Keluarga
‘Karena eksploitasi dari satu kelas terhadap kelas lainnya adalah basis peradaban, maka
seluruh perkembangannya bergerak di dalam kontradiksi yang berkelanjutan.’ Frederick
Engels
Dalam tulisan ini, Engels menggunakan data-data penemuan yang dimiliki oleh antropolog
Lewis Henry Morgan[3] dan Johan Jakob Bachofen.[4] Ia mampu mengkombinasikan data-
data dari kedua antropolog tersebut serta dibaca dan diolah dengan metode materialisme
dialektis dan historis sehingga terbitlah The Origin of Family, Private Property The State.
Engels berusaha menunjukan bahwa masyarakat yang hadir hari ini bukanlah masyarakat
yang sama dengan masyarakat yang pernah ada sebelumnya, atau dengan kata lain
masyarakat tidaklah statis dan terus berubah. Asal Usul Keluarga juga sering digunakan
oleh para aktivis feminisme dalam perjuangan mereka. Maka dari itu, dalam tulisan ini saya
akan mengaitkan Asal Usul Keluarga dengan fenomena gender, khususnya feminisme.
Lanjutan
Laki-laki dan perempuan sudah hadir sebagai pemeran utama di bumi ini sejak beralihnya mereka
dari cara hidup yang arboreal[5] hingga ke terrestrial[6] dalam kisah panjang evolusi.
Seiring perkembangan zaman, mereka saling melengkapi satu sama lain, bereproduksi terus
menerus hingga meramaikan bumi. Namun, dewasa ini keduanya seakan terpisah.
Ada jarak diantara laki-laki dan perempuan. Selain dari jenis kelamin, juga ada jarak yang
dinamakan dengan gender.
Jarak yang seakan alamiah, sehingga mereka pun kini membedakan dan menyebutnya dengan
sebutan ‘pria dan wanita’.
Pengertian jenis kelamin atau seks menurut Mansour Fakih (1996) adalah pensifatan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis. Misalnya, jenis laki-laki
memiliki penis, memproduksi sperma dan memiliki jakun. Sedangkan, jenis perempuan memiliki
vagina, memiliki ovarium dan payudara sebagai alat menyusui. Jenis kelamin ini, seperti
disebutkan oleh Mansour Fakih, secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan
biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat (Mansour Fakih, 1996:8).
Sedangkan gender merupakan suatu sifat yang melekat pada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan secara kultural.
Akhir-akhir ini, mulai dari pakaian, toilet, angkutan umum, hingga benda seperti deodorant pun
dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini menciptakan jarak, dan jarak ini
menjadi kesenjangan. Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan ini akhirnya berujung pada
pertentangan. Ada apa sesungguhnya dibalik fenomena gender ini? Melalui karya Engels inilah
saya akan menunjukan apa yang sesungguhnya terdapat dibalik fenomena serta konflik-konflik
yang berkaitan dengan gender.
Lanjutan
Akhir-akhir ini, mulai dari pakaian, toilet, angkutan umum,
hingga benda seperti deodorant pun dipisahkan antara laki-
laki dan perempuan. Perbedaan ini menciptakan jarak, dan
jarak ini menjadi kesenjangan. Kesenjangan antara laki-laki
dan perempuan ini akhirnya berujung pada pertentangan. Ada
apa sesungguhnya dibalik fenomena gender ini? Melalui
karya Engels inilah saya akan menunjukan apa yang
sesungguhnya terdapat dibalik fenomena serta konflik-konflik
yang berkaitan dengan gender.
Sumbangan Marxisme untuk Gender
Kini pertanyaan yang muncul: sesungguhnya ada apa dibalik pertentangan ini?
Apakah pertentangan ini baru saja hadir dalam sejarah manusia? Mungkin kali ini
kita akan menjawab pertanyaan ini melalui beberapa teori yang disebut dengan
teori konflik. Banyak teori konflik, atau yang Mansour Fakih (1996) sebut dengan
paradigma konflik dalam Feminisme. Diantara berbagai teori yang ada adalah
feminisme radikal, feminisme marxis, feminisme sosialis, eco feminism, black
feminism, muslim feminism dan lain-lain.[7] Dalam kesempatan ini kita akan
mulai membahas dari awal teori konflik, yaitu dari filsafat Hege
Filsafat Hegel adalah filsafat yang menekankan pada relasi internal. Relasi
internal merupakan pandangan yang melihat bahwa esensi atau identitas sesuatu
dikonstitusikan oleh relasinya dengan hal yang lain dan ini berlaku universal.[8]
Contohnya adalah pernyataan buku adalah bukan botol, sehingga identitas buku
hanya dapat hadir apabila direlasikan dengan benda-benda yang bukan buku.
Hegel menyebut ini dengan negasi internal.[9] Dalam buku itu terdapat identitas
buku itu sendiri dan bukan buku. Hegel juga mengembangkan teori yang disebut
dengan dialektika, yaitu ketika suatu tesis selalu memunculkan antitesis yang
pada akhirnya melahirkan sintesis, yang kelak sintesis tersebut akan menjadi tesis
yang akan ditentang kembali oleh antitesis.
Lanjutan
Meski pandangan filsafat Hegel sudah dibantah, filsafat ini cukup berpengaruh kepada
pemikir-pemikir yang lain selanjutnya.
Salah satu pemikir tersebut ialah Karl Marx dan kawan seperjuangannya, Frederick Engels.
Marx mengembangkan pandangan dialektika dari Hegel melalui tulisannya pada tahun 1845
yaitu Theses on Feuerbach.
Tak hanya mengembangkan, Marx juga melengkapi dengan menggabungkan pandangannya
tentang relasi internal Hegel dengan Hupokeimenon[10] yang diwariskan oleh filsafat
Aristoteles.
Sehingga cara berpikir Marx yaitu esensi dari benda-benda mengkondisikan relasi-
relasinya.
Berbeda dari Hegel yang menjelaskan sifat hadir terlebih dahulu dibanding adanya sesuatu,
Marx berangkat dari adanya sesuatu terlebih dahulu yang menjadi landasan bagi
keberadaan sifat-sifat tersebut.
Marx sampai kepada suatu ontologi yang disebut dengan materialisme historis, yaitu
basis atau realitas alam mengkondisikan supratruktur atau realitas sosial. Namun,
tidak menutup kemungkinan bagi suprastruktur untuk mengkondisikan basis, sejauh
memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan.
Lanjutan
Marx menjelaskan dalam The German Ideology (1847) bahwa premis pertama dari sejarah
manusia ialah keberadaan manusia yang hidup.
Mereka mulai dibedakan dari hewan ketika mereka menciptakan sarana pemenuhan
kebutuhannya.[11] Karena tidak seperti mamalia lainnya, manusia memiliki keterbatasan
fisik.
Maka manusia membutuhkan sarana penyokong kehidupannya. Sarana kebutuhan yang
dibuatnya tersebut sudah pasti berasal dari alam.
Alam sebagai penyokong kehidupan manusia dan manusia menggunakan alam tersebut
untuk mengkondisikan hidupnya.
Maka terciptalah kegiatan produksi, atau kerja, yaitu kegiatan mengolah benda-benda yang
berada di luar diri manusia.
Di sinilah pertemuan antara realitas alam dan realitas sosial, melalui produksi memenuhi
kebutuhan, yang tak lain adalah kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat dilihat dari apa yang
disebut Marx dengan basis atau mode produksi suatu masyarakat.
Lalu, dalam mode produksi tersebut terdapat relasi produksi dan kekuatan produksi. Oleh
karena itu mode produksi merupakan penghubung antara realitas alam dengan realitas
sosial itu sendiri.
Lanjutan
Dalam tulisannya Pre-Capitalist Economic Formations (1857), Marx memaparkan bahwa dalam
sejarah perkembangan masyarakat manusia terdapat banyak jenis-jenis mode produksi.
Salah satunya mode produksi komune primitif, asiatik, romawi-yunani atau antik yang nantinya
akan beralih bertahap menjadi mode produksi feodalisme dan setelah itu berkembang menjadi
kapitalisme.
Setiap mode produksi diatas memiliki relasi produksi dan kekuatan produksinya masing-
masing.
Kapitalisme merupakan mode produksi terbaru dan termutakhir diantara mode produksi yang
pernah ada sebelumnya.
Kapitalisme memiliki relasi produksi kerja upahan dan kekuatan produksi seperti modal, uang,
tanah dan lain-lain, sehingga membuatnya menjadi mode produksi paling rasional.
Namun, peralihan-peralihan ini tidak dengan sendirinya karena takdir Yang Maha Kuasa,
melainkan peralihan ini dikondisikan oleh manusia yang dalam sejarah merupakan peran
utamanya.
Dalam kisah panjang ini pasti ada yang kalah dan ada yang menang, ada yang menindas dan ada
yang ditindas, ada juga yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi.
Dalam istilah Marx, dalam kapitalisme terciptalah dua kelas yaitu kapitalis yang memiliki sarana
produksi dan proletariat yang tidak memiliki sarana produksi. Di sini pertentangan pun terjadi
sangat kontras. Di satu sisi, untuk kepentingan produksi komoditi, kapitalis membutuhkan kerja dari
kaum proletariat, di sisi yang lain, proletariat tak memiliki sarana produksi untuk hidup sehingga
hanya bisa hidup dengan menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis.
Lanjutan
Seperti juga Marx, menurut Lewis H. Morgan, dalam sejarahnya manusia melewati tahap-tahap
perkembangan dari Masa Kebuasan, Masa Barbarisme dan Masa Peradaban.[12] Ini yang
kemudian akan kita bahas di sini, dimana
Engels menggabungkan pemikiran materialisme historisnya dengan tahapan sejarah serta catatan-
catatan yang dipaparkan Lewis H. Morgan melalui karyanya The Origin of the Family, Private
Property, and The State (1884).
Dalam karya ini Engels membuktikan beberapa penemuan yang sebelumnya dipaparkan oleh J. J.
Bachofen yaitu analisis tentang perubahan bentuk-bentuk keluarga dan pertalian darah didalamnya.
Hal ini mengingat keluarga merupakan prasyarat dari penggunaan tanah untuk sarana produksi dan
karenanya pula tercipta pembagian kerja.[13]
Menurut Engels, bentuk keluarga yang ada hari ini adalah merupakan bentuk keluarga yang
diciptakan dalam sejarah.
Bentuk keluarga juga memiliki tahap-tahap perkembangannya yaitu dari yang paling primitif yaitu
keluarga Consanguine, keluarga Punaluan, keluarga Pairing atau keluarga Berpasangan dan
keluarga Monogami.
Dengan permasalahan gender yang dewasa ini mulai hangat dibicarakan, penjelasan dalam tulisan
Engels ini nampaknya dapat menyentil kebudayaan kita hari ini, karena bebapa penjelasan dan
bukti yang diberikan berbeda dengan yang hari ini kita alami.
Asal Usul Keluarga
Tahap perkembangan keluarga paling awal adalah 1) keluarga Konsanguin
(Consanguine).
Engels menjelaskan bahwa dalam tahap ini manusia masih mengawini
kerabat dalam satu keluarga dekat. Mereka saling kawin antar laki-laki dan
perempuan.
Seorang laki-laki dapat mengawini perempuan serta lebih dari satu, begitu
juga perempuan dapat mengawini laki-laki lebih dari satu.
Anak-anak mereka merupakan saudara kandung dan dapat juga menikah
antar mereka.
Mereka semua merupakan suami dan istri untuk semua dan mereka semua
juga kakak beradik.
Mereka hanya dipisahkan lewat usia. Misal, generasi kakek, generasi anak,
dan generasi cucu.
Sayangnya, contoh untuk keluarga Konsanguin ini sudah tak dapat lagi
ditemukan, karena bentuk keluarga ini merupakan bentuk keluarga paling
awal dalam sejarah manusia.
Lanjutan
Dalam 2) keluarga Punaluan, yaitu perkembangan keluarga setelah keluarga Konsanguin,
Anggota keluarga mengenali pemisahan antara ayah, ibu dan anak-anaknya seperti dalam
bentuk keluarga sebelumnya.
Dalam keluarga ini juga sudah adanya pembatasan perkawinan, seperti contohnya
pelarangan perkawinan antara saudara kandung atau kakak beradik khususnya yang
masih satu keturunan dari satu ibu.
Pelarangan perkawinan antara saudara sedarah pun akhirnya berkembang menjadi
pelarangan perkawinan dengan sepupu.
Pelarangan tersebut berkembang dalam peraturan-peraturan. Dalam keluarga ini
dimulailah apa yang disebut dengan gens.
Mereka yang merupakan kumpulan dari anak perempuan keturunan ibu mewarisi apa
yang disebut dengan gens tersebut, sedangkan anak laki-laki tidak mewarisinya.
Mengapa?
Karena seorang anak tak mengenal siapa ayahnya, namun ia mengenal siapa ibunya dan
hanya ibu yang juga mengenal siapa saja anak-anaknya.
Melalui apa yang disebut dengan mother-right gens mereka tinggal dalam suatu keluarga
yang satu keturunan ibu.[14]
Mereka mengelola tanah, rumah, anak-anak dan lain-lain secara bersama/sosial. Engels
menyebutnya dengan masyarakat Komunis Primitif.
Lanjutan
Setelah itu hadirlah keluarga yang baru yaitu keluarga 3) Pairing atau keluarga Berpasangan. Pelarangan-
pelarangan dalam perkawinan yang telah ditetapkan sebelumnya membuat perkawinan grup menjadi sulit
sehingga muncullah keluarga Berpasangan ini. Dalam tahap ini sudah terlihat jelas pembagian kerja antara
laki-laki dan perempuan, khusunya di belahan dunia lama[15] yang menemukan domestifikasi hewan,
penemuan roda serta penggunaan logam. Karena sudah tinggal menetap dan bertani di suatu tempat, kegiatan
perburuan sudah tidak lagi menjadi kegiatan sehari-hari. Ini merupakan masa dimana kembalinya laki-laki ke
dalam wilayah domestik atau rumah tangga, ia tak lagi berburu melainkan bertani. Dalam tahap ini terjadi
perubahan-perubahan yang berpengaruh bagi kelanjutan sejarah manusia. Perubahan tersebut ialah perubahan
tentang pewaris gens. Awalnya dengan mother-right, hanya anak-anak perempuan dari keturunan ibu yang
mendapatkan warisan, namun karena pengaruh ekonomi-politik yang kuat juga dimiliki oleh laki-laki, kini
anak-anak laki-laki pun juga mendapatkan warisan, warisan dari ayah. Engels menulis:
‘‘Dengan demikian, ketika secara proporsional kekayaan meningkat, maka di satu sisi, hal ini memberikan
status lebih tinggi pada laki-laki didalam keluarga ketimbang perempuan –pada sisi lain menciptakan
dorongan untuk menggunakan kekuatan posisinya guna menggulingkan pengaturan pewarisan tradisional
lewat garis ibu, demi kepentingan anak-anaknya. Tetapi, hal ini tidak mungkin terjadi selama keturunan
didasarkan lewat garis ibu. Maka, hak lewat garis ibu harus digulingkan, dan rupanya terjadilah penggulingan
itu. Hal ini tidak terlalu sulit dilakukan, seperti yang mungkin kita bayangkan sekarang. Karena revolusi ini –
salah satu peristiwa paling menentukan yang pernah dialami manusia- mampu mengambil-alih tempat tanpa
menganggu seorang pun anggota keluarga gente yang hidup. Seluruh anggota gente tetap dapat hidup seperti
biasa. Keputusan yang cukup sederhana yaitu bahwa dimasa depan anak cucu laki-laki harus tetap di
dalam gente ayah, tetapi anak perempuan harus dikeluarkan dari gente dengan cara ditransfer ke
dalam gente ayah mereka. Dengan cara demikian, garis keturunan pada garis perempuan dan hak pewarisan
melalui ibu digulingkan, digantikan oleh garis keturunan menurut laki-laki dan hak pewarisan melalui ayah.’
(Engels, 2011: 38)
Lanjutan
Jelas dengan yang dipaparkan Engels diatas, terjadi perubahan dalam keluarga. Ini
bukan merupakan asali dari sejak kehadiran manusia, namun sebuah ciptaan atau
rekayasa dari manusia sendiri. Oleh karena perubahan ini maka mother-
right ditumbangkan dan berarti pula kekalahan dari para perempuan. Dari saat itulah
perempuan mulai mendapatkan perlakuan yang berbeda dari laki-laki.[16] Dengan
mengelompokan diri masing-masing untuk anak laki-laki dari satu keturunan, serta
memiliki sarana produksi seperti hewan ternak serta budak, mereka mulai
memisahkan diri dan mulai menciptakan nama dari nama ayah bagi keturunan anak
laki-laki.
Tahap perkembangan selanjutnya merupakan tahap keluarga Monogami yang
merupakan perkembangan dari keluarga berpasangan. Keluarga monogami ini
merupakan tanda dari dimulainya suatu peradaban. Keluarga Monogami bercirikan
supremasi laki-laki dan hak-hak waris yang jatuh ke anak laki-laki dari ayah. Mother-
right yang pernah ada sudah ditumbangkan. Perkawinan-perkawinan yang ada
sebelum masa ini seperti perkawinan kelompok sudah dianggap tabu. Dalam bentuk
keluarga Monogami inilah penindasan laki-laki terhadap perempuan semakin
menampak. Semakin terkondisikannya pemahaman bahwa laki-laki pencari nafkah di
luar rumah dan perempuan sebagai penerima nafkah bekerja hanya dibidang
domestik. Pemahaman seperti ini yang hingga hari ini masih dominan diadopsi
masyarakat dunia.
Lanjutan
Kita sudah melihat bagaimana pertentangan antara laki-laki dan perempuan sejak kehadirannya di bumi.
Pertentangan tersebut terlihat jelas dalam bentuk keluarga-keluarga yang telah diceritakan diatas.
Pertentangan itu muncul dari awal sejarah manusia yaitu pembagian kerja antara laki-laki dan
perempuan untuk siapa yang harus merawat anak[17] hingga yang kini ada di negara-negara Arab
modern seperti misalnya perempuan yang tidak boleh mengendarai mobil sendiri. Hal ini merupakan
fenomena yang terlihat di dunia modern hari ini, meskipun pada kenyataannya kapitalisme telah
membawa keluar perempuan dari rumah mereka untuk masuk ke dalam pabrik-pabrik. Melalui
penindasan yang dikemas secara halus, lewat konstruksi kultural dan sosial, beberapa dari perempuan
hari ini pun terlihat tidak sadar akan posisi seharusnya dalam masyarakat. Mereka lebih menerima
dengan lapang dada apa yang terjadi dalam dunia yang penuh dengan supremasi laki-laki ini
.
Pembentukan konsep gender ‘pria dan wanita’ hingga perkembangannya hari ini juga menjadi salah satu
faktor yang membuat perempuan, juga laki-laki, merasa hal ini adalah sesuatu yang kodrati. Dalam
terminologi marxian, pemisahan gender berada dalam ranah suprastruktur seperti kebudayaan, politik,
olahraga, seni hingga fashion yang bertopang pada basis, yaitu realitas ekonomi. Pembagian kerja yang
berada di aras basislah yang menciptakan pandangan tentang bagaimana semestinya sifat dari suatu
jenis kelamin dan bagaimana mereka berperilaku, yang pada dasarnya merupakan konstruksi manusia
hasil dari perubahan-perubahan dan revolusi. Padahal, bila kita kembali membaca tulisan dari Engels
ini, kita sadari bahwa masyarakat yang seperti ini baru muncul setelah keluarga Monogami terbentuk,
yaitu, yang menurut Morgan ketika peralihan dari Barbarisme ke Peradaban; ketika terjadi peralihan hak
milik warisan yang tadinya diturunkan kepada anak-anak perempuan dari satu ibu kini anak-anak laki-
laki dari satu ayah. Maka, adalah hal yang aneh dan merupakan sebuah ketidakadilan apabila kita
melihat tatanan suprastruktur yang saat ini membuat posisi perempuan subordinat terhadap laki-laki,
mengingat dalam masyarakat Komune Primitif peran perempuan justru sangat dihormati.[18]
Lanjutan
Bila kita menggunakan cara pandang Engels, kita melihat bahwa apa yang dinamakan dengan kekuatan
produksi yang tadinya dimiliki oleh perempuan, kini dimiliki oleh laki-laki. Hal ini membuat laki-laki
memiliki kekuatan untuk menguasai tak hanya sarana produksi, namun juga lawan jenisnya yaitu kaum
perempuan. Pandangan ini yang digunakan salah satu teori konflik yaitu teori dari Marx dan Engels.
Seiring dengan penindasan antara satu kelas terhadap kelas lain, yaitu kelas kapitalis terhadap kelas
proletariat, kita juga harus menyadari bahwa penindasan atas kaum perempuan ini disatu sisi sangat
menguntungkan kapitalisme. Tanpa tenaga kerja dibawah kendali kapitalisme, uang tetaplah uang,
bukan kapital. Begitu juga sarana produksi dan bahan baku yang tidak dalam proses kerja oleh kerja
manusia hanyalah seonggok barang, bukan kapital. Untuk itu kapitalis membutuhkan tenaga kerja yang
sesuai dengan efisiensi kerja.[19] Penindasan terhadap perempuan ini dilanggengkan
karena, pertama guna membuat pekerja laki-laki yang bekerja untuk lebih produktif; kedua upah buruh
perempuan yang lebih murah daripada buruh laki-laki, yang akhirnya menguntungkan akumulasi
kapital, dan; ketiga, masuknya perempuan sebagai buruh juga menguntungkan sistem kapitalisme
dengan reproduksi tenaga kerjanya yang semakin lancar yang nantinya digunakan untuk mencapai nilai
lebih dalam proses sirkulasinya. Hal ini mengingat usia dan jenis kelamin tidaklah menjadi masalah
untuk mengekstraksi nilai-lebih dalam sirkulasi ekonomi kapitalisme.[20] Oleh karena itu, bicara soal
kesetaraan gender berarti bicara tentang basis ekonomi apa yang ada di dalam suatu masyarakat dalam
suatu waktu dan ruang tertentu. Dengan kata lain, bicara soal gender hari ini tak lepas juga dari bicara
soal kapitalisme. Bicara soal kapitalisme berarti bicara soal relasi antara siapa yang memiliki sarana
produksi dan siapa yang tidak memilikinya. Dibalik fenomena gender ada suatu sejarah serta
mekanisme yang terjadi pada tatanan moda produksi. Hal inilah yang harus kita ketahui supaya kita
tidak terjebak oleh kenyataan-kenyataan yang hadir hanya secara empiris.
Kesimpulan