• Population at risk merupakan kumpulan orang yang memiliki kemungkinan dan telah teridentifikasi atau ditentukan meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu peristiwa • at risk sebagai kesempatan dan kemungkinan terjadi bahaya, kehilangan, kesakitan atau kerugian akibat hal lain • Populations at risk merupakan kemungkinan terhadap munculnya suatu kejadian, seperti status kesehatan individu yang terpapar oleh suatu faktor spesifik tertentu maka akan
• menderita suatu penyakit spesifik tertentu
• tersebut • Populations at risk merupakan kumpulan dari orang- orang yang memiliki beberapa kemungkinan yang telah jelas teridentifikasi atau telah ditentukan meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu peristiwa • Identifikasi yang menyeluruh pada populasi risiko membutuhkan suatu instrumen yang baik dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap munculnya penyakit atau masalah • Sekumpulan individu atau kelompok yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu untuk mengalami penyakit, cedera, atau masalah kesehatan lainnya dibandingkan dengan kelompok yang lainnya • Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa populations at risk atau populasi risiko adalah peluang munculnya suatu kejadian penyakit pada suatu kelompok dalam periode waktu tertentu • Ekonomi yang memadai diperlukan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi dalam mengurangi keterbatasan kelainan yang dialami terutama pada anak. Populasi penyakit pada anak yang berasal dari keluarga miskin umumnya meningkat dan mengarah kepada kelainan fisik • Faktor lingkungan pada anak jalanan merupakan faktor risiko. • Anak jalanan sangat rentan terhadap paparan lingkungan yang kurang mendukung dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya sehingga berisiko untuk terkena penyakit infeksi dalam jangka waktu cepat maupun lambat dan tergantung pada status nutrisi dan imunitas (Anderson & Mc Farlane, 2004). • Perilaku higiene personal pada populasi anak merupakan faktor at risk. anak umumnya memiliki personal hygiene (higienitas seseorang) buruk, anak kurang menjaga kebersihan tubuh. • Perilaku kebersihan diri anak memerlukan intervensi dari keluarga dalam monitoring dan bimbingan untuk pemenuhan kebersihan diri. • anak minimal mandi tiga kali sehari dengan sabun maka kemungkinan besar akan terhindar dari penyebaran penyakit • Tindakan tersebut dapat menghindarkan penularan penyakit karena penyakit dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit yang kontak lama dan terus menerus. • Kondisi kerentanan individu yang kurang menjaga perilaku hidup bersih sehat dalam keluarga terutama keluarga dengan penyakit akan mengakibatkan individu berisiko untuk terkena penyakit lebih cepat. • Kecacatan anak dari keluarga yang kurang mendapatkan perhatian dalam pemenuhan kebersihan kulit dan kebersihan diri akan lebih dini terjadi dari pada anak dengan kebersihan yang adekuat • Peningkatan perilaku anak jalanan dalam menjaga kebersihan diri membutuhkan intervensi yang baik dari pelayanan kesehatan. • Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan pada populations at risk penyakit. • Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh anak umumnya terjadi karena tempat tinggal terpencil sehingga akan menambah risiko masalah pada populasi penyakit tersebut • Perawat komunitas dapat berperan dalam pencegahan terhadap penyakit dengan melakukan pelayanan kesehatan yang mengutamakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier • Salah satu cara yang dapat perawat komunitas lakukan untuk menjamin keberlanjutan suatu program atau pelayanan kesehatan untuk menerapkan program promosi, proteksi, dan prevensi adalah membentuk kemitraan • Populasi anak sebagai population at risk membutuhkan penanganan secara menyeluruh dalam mencegah penyakit dengan melakukan tiga level pencegahan secara baik yaitu • prevensi primer, sekunder, dan tersier • Program promosi kesehatan dapat dilakukan melalui program eradikasi. • Program eradikasi penyakit dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah anak terinfeksi di populasi, penahanan sumber-sumber infeksi, dan pemecahan rantai transmisi penyakit . • Program eradikasi penyakit ditujukan untuk menangani permasalahan penyakit dan penjangkauan anak pada daerah-daerah yang sulit, sehingga memerlukan keterlibatan pelayanan kesehatan masyarakat dan dukungan dari pihak publik. • Keterlibatan berbagai sektor di masyarakat ditekankan pada tindakan promosi kesehatan anak. • Pelayanan kesehatan primer sebagai upaya pelayanan pada populations at risk penyakit dapat diupayakan melalui keperawatan komunitas. • Perawat komunitas bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi kebutuhan, sumber, dan nilai yang dibutuhkan pada populasi penyakit terkait dengan aspek promosi, proteksi, dan prevensi. • Perawat komunitas dapat menyusun pelayanan kesehatan bagi populasi penyakit dan mengimplementasikan serta mengevaluasi terhadap program yang disusun bersama masyarakat. POPULASI TERLANTAR • Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. • Tuna Wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan layak, orang yang tidak mempunyai mata pencaharian yang tetap dan layak atau orang yang berpindah-pindah tempat tinggalnya dan berkeliaran di kota, makan dan minum disembarangan tempat. KARAKTERISTIK POPULASI TERLANTAR • Indonesia masih tergolong Negara yang berkembang dan belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan. • Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada sampai saat ini pengemis, gelandangan dan orang terlantar adalah masalah yang harus di perhatikan lebih dari pemerintah, karena saat ini masalah tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan kota-kota besar. Keberadaan PGOT saat ini • semakin banyak dan sulit diatur, Mereka dapat ditemui diberbagai pertigaan, perempatan, lampu merah dan tempat umum di kota- kota besar, bahkan di kawasan pemukiman, sebagian besar dari mereka menjadikan mengemis sebagai profesi. • Hal ini tentu sangat mengganggu pemandangan dan meresahkan masyarakat. • Penyebab dari semua itu antara lain adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja yang tidak selalu sama. • Disamping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan perusahaan atau pabrik. • Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan menambah tenaga yang tidak produktif di kota • Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta (mengemis). • Demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka 2 memanfaatkan kolong jembatan, stasiun kereta api, emperan toko, pemukiman kumuh dan lain sebagainya untuk beristirahat, mereka tinggal tanpa memperdulikan norma social. Karakteristik dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu : • Tidak memiliki tempat tinggal Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal mereka ini biasa mengembara di tempat umum. • Hidup di bawah garis kemiskinan, Para gepeng mereka tidak memiliki pengahsialn tetap yang bis amenjamin untuk kehidupan mereka kedepan bahkan untuk sehari hari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya. • Hidup dengan penuh ketidak pastian, Para gepeng mereka hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya mereka ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu BPJS untuk berobat dan lain lain. • Memakai baju yang compang camping, Gepeng bisanya tidak pernah mengunakan baju yang rapi atau berdasi melaikan baju yang kumal dan dekil. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP POPULASI TERLANTAR • standar kehidupan yang rendah ini secara langsung mempengaruhi tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa percaya diri mereka yang tergolong orang miskin. • Mereka diwarnai oleh mentalitas yang mendambakan pola kehidupan bebas tanpa diikat oleh norma-norma sosial yang ada sehingga dengan pola pikir yang demikian mereka serasa bebas untuk memenuhi setiap kehendaknya misalkan: kawin tanpa harus mengurus surat nikah, dengan begitu pun masyarakat tidak ada yang menggunjingnya sebagai kumpul kebo. • Kemiskinan sebagai realitas pada kaum tuna wisma sebenarnya bukan sesuatu yang dikehendakinya. • Unsur keterpaksaan lebih menunjukkan unsur relevansinya. • Hal-hal yang melatar belakangi tuna wisma atau gelandangan disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. • Faktor internal meliputi: malas, tidak mau bekerja keras, mental yang tidak kuat, sedangkan faktor eksternal yaitu: faktor ekonomi, geografi, sosial, pendidikan, kultural, lingkungan, dan agama. • Artidjo Alkotsar (Suroto, 2004: 56) mengemukakan bahwa yang melatar belakangi gelandangan dan tuna wisma yaitu: • faktor ekonomi (kurangnya lapangan kerja, rendahnya pendapatan perkapita dan tidak tercukupi kebutuhan hidup); daerah asal yang minus dan tandus, sehingga tidak memungkinkan untuk pengolahan lahan; • faktor sosial, arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial; • Gelandangan tidak saja merupakan penyakit sosial, tetapi juga merupakan suatu masalah yang memerlukan penanganan dan pembinaan yang cukup serius. Oleh karena ini apabila tidak segera ditangani maka penyakit masyarakat ini akan merajarela, sehingga diperlukan suatu langkah positif yang berupa tindakan penanganan dari pemerintah. • Gambaran latar belakang timbulnya gelandangan dan tuna wisma tersebut di atas jelas ada banyak faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh antara lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesiapan kerja (intern dan ekstern). Faktor yang berhubungan dengan urbanisasi yang masih • ditambah lagi dengan faktor pribadi, tidak perlu mengindahkan kaidah normatif yang barlaku umum, biasanya hidup sesuai dengan keinginan sendiri, biasanya memuaskan kebutuhan secara cepat, dapat dikatakan mereka hidup dalam taraf primer. STATUS KESEHATAN TUNAWISMA • Kesehatan tuna wisma menjadi tanggung jawab pemerintah dan semua pihak untuk menciptakan derajat kesehatan warga negara yang optimal. Tuna wisma juga merupakan klien yang patut mendapat perhatian khusus bagi perawat kesehatan komunitas. Teori Perawatan Diri banyak digunakan dalam ilmu keperawatan untuk memberikan kerangka kerja konseptual sebagai panduan praktik dan membangun pengetahuan perawatan diri melalui riset. STATUS KESEHATAN TUNAWISMA • Orem mendeskripsikan perawatan diri sebagai tindakan yang berkesinambungan yang diperlukan dan dilakukan oleh orang dewasa untuk mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini juga digunakan dalam konteks tuna wisma oleh banyak ahli. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep Teori Perawatan Diri Orem, mendeskripsikan kondisi perawatan diri tuna wisma, dan mengaplikasikan Teori Perawatan Diri Orem dalam konteks tuna wisma. • Tuna wisma, dengan segala kondisi lingkungan dan kemampuan yang seadanya, melakukan perawatan diri dengan seadanya pula. Hal ini menimbulkan banyak masalah kesehatan yang muncul pada populasi tersebut. Setiap warga negara berhak atas kesehatan tidak terkecuali tuna wisma. Kesehatan tuna wisma menjadi tanggung jawab pemerintah dan semua pihak untuk menciptakan derajat kesehatan warga negara yang optimal. Tuna wisma juga merupakan klien yang patut mendapat perhatian khusus bagi perawat kesehatan komunitas. • Kebutuhan Perawatan Diri pada Tuna Wisma Kebutuhan perawatan diri merupakan hal yang tidak dapat dielakkan mengingat kondisi minimnya perlindungan dari segi fisik dan psikologis bagi mereka. • Ditinjau dari jenis kebutuhan perawatan diri Orem, tuna wisma mempunyai semua jenis kebutuhan yang ada. Kebutuhan perawatan diri universal dibutuhkan oleh semua tuna wisma sebagai manusia. Mulai dari kebutuhan udara, cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat- aktivitas, menyendiri dan interaksi sosial, serta pencegahan dari bahaya • Kondisi tuna wisma membuat kebutuhan-kebutuhan perawatan tersebut terganggu. Udara jalanan yang penuh dengan polusi, air yang kotor, makanan yang kurang higienis, tempat eliminasi, interaksi sosial yang keras, serta bahaya-bahaya fisik dan psikologis yang ditemui di jalanan merupakan kebutuhan yang menjadi perhatian penting perawat. • Kebutuhan perawatan diri perkembangan disesuaikan dengan tahap perkembangan individu dan keluarga. Misalnya tahap perkembangan bayi baru lahir hingga lansia sebagai individu, atau tahap perkembangan keluarga pasangan baru menikah hingga keluarga dengan lansia. • Tahap perkembangan ini perlu diperhatikan karena masingmasing tahap perkembangan pada tuna wisma mempunyai karakteristik misalnya anak jalanan yang sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terikat membutuhkan strategi untuk menanamkan nilai-nilai dalam diri mereka. • Gagalnya memenuhi tugas perkembangan akan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya. Kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan diperlukan sesuai dengan kondisi-kondisi masalah yang banyak ditemui pada tuna wisma. Misalnya masalah anemia, malnutrisi, penyakit kulit, infeksi telinga, gangguan mata, masalah gigi, infeksi saluran pernafasan atas, dan masalah gastrointestinal. Masalah kesehatan mental yang ditemukan pada tuna wisma anak- anak meliputi keterlambatan perkembangan, depresi, ansietas, keinginan bunuh diri, gangguan tidur, pemalu, penarikan diri, dan agresi. Perawat perlu mencari sumber masalah dan berusaha menyelesaikan penyebab untuk mengatasi masalah yang ada. • Praktik keperawatan pada konteks tuna wisma dilakukan karena kurangnya akses pelayanan kesehatan yang tersedia bagi mereka. Pelayanan yang dapat diberikan kepada mereka mencakup pelayanan kesehatan primer, nutrisi, pelayanan legal, peer education, bantuan finansial, dan konseling NARKOBA. Perawat sebagai case manager melakukan home visit (kunjungan ke tempat persinggahan mereka) untuk melakukan pengkajian, intervensi dan rujukan kepada agen perawatan diri lain yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang ditemui. FAKTOR PERILAKU DAN PSIKOSOSIAL YANG MENYEBABKAN MASALAH KESEHATAN TUNAWISMA • Kemiskinan, Antara lain : makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi, persediaan air yang kurang, tidak mendapatkan pelayanan yang baik. • Pendidikan yang rendah, kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. • Kawin muda, hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah diusia tertentu diangap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawab dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. • Seks bebas. Dari perilaku seksual usia dini anak jalanan perempuan, yang mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahundan ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Pembinaan anak jalanan biasanya lebih menitik beratkan pada aspek kapasitas mental, sosial dan penggalian potensi yang dimiliki anak jalanan itu sendiri. Upaya mengentaskan mereka tidak hanya bisa dengan program pengamatan saja, namun harus ada penjangkauan di jalan, assesmen, dan pengkajian masalah yang tepat sehingga hasilnya benar-benar tuntas. Harus mengetahui latar belakang dari mereka, karena setiap anak jalanan memiliki latar belakang yang tidak sama satu sama lainnya. Memang bisa dimaklumi, bahwa penangana anak jalanan cukup sulit karena mereka terdiri dari beberapa kategori yang berbeda-beda. Oleh karena itu penanganan mereka tidak boleh dengan pendekatan yang sama, tetapi perlu dilihat latar belakang masalah yang dihadapi mereka masing-masing. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUNAWISMA • Pengkajian • Struktur dan sifat keluarga • - Kepala keluarga (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, pendidikan) • Kebutuhan Nutrisi • Cara menyaji makanan • Kebiasaan mengolah air minum • Kebiasaan keluarga mengelolah makanan • Kebutuhan istirahat dan tidur • Kebiasaan tidur dalam keluarga • Ekonomi • Sosial • Pendidikan • Psikologis • Spiritual • Faktor lingkungan • Pemeriksaan status mental: • Tingkat kesadaran: sadar/ tidak sadar • Memori : mampu mengingat memori jangka pendek/ panjang • Konsentrasi atau kalkulasi: daya kemampuan berhitung dan fokus • Informasi dan intelegensi • Penilaian: mampu membuat keputusan sendiri berbagai pilihan dengan alasan tertentu/ tidak • •Penghayatan atau insight: mampu memahami keadaan diri/ tidak Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor. •Ketidak mampuan berhias atau berdandan ditandai dengan rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan. •Ketidak mampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak mampuan mengambil makanan sendiri, makan bececeran dan tidak pada tempatnya. •Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK. • VIDEO TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA