Anda di halaman 1dari 20

Asuhan keperawatan pada stroke hemoragik

Kelompok 2
Kelas A
1. Cici nur oktaviani
2. Joanita Septrianty 3. Pinkin Assapinatus Sakinah
4. Syahla Noor Fadhilah
Pengertian
 Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal ( global ) dengan gejala- gejala
yang berlansung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain
yang jelas selain vaskuler.
 Stroke hemoragik adalah pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
daerah otak dan merusaknya. (Nabyl R.A 2012)
Anatomi dan Fisiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) di antaranya :
1. Faktor risiko medis.
2. Faktor resiko perilaku.

etiologi 3. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi.


4. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Manifestasi klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata
serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah.


2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran.
4. Afasia (kesulitan dalam bicara).
5. Disatria.
6. Diplopia.
7. Inkontinensia.
patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena
jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada
otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar
25% suplay oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan
terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan
perfusi serebral.

Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah
ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih
dari 4 menit. (Tarwoto, 2013).

Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi.
Pemeriksaan penunjang

Lumbal USG Sinar


Angiografi
pungsi Doppler tengkorak
serebral
MRI EEG
CT scan (Magnetic
Imaging
Resonance)
 KOMPLIKA  PENATAKLASAAN
SI

1.Hipoksia cerebral 1.Medis

2. Penurunan aliran
darah serebral dan 2.Keperawatan
luasnya area
cedera
3. Embolisme
serebral
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
A. PENGKAJIAN
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien Stroke Hemoragik meliputi :

1. Anamnesis terdiri dari identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

2. Keluhan Utama yang sering ditemukan pada klien dengan persyarafan seperti stroke hemoragik
adalah adanya penurunan kesadaran tiba-tiba, disertai gangguan bicara dan kelemahan
ekstremitas.

3. Riwayat Penyakit Sekarang, serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung secara


mendadak pada saat pasien melakukan aktivitasnya. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan tingkat kesadaran dalam hal perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi , sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi latargi, tidak responsive, dan koma.
4.
Lanjutan...
Riwayat Penyakit Dahulu Adanya hipertensi, riwayat stroke sebelumnnya, diabetes militus, penyakit
jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama penggunaan obat antikoagulan yang sering
digunakan pasien (obat-obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta). Adanya riwayat merokok dan
pengunaan alkohol.
5. Riwayat Penyakit Keluarga, Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes militus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tanda Tanda Vital
a) Tekanan Darah : Meningkat, biasanya pada pasien stroke hemoragik memiliki riwayat Hipertensi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
b) Nadi : Bervariasi, biasanya nadi normal.
c) Suhu : Biasanya tidak terjadi masalah.
d) Pernafasan : Normal / kadang meningkat (pada pasien stroke hemoragik terdapat gangguan pada
bersihan jalan nafas).
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(NANDA NIC NOC, 2018-2020)
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d
edema serebral.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler.
4. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi,
spastisitas, dan cedera otak.
Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Stroke Hemoragik dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral.
NO DX TUJUAN & KH INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
1 Gangguan 1. Status neurologis dalam NIC : 1. Memonitor tekanan intra kranial dan  S:
perfusi jaringan batas normal.   tinjau oksigen yang telah diberikan 2  Keluarga klien mengatakan
Serebral b.d • GCS : E4V5M6 1. Berikan penjelasan liter/m. masih lemah dan gelisah.
interupsi aliran • Sensorik : Klien kepada keluarga 2. Berikan penjelasan kepada keluarga
darah : mampu berbicara klien tentang sebab- klien tentang sebab-sebab gangguan  O:
gangguan dengan jelas sebab tentang perfusi jaringan otak dan akibatnya.  Klien tampak masih lemah.
oklusif, • Motorik 5 1 5 1 peningkatan TIK 3. Observasi dan catat TTV serta  Klien nyaman dengan
hemoragik: • Reflek : normal dan akibatnya. kelainan tekanan intra kranial tiap dua posisi kepala 30-25o.
vasospasme 2. Tanda-tanda vital normal 2. Baringkan klien jam.  TTV klien : TD: 160/110
serebral, edema • Tekanan darah : (tirah baring) total 4. Menganjurkan klien untuk mmHg, N:99x/i, R: 29x/i,
serebral. < 200/120. dengan posisi tidur menghindari batuk dan mengejan S: 36,5oC.
• Nadi normal : 60- terlentang tanpa yang berlebih saat BAB.  Klien terpasang oksigen 2
80x/menit. bantal. 5. Memantau TTV seperti catat adanya liter/m.
• Suhu normal : 36oC. 3. Monitor tanda-tanda hipertensi atau hipotensi.
• Respirasi rate : 12- status neurologis 6. Berikan posisi kepala 30-45o satu kali  A:
20x/menit. dengan GCS. dalam dua jam.  Masalah belum teratasi.
3. Kemampuan kognitif 4. Monitor tanda-tanda 7. Menciptakan lingkungan yang tenang
pasien meningkat : Klien vital seperti tekanan dan batasi pengunjung untuk melihat  P:
mampu berbicara jelas darah, nadi, suhu, klien.  Intervensi dilanjutkan.
dengan perawat dan orang dan frekuensi
lain. pernapasan serta
hati-hati pada
frekuensi sistolik.
NO DX TUJUAN & KH INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI

2. Hambatan Tujuan : Exercise therapy : 1. Mengkaji kemammpuan klien  S:


mobilitas fisik  Joint dalam melakukan aktifitas  Keluarga mengatakan klien masih belum
berhubungan movement: ambulation dengan cara mengobservasi bisa menggerakkan tangan dan kaki
dengan Active. 1. Mengkaji kemampuan klien. kirinya.
gangguan  Mobility level. 2. Mengubah posisi minimal  Keluarga klien mengatakan sangat senang
neuromuskuler.  Self care : klien dalam melakukan setiap 2 jam (telentang, karna di libatkan saat melakukan latihan
ADLs. aktifitas. miring). gerak terhadap klien.
 Transfer 3. Mengajarkan klien untuk
perfomance 2. Ubah posisi minimal melakukan latihan gerak aktif  O:
setiap 2 jam (telentang, pada ekstrimitas yang tidak  Klien tampak kesulitan menggerakkan
Kriteria hasil : sakit. anggota tubuh nya.
• Tidak terjadi miring). 4. Melakukan gerak pasif pada  -Klien tampak kurang merespon saat di
kontraktur 3. Ajarkan klien untuk ekstrimitas yang sakit dengan ajarkan latihan gerak Rom pasif
sendi. cara ROM pasif.  TTV klien: TD: 160/110 mmHg, N:99x/i,
• Bertambahnya melakukan latihan 5. Mengukur TTV klien yaitu R: 29x/i, S: 36,5oC .
kekuatan otot. ROM gerak aktif pada tekanan darah, nadi suhu dan
• Klien pernapasan sebelum dan  A:
menunjukkan ekstrimitas yang tidak sesudah tindakan mobilisasi.  Masalah belum teratasi.
tindakan untuk sakit. 6. Melibatkan keluarga dalam
meningkatkan melakukan latihan gerak  P:
mobilitas. 4. Lakukan gerak pasif dengan cara mengajarkan  Intervensi di lanjutkan.
pada ekstrimitas yang kluarga tentang gerakan Rom
pasif.
sakit.
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh (Anggriani, 2020) tentang Efektivitas Latihan Range Of Motion pada
Pasien Stroke di Rumah Sakit Siti Hajar. Peneliti tersebut meneliti sebanyak 20 peserta.
1. Karakterisitk Responden Beradasarkan Usia
Tabel 1. Karakterisitk Responden Beradasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
30-40 3 15
41-50 3 15
51-60 10 50
60-70 4 20
Total 20 100

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berusia 51 sampai 60 tahun yaitu sebanyak
10 orang (50%).
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
2. Karakterisitk Responden Beradasarkan Jenis Kelamin (n=20)
Tabel 2. Karakterisitk Responden Beradasarkan Jenis Kelamin (n=20)
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 12 60
Perempuan 8 40
Total 20 100
Besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (60%) dan perempuan sebanyak 8 orang (40%).
3. Kekuatan Otot Responden Sebelum dilakukan intervensi
Tabel 3. Kekuatan Otot Responden Sebelum dilakukan Intervensi
  Pre test Frekuensi Persentasi (%)
  0 1 5
1 8 40
  2 2 10
  3 8 40
  4 1 5
Total   20 100
Lanjutan HASIL penelitian
4. Kekuatan Otot Responden sesudah dilakukan intervensi
Tabel 4. Kekuatan Otot Responden sesudah dilakukan intervensi
  Post test Frekuensi Persentasi (%)
  1 1 5
  2 3 15
  3 5 25
  4 3 15
  5 8 40
Total   20 100

5. Nilai statistik Kekuatan Otot Responden sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (n=20)
Tabel 5. Nilai statistik Kekuatan Otot Responden sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Statistik Pre-test Post-test Peningkatan
Mean 2 3.80 1.80
Median 2 5 3
S. deviasi 1.124 1.305 0.181
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata (mean) peningkatan kekuatan otot antara sebelum dan 7 hari sesudah
diberikan intervensi sebesar 1,80. Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat mengaktifkan gerakan volunter, dimana
gerakan volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dari girus presentalis ke korda spinalis melalui neurotransmiter
yang mencapai ke otot dan menstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan (Perry’s; & Potter, 2012).
ANALISIS PENELITIAN
1. Hubungan Karakteristik Usia Responden Dengan Kejadian Stroke
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berusia 51 sampai 60 tahun yaitu sebanyak 10 orang (50%). Seseorang menderita stroke
karena memiliki faktor risiko stroke. Usia dikategorikan sebagai faktor risiko yang tidak dapat diubah. Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah
terkena stroke Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Setelah usia 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat tiap
dekade. Prevalensi meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8% pada kelompok usia 18 sampai 44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45 sampai
64 tahun, dan 8,1% pada kelompok usia 65 tahun (Rizaldy Pinzon, 2011).

2. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Responden Dengan Kejadian Stroke


Besar responden berjenis kelamin laki- laki sebanyak 12 orang (60%). Hasil tersebut didukung oleh Junaidi (2008, hlm.9) dan Pinzon et. al.
(2010, hlm.5), bahwa laki-laki cenderung lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3:1. Jenis kelamin merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya stroke, selain faktor-faktor tambahan lainnya yang dapat terjadinya stroke. Jenis kelamin laki-laki mudah terkena
stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki (Rizaldy Pinzon, 2011). Begitu juga
penelitian lainnya yang menyatakan bahwa dari jenis kelamin laki-laki usia dia atas 55 tahun lebih rentan terkena serangan stroke sebanyak 55,4 %
dibandikan jenis kelamin perempuan dari 85 sampel (Sofyan, Sihombing, & Hamra, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
mengungkapkan bahwa serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Ipaenin, 2018).
LANJUTAN ANALISIS PENELITIAN...
3. Hubungan Latihan Range of Motion dengan Kekeuatan Otot Pasien Stroke
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata (mean) peningkatan kekuatan otot antara sebelum dan 7 hari sesudah diberikan intervensi
sebesar 1,80. Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat mengaktifkan gerakan volunter. Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Perry’s; & Potter, 2012).
Pengkajian Serangan stroke infark biasanya
didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala
awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu
anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

KESIMPULAN
FROM GROUP 2

Xie xie

Anda mungkin juga menyukai