PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN PERKEMBANGAN SISTEM SYARAF Riwayat perkembangan neurologi Pemeriksaan fisik sistem neurologi - Prinsip umum - Status mental - Pemeriksaan Kraniospinal - Pemeriksaan syaraf kranial - Sensasi - Pemeriksaan otot skelet - Sistem koordinasi - Refleks-Refleks Riwayat Neurologi Pengkajian neurologi mencakup riwayat pediatrik, perhatian khusus pada riwayat penyakit sbg petunjuk katagori gangguan neurologis. Static dissability sejak lahir memberikan gambaran adanya malformasi kongenital atau lesi perinatal Dissability yang progresif dan menetap ditandai hilangnya beberapa kemampuan merupakan tanda degeneratif brain disease Gangguan mendadak yang diikuti dengan pemulihan bertahap merupakan tanda cerebrovascular disease Episode exacerbasi diikuti oleh remisi parsial adalah tanda demyelinating disease Riwayat kemunduran belajar, hilang minat, irritable, emosional labil merupakan tanda disfungsi serebral. Karena anak tidak dapat mengeluhkan adanya defisit neurologis, gangguan sering tidak terdeteksi sebelum jadi parah.mis. Kurang thd respon suara tanda pada ggn pendengaran, retardasi atau autis. Riwayat neurologis terutama sangat penting dalam mendiagnosa ggn yang bersifat paroxismal pada sistem syaraf seperti kejang, syncop, dan paroxismal vertigo. Jika serangan tsb muncul dg frekuensi tinggi, keputusan untuk pemeriksaan diagnostik dan terapi tergantung pada riwayat neurologis,dan kejadian yang mendahului serangan tsb dapat memberi petunjuk. Adanya kecemasan, nyeri, kegembiraan atau menangis biasa mengawali serangan sinkop, jarang mengawali kejang. Pemaparan terhadap stimulus sensoris seperti cahaya dari TV dan lampu sorot dapat memicu kejang. Pemeriksaan fisik Sistem Neurologis
Pengkajian status mental dan perilaku
- aspek perilaku yang dapat menjadi acuan adalah kemampuan interaksi dg orang lain, tingkat aktifitas, rentang perhatian, mood, kemampuan dan kemauan bekerjasama saat pemeriksaan fisik, kesesuaian respon dengan stimulus. Pengkajian Sistem motorik Pengkajian sistem motorik memerlukan pemahaman organisasi sistem motorik (gbr 21.1 Nelson). Gerakan volunter dipengaruhi oleh neural pathway, yaitu LMN dan UMN Jalur motorik dasar dipengaruhi beberapa pusat yang dikenal dengan sistem motorik ekstrapiramidal (basal ganglia dan serebelum) - Secara umum, lesi pada UMN mengganggu aktifitas motorik volunter namun tidak mengganggu motorik involunter dan refleks - Lesi pada LMN menyebabkan ggn motorik volunter maupun involunter. Pengkajian Kekuatan Otot
- pengkajian kekuatan otot dapat dilakukan pada
anak yang agak besar (lebih kooperatif) dengan skala kekuatan otot (0-5) - pengkajian kemampuan berdiri dari posisi supin untuk mengetahui kondisi punggung, panggul, dan otot-otot tungkai proksimal. - menguji kemampuan berjalan jinjit dan berjalan dg tungkai untuk menguji otot gastrocnemius- soleus dan tibialis anterior. - pengujian otot-otot bahu dengan menyangga atau mengangkat anak dengan tangan pemeriksa pada axila anak. - pengujian otot interkostal dg melihat respirasi spontan dan dengan meniup suatu obyek Pengkajian massa otot adanya hipertrofi atau peningkatan massa otot yang besar menandai adanya peningkatan aktifitas otot. Pseudohipertrofi menandai adanya pembesaran otot yang lemah akibat adanya infiltrasi lemak spt pd muscular dystrophy atau distensi otot oleh substansi abnormal spt pd Pompe disease.
Pengkajian Tonus Otot
Dikaji dengan memberikan resisten pasif pada ekstrimitas. Rentang : atonia-hipotonia-rigiditas Rigiditas ad/ peningkatan resistensi pada gerakan pasif sendi, terjadi karena kerusakan basal ganglia Pengkajian Koordinasi motorik halus.
- Gangguan pergerakan dapat dijumpai pada kerusakan
UMN dan serebelum. Dapat diobservasi dari cara anak bermain, memegang pensil, atau berpakaian - gerakan lambat saat pronasi dan supinasi pergelangan tangan dijumpai pd ggn serebelum. Inkoordinasi gait (cara berjalan) disebut ataxia juga menandai kerusakan serebelum.
Pengkajian gerakan involunter
- Dapat terjadi pd kerusakan basal ganglia dan atau serebelum. Tremor mrp. Gerakan involunter yang cepat dan berulang pada ekstrimitas. Tremor halus biasa terjadi pd thyrotoxicosis dan cemas. Intention tremor : tremor yg meningkat saat sso berusaha mencapai target/menggapai sesuatu. 3 karakteristik ggn pergerakan : chorea, atetosis dan dystonia menandai adanya basal ganglia disease. Chorea : hentakan ireguler dan gerakan menggeliat pada otot proksimal seperti wajah, lidah, leher dan bahu. Atetosis: gerakan menggeliat yg lambat, lebih jelas pd ekstrimitas distal, gerakan pronasi dan supinasi secara bergantian, dan gerakan fleksi-ekstensi bergantian. Distonia: kecendrungan hiperekstensi sendi, terutama saat berjalan. Mis plantarfleksi pergelangan kaki, hiperekstensi tungkai, ekstensi–pronasi lengan, punggung bungkuk serta ekstensi-rotasi leher. Pemeriksaan Refleks Merupakan pengujian utk mengetahui keutuhan arkus refleks,termasuk ujung syaraf sensoris pada tendon, biasanya dg memberikan pukulan cepat dengan refleks hammer. Refleks tendon: mengetahui ggn pd syaraf perifer atau otot akibat kerusakan N. spinal atau batang otak. Segmen Neuraxial Refleks - Pons gerakan rahang - C5-6 gerakan biseps - C5-6 gerakan supinator - C6,7,8 gerakan trisep - L3-4 gerakan lutut - S1-2 gerakan ankle Plantar refleks: dg memberikan rangsangan kuat kearah lateral tumit akan terjadi gerakan tumit ke depan. Respon normal berupa fleksi ibu jari. Tanda Babinski: ekstensi ibujari akibat pergerakan jari lain. Diatas usia 2 th menandakan kerusakan traktus piramidal. Refleks abdominal: kontraksi otot abdominal akibat sentuhan pada permukaan abdomen. (-) berarti tdp lesi pd T10 - L1 atau lesi pusat motorik. Refleks Cremaster: gerakan kenaikan testis pd sentuhan di medial paha. Refleks anal: memberikan sentuhan pd area perianal utk mengetahui ggn segmen sakral bag bawah. Pengkajian Sensorik Sangat sulit dilakukan pada bayi dan anak yg masih kecil Keutuhan korteks sensoris ditandai dengan uji diskriminasi sensorik spt identifikasi obyek yg tdp pd tangan (stereognosis), mengenali angka yg ditulis pd permukaan kulit (graphestesia) atau uji respon thd stimulasi dua titik (two point discrimination). Pemeriksaan N Kranial Pada prinsipnya sama dengan pengkajian ekstrimitas yaitu : - abnormalitas otot yang dipersarafi oleh N. Kranial kemungkinan menandai kerusakan LMN, UMN atau ekstrapiramidal. N.Kranial I (Olfaktorius): kemampuan mengidentifikasi bau (uji dg pepermin atau kopi) N. Kranial II (Optik): ggn lapang pandang menandai adanya lesi pada visual pathway pd salah satu retina. - Hemianopsia homonim: ggn pd bagian temporal dan nasal pada mata yang berlawanan - Hemianopsia bitemporal: Lesi pd chiasma opticum pada anak dengan craniopharyngioma - Pemeriksaan funduskopi: N optik yg pucat menandakan atrofi. Pd papiledema cakram optik berwarna pucat, tertarik ke depan ke arah vitreous, distensi vena retina, pulsasi vena (-) - Papiledema sering tidak tampak pada peradangan cakram optik (papilitis) N.Kranial III (Okulomotor) : membawa serat pupilokonstriktor dan mempersarafi otot ekstraokuler kecuali rektus lateral dan oblikus superior. Asimetri pupil kemungkinan menandai ggn penglihatan unilateral, lesi midbrain dan nerve palsy atau lesi syaraf simpatis cervikal. N.Kranial IV (Troklearis): mempersarafi otot oblikus superior. Adanya ggn ditandai ketidakmampuan menggerakkan mata kebawah. N.Kranial V (trigeminus): mengatur aspek sensasi sentuhan dan nyeri pada wajah. Paralisis unilateral menandai adanya deviasi rahang ke arah lesi. N ini juga mempersarafi otot mastikasi. N.Kranial VI (Abdusen): Kelemahan N VI ditandai dg ketidakmampuan abduksi mata kearah berlawanan. Lesi harus dibedakan dg strabismus, pd strabismus pergerakan mata bisa normal bila diuji satu-satu. N.Kranial VII (Fasialis): mempersarafi otot wajah.Bisanya tgg pd cacat kongenital, trauma kelahiran, atau inflamasi (Bell’s palsy) dan tumor. Kelemahan N fasial menandai lesi SSP. N Kranial VIII (vestibulococlearis): dapat dilakukan pemeriksaan lengkap pd anak-anak spt pd orang dewasa. Uji audiometri dilakukan bila diduga ada ggn wicara akibat ggn pendengaran. N Kranial IX dan X (Glossofaring dan vagus): Ggn pd N ini menyebabkan adanya kesulitan menelan dan pengucapan. Paralisis palatum dpt diinspeksi dg menyuruh pasien bilang “ah”, dan refleks gag (-) N. Kranial XI (Aksesorius): mempersarafi otot sternocleidomastoideus dan trapezius. Paralisis menimbulkan kelemahan pd rotasi kepala ke arah berlawanan dan elevasi bahu kearah yg cedera.
N Kranial XII (Hipoglosus): Lesi pd N ini
menimbulkan paralisis pergerakan lidah, atrofi serta fibrilasi lidah. Pd pergerakan unilateral lidah mengalami deviasi kearah lesi. Pengkajian Neurologi pada neonatus Pada awal kelahiran, fungsi utama sistem neurologi manusia dilakukan pada level subkortikal (batang otak dan medula spinalis) Fungsi kortikal tidak dapat dikaji secara akurat, bahkan defek yang besar pada otak sulit diketahui. Pemeriksaan neurologi umum pada bayi meliputi pemeriksaan refleks-refleks, N.Kranial, dan pemeriksaan fungsi motorik. Refleks pada neonatus Mekanisme pola refleks yang diperantarai batang otak dan medula spinalis ditemukan pada bayi baru lahir sampai usia 1 bulan. Refleks dikatakan (+) bila ditemukan pada saat pemeriksaan dan (-) mengindikasikan depresi fungsi motorik sentral atau perifer. Respon yang asimetrik (menandakan lesi motorik focal. Semakin bertambah usia, refleks neonatal semakin menghilang. Refleks Neonatus Usia Munculnya Usia normal refleks refleks Refleks menghilang Moro Saat lahir 3 bl Stepping Saat lahir 6 mg Placing Saat lahir 6 mg Sucking ang Rooting Saat lahir 4 bl terjaga 7 bl tidur Palmar grasp Saat lahir 6 bl Plantar grasp Saat lahir 10 bl Pengembangan adduktor saat knee jerk Saat lahir 7 bl Tonic leher 2 bl 6 bl Neck righting 4-6 bl 24 bl Landau 3 bl 24 bl Reaksi parasut 9 bl Menetap Teknik pengkajian Refleks bayi Refleks Moro: Sangga kepala pd posisi supin dan tarik dg cepat. Tdp refleks mempertahankan posisi kepala, ekstensi dada, fleksi dan adduksi lengan Refleks stepping:gerakan spt berjalan saat bayi diberdirikan Refleks placing: saat bayi diberdirikan kaki akan bertumpu pd dorsal pedis. Refleks tonik leher: saat kepala diputar ke satu arah, kaki dan tangan akan fleksi ke arah yg sama Refleks righting: rotasi dada ke arah kepala diputar Refleks Landau: bayi posisi prone dg disangga abdomen, normal tdp ekstensi kepala, dada dan pinggul, bila kepala ditekuk. Refleks parasut: terjadi ekstensi lengan dan jari saat bayi dibiarkan pd posisi prone. Refleks menghisap: bila bibir disentuh Refleks rooting: bila pipi disentuh mulut akan mengikuti arah sentuhan Refleks tendon: hentakan lutut dg cepat. Adanya ggn ditandai dg gerakan spontan yg terjadi tanpa rangsang Refleks Babinski: ekstensi atau fleksi ibu jari pd stimulasi telapak kaki dikatakan normal Pengkajian fungsi motorik Meliputi observasi gerakan spontan yang simetris; tangan mengepal dg adduksi ibu jari berarti ada lesi pusat motorik. Adanya spastisitas tanda adanya meningitis dan kernikterus Kaki membentuk gunting karena pe tonus adduktor panggul. Hilangnya tonus otot: disfungsi serebral difus dan ggn neuromuskular perifer Hipotonus ditandai dg posisi spt katak saat bayi ditengkurapkan, bila didudukkan tidak ada refleks kontraksi otot punggung Tremor cepat: menandakan adanya penyakit metabolik spt hipoglikemia atau hipokalsemia tanpa sebab jelas. Tangisan yg melengking tinggi menandakan pe TIK, suara serak pd kretinisme, bayi lemah pd penyakit Werdnig-Hoffman. Pemeriksaan N.Kranial Pada bayi, kemampuan penglihatan ditandai dg kemampuan berkedip oleh rangsang cahaya. Positif pada bayi aterm, menandakan fungsi kortikal baik. Pupil responsif thd cahaya dan simetris Dg funduskopi tampak cakram optik berwarna pucat. Pemeriksaan fungsi pendengaran: terkejut oleh suara keras, berrespon thd bunyi2an. Refleks menelan pd bayi sudah terkordinasi : tidak tersedak. Lidah atrofi dan fibrilasi dijumpai pd penyakit Werdnig-Hoffman. Lidah besar dan menjulur pd kretinisme.