Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KERUSAKAN

DAS CITARUM
DISUSUN OLEH : NISA ANDAN RESTUTI, ST
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS
terbesar dan terpanjang di Provinsi Jawa Barat. Sungai
Citarum berasal dari mata air dari Gunung Wayang yang
mengalir ke bagian tengah Provinsi Jawa Barat dari selatan
ke arah utara sepanjang 269 Km hingga akhirnya bermuara
di Laut Jawa.
Secara geografis berada 106o51’36” – 107o51’
BT dan 7o19’ – 6o24’ LS, dengan jumlah
penduduk sebesar 15.303.758 jiwa (Data BPS
2009). Daerah Aliran Sungai Citarum meliputi 5
DAS yaitu DAS Citarum, DAS Cipunegara, DAS
Cimalaya, DAS Cilalanang, dan DAS Ciasem
yang melalui 9 Kabupaten dan 3 Kota meliputi
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Karawang, sebagian
Kabupaten Sumedang, sebagian Kabupaten
Cianjur, sebagian Kabupaten Bekasi, sebagian
Kabupaten Indramayu, serta Kota Bandung,
Kota Bekasi, dan Kota Cimahi.
Permasalahan yang terjadi di DAS Citarum pada
dasarnya diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk
yang tidak terkendali yang berakibat pada
meningkatnya eksploitasi ruang dan sumber daya air.
Penduduk di Cekungan Bandung tumbuh pada kisaran
3% pertahun, sebagai pengaruh migrasi ke daerah
dengan pertumbuhan yang cepat.

Tingginya pertumbuhan penduduk ini menyebabkan


terjadinya peningkatan lahan kritis akibat perubahan
tata guna lahan, sehingga Citarum termasuk DAS
utama di Jawa Barat yang memiliki luasan lahan kritis
yang tinggi. Kerusakan banyak diakibatkan
penggundulan lahan serta pencemaran industri dan
rumah tangga yang berdampak terhadap terjadinya
bencana banjir, kekeringan, dan menurunnya kualitas
air di sepanjang Sungai Citarum.
PERMASALAHAN DI ZONA CITARUM HULU

DAS Citarum Hulu secara geomorfologi


merupakan “Cekungan Bandung”
meliputi wilayah seluas kurang lebih
181.027 Ha.
Permasalahan di daerah Citarum Hulu
disebabkan oleh:
• Berkurangnya fungsi kawasan lindung;
• Berkembangnya permukiman tanpa
perencanaan yang baik; dan
• Budidaya pertanian yang tidak sesuai
kaidah konservasi.
Permasalahan utama lainnya di bagian
hulu DAS Citarum meliputi:
• Degradasi fungsi konservasi sumber
daya air seperti luas lahan kritis
mencapai 26.022 Ha yang
mengakibatkan aliran permukaan
sebesar 3.632 juta m3/tahun serta
sedimentasi sebesar 7.899 ton/Ha;
• Tingkat pengambilan air tanah di luar
kendali dimana sebagian besar
pengambilan air tanah tidak
teregistrasi.
PERMASALAHAN DI ZONA CITARUM TENGAH
Tingginya pertumbuhan penduduk di
Cekungan Bandung (Citarum Hulu)
berdampak terhadap bertambahnya
pembuangan limbah domestik tanpa
pengolahan, pembuangan sampah dan limbah
industri yang menambah beban pencemaran
ke Sungai Citarum. Berdasarkan data yang
ada rata-rata produksi sampah sebesar 6.500
m3/hari, dimana 1.500 m3 diantaranya tidak
dikumpulkan dan dibuang secara benar.
Dengan demikian sampah yang tidak
dikumpulkan dan tidak dibuang secara benar
akan masuk ke sistem drainase dan sungai.
Selain itu, maraknya usaha keramba jaring apung memperburuk
pencemaran air di Waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda yang
disebabkan oleh pemberian makanan ikan jaring apung yang tidak
tepat dan berlebihan sehingga menambah beban limbah yang
menumpuk di dasar waduk serta membahayakan kelangsungan
instalasi PLTA akibat korosif.
PERMASALAHAN DI ZONA CITARUM HILIR

Permasalahan di Citarum hilir disebabkan


oleh:
• Alih fungsi lahan dari lahan pertanian
menjadi pemukiman akibat berkembangnya
pemukiman tanpa perencanaan yang baik;
• Terjadinya degradasi prasarana jaringan
prasarana pengendali banjir;
• Menurunnya fungsi prasarana jaringan
irigasi;
• Kurangnya prasarana pengendali banjir di
muara; dan
• Terjadinya abrasi pantai di muara.
SOLUSI
Solusi penanganan DAS Citarum dilakukan melalui
pendekatan struktural dan non struktural serta sosiokultural
simultan hulu hilir dengan sinergi multi sektor bersama
masyarakat secara terintegrasi dalam wadah koordinasi
badan strategis pengelolaan DAS Citarum. Pendekatan non
struktural meliputi manajemen hulu DAS, penataan ruang,
pengendalian erosi dan alih fungsi lahan, perizinan
pemanfaatan lahan, pemberdayaan masyarakat kawasan
hulu, manajemen daerah rawan banjir, peningkatan
kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat untuk
penanggulangan banjir, pengendalian penggunaan air
tanah, pengelolaan dan perbaikan kualitas air sungai.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai