada intertidal merupakan lingkungan yang
berupa gas seperti oksigen, karon dioksida, dan
nitrogen yang berperan pentng dalam kehidupan
organisme. Daerah intertidal mendapatakan
penvahayaan yang bagus, seingga keragaman di
daerah intertidal beragam. Dengan baiknya
penchaayaan maka proses fotosintesis di daerah ini
bernilai baik.
• Pada beberapa bagian dari area intertidal
terpapar cahaya matahari secara langsung
pada saat surut dan Kembali tenggelam pada
saat pasang, sehingga biota-biota pada area
tersebut mengalami adaptasi-adaptasi khusus
seperti :
– Adaptasi Fisiologis
– Adaptasi Morfologis
– Adaptasi tingkah laku

Horn et al., 1998


4. Pasang Surut
Pasang surut mempengaruhi organisme intertidal karena
organisme laut akan terkena udara terbuka secara
periodic dengan kisaran parameter fisik yang cukup.
Pasang surut berperan sebgai pengangkut zat hara dan
plankton. Sehingga mengakibatkan sumber makanan bagi
organisme di daerah intertidal terpenuhi. Pasang surut
dapat menciptakan lingkungan yang sangat menekan
(stressfuk environments) bagi organisme intertidal. Ketika
surut zona intertidal kering dan beberapa organisme
memanfaatkan celah di batu untuk bertahan hidup.
• Keberadaan sistem pasang surut pada area
intertidal menebabkan keragaman yang tinggi
pada jenis biota laut yang ada.
• Biota yang banyak ditemukan pada area
intertidal berupa biota jenis Echinodermata,
Bivalvia, Crustacea, serta jenis alga.
• Selain karena faktor pasang surut, terdapat
faktor lain yang mempengaruhi keberagaman
yang saling berketerikatan seperti salinitas,
suhu, dan pH.
Rumahlatu et al., 2008
5. Gelombang dan Arus
Daerah Intertidal memiliki gelombang yang besar yang
menyebabkan perpindahan nutrisi peraian juga sangat
cepat. Gelombang dapat menghancurkan dan
mengahanyutkan benda yang terkena. Pada pantai
dengan substrat berbbatu, berpasir dan berlmpur, ombak
dapat membongkar dan membentuk zona yang
bermanfaat bagi organisme. Gelobang dapat mengaduk
gas-gas di atmosfer ehingga meningkatkan oksigen di
perairan. Arus dapat mempengaruhi keberadaann
distribusi organisme di daerah intertidal.
• Arus yang berada pada suatu perairan
dipengaruhi oleh angin musim yang
berhembus pada perairan tersebut.
• Perbedaan angin musim yang berhembus
mengakibatkan perbedaan arus dan
gelombang yang ada pada suatu perairan.

Pamungkas, 2018
6. Substrat
Daerah intertidal meupakan daerah yang bersubstrat
keras dan bergelombang besar. Daerah intertidal
memiliki substrat yang stabil dan permanen, sehingga
merupakan permukaan yang aman bagi kehidupan
berbagai organisme seperti algae, moluska, dan
crustacea.
• Jenis Substrat yang umum ditemukan pada
area intertidal adalah:
- Substrat Berbatu - Substrat Berpasir
- Substrat Berkarang - Substrat Berlumpur
• Perbedaan pada jenis substrat mengakibatkan
perbedaan dari pola adaptasi yang dialami
oleh tiap-tiap biota.

Raffaelli dan Hawkins, 1996


• Contoh adaptasi
– organisme substrat berlumpur yang
beradaptasi dengan membentuk rumbai-
rumbai halus atau rambut atau setae yang
menjaga jalan masuk ke ruang pernapasan
agar permukaan ruang pernapasan tidak
tersumbat oleh partikel-partikel lumpur
– Contoh organisme :
• Kepiting estuari dan gastropoda
7. Kecepatan Angin dan Arah Angin
Angin mempengaruhi arus yang berperan dalam
distribusi nutrient dan organisme. Apabila
kecepatan angin tinggi, maka nutrient juga akan
melimpah karena terbawa oleh arus. Kelimpahan
nutrient meyebabkan organisme juga beragam.
• Kecepatan angin pada suatu peraiaran mempengaruhi
gelombang yang mungkin terjadi pada suatu perairan.
• Semakin tinggi kecepatan angin maka semakin cepat pula
arus air yang kemungkinan membawa nutrient-nutrient
yang ada di perairan.
• Arah angin yang berhembus yang dipengaruhi oleh sistem
angin muson dapat mempengaruhi distribusi suhu dan
nutrient pada suatu perairan.
• Perbedaan suhu yang disebabkan oleh angin muson dapat
menyebabkan terjadinya fenomena upwelling dan
downwelling, yang mempengaruhi pola persebaran
nutrient yang dapat memancing terkumpulnya biota laut.

Pamungkas, 2018
8. Oksigen Terlarut
Meningkatnya suhu dapat menyebabkan oksigen
terlarut berkurang. Pada genangan air di kolam
pasang surut dan celah yang hangat, konsentrasi
oksigen akan menurun dan dapat melewati batas
yang kebutuhan organisme. Berdasarkan kondisi
tersebut, oksigen terlarut di daerah intertidal dapat
mengalami fluktuasi yang sangat cepat.
Karakter Oksigen dalam Perairan:
•Sebaran vertikal minimun di lapisan bawah
•Di permukaan kondisi supersaturasi

Faktor berpengaruh thd sebaran vertikal :


•Kesetimbangan oksigen di lapisan udara
dan permukaan air
•Proses fotosintesa terjadi di sub-
permukaan
•Proses respirasi dan oksidasi
•Peningkatan oksigen dari sirkulasi air dasar
• Keberadaan dari oksigen terlarut pada suatu
perairan bersamaan dengan suhu dan salinitas
yang ada dapat mempengaruhi keberadaan dari
biota pada suatu perairan.
• Perbedaan zona kedalaman dari suatu perairan
mempengaruhi kadar oksigen yang terlarut pada
area perairan tersebut.
• Semakin dangkal suatu perairan maka semakin
banyak oksigen terlarut yang terkandung di
dalamnya
Handayani, 2020
9. Bencana Alam
Bencana alam yang terjadi di alam dapat
mempengaruhi lingkungan laut dan organisme di
laut. Bencana alam dapat mengotori lingkungan laut
serta menghancurkan ekosistem yang ada di laut. Hal
tersebut menyebabkan organisme yang hidup di laut
kehilangan tempat tinggal, tempat mecari makan,
dan tempat petumbuhan.
• Bencana alam yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan
faktor fisis dan kimia lain yang ada di perairan dan
menyebabkan kematian bagi beberapa biota laut
• Bencana alam dapat membawa material terdispersi dan
cemarana lainnya yang ada di daratan masuk ke laut dan
mencemari laut sehingga menyebabkan kematian biota laut.
• Bencana alam seperti letusan gunung berapi bawah laut
dapat menyebabkan kenaikan suhu perairan dan
meningkatnya keasaman sehingga dapat menyebabkan
matinya suatu ekosistem yang berada di perairan seperti
ekosistem terumbu karang.

Shroder et al., 2015


PUSTAKA
1. Nybakken J.W., (1988 ), Biologi Laut, Suat Pendekatan Ekologis, PT.
Gramedia,Jakarta,
2. Lalli, C.M. dan Parson, T.R. (1994): Biological Oceanography: An
introduction, Pergamon, BPC Wheatons Ltd, British
3. Trujillo, A.P. and H.V. Thurman, 2017. Essentials of Oceanography.
Peason, USA
4. Graha, D.S., H. Bagus D., .D.H Aziiz., F.J.Sabili., M.T. Sani. 2020.
Distribusi Biota Laut Vertikal dan Horisontal. PPt. Tugas Oseanografi
Biologi. PS. Oseanografi-FPIK- Undip, Semarang
5. Syahbaniati, A. P. dan Sunardi, 2019. Distribusi Vertikal Fitoplankton
berdasarkan Kedalaman di Pantai Timur Pananjung Pangandaran, Jawa
Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon., 5 (1) : 81-88.
6. Simbolon, D., Silvia, dan Wahyuningrum, P. I. 2013. Pendugaan
Thermal Front dan Upwelling sebagai Indikator Daerah Potensial
Penangkapan Ikan di Perairan Mentawai. Marine Fisheries. 4(1) : 85-95.
7. Putra, I. I., Sukmono, A., dan Wijaya, A. P. 2017. Analisis Pola Sebaran
Area Upwelling Menggunakan Parameter Suhu Permukaan Laut,
Klorofil-a, Angin dan Arus secara Temporal Tahun 2003-2016. Jurnal
Geodesi Undip., 6 (4) : 157-168.
8. Marpaung, S. dan Harsanugraha, W. K. 2017. Analysis of Sea Surface
Height Anomaly Characteristics Based on Satellite Altimetry Data (Case
Study: Seas Surrounding Java Island). International Journal of Remote
Sensing and Earth Sciences., 11 (2) : 137-142.
PUSTAKA
9. Pratama, A. P., Pranowo, W. S., Sunarto, dan Purba, N. P. 2015. Keterkaitan
Kondisi Parameter Fisika dan Kimia Perairan dengan Distribusi Klorofil-a di
Perairan Barat Sumatera. Omni Akuatika., 14 (20) : 33-43.
10. Safarudin, Haya, L-O. M. Y., dan Takwir, A. 2019. Pola Sebaran Material Padatan
Tersuspensi (MPT) di Perairan Muara Sungai La Balano Kabupaten Muna. Sapa
Laut., 4(2) : 79-87.
11. Patty, S. I., Nurdiansah, D., dan Akbar, N. 2020. Sebaran Suhu, Salinitas,
Kekeruhan dan Kecerahan di Perairan Laut Tumbak-Bentenan, Minahasa
Tenggara. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan., 3 (1) : 77-87.
12. Horn, M. H., Martin, K. L. M., dan Chotkowski, M. A. 1998. Intertidal Fishes: Life in
Two Worlds. Academic Press, London., 415p.
13. Rumahlatu, D., Gofur, A., dan Sutomo, H. 2008. Hubungan Faktor Fisika-Kimia
Lingkungan dengan Keanekaragaman Echinodermata pada Daerah Pasang Surut
Pantai Kairatu. MIPA. 37 (1) : 77-85.
14. Raffaeli, D. dan Hawkins, S. 1996. Intertidal Ecology. Springer Netherlands,
Heidelberg., 366p.
15. Luhulima, Y. Ekologi Wilayah Intertidal.
16. Pamungkas, A. 2018. Karakteristik Parameter Oseanografi (Pasang-Surut, Arus,
dan Gelombang) di Perairan Utara dan Selatan Pulau Bangka. Buletin
Oseanografi Marina., 7 (1) : 51-58.
PUSTAKA
17. Handayani, T. 2020. Struktur Komunitas, Peranan dan Adaptasi Makroalga di
Intertidal Berbatu. Oseana., 45 (1) : 59-69.
18. Shroder, J. F., Ellis, J. T., dan Sherman, D. J. 2015. Hazards and Disasters
Series : Coastal and Marine Hazards, Risks, and Disasters. Elsevier Inc,
Amsterdam., 572p.

Anda mungkin juga menyukai