Anda di halaman 1dari 37

ASKEP POPULASI TERLANTAR

By: Dr. Riswani Tanjung, SKM, M. Kep, Ns. Sp. Kom


• Population at risk merupakan kumpulan orang yang memiliki
kemungkinan dan telah teridentifikasi atau ditentukan
meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu
peristiwa
• at risk sebagai kesempatan dan kemungkinan terjadi
bahaya, kehilangan, kesakitan atau kerugian akibat hal lain
• Populations at risk merupakan kemungkinan terhadap
munculnya suatu kejadian, seperti status kesehatan individu
yang terpapar oleh suatu faktor spesifik tertentu maka akan

• menderita suatu penyakit spesifik tertentu


• tersebut
• Populations at risk merupakan kumpulan dari orang-
orang yang memiliki beberapa kemungkinan yang
telah jelas teridentifikasi atau telah ditentukan
meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya
suatu peristiwa
• Identifikasi yang menyeluruh pada populasi risiko
membutuhkan suatu instrumen yang baik dalam
mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap
munculnya penyakit atau masalah
• Sekumpulan individu atau kelompok yang
memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu
untuk mengalami penyakit, cedera, atau
masalah kesehatan lainnya dibandingkan
dengan kelompok yang lainnya
• Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa populations at risk atau
populasi risiko adalah peluang munculnya
suatu kejadian penyakit pada suatu
kelompok dalam periode waktu tertentu
• Ekonomi yang memadai diperlukan dalam mencukupi
kebutuhan nutrisi dalam mengurangi keterbatasan kelainan
yang dialami terutama pada anak. Populasi penyakit pada anak
yang berasal dari keluarga miskin umumnya meningkat dan
mengarah kepada kelainan fisik
• Faktor lingkungan pada anak jalanan merupakan faktor risiko.
• Anak jalanan sangat rentan terhadap paparan lingkungan yang
kurang mendukung dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga berisiko untuk terkena penyakit
infeksi dalam jangka waktu cepat maupun lambat dan
tergantung pada status nutrisi dan imunitas (Anderson & Mc
Farlane, 2004).
• Perilaku higiene personal pada populasi anak merupakan
faktor at risk. anak umumnya memiliki personal hygiene
(higienitas seseorang) buruk, anak kurang menjaga
kebersihan tubuh.
• Perilaku kebersihan diri anak memerlukan intervensi dari
keluarga dalam monitoring dan bimbingan untuk pemenuhan
kebersihan diri.
• anak minimal mandi tiga kali sehari dengan sabun maka
kemungkinan besar akan terhindar dari penyebaran penyakit
• Tindakan tersebut dapat menghindarkan penularan penyakit
karena penyakit dapat ditularkan melalui saluran pernafasan
dan kulit yang kontak lama dan terus menerus.
• Kondisi kerentanan individu yang kurang menjaga
perilaku hidup bersih sehat dalam keluarga terutama
keluarga dengan penyakit akan mengakibatkan
individu berisiko untuk terkena penyakit lebih cepat.
• Kecacatan anak dari keluarga yang kurang
mendapatkan perhatian dalam pemenuhan kebersihan
kulit dan kebersihan diri akan lebih dini terjadi dari
pada anak dengan kebersihan yang adekuat
• Peningkatan perilaku anak jalanan dalam menjaga
kebersihan diri membutuhkan intervensi yang baik dari
pelayanan kesehatan.
• Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan suatu
kebutuhan yang sangat diperlukan pada populations
at risk penyakit.
• Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh anak
umumnya terjadi karena tempat tinggal terpencil
sehingga akan menambah risiko masalah pada
populasi penyakit tersebut
• Perawat komunitas dapat berperan dalam pencegahan
terhadap penyakit dengan melakukan pelayanan kesehatan
yang mengutamakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier
• Salah satu cara yang dapat perawat komunitas lakukan untuk
menjamin keberlanjutan suatu program atau pelayanan
kesehatan untuk menerapkan program promosi, proteksi, dan
prevensi adalah membentuk kemitraan
• Populasi anak sebagai population at risk membutuhkan
penanganan secara menyeluruh dalam mencegah penyakit
dengan melakukan tiga level pencegahan secara baik yaitu
• prevensi primer, sekunder, dan tersier
• Program promosi kesehatan dapat
dilakukan melalui program eradikasi.
• Program eradikasi penyakit dapat
dilakukan melalui pengurangan jumlah
anak terinfeksi di populasi, penahanan
sumber-sumber infeksi, dan pemecahan
rantai transmisi penyakit
.
• Program eradikasi penyakit ditujukan untuk
menangani permasalahan penyakit dan
penjangkauan anak pada daerah-daerah
yang sulit, sehingga memerlukan keterlibatan
pelayanan kesehatan masyarakat dan
dukungan dari pihak publik.
• Keterlibatan berbagai sektor di masyarakat
ditekankan pada tindakan promosi
kesehatan anak.
• Pelayanan kesehatan primer sebagai upaya pelayanan pada
populations at risk penyakit dapat diupayakan melalui
keperawatan komunitas.
• Perawat komunitas bertanggung jawab untuk melakukan
identifikasi kebutuhan, sumber, dan nilai yang dibutuhkan
pada populasi penyakit terkait dengan aspek promosi,
proteksi, dan prevensi.
• Perawat komunitas dapat menyusun pelayanan kesehatan
bagi populasi penyakit dan mengimplementasikan serta
mengevaluasi terhadap program yang disusun bersama
masyarakat.
POPULASI TERLANTAR
• Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di
tempat umum.
• Tuna Wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal
tetap dan layak, orang yang tidak mempunyai mata pencaharian
yang tetap dan layak atau orang yang berpindah-pindah tempat
tinggalnya dan berkeliaran di kota, makan dan minum
disembarangan tempat.
KARAKTERISTIK POPULASI TERLANTAR
• Indonesia masih tergolong Negara yang berkembang dan belum
mampu menyelesaikan masalah kemiskinan.
• Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada sampai saat ini
pengemis, gelandangan dan orang terlantar adalah masalah yang
harus di perhatikan lebih dari pemerintah, karena saat ini masalah
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan kota-kota besar.
Keberadaan PGOT saat ini
• semakin banyak dan sulit diatur, Mereka dapat ditemui diberbagai
pertigaan, perempatan, lampu merah dan tempat umum di kota-
kota besar, bahkan di kawasan pemukiman, sebagian besar dari
mereka menjadikan mengemis sebagai profesi.
• Hal ini tentu sangat mengganggu pemandangan dan
meresahkan masyarakat.
• Penyebab dari semua itu antara lain adalah jumlah
pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan
lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja
yang tidak selalu sama.
• Disamping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena
banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan
perusahaan atau pabrik.
• Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi
dengan maksud untuk merubah nasib, tapi sayangnya,
mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan
keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan
menambah tenaga yang tidak produktif di kota
• Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka
bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang
termasuk meminta-minta (mengemis).
• Demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2
memanfaatkan kolong jembatan, stasiun kereta api,
emperan toko, pemukiman kumuh dan lain
sebagainya untuk beristirahat, mereka tinggal tanpa
memperdulikan norma social.
Karakteristik dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
• Tidak memiliki tempat tinggal Kebanyakan dari gepeng dan
pengemis ini mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat
tinggal mereka ini biasa mengembara di tempat umum.
• Hidup di bawah garis kemiskinan, Para gepeng mereka tidak
memiliki pengahsialn tetap yang bis amenjamin untuk kehidupan
mereka kedepan bahkan untuk sehari hari saja mereka harus
mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk
kehidupannya.
• Hidup dengan penuh ketidak pastian, Para gepeng
mereka hidup mengelandang dan mengemis di setiap
harinya mereka ini sangat memprihatikan karena jika
mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan
sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu
BPJS untuk berobat dan lain lain.
• Memakai baju yang compang camping, Gepeng
bisanya tidak pernah mengunakan baju yang rapi
atau berdasi melaikan baju yang kumal dan dekil.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP POPULASI
TERLANTAR
• standar kehidupan yang rendah ini secara langsung mempengaruhi
tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa percaya diri mereka
yang tergolong orang miskin.
• Mereka diwarnai oleh mentalitas yang mendambakan pola
kehidupan bebas tanpa diikat oleh norma-norma sosial yang ada
sehingga dengan pola pikir yang demikian mereka serasa bebas
untuk memenuhi setiap kehendaknya misalkan: kawin tanpa harus
mengurus surat nikah, dengan begitu pun masyarakat tidak ada
yang menggunjingnya sebagai kumpul kebo.
• Kemiskinan sebagai realitas pada kaum tuna wisma sebenarnya
bukan sesuatu yang dikehendakinya.
• Unsur keterpaksaan lebih menunjukkan unsur relevansinya.
• Hal-hal yang melatar belakangi tuna wisma atau gelandangan
disebabkan faktor internal dan faktor eksternal.
• Faktor internal meliputi: malas, tidak mau bekerja keras, mental yang
tidak kuat, sedangkan faktor eksternal yaitu: faktor ekonomi, geografi,
sosial, pendidikan, kultural, lingkungan, dan agama.
• Artidjo Alkotsar (Suroto, 2004: 56) mengemukakan bahwa yang
melatar belakangi gelandangan dan tuna wisma yaitu:
• faktor ekonomi (kurangnya lapangan kerja, rendahnya pendapatan
perkapita dan tidak tercukupi kebutuhan hidup); daerah asal yang
minus dan tandus, sehingga tidak memungkinkan untuk pengolahan
lahan;
• faktor sosial, arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya
partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial;
• Gelandangan tidak saja merupakan penyakit sosial, tetapi juga merupakan
suatu masalah yang memerlukan penanganan dan pembinaan yang cukup
serius. Oleh karena ini apabila tidak segera ditangani maka penyakit
masyarakat ini akan merajarela, sehingga diperlukan suatu langkah positif
yang berupa tindakan penanganan dari pemerintah.
• Gambaran latar belakang timbulnya gelandangan dan tuna wisma tersebut di
atas jelas ada banyak faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh antara
lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesiapan
kerja (intern dan ekstern). Faktor yang berhubungan dengan urbanisasi yang
masih
• ditambah lagi dengan faktor pribadi, tidak perlu mengindahkan kaidah
normatif yang barlaku umum, biasanya hidup sesuai dengan keinginan
sendiri, biasanya memuaskan kebutuhan secara cepat, dapat dikatakan
mereka hidup dalam taraf primer.
STATUS KESEHATAN TUNAWISMA
• Kesehatan tuna wisma menjadi tanggung jawab
pemerintah dan semua pihak untuk menciptakan
derajat kesehatan warga negara yang optimal. Tuna
wisma juga merupakan klien yang patut mendapat
perhatian khusus bagi perawat kesehatan komunitas.
Teori Perawatan Diri banyak digunakan dalam ilmu
keperawatan untuk memberikan kerangka kerja
konseptual sebagai panduan praktik dan membangun
pengetahuan perawatan diri melalui riset.
STATUS KESEHATAN TUNAWISMA
• Orem mendeskripsikan perawatan diri sebagai
tindakan yang berkesinambungan yang diperlukan dan
dilakukan oleh orang dewasa untuk mempertahankan
hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini juga
digunakan dalam konteks tuna wisma oleh banyak ahli.
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep
Teori Perawatan Diri Orem, mendeskripsikan kondisi
perawatan diri tuna wisma, dan mengaplikasikan Teori
Perawatan Diri Orem dalam konteks tuna wisma.
• Tuna wisma, dengan segala kondisi lingkungan dan
kemampuan yang seadanya, melakukan perawatan diri
dengan seadanya pula. Hal ini menimbulkan banyak
masalah kesehatan yang muncul pada populasi tersebut.
Setiap warga negara berhak atas kesehatan tidak
terkecuali tuna wisma. Kesehatan tuna wisma menjadi
tanggung jawab pemerintah dan semua pihak untuk
menciptakan derajat kesehatan warga negara yang optimal.
Tuna wisma juga merupakan klien yang patut mendapat
perhatian khusus bagi perawat kesehatan komunitas.
• Kebutuhan Perawatan Diri pada Tuna Wisma Kebutuhan
perawatan diri merupakan hal yang tidak dapat dielakkan
mengingat kondisi minimnya perlindungan dari segi fisik dan
psikologis bagi mereka.
• Ditinjau dari jenis kebutuhan perawatan diri Orem, tuna
wisma mempunyai semua jenis kebutuhan yang ada.
Kebutuhan perawatan diri universal dibutuhkan oleh semua
tuna wisma sebagai manusia. Mulai dari kebutuhan udara,
cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat- aktivitas, menyendiri dan
interaksi sosial, serta pencegahan dari bahaya
• Kondisi tuna wisma membuat kebutuhan-kebutuhan perawatan tersebut
terganggu. Udara jalanan yang penuh dengan polusi, air yang kotor,
makanan yang kurang higienis, tempat eliminasi, interaksi sosial yang
keras, serta bahaya-bahaya fisik dan psikologis yang ditemui di jalanan
merupakan kebutuhan yang menjadi perhatian penting perawat.
• Kebutuhan perawatan diri perkembangan disesuaikan dengan tahap
perkembangan individu dan keluarga. Misalnya tahap perkembangan bayi
baru lahir hingga lansia sebagai individu, atau tahap perkembangan
keluarga pasangan baru menikah hingga keluarga dengan lansia.
• Tahap perkembangan ini perlu diperhatikan karena masingmasing tahap
perkembangan pada tuna wisma mempunyai karakteristik misalnya anak
jalanan yang sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terikat membutuhkan
strategi untuk menanamkan nilai-nilai dalam diri mereka.
• Gagalnya memenuhi tugas perkembangan akan mempengaruhi
tahap perkembangan selanjutnya. Kebutuhan perawatan diri
penyimpangan kesehatan diperlukan sesuai dengan kondisi-kondisi
masalah yang banyak ditemui pada tuna wisma. Misalnya masalah
anemia, malnutrisi, penyakit kulit, infeksi telinga, gangguan mata,
masalah gigi, infeksi saluran pernafasan atas, dan masalah
gastrointestinal. Masalah kesehatan mental yang ditemukan pada
tuna wisma anak- anak meliputi keterlambatan perkembangan,
depresi, ansietas, keinginan bunuh diri, gangguan tidur, pemalu,
penarikan diri, dan agresi. Perawat perlu mencari sumber masalah
dan berusaha menyelesaikan penyebab untuk mengatasi masalah
yang ada.
• Praktik keperawatan pada konteks tuna wisma
dilakukan karena kurangnya akses pelayanan
kesehatan yang tersedia bagi mereka. Pelayanan
yang dapat diberikan kepada mereka mencakup
pelayanan kesehatan primer, nutrisi, pelayanan legal,
peer education, bantuan finansial, dan konseling
NARKOBA. Perawat sebagai case manager
melakukan home visit (kunjungan ke tempat
persinggahan mereka) untuk melakukan pengkajian,
intervensi dan rujukan kepada agen perawatan diri
lain yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
yang ditemui.
FAKTOR PERILAKU DAN PSIKOSOSIAL YANG MENYEBABKAN MASALAH
KESEHATAN TUNAWISMA
• Kemiskinan, Antara lain : makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang
gizi, persediaan air yang kurang, tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
• Pendidikan yang rendah, kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua
tetapi tergantung dari kemampuan membiayai.
• Kawin muda, hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum
menikah diusia tertentu diangap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan,
orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawab dan
diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya.
• Seks bebas. Dari perilaku seksual usia dini anak jalanan perempuan, yang
mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahundan
ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri.
Pembinaan anak jalanan biasanya lebih menitik beratkan
pada aspek kapasitas mental, sosial dan penggalian potensi
yang dimiliki anak jalanan itu sendiri.
Upaya mengentaskan mereka tidak hanya bisa dengan
program pengamatan saja, namun harus ada penjangkauan
di jalan, assesmen, dan pengkajian masalah yang tepat
sehingga hasilnya benar-benar tuntas.
Harus mengetahui latar belakang dari mereka,
karena setiap anak jalanan memiliki latar belakang
yang tidak sama satu sama lainnya.
Memang bisa dimaklumi, bahwa penangana anak
jalanan cukup sulit karena mereka terdiri dari
beberapa kategori yang berbeda-beda.
Oleh karena itu penanganan mereka tidak boleh
dengan pendekatan yang sama, tetapi perlu dilihat
latar belakang masalah yang dihadapi mereka
masing-masing.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUNAWISMA
• Pengkajian
• Struktur dan sifat keluarga
• - Kepala keluarga (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, suku, pendidikan)
• Kebutuhan Nutrisi
• Cara menyaji makanan
• Kebiasaan mengolah air minum
• Kebiasaan keluarga mengelolah makanan
• Kebutuhan istirahat dan tidur
• Kebiasaan tidur dalam keluarga
• Ekonomi
• Sosial
• Pendidikan
• Psikologis
• Spiritual
• Faktor lingkungan
• Pemeriksaan status mental:
• Tingkat kesadaran: sadar/ tidak sadar
• Memori : mampu mengingat memori jangka pendek/ panjang
• Konsentrasi atau kalkulasi: daya kemampuan berhitung dan fokus
• Informasi dan intelegensi
• Penilaian: mampu membuat keputusan sendiri berbagai pilihan
dengan alasan tertentu/ tidak
•  
•Penghayatan atau insight: mampu memahami keadaan diri/ tidak
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
•Ketidak mampuan berhias atau berdandan ditandai dengan rambut
acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
•Ketidak mampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak
mampuan mengambil makanan sendiri, makan bececeran dan tidak
pada tempatnya.
•Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB/BAK.
• 
VIDEO
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai