Anda di halaman 1dari 24

SUMBER HUKUM

ISLAM
KELOMPOK 2
Nama Anggota :
Syawalia Azizah (C1C019029)
Andera Fitria Sari (C1C019048)
Raja Hamido Sianturi (C1C019060)
Fariz Zulham (C1C019114)
AL-QURAN

Al-Quran ialah kalam Allah (kalaamullah–QS 53:4) dalam bahasa arab sebagai
sebuah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui utusan
Allah Malaikat Jibril a.s untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia
dalam menggapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Kalam adalah sarana
untuk menerangkan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, nasihat, atau berbagai
kehendak,lalu memberitahukan perkara itu kepada orang lain.
Seperti yang kita ketahui bahwa Al-Quran tidak turun secara lengkap melainkan secara
berangsur-angsur. Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan secara berangsur-
angsur, yaitu :

1. Untuk meguatkan hati, berupa kesenangan rohani agar Nabi selalu tetap merasa senang dalam
berkomunikasi dengan Allah, dan menghujamkan Al-Quran serta hukum-hukumnya
didalam jiwa Nabi dan jiwa manusia umumnya, sekaligus menjelaskan jalan untuk memahamin
ya. Disebut menguatkan hukum, karena Al-Quran diturunkan tepat pada waktu diperlukannya
keterangan hukum. Ketika terjadi kasus/permasalahan, pada saat itu pula Al-Quran turun
menerangkan hukumnya, sehingga kehadiran hukum di sini tepat pada saat-saat dibutuhkan
2. Untuk menartilkan (membaca dengan benar dan pelan) Al-Quran, kondisi untuk saat Al-Quran
diturunkan adalah ummiy, yaitu tidak dapat membaca dan menulis, sementara Allah SWT
menghendaki Al-Quran dapat dihafal dan diresapi agar secara berkesinambungan tetap
terpelihara keasliannya sampai hari kiamat.
Fungsi Al-Quran (zahroh, 1909).1.
 
1. Al-Quran sebagai pedoman hidup (QS 45:20). Bukti nyata bahwa kita telah
menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup telah dicontohkan oleh Rasulullah dan
sahabat, yaitu dengan membacadan menghafalnya, memahami dan medaburkan, serta
merealisasikan nilai-nilainya dalam amal nyata.
Fungsi • Membaca Al-Quran dilakukan setiap hari dalam bentuk bacaan shalat dan
Al-Quran wirid Al-Quran
• Memahami dan menadaburi Al-Quran adalah penghayatan yang disertai
dengan memahami makna yang terkandung dibalik setiap ayat Al-Quran
sehingga menghasilkan motivasi yang kuat untuk mengamalkannya
• Merealisasikan nilai-nilai Al-Quran dalam amal nyata merupakan puncak
pengamalan Al-Quran yang memiliki nilai tertinggi di mata Allah SWT.
2. Al-Quran sebagai rahmat bagi alam semesta, karena Al-Quran akan melahirkan
iman dan hikmah kepada manusia yang mengimaninya, sehingga manusia akan
cenderung kepada kebaikan dalam berinteraksi dengan Tuhan,sesama manusia dan
alam sehingga Allah SWT berkenan mencurahkan rahmat-NYA bagi semesta alam.
3. Al-Quran sebagai cahaya petunjuk
4. Al-Quran sebagai peringatan. Al-Quran senantiasa memberikan peringatan kepada
manusia karena sifat manusia yang pelupa dalam berbagai hal
5. Al-Quran sebagai penerang dan pembeda. Al-Quran memberikan keterangan dan
penjelasan kepada manusia tentang banyak hall
6. Al-Quran sebagai pelajaran. Al-Quran diturunkan agar dapat digunakan sebagai
pelajaran bagi manusia, karena manusia senantiasa memerlukannya agar tetap
berada dalam jalur yang benar terkait dengan tujuan penciptaannya.
7. Al-Quran sebagai sumber ilmu.
2. Al-Quran sebahai hukum. Al-Quran menjelaskan hukum hukum syariah untuk kemaslahatan
hidup manusia berupa hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah SWT.
3. Al-Quran sebagai obat penyakit jiwa . Al-Quran dapat berfungsi sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit yang ada dalam hati manusia, seperti
syirik, sombong,congkak, ragu, malas, dan sebagainya.
4. Al-Quran sebagai pemberi kabar gembira . Al-Quran banyak menceritakan kabar gembira
kepada orang yang beriman kepadanya dan menjalani kehidupan sesuai ketentuan Allah
SWT.
5. Al-Quran sebagai pedoman melakukan pencatatan. Al-Quran memerintahkan manusia untuk
mencatat transaksi bukan tunai dan menghadirkan saksi-saksi yang jujur padatransaksi
seperti itu.
Mukjizat Al-Quran
Al-Quran sebagai mukjizat yang hebat, teatp dan kekal sepanjang masa, telah diakui oleh paracendekiawan pada masa
lalu dan sekarang.
1. Keindahan seni bahasa Al-Quran tidak hanya diakui oleh kalangan sastrawan Arab saja, tetapidiakui pula oleh
Ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab. Allah menantang manusia dan jin
untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Quran. Al-Quran kemudian menjawab sendiri bahwa sekalipun
manusia dan jin berkumpul dan berkolaborasi,mereka tidak akan pernah mampu membuat yang serupa dengan
Al-Quran.
2. Kebenaran pemberitahuan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad yang silam-kisah kaum
‘Addan Tsamud, kaum Luth, dan Kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim, tentang Musa beserta kaumnya, kasus Fir’aun,
tentang Maryam dan kelahirannya, kelahiran Yahya, kelahiran Isa Al-Masih dan sebagainya, yang semuanya
benar, sesuai dengan kebenaran rasional.
3. Pemberitaan Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa datang juga merupakan kebenaran yang tidak
terbantahkan. Misalnya, pemberitaan Al-Quran mengenai kekalahan bagsa Persia setelah lebih dulu bangsa
Romawi kalah.
4. Kandungan Al-Quran banyak memuat informasi tentang ilmu pengetahuannya yang tidak mungkin diketahui
oleh seorang ummiy yang tidak pandai membaca dan menulis, dan tidak ada suatu perguruan atau lembaga
pendidikan yang mengajarkannya saat /al-Quran diturunkan.Misalnya, Al-Quran menjelaskan realitas ilmiah
tentang kejadian langit dan bumi, seperti dinyatakan bahwa langit dan bumi itu dulunya berasal dari satu
gumpalan, kemudia terjadi ledakan yang membuatnya terpecah-pecah menjadi beberapa planet.
Al-Quran sebagai sumber hukum

Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena Al-Quran berasal dari Allah SWT yang Maha
Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata kehidupannya sehingga selamat didunia dan akhirat. Al-
Quran memuat seluruh aspek hukum terkait dengan akidah, syariah dan akhlak serta terjaga keaslian dan
keotentikannya.

Al-Quran menyuruh untuk menghadirkan saksi yang jujur pada akad transaksi dan jika akad tersebut ditangguhkan
pembayarannya maka hendaklah ditulis untuk menghindarkan perselisihan dikemudian hari.Al-Quran juga
mengattur mengenai hukum keluarga antara lain berupa penjelasan tentang pernikahan,mahram, perceraian, macam-
macam ‘iddah dan tempatnya, pembagian harta pusaka dan sebagainya.
 Pengaturan mengenai hukum pidana juga diatur dalam Al-Quran. Hukum pidana atas kejahatan yang
menimpa seseorang adalah dalam bentuk qishash yang didasarkan atas persamaan antara kejahatandan hukuman.
Diantara jenis hukum qishash pembunuh, qishash anggota bidan dan qishash dari luka.Dalam menetapkan hukum
pidana. Al-Quran senantiasa memerhatikan empat hal, yaitu: (Abu Zahroh,1909)
a) Melindungi jiwa, akal, harta benda dan keturunan;
b) Meredam kemarahan orang yang terluka, lantaran ia dilukai;
c) Memberikan ganti rugi kepada orang yang terlukan atau keluarganya;
d) Menyesuaikan hukuman denga pelaku kejahatan, yakni bila pelaku kejahatan tersebut orangyang terhormat,
maka hukumannya menjadi berat, dan jika pelaku kejahatan tersebut orangrendahan, maka hukumannya
menjadi ringan.
Bahkan pengaturan dalam melakukan muamalah dengan nonmuslin juga diatur dalam Al-
Quran. Al-Quran membagi orang kafir menjdai tiga bagian (Abu Zahroh, 1999), yaitu:

a) Kafir dzimmy dan mu’ahad yaitu kafir yang telah mengikat perjanjian, sehingga Allah
SWT memerintahkan untuk bergaul dengan mereka sebagai sesama muslim;
b) Kafir musta’mam yaitu kafir yang dianggap aman/tidak membahayakan, sehingga
darah dan harta benda mereka haram sepanjang mereka masih tetap memegang teguh
perjanjian;
c) Kafir harby(musuh), dimana Allah SWT tetap memberikan hak-hak yang harus
dihormati atas harkat dan martabat kemanusiaan, hak persaudaraan kemanusiaan
(ukhuwah insaniyah), hak keadilan, hak perlakuan sepadan dengan memerhatikan
keutamaan/kemasalahan.

Dari tuntunan tersebut diketahui bahwa Islam memperlakukan nonmuslim sangatlah adil.
Sekaligus juga membuktikan Al-Quran memang seuatu bentuk pedoman yang sangat
lengkap dan bersifat universal
As-Sunah
As-Sunah ialah ucapan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah) serta ketetapan-ketetapan
(taqririyah) Nabi Muhammad saw merupakan sumber hukum islam kedua
setelah Al-Qur’an.
Dalam banyak hal, Al-Qur’an baru menjelaskan prinsip-prinsip umum yang
bersifat global atau universal. oleh karena itu, salah satu fungsi As-Sunah adalah
untuk menjelaskan dan menguraikan secara lebih terinci prinsip-prinsip yang
telah di sebutkan dalam Al-Qur’an dengan contoh-contoh aplikatif
Periwayatan Hadis

1. Hadis Mutawattir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang tidak
terhitung jumlahnya dan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong dengan perawi
yang sama banyaknya hingga sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad
SAW.

2. Hadis Masyhur, ialah hadis yang diriwayatkan dari Nabi, oleh seseorang, dua orang
atau lebih sedikit dari kalangan sahabat, atau diriwayatkan dari sahabat, oleh seorang
atau dua orang perawi kemudian itu tersebar luas hingga diriwayatkan oleh orang
banyak yang tidak mungkin bersepakat bohong

3. Hadis Ahad atau khabar Khassahah menurut Imam Syafi’i ialah setiap hadis yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW oleh seseorang, dua orang atau sedikit lebih
banyak, dan belum mencapai syarat hadis Masyhur
Menguatkan hukum yang telah di tetapkan dalam
01 Al-Qur’an

02 Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan


menjelaskan rincian ayat-ayat yang masih bersifat
umum
Fungsi As-
03 Membatasi kemutlakannya
Sunah
04
Menakhsiskan/mengkhususkan keumumannya

05 Menciptakan hukum baru yang tidak ada di dalam


Al-Qur’an
As-Sunah Sebagai Sumber Hukum

Ketaatan kepada Allah SWT harus diikuti dengan ketaatan kepada Rasul, sebaliknya,
ketaatan kepada Rasul harus diikuti pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga
keduanya merupakan dua hal yang tidak dapat di pisahkan.
Oleh karena itu, seorang muslim perlu melengkapi rujukan sumber Hukum Al-Qur’an
sebagai rujukan utama dengan As-Sunah.
IJMAK
Adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulallah saw, terhadap
hukum syara' yang bersifat praktis dan merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al
Quran dan As-Sunah

Jumhur ulama berpendapat, bahwa alasan dapat digunakannya ijmak sebagai sumber hukum
Islam adalah sebagai berikut :

1. Hadis-hadis menyatakan bahwa umat Muhammad tidak akan bersepakat terhadap


kesesatan. Oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang telah disepakati dapat
dijadikan argumentasi (hujjah)

2. Mengikuti jalan akidah orang bukan mukmin adalah beram, karena menentang Allah
SWT dan Rasul, dan diancam neraka jahanam. Dengan demikian, ijmak dapat dijadikan
hujjah yang dapat digunakan untuk menggali hukum syara' dari nash mash syara’
Tingkatan Ijmak
Menurut Imam Syafi'i tingkatan ijmak adalah sebagai berikut :

● Ijmak Sharih ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan "hukum ini telah
disepakati”, maka niscaya setiap ulama yang engkau temai akan mengatakan seperti apa yang
engkau katakan.
● Ijmak Sukuti ialah suatu pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid, kemudian
pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid yang hidup semasa dengan mujtahid
diatas, akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengingkarinya
● Ijmak pada Permasalahan Pokok, jika para ahli fikih yang hidup dalam satu masa berbeda
dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam hukum yang pokok maka seseorang
tidak boleh mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat-pendapat mereka
Terjadinya Ijmak

Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga ijmak dapat dijadikan


sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut.

1. Pada masa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang


mujtahid
2. Kesepakatan itu harus lah kesepakatan yang bulat
3. Seluruh mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka
putuskan itu dengan tidak memandang negara, kebangsaan dan
golongan mereka
4. Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut
baik lewat perkataan maupun perbuatan
Syarat-syarat Mujtahid
• Menguasai mu bahasa arah dengan segala cabangnya.
• Mengetahui nash-nash Al-Quran perihal hukum-hukum syariat yang dikandangnya, ayat-
ayat hukum, cara mengeluarkan hukum dari Al-Quran
• Mengetahui nash-nash Al-Hadis yaitu mengetahui hukum syariat yang didatangkan oleh Al-
Hadis dan mampu mengeluarkan hukum perbuatan orang mukalaf dari padanya
• Mengetahil maqashidus syari’ah (aduan syariah), tingkah laku dan adat kebiasaan manusia
yang mengandung maslahat dan kemudaratan.
Qiyas
Qiyas  diartikan dengan mengira-ngirakan atau menyamakan sedangkan meng-
qiyas-kan berarti mengira-ngirakan atau menyamakan sesuatu terhadap sesuatu
yang lain. Ada juga pendapat lain menurut para ulama, salah satunya menurut
Ulama usul fikih mendefinisikan qiyas sebagai menyamakan sesuatu yang tidak
ada nas hukumnya dengan sesuatu yang ada nas hukumnya hal ini di sebabkan
karena adanya persamaan ‘illat hukum. Suatu penerapan hukum analogis
terhadap suatu hukum yang serupa yang disebabkan oleh prinsip persamaan
‘illat yang dapat menghasilkan hukum yang sama pula.
Aplikasi Qiyas dalam Ekonomi Islam

Salah satu dari sekian aplikasi konsep Qiyas dalam dunia perbankan syari’ah
antara lain:
1. Qiyas Jaminan Fidusia Terhadap Bai’ al-Wafa
Bank syari’ah dengan segala produk layanannya dalam menjalankan kegiatan usahanya
juga berpedoman pada ketentuan perbankan secara umum maupun ketentuan lainnya
seperti pengaturan tentang jaminan fidusia yang diatur dalam UU nomor 42 Tahun 1999
tentang jaminan fidusia. Salah satu pembiayaan yang cukup berkembang pada
perbankan syari’ah adalah pembiayaan murabahah, karena pembebanannya dianggap
sederhana, mudah dan relatif cepat.
Dengan demikian, bila dalam pelaksanaan akad murabahah yang telah disepakati, debitur
melakukan wanprestasi maka kreditur penerima fidusia dapat melakukan eksekusi
sebagaimana diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Terkait hukumnya,
transaksi murabahah di bank syari’ah dengan menggunakan jaminan fidusia ini dapat di-
qiyas- kan dalam hukum bai’ al-wafa’. Bai’ al-wafa’ pada dasarnya adalah penjualan
komoditas dengan syarat bahwa penjual dibolehkan untuk mendapatkan komoditas
kembali saat membayar harganya.

Oleh karena itu, dalam bai’ al-wafa’, penjual dengan mengembalikan harga, dapat
menuntut kembali komoditas yang dijual, dan pembeli, dengan mengembalikan
komoditas yang dijual, bisa meminta harga yang harus
diganti. Dari sini, dalam konteks operasional metode qiyas, yang menjadi ashl adalah bai’
al-wafa’ dan furu’-nya adalah sama-sama jaminan untuk mendapatkan kepercayaan
mendapatkan pinjaman. Dengan begitu, hukum fidusia ini berdasarkan metode qiyas,
maka sama dengan hukum transaksi bai’ alwafa’.
2. Qiyas Tawarruq Terhadap Bai’ al-Inah
Menurut Wahbah al-Zuhaili, bai’ al-Inah adalah pinjaman yang direkayasa dengan
praktik jual beli. Misalnya, Salwa menjual mobilnya seharga Rp. 125.000.000.-,
kepada Najwa secara tempo dengan jangka waktu pembayaran 3 bulan mendatang.
Sebelum waktu pembayaran tiba, Salwa membelinya kembali dari Najwa dengan
harga Rp. 100.000.000.- secara kontan. Najwa menerima uang cash tersebut, tapi
ia tetap harus membayar Rp. 125.000.000.-, kepada Salwa untuk jangka waktu 3
bulan mendatang. Selisih Rp. 25.000.000.-, dengan adanya perbedaan waktu
merupakan tambahan ribawi yang diharamkan. Adapun hukum bai’ al inah identik
dengan ba’i al-ajal. Pada dasarnya, transaksi bai’ al inah menggunakan rekayasa
atau hilah akad-akad sah untuk melakukan riba, dengan tujuan mengeksploitasi
kelemahan orang lain.
Sementara transaksi tawarruq berarti seseorang membeli suatu barang atau komoditas
dari penjual (pertama) berdasarkan pembayaran tangguh atau tidak tunai, dengan
pengertian bahwa pembeli tersebut akan membayar harga yang telah disepakati secara
angsuran, atau dibayar secara penuh sekaligus di masa depan. 

Tawarruq terjadi ketika barang itu telah dibeli, dan pembeli itu langsung menjualnya
kembali ke pihak ketiga, tetapi bukan penjual pertama dengan harga tunai, yang lebih
rendah dari harga beli semula. Wahbah al-Zuhaili menegaskan karakteristik
dari tawarruq, yaitu tujuannya bykan untuk memperoleh komoditas tetapi digunakan
untuk menutupi niat memperoleh likuiditas, tawarruq dan inah pada dasarnya sama
sebagai praktik riba.
3. Qiyas Bunga Bank Terhadap Praktik Riba
Memahami bunga bank dari aspek legal dan formal dan secara induktif, berdasarkan
pelarangan terhadap larangan riba yang diambil dari teks (nash), dan tidak perlu
dikaitkan dengan aspek moral dalam pengharamannya. Paradigma ini, berpegang
pada konsep bahwa setiap utang-piutang yang disyaratkan adanya tambahan atau
manfaat dari modal adalah riba, meskipun tidak berlipat ganda. Oleh karena itu,
betapapun kecilnya, suku bunga bank tetap hukumnya haram sebagaimana
diharamkannya riba.
THANKS
ANY QUESTIONS?

Anda mungkin juga menyukai