Anda di halaman 1dari 20

PENGGULANGAN PENYAKIT

INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS


FILARIASIS DAN MALARIA
Dendri Cristiani Simbolon (200204012)

Egi Ananta Ketaren ( 200204015)

Frans Santo Simbolon (200204021)

Glourry Feby Zevanny (200204022)

Juli Jernih Hulu (200204028) → TIDAK AKTIF

Ona Riska (200204038)

Ramanda Sanira (200204039)

Regita Pratiwi Situmeang (200204043)

Roymanta Evenry Hotmando Sianturi(200204046) → TIDAK AKTF

Dosen Pengampu: Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS


01 02 03
Survei Angka Kejadian
04
Penanggulangan Penyakit
05
PengertianPenyakit Tropis
Deteksi Dini Penyakit Filariasis (Penyakit Kaki
Penyakit Infeksi Penyakit HIV/AIDS HIV/AIDS
HIV/AIDS Gajah)

06 07 08 09 10
Deteksi Dini Penyakit Tropis Survei Angka Kejadian Penanggulangan Penyakit Kebijakan Kesehatan Kota Penyakit Malaria
Filariasis Penyakit Tropis Filariasis Tropis Filariasis untuk Kota Sehat dan
Komunitas

11
Deteksi Dini Penyakit
12
Survei Angka Penyakit
13
Penanggulangan Penyakit
14
Kebijakan Kesehatan Untuk
Malaria Malaria Malaria Kota Sehat dan Komunitas
01. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit.
Meski beberapa jenis organisme terdapat di tubuh dan tergolong tidak berbahaya, pada kondisi tertentu, organisme-
organisme tersebut dapat menyerang dan menimbulkan gangguan kesehatan, yang bahkan berpotensi menyebabkan
kematian.
Infeksi dapat disebabkan oleh 4 organisme berbeda, yakni virus, bakteri, parasit, dan jamur. Masing-masing organisme
dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbeda. Berikut adalah penyakit berdasarkan organisme yang
menyebabkannya:
● Virus. Organisme ini menyerang sel dalam tubuh. Human immunodeficiency virus (HIV) adalah salah satu contoh jenis
virus yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS.

● Bakteri. Organisme ini dapat melepaskan racun penyebab penyakit. E. coli adalah salah satu contoh jenis bakteri yang
menyebabkan infeksi saluran kemih

● Jamur. Dermatophytes adalah salah satu contoh jenis jamur yang juga menjadi penyebab kutu air. Jamur ini dapat
berkembang biak dengan cepat di lingkungan bersuhu hangat dan lembap.

● Parasit. Parasit hidup dengan bergantung pada organisme lain. Plasmodium adalah salah satu contoh jenis parasit yang
bergantung hidup di nyamuk dan menjadi penyebab malaria.
02. Deteksi Dini Penyakit HIV/AIDS
Kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi virus HIV, yaitu:

 Sering berganti-ganti pasangan seksual

 Melakukan hubungan seksual tanpa pengaman, seperti kondom

 Menderita penyakit menular seksual

 Berhubungan seksual dengan pengguna narkoba atau pekerja seks komersial

 Berbagi penggunaan jarum suntik dengan orang lain

 Pernah menerima transfusi darah, meskipun penularan melalui cara ini jarang terjadi

Ada pula kelompok orang yang dikategorikan berisiko tinggi terinfeksi HIV, yaitu:

• Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif

• Pria yang tidak disunat

• Pria yang berhubungan seksual dengan sesama pria

• Petugas medis yang sering bersentuhan dengan darah, misalnya petugas laboratorium
Berikut ini adalah beberapa jenis tes untuk mendeteksi HIV:

1. Tes Antibodi

● Tes ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan antibodi dalam darah sebagai respons tubuh untuk melawan infeksi HIV. Hasil tes antibodi bisa langsung diketahui dalam waktu
singkat, yaitu sekitar 30 menit.

● Namun, tes antibodi bisa saja menunjukkan hasil negatif meski orang yang menjalani tes sebenarnya telah terinfeksi virus HIV. Hal ini karena diperlukan waktu sekitar 3–12 minggu
bagi seseorang yang terpapar virus agar jumlah antibodi dalam tubuhnya cukup tinggi dan dapat terdeteksi saat pemeriksaan.

2. Tes kombinasi antibodi-antigen

● Tes kombinasi ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi dan antigen HIV dalam darah yang dikenal dengan antigen p24. Antigen p24 umumnya diproduksi tubuh dalam waktu 2–6
minggu setelah terpapar virus HIV.

● Dengan mengidentifikasi antigen p24, keberadaan virus HIV pun dapat terdeteksi sejak dini, sehingga pengobatan dan pencegahan penyebaran HIV dapat dilakukan dengan lebih
cepat.

3. Tes NAT

● Nucleic acid testing (NAT) atau tes asam nukleat dapat mendeteksi keberadaan virus HIV dalam darah dengan cepat, yaitu dalam waktu 10–33 hari setelah seseorang terinfeksi virus
ini.

● Sayangnya, pemeriksaan jenis ini tergolong mahal dan tidak rutin dilakukan sebagai tes skrining HIV, kecuali jika seseorang berisiko tinggi terpapar HIV atau menunjukkan gejala
awal HIV

4. Tes VCT

● VCT (voluntary counseling and testing) merupakan program tes dan konseling HIV yang dilakukan secara sukarela. Layanan ini tidak hanya bertujuan untuk mendeteksi virus,
tetapi juga merawat dan mengobati penderita HIV.

● VCT diawali dengan sesi konseling oleh dokter atau konselor. Saat konseling, Anda akan diberi pertanyaan dan informasi terkait HIV/AIDS. Selanjutnya, konselor akan meminta
persetujuan tertulis (informed consent) sebelum melakukan tes deteksi HIV.
03. Survei Angka Kejadian Penyakit HIV/AIDS
JUMLAH KASUS HIV POSITIF DAN AIDS YANG DILAPORKAN DI INDONESIA SAMPAI
TAHUN 2009-2019.
Dari Gambar terlihat jumlah kasus HIV positif
yang dilaporkan dari tahun ketahun cenderung
meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan
sebanyak 50.282 kasus. Sebaliknya,
dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya,
jumlah kasus baru AIDS cenderung menurun,
pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 7.036
kasus.

Terdapat sebanyak 6 provinsi yang tidak melaporkan data AIDS pada


tahun 2019 yang diduga menjadi penyebab penurunan kasus AIDS pada tahun 2019.
Keenam provinsi tersebut yaitu Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi
Barat, dan Papua Barat.

Baik pada HIV maupun AIDS, proporsi pada kelompok laki-


laki lebih tinggi sekitar dua kali lipat dibandingkan pada kelompok perempuan seperti digambarkan pada Gambar berikut ini.
PROPORSI KASUS HIV POSITIF DAN AIDS MENURUT JENIS
KELAMIN DI INDONESIA TAHUN 2019

PERSENTASE KASUS HIV POSITIF DAN AIDS MENURUT


KELOMPOK UMUR TAHUN 2019

Kelompok umur tertinggi pada kasus HIV dan


AIDS yaitu kelompok umur produktif.
Sementara itu masih ditemukan penularan
HIV dari ibu ke anak yang di tunjukkan
dengan adanya penemuan kasus HIV dan
AIDS pada kelompok usia di bawah 4 tahun.
Untuk mencapai tujuan nasional dan global
dalam rangka triple elimination (eliminasi
HIV, hepatitis B, dan sifilis) pada bayi,
penularan HIV dari ibu ke anak diharapkan
akan terus menurun di tahun selanjutnya.
04. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS
Melakukan Hubungan Seksual Bicarakan dengan Dokter
yang Aman
Jika didiagnosis HIV/AIDS, bicarakanlah lebih
Perlu diketahui bahwa salah satu lanjut dengan dokter terkait pengobatan dan
hal utama yang dapat menjadi upaya-upaya mencegah penularan yang bisa
cara penularan HIV/AIDS adalah dilakukan. Hal ini juga sangat disarankan untuk
hubungan seksual. Oleh karena itu, ibu hamil. Jika ibu hamil didiagnosis HIV,
perlu melakukan hubungan intim sebaiknya bicarakan kepada dokter kandungan
yang aman. Maksudnya, dengan mengenai penanganan selanjutnya dan
tidak bergonta-ganti pasangan dan perencanaan metode persalinan, untuk
menggunakan kondom. mencegah virus menular ke janin.

Hindari Obat-obatan Terlarang Jujur dengan Pasangan

Selain melalui hubungan seksual, Beri tahu pasangan jika kamu


HIV/AIDS juga dapat menular positif mengidap HIV, agar
melalui penggunaan jarum suntik pasangan kamu bisa menjalani tes
yang tidak steril. Sebab, virus HIV HIV. Semakin cepat terdeteksi,
dapat menular melalui darah, maka semakin dini penanganan
sehingga penggunaan jarum dapat dilakukan dan
suntik secara bergantian dapat perkembangan serta penularannya
meningkatkan risiko seseorang dapat diantisipasi.
untuk terserang penyakit ini.
05. Kebijakan Kesehatan Untuk Kota Sehat
dan Komunitas
Kebijakan Operasional Pengendalian HIV dan AIDS

● Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secaranasional kegiatan program AIDS dan
pelayanan bagi ODHA.
● Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik
berat manajemen program.
● Pengembangan layanan bagi ODHA dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi:
situasi epidemi daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan, fasilitas,
Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembiayaan. Sesuai dengan kewenangannya, pengembangan layanan ditentukan
oleh Dinas Kesehatan.
● Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV dan AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan
mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus diberikan
sebelum dan sesudah pemeriksaan dan hasil Nakah KTI 5 pemeriksaan diberitahukan kepada yang
bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain.
● Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada ODHA dan menerapkan
prinsip:
1. Keberpihakan kepada ODHA dan masyarakat (patient and community centered).

2. Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna Narkotika AlkoholPsikotropika Zat Adiktif (NAPZA) suntik melalui
kegiatanpengurangan dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secarakomprehensif dengan juga mengupayakan
penyembuhan dariketergantungan pada NAPZA.

3. Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagipeningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap
pencegahan, pelayanan dan pengobatan bagi ODHA.

4. Layanan bagi ODHA dilakukan secara holistik, komprehensif dan integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan yang
berkesinambungan.
06. PengertianPenyakit Tropis Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)

● Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria sp. dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia sp.,
Anopheles sp., Culex sp., dan Armigeres sp. Cacing Filaria sp. hidup dan menetap di saluran dan kelenjar getah bening
yang dapat timbulkan manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah
bening. Pada stadium lanjut filariasis dapat menimbulkan manifestasi berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan
alat kelamin.

● Filaria sp. memiliki siklus hidup sehingga dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala. Siklus tersebut dimulai
dari dalam tubuh nyamuk sampai menimbulkan penyakit filariasis adalah sebagai berikut: di dalam tubuh nyamuk
betina, mikrofilaria yang ikut terhisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan
berkembang di dalam thorax hingga menjadi larva infektif yang akan berpindah ke proboscis. Larva infektif (L3) akan
masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit dan selanjutnya akan bergerak mengikuti saluran limfa. Sebelum
menjadi cacing dewasa, larva infektif tersebut akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali. Larva L3 (masa
inkubasi ekstrinsik dari parasit) Brugia malayi memerlukan waktu 3,5 bulan untuk menjadi cacing dewasa.
● Nyamuk Mansonia sp. Nyamuk Culex sp.

● Nyamuk Anopheles sp. Nyamuk Armigeres sp.

● Cacing Filaria sp.


06. Deteksi Dini Penyakit Tropis Filariasis
1. Demam

● Gejala kaki gajah pertama yang dapat mendeteksi munculnya penyakit kaki gajah, atau terinfeksinya seseorang dengan cacing filairia adalah demam. Demam ini
bertahan kurang lebih 3 – 5 hari berturut-turut. Demam dapat bervariasi, baik itu demam dengan suhu tinggi atau malahan dengan suhu yang sangat tinggi. Biasanya
gejala demam yang muncul akan berkurang ketika pasien beristirahat dari aktivitas, dan akan muncul ketika pasien bearktivitas terutama dengan skala yang berat. Hal
ini sama seperti gejala penyakit yang berasal dari gigitan nyamuk misalnya penyakit malaria.

2. Pembengkakan

● Gelaja berikutnya adalah pasien biasanya akan mengalami pembengkakan pada daerah-daerah tertentu, terutama pada bagian atau daerah lipatan-lipatan tubuh yang
terdapat pada bagian kaki dan tangan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pembengkakan pada kelenjar getah bening yang disebabkan oleh adanya infeksi dari cacing
filarial. Infeksi tersebut akan menyebabkan kelenjar getah bening melakukan pertahanan, yang ditandai oleh adanya pembengkakan tersebut.

3. Rasa panas, perih sakit dan kemerahan pada ketiak

● Gejala lain yang dapat dirasakan bagi penderita kaki gajah ini adalah munculnya rasa perih dan panas serta sakit pada baian lipatan, terutama ketiak dan lipatan paha.
Selain itu, kedua bagian tersebut juga akan mengalami iritasi berupa kulit yang menjadi kemerah-merahan. Gejala ini juga merupakan salah satu efek dari terjadinya
pembengkakan dari kelenjar getah bening yang melakukan perlawanan dan pertahanan terhadap infeksi dari cacing filarial yang sudah masuk ke dalam tubuh pasien
penderita kaki gajah tersebut.

4. Terjadi pembengkakan yang menetap pada bagian tubuh tertentu

● Setelah penyakit kaki gajah berubah menjadi kronis dan berada pada tingkatan yang lebih parah dari sebelumnya, maka gejala yang akan muncul adalah
pembengkakan yang sifatnya cenderung menetap dan sangat tidak biasa. Hal ini biasa dikenal dengan istilah elephantiasis yang berarti bagian tubuh yang membesar
menjadi seperti bagian tubuh dari gajah Ada beberapa bagian tubuh yang akan mengalami pembesaran dan pembengkakan (elephantiasis) yang tidak normal ketika
terjangkit penyakit kaki gajah, yaitu tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar.
Gejala Filariasis
Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam
dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis. Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga
macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya yaitu filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis
rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan W. bancrofti, B. malayi, dan B. timori.
Gejala filariasis dapat dibagi menjadi periode atau tahapan yang berlangsung yaitu tahap akut dan kronis (Zaman & Mary, 2008). Kedua tahap ini dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut:
1. Gejala Klinis Akut

Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian
mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama di daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B. malayi dan B. timori
dibandingkan karena infeksi W. bancrofti, demikian juga dengan timbulnya limfangitis dan limfadenitis, tetapi sebaliknya, pada infeksi W. bancrofti sering terjadi
peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus (epididimitis), dan peradangan funikulus spermatikus (funikulitis) (Depkes RI, 2008).

2. Gejala Klinis Kronis

Gejala kronis terdiri dari limfedema, lymp scrotum, kiluria, dan hidrokel (Depkes RI, 2008). - 13 - Epidemiologi Filariasis A. Arsunan Arsin di Indonesia

- Epidemiologi Filariasis A. Arsunan Arsin di Indonesia

a) Limfedema
Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi
pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah siku tetapi siku dan lutut masih normal.
b) Lymph Scrotum
Lymph scrotum adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum, kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan
limfe mengalir keluar membasahi pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Hal ini berisiko tinggi
terhadap terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang
normal kadang-kadang sangat besar.
c) Kiluria

Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga cairan limfe
dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut:

(1) Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak dan terkadang disertai darah,

(2) Sukar kencing,

(3) Kelelahan tubuh, dan

(4) Kehilangan berat badan.

d) Hidrokel

Hidrokel adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tucina vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah
zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut:

(1) Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar sehingga penis tertarik dan tersembunyi,

(2) Kulit pada skrotum normal, lunak, dan halus,

(3) Terkadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu cyhlocele, haematocele, atau pyocele. Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan
hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas yang sudah dilatih, 9

(4) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis W. bancrofti dan dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrofti (Depkes RI, 2008).
07. Survei Angka Kejadian Penyakit Tropis Filariasis
Global

Di dunia, terdapat 1.39 miliar penduduk yang berisiko tertular filariasis. Pada tahun 2000, lebih dari 120 juta orang terinfeksi filariasis dan 40 juta di antaranya mengalami kecacatan dan tidak dapat bekerja lagi.

Secara global, wilayah Asia Tenggara merupakan daerah dengan penderita filariasis terbanyak, mencapai 63% kasus global, dengan 9 dari 11 negara merupakan wilayah endemik. Negara endemik yang termasuk di dalamnya
adalah Bangladesh, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste.

● WHO mencanangkan Global Program to Eliminate Lymphatic Filariasis / GPELF pada tahun 2000, dengan tujuan mengeliminasi filariasis secara global pada tahun 2020. Program ini dijalankan dengan memberikan obat
cacing massal secara reguler (Mass Drug Administration / MDA) pada masyarakat risiko tinggi filariasis di 60 negara, termasuk Indonesia.

● Pada tahun 2017, WHO menerbitkan laporan perkembangan pelaksanaan GPELF yang menyebutkan bahwa sebanyak 465,4 juta orang di 37 negara telah mendapat terapi filariasis. Di Afrika, 202.1 juta orang telah
bebas filariasis dengan cakupan kasus mencapai 59% (cakupan tertinggi dibanding negara lain), dan pada tahun 2017 kebutuhan MDA turun sebesar 25%. Di wilayah Asia Tenggara dan Asia Pasifik, sudah ada 3 wilayah
yang dinyatakan bebas filariasis yaitu Thailand, Sri Lanka, dan Maldives dengan kebutuhan MDA turun sebesar 42%. Dengan program ini, jumlah kasus filariasis hidrokel menurun hingga 49% dan limfedema menurun
sebesar 23%.

Indonesia

Pada tahun 2017, dari 514 kabupaten/kota di wilayah Indonesia, sebanyak 236 kabupaten/kota termasuk endemis filariasis. Terdapat 12.677 kasus kronis filariasis pada tahun 2017, jumlah ini menurun jika dibandingkan pada tahun 2016
yang memiliki 13.009 kasus kronis.

Provinsi dengan jumlah kasus kronis filariasis terbanyak di Indonesia adalah sebagai berikut:

Papua: 3.047 kasus kronis

Nusa Tenggara Timur: 2.864 kasus kronis

Papua Barat: 1.244 kasus kronis

Jawa Barat: 907 kasus kronis

Aceh: 591 kasus kronis

Persentase kabupaten/kota yang telah berhasil mengeliminasi filariasis terbesar terdapat di Provinsi Gorontalo, yaitu 67%. Peringkat kedua adalah Banten, dengan 60% kabupaten/kota endemis di provinsi tersebut telah mencapai status
eliminasi filariasis pada tahun 2017. WHO merilis bahwa Indonesia dinyatakan telah berhasil menerapkan strategi yang direkomendasikan oleh WHO dan berada di bawah monitoring dan evaluasi untuk menunjukkan bahwa eliminasi
filariasis telah tercapai.
08. Penanggulangan Penyakit Tropis Filariasis
1. Penyelenggaraan penanggulangan filariasis dilaksanakan melalui pokok kegiatan

2.Kegiatan POPM Filariasis

3. Tahap-tahap Pelaksanaan kegiatan POPM filariasis

4. Pelaksanaan Kegiatan POPM filariasis

09. Kebijakan Kesehatan Kota untuk Kota Sehat dan Komunitas


1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai cara penularan dan cara pengendalian vektor nyamuk.

2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi waktu dan
tempat menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya.

3. Pengendalian vektor jangka panjang mungkin memerlukan perubahan konstruksi rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta pengendalian
lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.

4. Melakukan pengobatan dengan menggunakan diethilcarbamazine citrate (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine® ); Diberikan DEC 3x1 tablet 100
mg selama - 85 - Epidemiologi Filariasis A.
10. Penyakit Malaria
Penyakit malaria merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit malaria masih endemis di daerah-daerah tertentu terutama di negara-negara beriklim
tropis seperti benua Asia dan Afrika. Penyakit ini juga menjadi salah satu pembunuh terbesar, 86% kematian terjadi pada kelompok dengan faktor risiko tinggi sepert bayi, anak balita dan
ibu hamil. (Kemenkes RI, 2011). Anak-anak di bawah umur 5 tahun dan wanita hamil merupakan kelompok populasi yang paling menderita oleh penyakit ini. Malaria dapat menyebabkan
gangguan berat dan anemia pada kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu, bayi berat lahir rendah (BBLR) yang merupakan faktor risiko dari kematian bayi. Selain kematian,
malaria menyebabkan kesakitan seperti demam, kelemahan, malnutrisi, anemia, kelainan pada limpa, dan mudah terkena penyakit lain. Menurut Bremen dalam Pattanayak (2003),
penderita malaria mengalami parasitemia yang asimptomatik, demam yang akut, debilitas yang kronis, dan komplikasi dalam kehamilan.

11. Deteksi Dini Penyakit Malaria


Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk. Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil, demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas sebelum suhu tubuh kembali
normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali (kuartana).

 Anemia

 Berkeringat dingin

 Demam tinggi

 menggigil

 Diare

 Dehidrasi

 Kejang

 Mual dan muntah-muntah

 Nyeri otot

 Sakit kepala

 Tinja berdarah

 Tekanan darah menurun tiba-tiba


12. Survei Angka Penyakit Malaria

Indonesia memegang peringkat negara kedua tertinggi (setelah India) di Asia Tenggara untuk jumlah kasus malaria tertinggi, berdasarkan laporan World
Health Organization (WHO) dalam World Malaria Report 2020. Meski sempat mengalami penurunan pada rentang 2010-2014, namun tren kasus malaria di
Indonesia cenderung stagnan dari tahun 2014-2019.
Tren kasus positif malaria dan jumlah penderita malaria (Annual Parasite Incidence/API) menunjukkan konsentrasi kabupaten atau kota endemis tinggi
malaria di wilayah Indonesia Timur. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 86% kasus malaria terjadi di Provinsi Papua dengan jumlah
216.380 kasus di tahun 2019. Lalu, disusul dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079
kasus. Meski demikian, masih terdapat wilayah endemis tinggi di Indonesia bagian tengah, tepatnya di Kabupaten Penajaman Paser Utara, Provinsi
Kalimantan Timur.
Sementara itu, terdapat sekitar 300 kabupaten dan kota (58%) yang telah memasuki kategori eliminasi, atau sekitar 208,1 juta penduduk (77,7%) tinggal
di daerah bebas malaria. Beberapa provinsi di Indonesia 100% wilayahnya berhasil masuk ke dalam kategori eliminasi adalah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi
Jawa Timur, dan Provinsi Bali.
Untuk endemisitas kategori rendah (API kurang dari 1 per 1.000), tercatat ada 160 kabupaten dan kota (31%) yang masuk ke dalam kategori ini, dengan
total penduduk yang tinggal dalam endemis rendah ini sekitar 52,4 juta penduduk (19,6%). Lalu, sekitar 31 kabupaten dan kota (6%) dengan 4,4 juta
penduduk Indonesia (1,7%) masuk ke dalam kategori wilayah endemis sedang (API 1-5 per 1.000). Sedangkan untuk wilayah endemis tinggi (API lebih dari
5 per 1.000), masih terdapat 23 kabupaten dan kota (4%) yang masuk kategori ini dengan 2,9 juta penduduk (1,1%) yang tinggal di wilayah ini.
13. Penanggulangan Penyakit Malaria

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria


2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
14. Kebijakan Kesehatan Untuk Kota Sehat dan Komunitas

1. Diagnosa malaria yang harus


3. Pencegahan penularan dengan
dilakukan sampai ukuran
pembagian kelambu yang
mikroskopis dengan Rapid
mengandung insektisida bagian
Diagnostic Test (RDT). dalamnya (Long Lasting Insecticidal
Net) yang bisa bertahan 3-5 tahun.

2. Pengobatan dengan metode


Artemisinin Combination Therapy
(ACT) yang ditanggung APBN dan
4. Kerjasama lintas sektor dengan
diberikan gratis bagi penderita
adanya Gerakan Berantas Kembali
malaria.
(Gebrak) Malaria

5.Memperkuat desa siaga dengan


pembuatan Pos Malaria Desa
(Posmaldes).
SEKIAN
DAN
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai