Anda di halaman 1dari 67

US

ON
B P
TS D

PENGETAHUAN HUKUM MARITIM, PENGAWAKAN


KAPAL, KECELAKAAN KAPAL DAN TATA CARA
PENANGANANNYA
DAFTAR 01 HUKUM MARITIM UMUM
SEJARAH LAUT INDONESIA, SEJARAH HUKUM LAUT
INTERNASIONAL, ZONA EKONOMI EKSKLUSIF, PENEGAKAN

ISI
HUKUM DAN ATURAN NEGARA PANTAI, dll.

02
UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
PENGENALAN DAN PEMBAHASAN GLOBAL

03 RPM
SERTIFIKASI, PERIZINAN, DAN PERSETUJUAN DALAM
PENATAAN PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI SUNGAI
DAN DANAU Pengawakan Kapal

04 RPerPres.
PELAYARAN RAKYAT

KECELAKAAN KAPAL
05
06 PENANGANAN HUKUM
MASA KOLONIAL BELANDA

Membuat Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939)


Wilayah nusantara Indonesia dipisah oleh laut
SEJARAH LAUT INDONESIA

Setiap wilayah di Indonesia memiliki laut teritorial masing-masing selebar 3 mil


(SEBELUM DEKLARASI

Permasalahan:
• Setiap wilayah di Indonesia dipisahkan oleh laut bebas
• Kapal-kapal asing bebas berlayar di wilayah perairan laut lepas
DJUANDA 1957)

• Mengganggu keutuhan NKRI

DEKLARASI DJUANDA

Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Ir. Djuanda Kartawidjaja,


mendeklarasikan sebuah pernyataan pada tanggal 13 Desember 1957 bahwa
“Laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan
Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.”

Indonesia menganut prinsip-prinsip dalam negara kepulauan (archipelagic state)

ISI DEKLARASI DJUANDA 1957

Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak


tersendiri
Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu
kesatuan
Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah
Indonesia, oleh sebab itu dari deklarasi Djuandatersebut mengandung suatu tujuan  :
• Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
• Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan
• Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan NKRI
KONSEKUENSI DEKLARASI
DJUANDA 1957
SETELAH DEKLARASI

Laut lepas yang berada di antara pulau-pulau di Indonesia


DJUANDA 1957

berubah menjadi laut kepulauan

Jurisdiksi di wilayah laut tersebut berubah dari tidak ada


jurisdiksi menjadi jurisdiksi mutlak

Jurisdiksi mutlak artinya bahwa Indonesia memiliki


kewenangan untuk menegakkan hukum di wilayah tersebut
Jurisdiksi mutlak terdiri dari 3 elemen:
• Jurisdiksi to prescribe,
• Jurisdiksi to enforce
• Jurisdiksi to adjudicate
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL KHL 2
• 17 Maret-26 April 1960 di Jenewa,
Swiss
• Tidak ada kesepakatan internasional KEBERLAKUAN UNCLOS 1982
yang tercapai, khususnya dalam
menentukan lebar laut teritorial dan • Syaratnya 60 negara meratifikasi atau
membuat ksepakatan atas hak aksesi
berdaulat dalam hal perikanan • Berlaku pada tanggal 16 November
• Permasalahan utama pada saat itu 1994 setelah negara ke 60
adalah banyak negara yang sedang menyerahkan dokumen ratifikasi
berkembang dan negara ketiga yang • Hingga saat ini UNCLOS 1982 telah
hadir tidak memiliki suara untuk diratifikasi/aksesi oleh 167 negara
mereka sendiri karena mereka • Pasal 1 Ayat 2(1): “State Parties”
berpartisipasi sebagai sekutu dari means States which have consented to
negara Amerika Serikat atau Uni be bound by this Convention and for
Sovyet which this Convention is in force.

1958 1960 1967 1982 1983-skrg


KONFERENSI HUKUM LAUT KHL 3 BEBERAPA “AREA” YANG
(KHL) PERTAMA Latarbelakang: DIATUR DALAM UNCLOS 1982
• 24 Februari-27 April 1958 di Jenewa, Swiss Klaim laut teritorial yang bervariasi • Internal waters
• Dihadiri 86 negara yang disampaikan oleh Arvid Paldo • Territorial waters
• Dasar hukum: Resolusi PBB Nomor 1105 (IX), dari Malta pada tahun 1967 di PBB • Archipelagic waters
21 Februari 1957 • 25 negara klaim laut teritorialnya • Contiguous zone
• Hasil dari konferensi adalah menghasilkan 4 selebar 3 mil • Economic Exclusive Zone
Konvensi, yaitu: • 66 negara klaim laut teritorialnya • Continental Shelf
1. Konvensi tentang Laut Teritorial dan Jalur selebar 12 mil
Tambahan
• High Seas
• 8 negara klaim laut teritorialnya
2. Konvensi tentang Laut Lepas selebar 200 mil
3. Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Lebih dari 160 negara berpartisipasi
Kekayaan Hayati di Laut Lepas
4. Konvensi tentang Landas Kontinen
Wilayah Maritim Indonesia
LAUT TERITORIAL
LEBAR LAUT TERITORIAL
Every State has the right to establish the breadth of its territorial sea
up to a limit not exceeding 12 nautical miles, measured from baselines
determined in accordance with this Convention
STATUS HUKUM LAUT TERITORIAL, UDARA DI
ATASNYA DAN SEABED & SUBSOIL

JURISDIKSI
Pasal 2: NEGARA DI LAUT
TERITORIAL

• Jurisdiksi negara bersifat mutlak::


1. The sovereignty of a coastal State extends, beyond
1. Jurisdiksi to prescribe
its land territory and internal waters and, in the case
2. Jurisdiksi to enforce
of an archipelagic State, its archipelagic waters, to
3. Jurisdiksi to adjudicate
an adjacent belt of sea, described as the territorial
• Negara dibatasi oleh Pasal 17 UNCLOS 1982 
sea.
“Subject to this Convention, ships of all States,
2. This sovereignty extends to the air space over the
whether coastal or land-locked, enjoy the right of
territorial sea as well as to its bed and subsoil.
innocent passage through the territorial sea.”
3. The sovereignty over the territorial sea is exercised
subject to this Convention and to other rules of
international law.
PASAL 76: LANDAS KONTINEN
“The continental shelf of a coastal State comprises the seabed and subsoil of the submarine areas that
extend beyond its territorial sea throughout the natural prolongation of its land territory to the outer edge of
the continental margin, or to a distance of 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of
the territorial sea is measured where the outer edge of the continental margin does not extend up to that
distance.”
PASAL 86: LAUT LEPAS
“The provisions of this Part apply to all parts of the sea that are not included in the exclusive economic
zone, in the territorial sea or in the internal waters of a State, or in the archipelagic waters of an
archipelagic State. This article does not entail any abridgement of the freedoms enjoyed by all States in
the exclusive economic zone in accordance with article 58.”
12

MARITIME ZONE
J.G STARKE
Ketentuan di Laut Lepas

Bahwa laut lepas tidak dapat Bahwa Negara hanya dapat


01 diletakkan dibawah kedaulatan
sesuatu negara tertentu.
04 menjalankan yurisdiksi atas kapal
tertentu yang mengibarka
benderanya.

Bahwa terdapat kebebasan Bahwa setiap negara dan warganya


02 mutlak menangkap ikan di laut
lepas ini bagi kapalkapal semua
05 berhak menggunakan laut lepas,
misalnya untuk memasang
bangsa, baik niaga maupun kapal kawat/kabel serta pipa di dasar laut
perang. (freedom of immersion).
Bahwa pada umunya, suatu Bahwa terdapat kebebasan
03 negara tidak boleh menjalankan
-yurisdiksi atas kapal yang tidak
06 mutlak penerbangan di atas laut
lepas bagi semua pesawat.
memakai bendera negaranya.
BEBERAPA PENGATURAN DI LAUT LEPAS

Pasal 87 Pasal 88
Kebebasan di Penggunaan laut
laut lepas lepas untuk tujuan
damai

Pasal 89: Tidak ada jurisdiksi negara di laut lepas


Pasal 90: Hak untuk berlayar
Pasal 91: Kewarganegaraan kapal
Pasal 92: Status kapal
Pasal 94: Kewajban bendera negara kapal
Pasal 95: Imunitas kapal perang di laut lepas
Pasal 96: Imunitas kapal negara
1. Passage is innocent so long as it is not prejudicial to the peace, good order
or security of the coastal State. Such passage shall take place in conformity
with this Convention and with other rules of international law.
2. Passage of a foreign ship shall be considered to be prejudicial to the peace,
good order or security of the coastal State if in the territorial sea it engages
in any of the following activities:
ARTI LINTAS a. any threat or use of force against the sovereignty, territorial integrity
ARTI LINTAS DAMAI or political independence of the coastal State, or in any other manner
PASAL 18 in violation of the principles of international law embodied in the
PASAL 19
Charter of the United Nations;
b. any exercise or practice with weapons of any kind;
c. any act aimed at collecting information to the prejudice of the defence
1. Passage means navigation or security of the coastal State;
through the territorial sea for the d. any act of propaganda aimed at affecting the defence or security of
purpose of: (a) traversing that sea the coastal State;
without entering internal waters or e. the launching, landing or taking on board of any aircraft;
calling at a roadstead or port f. the launching, landing or taking on board of any military device;
facility outside internal waters; or g. the loading or unloading of any commodity, currency or person
(b) proceeding to or from internal contrary to the customs, fiscal, immigration or sanitary laws and
waters or a call at such roadstead regulations of the coastal State;
or port facility. h. any act of willful and serious pollution contrary to this Convention;
2. Passage shall be continuous and i. any fishing activities;
expeditious. However, passage j. the carrying out of research or survey activities;
includes stopping and anchoring, k. any act aimed at interfering with any systems of communication or
but only in so far as the same are any other facilities or installations of the coastal State;
incidental to ordinary navigation or l. any other activity not having a direct bearing on passage.
are rendered necessary by force
majeure or distress or for the
purpose of rendering assistance to
persons, ships or aircraft in danger
or distress HUKUM LINTAS MARITIM INTERNASIONAL
BAGAIMANA JIKA KAPAL SELAM YANG MELINTAS?
Pasal 20
“In the territorial sea, submarines and
other underwater vehicles are required to
navigate on the surface and to show
their flag.”
PASAL 21
PERATURAN HUKUM NEGARA PANTAI
TERKAIT DENGAN HAK LINTAS DAMAI

PASAL 24
KEWAJIBAN NEGARA PANTAI
TERHADAP HAK LINTAS DAMAI
STATUS HUKUM KAPAL PERANG
PASAL 25 ATAU KAPAL NEGARA
HAK NEGARA PANTAI TERKAIT HAK
LINTAS DAMAI
PASAL 30: “If any warship does not comply with the laws and regulations of the
coastal State concerning passage through the territorial sea and disregards
PASAL 27 any request for compliance therewith which is made to it, the coastal State may
JURISDIKSI KRIMINAL DI ATAS KAPAL require it to leave the territorial sea immediately.”
YANG SEDANG LINTAS DAMAI PASAL 31: “The flag State shall bear international responsibility for any loss or
damage to the coastal State resulting from the non-compliance by a warship or
other government ship operated for non-commercial purposes with the laws
and regulations of the coastal State concerning passage through the territorial
sea or with the provisions of this Convention or other rules of international law.”
PASAL 32: “With such exceptions as are contained in subsection A and in
articles 30 and 31, nothing in this Convention affects the immunities of
warships and other government ships operated for non-commercial purposes.”
SELAT Adalah selat yang terletak di antara
dua atau lebih negara-negara
INTERNASIONAL HAK LINTAS TRANSIT
PASAL 37: “This section applies to straits which are used for international
navigation between one part of the high seas or an exclusive economic zone
and another part of the high seas or an exclusive economic zone.”
PASAL 38:
• In straits referred to in article 37, all ships and aircraft enjoy the right of
transit passage, which shall not be impeded; except that, if the strait is
formed by an island of a State bordering the strait and its mainland, transit
passage shall not apply if there exists seaward of the island a route
through the high seas or through an exclusive economic zone of similar
convenience with respect to navigational and hydrographical
GLOBAL TRADE characteristics.
• Transit passage means the exercise in accordance with this Part of the

PRESENTATION
freedom of navigation and over flight solely for the purpose of continuous
and expeditious transit of the strait between one part of the high seas or
an exclusive economic zone and another part of the high seas or an
LOREM IPSUM DOLOR SIT AMET exclusive economic zone. However, the requirement of continuous and
expeditious transit does not preclude passage through the strait for the
purpose of entering, leaving or returning from a State bordering the strait,
subject to the conditions of entry to that State.
• Any activity which is not an exercise of the right of transit passage through
a strait remains subject to the other applicable provisions of this
Convention.
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
PASAL 57
“The exclusive economic zone
shall not extend beyond
200 nautical miles from the
baselines from which the
breadth of the territorial sea is
measured.”
PASAL 55

“The exclusive economic zone is an


area beyond and adjacent to the ZEE
territorial sea, subject to the specific
legal regime established in this Part,
under which the rights and jurisdiction
of the coastal State and the rights and
freedoms of other States are governed
by the relevant provisions of this
Convention.”
ZEE, LAUT LEPAS DAN LANDAS
KONTINEN
PENEGAKAN HUKUM DAN ATURAN NEGARA PANTAI
PASAL 73 The coastal State may, in the exercise of its
sovereign rights to explore, exploit,
conserve and manage the living resources
in the exclusive economic zone, take such
measures, including boarding, inspection,

A B C D A 1 arrest and judicial proceedings, as may be


necessary to ensure compliance with the
laws and regulations adopted by it in
conformity with this Convention.
Arrested vessels and their crews shall
2 be promptly released upon the

B posting of reasonable bond or other


security.

Coastal State penalties for violations


of fisheries laws and regulations in
3 the exclusive economic zone may not

C include imprisonment, in the absence


of agreements to the contrary by the
States concerned, or any other form
of corporal punishment.

4
D In cases of arrest or detention of
foreign vessels the coastal
State shall promptly notify the
flag State, through appropriate
channels, of the action taken
and of any penalties
subsequently imposed.
KASUS ILLEGAL FISHING DI ZEE INDONESIA

• Pemerintah Indonesia melakukan penahanan terhadap para awak


kapal yang tertangkap. Apakah Pemerintah Indonesia melanggar
Pasal 73 Ayat 3 UNCLOS 1982?

Analisis anda!
JURISDIKSI PIDANA TABRAKAN KAPAL ATAU INSIDEN
PELAYARAN LAINNYA

In the event of a collision or any In disciplinary matters, the State


other incident of navigation which has issued a master's
concerning a ship on the high certificate or a certificate of

01
seas, involving the penal or competence or licence shall alone

02
disciplinary responsibility of the be competent, after due legal
master or of any other person in process, to pronounce the
the service of the ship, no penal withdrawal of such certificates,
or disciplinary proceedings may even if the holder is not a national
be instituted against such person
PASAL 97 of the State which issued them.
except before the judicial or
administrative authorities either of No arrest or detention of the
the flag State or of the State of ship, even as a measure of
which such person is a national. investigation, shall be ordered

03
by any authorities other than
those of the flag State.
PEMBAJAKAN DI LAUT
PASAL 101
Piracy consists of any of the following acts:
any illegal acts of violence or detention, or any act of depredation,
committed for private ends by the crew or the passengers of a private ship
or a private aircraft, and directed:
1 i. on the high seas, against another ship or aircraft, or against persons or
property on board such ship or aircraft;
ii. against a ship, aircraft, persons or property in a place outside the
jurisdiction of any State;
80%

any act of voluntary participation in the operation of a ship or of an aircraft


2 with knowledge
60% of facts making it a pirate ship or aircraft;

70%

any act of inciting or of intentionally facilitating an act described in


3 subparagraph (a) or (b).
PENYELESAIAN SENGKETA
Article 287: Choice of procedure
1. When signing, ratifying or acceding to this Convention or at
any time thereafter, a State shall be free to choose, by means of
a written declaration, one or more of the following means for the
settlement of disputes concerning the interpretation or
application of this Convention:
a. the International Tribunal for the Law of the Sea established in
accordance with Annex VI;
b. the International Court of Justice;
c. an arbitral tribunal constituted in accordance with Annex VII;
d. a special arbitral tribunal constituted in accordance with
Annex VIII for one or more of the categories of disputes specified
therein.

20% 80%

FINAL ARBITRASE
Perundang-undangan:
1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64.
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir.
3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Undang-undang No. 15 tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour (Konvensi
Ketenagakerjaan Maritim).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan
6. Peraturan Pemerintah Nomor No. 22 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian
9. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 26 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
10.Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 25 Tahun 2015
Tentang Standar Keselamatan Transportasi Sungai, Danau Dan Penyeberangan.
11.Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 20 Tahun 2015
tentang Standar Keselamatan Pelayaran
12.Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 84 Tahun 2013
tentang Perekrutan Dan Penempatan Awak Kapal
UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Kapal yang telah didaftarkan
Pengertian dasar istilah dalam Daftar Kapal Indonesia
dapat dijadikan jaminan utang
BAB I dengan pembebanan hipotek
BAB VI
KETENTUAN UMUM (1) atas kapal.
Pelayaran dikuasai oleh HIPOTEK DAN PIUTANG-PELAYARAN
YANG DIDAHULUKAN (60-66)
negara dan pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah
2. Asas manfaat
dan kepentingan BAB V
BAB III
umum ANGKUTAN DI PERAIRAN (6-59)
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA
3.memperlancar UNDANG-UNDANG (4) Tatanan Kepelabuhanan Nasional
arus perpindahan BAB IV diwujudkan dalam rangka
orang dan/atau penyelenggaraan pelabuhan yang
barang melalui
PEMBINAAN andal dan berkemampuan tinggi,
perairan dengan • semua kegiatan angkutan di perairan, (5) menjamin efisiensi, dan mempunyai
mengutamakan kepelabuhanan, keselamatan dan daya saing global untuk menunjang
dan melindungi keamanan pelayaran, serta perlindungan pembangunan nasional dan daerah
angkutan di lingkungan maritim di perairan Indonesia;
Jenis Angkutan di Perairan yang ber-Wawasan Nusantara.
perairan dalam • semua kapal asing yang berlayar di (angkutan laut, sungai dan
rangka BAB II perairan Indonesia; dan danau; dan penyeberangan. BAB VII
memperlancarASAS DAN TUJUAN • semua kapal berbendera Indonesia yang KEPELABUHANAN (67-115)
kegiatan (2-3) berada di luar perairan Indonesia.
perekonomian BAB VIII KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN (116-123)
nasional Keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim.
BAB IX KELAIKLAUTAN KAPAL (124-171)
Setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan
keselamatan kapal.
BAB X KENAVIGASIAN (172-206)
Pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menyelenggarakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran sesuai dengan
perkembangan teknologi.
LANJUTAN UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
BAB XVSISTEM INFORMASI PELAYARAN (269-
BAB XISYAHBANDAR (207-225) 273)
BAB XIXKETENTUAN PIDANA (284-336)
Syahbandar melaksanakan fungsi Sistem informasi pelayaran mencakup pengumpulan, Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing
keselamatan dan keamanan pelayaran pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, untuk mengangkut penumpang dan/atau barang
yang mencakup, pelaksanaan, pengawasan serta penyebaran data dan informasi pelayaran antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah
dan penegakan hukum di bidang angkutan perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
di perairan, kepelabuhanan, dan BAB XVIPERAN SERTA MASYARAKAT (274-275) Pasal 8 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
perlindungan lingkungan maritim di paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pelayaran
pelabuhan. banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
secara optimal masyarakat memiliki kesempatan yang
BAB XII  PERLINDUNGAN LINGKUNGAN rupiah).
sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam
MARITIM (226-243) kegiatan pelayaran.
Penyelenggaraan perlindungan lingkungan BAB XXKETENTUAN LAIN-LAIN (337-340)
maritim dilakukan oleh Pemerintah. Ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran
BAB XVIIPENJAGAAN LAUT DAN PANTAI dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
(SEA AND COAST GUARD) (276-281) undangan di bidang ketenagakerjaan.
BAB XIIIKECELAKAAN KAPAL SERTA
PENCARIAN DAN PERTOLONGAN (244-260) Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan
dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi
Bahaya terhadap kapal dan/atau orang BAB XXIKETENTUAN PERALIHAN (341-346)
penjagaan dan penegakan peraturan perundang-
merupakan kejadian yang dapat Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan
undangan di laut dan pantai.
menyebabkan terancamnya keselamatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukan
kapal dan/atau jiwa manusia. BAB XVIIIPENYIDIKAN (282-283) kegiatannya paling lama 3 (tiga) tahun sejak
BAB XIVSUMBER DAYA MANUSIA (261- Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Undang-Undang ini berlaku.
268) Indonesia dan penyidik lainnya, pejabat pegawai BAB XXIIKETENTUAN PENUTUP (347-355)
Penyelenggaraan dan pengembangan negeri sipil tertentu di lingkungan instansi yang
sumber daya manusia di bidang pelayaran Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
dilaksanakan dengan tujuan tersedianya lainnya dari Undang-Undang ini ditetapkan paling
pelayaran diberi wewenang khusus sebagai
sumber daya manusia yang profesional, lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
kompeten, disiplin, dan bertanggung jawab berlaku.
Undang ini.
serta memenuhi standar nasional dan
internasional.
RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
• BAB I KETENTUAN UMUM
• BAB II SERTIFIKASI KAPAL
SERTIFIKASI, PERIZINAN, DAN • BAB III SERTIFIKASI AWAK KAPAL
PERSETUJUAN DALAM • BAB IV SURAT PERNYATAAN NAKHODA
PENATAAN • BAB V PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU
PENYELENGGARAAN • BAB VI PENGAWASAN
• BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
TRANSPORTASI SUNGAI DAN • BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
DANAU

01 TENTANG ISI 02

LATAR BELAKANG TENGGELAMNYA KAPAL SINAR


BANGUN DI DANAU TOBA TANGGAL 18 JUNI 2018
(DAN KAPAL-KAPAL SUNGAI, DANAU LAINNYA) YANG
TIDAK TEREKSPOSE
BAB I
KETENTUAN UMUM

Angkutan Sungai dan Danau Sertifikasi


kegiatan angkutan dengan suatu penetapan yang diberikan
menggunakan kapal yang dilakukan di oleh suatu organisasi profesional
sungai, danau, waduk, rawa, banjir terhadap seseorang atau objek
kanal, dan terusan untuk mengangkut tertentu untuk menunjukkan bahwa
penumpang, barang, dan/atau orang atau objek tersebut memenuhi
kendaraan yang diselenggarakan oleh persyaratan secara spesifik sesuai
perusahaan angkutan sungai dan dengan ketentuan yang berlaku.
danau serta diawaki oleh awak kapal
yang memiliki sertifikat kompetensi
untuk kapal sungai dan danau.
Pasal 1

Pelabuhan Sungai dan Danau Petugas Syahbandar


pelabuhan yang digunakan untuk pejabat pemerintah di pelabuhan
melayani angkutan sungai dan danau sungai dan danau yang diangkat
yang terletak di sungai dan danau. oleh Menteri dan memiliki
kewenangan tertinggi untuk
menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap
dipenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk
menjamin keselamatan dan
keamanan pelayaran.
BAB II
SERTIFIKASI KAPAL

Meliputi Peralatan
Persyaratan keselamatan
teknis dan kapal sungai
administrasi dan danau
Persyaratan teknis dan administrasi
meliputi:
ISI

• Rancang bangun, konstruksi,


permesinan, dan perlistrikan memenuhi • Identitas pemilik kapal
persyaratan keselamatan pelayaran; sungai dan danau;
• Pas sungai dan danau (Lembaga
• Surat ukur kapal; berwenang yang mengeluarkan,
persyaratan, informasi tentang
• Peralatan pencegahan prosedur, waktu, biaya penerbitan
pencemaran kapal sungai dan pas sungai dan danau).
danau;
Peralatan keselamatan kapal sungai dan
danau berupa:

 Alat komunikasi (Radio VHF )


 Tali buangan
NATURE

30%
 Lampu Senter;
EMERGENCY  Pengeras suara;
 Petunjuk keselamatan pelayaran.

FACTORS?

 Baju penolong/life jacket


 Pelampung penolong /life buoy
UNPROCEDURAL
70%
AND UNSTANDART
SITUATION
 Rakit penolong sederhana/sampan;
 Kotak P3K;
 Pemadam Api (APAR)
SERTIFIKASI AWAK KAPAL
Setiap kapal sungai dan danau harus memiliki Awak Kapal yang bersertifikasi

kategorisasi
Nahkoda
• juru mesin untuk kapal dari GT 7
sampai dengan GT 35; dan
• juru mesin kapal sungai dan danau
lebih dari GT 35.
• berusia sekurang-kurangnya 18 tahun; kategorisasi
• bisa membaca dan menulis;
• sehat jasmani dan rohani dengan surat keterangan dokter;
• memiliki sertifikat Basic Safety Training kapal sungai dan • nakhoda kapal sungai dan danau
danau; untuk ukuran kurang dari GT 7;
• memiliki sertifikat kecakapan kapal sungai dan danau • nakhoda kapal sungai dan danau dari
tingkat IV/V (diberikan keterampilan penanganan situasi GT 7 sampai dengan GT 35; dan
darurat dan pemadaman kebakaran tingkat advance). Juru Mesin • nakhoda kapal sungai dan danau
lebih dari GT 35.
1. berumur sekurang-kurangnya 18 tahun (<GT 7&/ GT 7- GT 35)
Sedang > GT 35  21 thn.);
2. bisa membaca dan menulis;
3. sehat jasmani dan rohani dengan surat keterangan dokter;
4. memiliki sertifikat Basic Safety Training kapal sungai dan danau;
5. memiliki sertifikat kecakapan kapal sungai dan danau tingkat dasar;
PROSEDUR PERMOHONAN

Untuk memperoleh sertifikat Anak Buah Kapal, pemohon


menyampaikan permohonan kepada Lembaga Penyelenggara
Pendidikan dan Pelatihan yang telah mendapat persetujuan;

Setelah menerima permohonan, Lembaga Penyelenggara


Pendidikan dan Pelatihan melakukan pemeriksaan terhadap
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal
11 ayat (3);

Dalam hal permohonan telah memenuhi persyaratan,


Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan
menerbitkan Sertifikat awak kapal sungai dan danau;

Dalam hal pemohon tidak memenuhi persyaratan, Lembaga


ANAK BUAH Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan mengembalikan
berkas permohonan disertai dengan alasan secara tertulis;

KAPAL
SURAT PERNYATAAN NAKHODA

03
02 Bentuk Surat Pernyataan

01
Nakhoda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran II
Setiap kapal sungai dan danau Penyerahan Surat
yang tidak terpisahkan dari
yang akan berlayar wajib Pernyataan
peraturan ini.
memenuhi persyaratan Nakhoda
kelaikan kapal berupa:

• Surat Pernyataan Nakhoda berlaku


selama tidak terjadi perubahan
• memiliki pas sungai dan danau; Nakhoda wajib menyerahkan Surat terhadap kondisi kelaikan kapal.
• diawaki oleh Awak kapal sesuai dengan Pernyataan Nakhoda kepada petugas • Penyampaian Surat Pernyataan
kompetensi yang ditetapkan; syahbandar pelabuhan sungai dan Nakhoda dapat dilakukan secara online
• memiliki Juru mesin untuk kapal lebih dari danau, sebelum kapal yang diawaki bagi Pelabuhan Sungai dan Danau
GT 7; bertolak dari pelabuhan sungai dan yang telah memiliki fasilitas online.
• membuat dan menyerahkan Daftar danau.
Penumpang dan/atau barang yang
diangkut sesuai dengan kapasitas kapal.
01 BAB VI
Pelaksanaan
Penyelenggaraan
PENGAWASAN
Transportasi Sungai • penerbitan pas kapal sungai dan pas
dan Danau dilakukan kapal danau;
Pengawasan • penerbitan sertifikat awak kapal
terhadap: sungai dan danau;
• penerbitan izin pembangunan dan
pengoperasian pelabuhan sungai
dan danau;
• kewajiban penyampaian surat
pernyataan nakhoda kapal sungai
dan danau.

Pengawasan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, b dan c dilakukan
oleh Direktur Jenderal.

Balai Pengelola Transportasi Darat


(BPTD) melakukan pengawasan
terhadap kewajiban penyampaian surat
pernyataan nakhoda kapal sungai dan
danau.
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PELAYARAN RAKYAT
Angkutan laut pelayaran rakyat
Angkutan laut pelayaran rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan
mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan
dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan atau kapal motor
sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran ………

Pelayaran Rakyat Kapal Pelra


kegiatan pengangkutan barang dan kapal layar bermotor yang memiliki ciri
atau orang dengan menggunakan dan bentuk tradisional, yang memenuhi
Kapal Pelayaran Rakyat ketentuan sebagaimana diatur dalam
peraturan presiden ini.

Pelabuhan Pelayaran Rakyat Pengusaha Kapal Pelra


pelabuhan yang utamanya digunakan perorangan atau badan usaha
Kapal Pelra, untuk pengangkutan barang, yang memiliki Kapal Pelra, yang
orang, dan atau ternak, barang khusus, dan menggunakan kapalnya untuk
pariwisata usaha jasa pengangkutan barang,
orang dan atau ternak, barang
khusus, dan pariwisata
BAB II
KAPAL PELAYARAN RAKYAT

• Merupakan kapal layar atau kapal


layar bermotor.
• Ukuran kapal tidak melebihi 500 GT
• Kapal memiliki ciri dan bentuk
tradisional, dengan pembaruan teknis
konstruksi, mekanik, dan
perlengkapan, serta peralatan, sesuai
• ukuran 30 GT, 100 GT, 200 GT, 300 GT, 400 GT, dan 500 GT, perkembangan teknologi dan
dan...... kebutuhan pengguna kapal..
• Penggunaan untuk angkutan barang, ternak, barang khusus, dan
pariwisata, yang memerlukan peralatan/perlengkapan dengan
• Bahan baku yang digunakan sebagian
spesifikasi teknis sesuai yang diangkut besar dari kayu, dan dapat dikombinasi
• Pembangunan dan pemeliharaan Kapal Pelra dilaksanakan oleh dengan bahan lain, sepanjang tidak
perusahaan dok dan galangan Kapal Pelra mengikuti pedoman
tata cara perancangan, pembangunan, dan pemeliharaan Kapal mengurangi tampilan sebagai kapal
Pelra. kayu.
• Pengaturan lebih lanjut mengenai ayat (1), (2), dan (3) pasal ini
ditetapkan oleh Menteri atas usul tim yang beranggotakan
kementrian terkait, lembaga pemerintah pengkajian teknologi,
BAB III
TRAYEK DAN ANGKUTAN

Q
A
Paling sedikit 5% (lima persen) dari masing-
masing belanja barang yang dibiayai APBN,
APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang Perusahaan swasta berskala besar
memerlukan angkutan laut/sungai, wajib yang barang-barangnya diangkut
diangkut Kapal Pelra Kapal Pelra mendapat insentif

Q fiskal.

A
Paling sedikit 5% (lima persen) dari
volume barang yang dikelola
BUMN dan BUMD serta PT Penggunaan Kapal Pelra
(Persero) yang memerlukan sebagaimana dimaksud ayat (1)
angkutan laut/sungai wajib dan (2) pasal ini dilaksanakan
diangkut kapal Pelra. dengan perjanjian kerja.
PASAL 6 DAN 7
Pelaksanaan Pasal 5
mempertimbangkan
kelancaran,
Kapal Pelra, ABK,
keaamanan, dan
barang-barang, dan
keselamatan barang,
penumpang pariwisata
serta tujuan afirmatif
yang diangkut Kapal
untuk pemberdayaan
Pelra wajib
Pelayaran Rakyat dan
diasuransikan.
ekonomi masyarakat
pesisir dan pulau-
pulau kecil.

2019

Pengaturan
Pemerintah menunjuk mengenai
BUMN asuransi untuk pelaksanaan Pasal 5
menerima dan Pasal 6
pengasuransian ditetapkan bersama
sebagaimana oleh mentri yang
dimaksud ayat (1) membidangi
pasal ini. keuangan dan
perdagaangan.
BAB IV PASAL 8 Pemerintah memberikan kemudahan modal untuk pengadaan Kapal Pelra
denganketentuan sebagai berikut:
MODAL USAHA • Pemerintah menyediakan dana sebesar 35% (tiga puluh lima persen), dan menjamin 65% (enam puluh lima
persen) pinjaman dari bank BUMN dari jumlah modal yang diperlukan untuk pengadaan kapal beserta
peralatan perlengkapan di kapal
• Dana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah untuk mengadakan dengan cara membeli atau
membangun kapal baru beserta peralatan perlengkapannya, sehingga akan bertambah 1000 kapal baru pada
akhir tahun nggaran 2020.
• Setelah kapal berusia lima tahun, pengusaha kapal mengembalikan dana yang 35% yang berasal dari
Pemerintah kepada Pemerintah dengan mencicil selama 5 tahun tanpa tambahan bunga.
• Kemudahan modal sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dapat dilanjutkan setelah tercapai penambahan
1000 kapal baru, termasuk untuk peremajaan kapal.

PASAL 9
• Kemudahan modal sebagaimana dimaksud pasal 8 diperuntukan bagi pewaris kapal pelayaran rakyat
• Kemudahan modal usaha sebagaimana dimaksud pasal 8 dan ayat (1) pasal 9 pelaksanaannya dibantu
oleh PELRA dengan mengerjakan penyiapkan data dan adminiistrrasi anggota PELRA penerima program
dan melakukan pemantauan serta evaluasi,
Bab V
SARANA DAN PRASARANA

Pemerintah menetapkan,
membangun, mengoperasikan,
Pelabuhan Pelra memiliki status dan memelihara Pelabuhan
sebagai Pelabuhan Pelayaran Pelayaran Rakyat Nasional.
Rakyat Nasional, Pelabuhan
Pelabuhan Pelra dapat dilengkapi Pelayaran Rakyat Provinsi,
dengan sarana untuk Pelabuhan Pelayaran Rakyat
pengangkutan barang khusus, Kabupaten/Kota.(lihat
Pelabuhan Pelra memiliki dan atau sarana untuk
kelengkapan sarana untuk sandar kewenangan kab/kota/prop)
sandar/tambat kapal layar
dan bongkar-muat kapal, bermotor (yacht) (asing?) bukan
pergudangan, perkantoran, Kapal Pelra.
tempat beribadah agama,
SPBU/APMS, listrik, air
minum/bersih, sanitasi, dan
sarana lain untuk kegiatan terkait
dengan Pelayaran Rakyat
BAB VI
PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pasal
72.5%
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki
15 Pelabuhan Pelra melakukan sebagai
berikut:

Membentuk lembaga Memberikan beasiswa Mengembangkan teknologi tepat Mengembangkan pola-pola usaha,
pelaksana teknis untuk pendidikan/pelatihan bagi guna untuk meningkatkan kinerja dan kerjasama untuk meningkatkan
mengelola Pelabuhan Pelra. Pewaris Kapal Pelra, Anak Buah Pelayaran Rakyat, termasuk usaha kecil dan menengah
Kapal Pelra, dan masyarakat teknologi pelabuhan, Kapal Pelra, masyarakat pesisir dan pulau-pulau
umum yang berminat dalam dan kemasan pengangkutan. Mengembangkan lembaga
kegiatan Kapal Pelra. keuangan untuk penyediaan modal
usaha.
KECELAKAAN
TRANSPORTASI SUNGAI,
DANAU DAN
PENYEBERANGAN
(TSDP)
45

1. Tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba (18 Juni 2018)


dan KM Lestari Maju di perairan Selayar (3 Juli 2018) telah
menciderai visi poros maritim dunia (PMD)
2. Perdebatan siapa yang bertanggungjawab atas kepengurusan
kecelakaan ini, apakah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
atau Darat?
3. Mengingat posisi TKP terjadi di Perairan Daratan. Hal inilah
yang membidani lahirnya Peraturan Menteri Perhubungan
Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2018 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan.
46

Status PM. No. 122 Tahun 2018 ini mencabut:


• PM 189 Tahun 2015  Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan
• PM 86 TAHUN 2016 Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan
• PM 44 Tahun 2017  Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan Our Country

• PM 117 TAHUN 2017Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri


Perhubungan Nomor Pm 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan
• PM 56 TAHUN 2018  Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan
47

LAW IMPACT

Mengingat dengan hadirnya PM. No. 122 Tahun 2018, maka


penyelenggaraan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran
SDP kini telah resmi diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat setelah sebelumnya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pertanyaannya di
lapangan apakah benar tanggung jawab ini sudah diserahkan
sepenuhnya kepada Dirjen Perhubungan Darat atau masih dalam

wilayah abu-abu.
48

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
KECELAKAAN KAPAL

• Pertama, kesalahan manusia.


• Kedua, teknis.
• Ketiga, alamiah.
• Keempat, kapasitas berlebih.
• Kelima, lemahnya tatakelola
lalu lintas kapal.
• Keenam, kelembagaan.
49
Analisa Karakteristik Kecelakaan Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan

  Tipikal kecelakaan Objek


WHAT Tipe Kecelakaan dan Indikator Keselamatan Kapal Motor, Kapal Layar Motor, Tug Boat,
Tongkang, Kapal Tanker, kapal-kapal kecil lainnya
a. Tipe Kecelakaan : Tenggelam, Terbakar, Tubrukan, Kandas di bawah 35 GT
b. Tingkat kecelakaan
WHY Perkiraan Penyebab Kecelakaan - Nakhoda, Anak Buah Kapal (ABK), Petugas
Pemeriksa Kepelabuhanan, Penumpang
a. Faktor Manusia
- Pemilik Kapal, Marine Inspector, Awak
- Kecerobohan didalam menjalankan kapal, Kapal, Galangan Kapal, Pemasok Peralatan
- Kekurang mampuan awak kapal dalam menguasai berbagai Kapal
permasalahan yang mungkin timbul dalam operasional kapal, - Alur Pelayaran, Kolam Pelabuhan, Informasi
- Secara sadar memuat kapal secara berlebihan BMKG

a. Faktor teknis
- Kekurang cermatan didalam desain kapal
- Penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan kerusakan
kapal atau bagian-bagian kapal yang menyebabkan kapal mengalami
kecelakaan, terbakarnya kapal
a. Faktor alam
Faktur cuaca buruk; badai, gelombang yang tinggi yang dipengaruhi oleh
musim/badai, arus yang besar, kabut yang mengakibatkan jarak pandang
yang terbatas.
WHO Yang Terlibat Kecelakaan dan Korban Nakhoda/Pengemudi Kapal,
Kecelakaan ABK, Penumpang

a. Kapal yang terlibat kecelakaan


b. Gender (Laki-laki, perempuan)
c. Usia

WHERE Lokasi Tempat Kejadian Kecelakaan Alur pelayaran, Kolam


Pelabuhan, Dermaga
WHEN Waktu Kejadian Kecelakaan Kapal, Nakhoda, Penumpang
a. Jam Kejadian
b. Tanggal Kejadian

HOW Kronologis Kejadian Kapal


a. Pergerakan kapal
b. Kondisi Kapal
51

• International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974/1988.


• Protocol of 1988 Relating to The International Convention for the Safety of Life
at Sea (SOLAS) lewat Perpres No. 57/2017.
• Adapun International Safety Management (ISM) Code dan International Ship
and Port Facility Security (ISPS) Code menjamin keselamatan dan keamanan.
• International Convention on Maritime Search and Rescue (1979) mengatur
soal mekanisme pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan pelayaran.
Indonesia telah meratifikasinya lewat Perpres No. 30/2012 dan International
Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR) yang
diadopsi lewat Perpres No. 83/2016 dengan membentuk Badan Nasional
Pencarian dan Pertolongan (BNPP).
• Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2018
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan.
• Semua regulasi nasional maupun internasional (IMO) bertujuan melindungi
dan menyelamatkan jiwa (SOLAS Convention, 1974), harta (Load Lines
Convention, 1966), dan nyawa manusia di laut serta mencegah pencemaran
dan kerusakan ekosistemnya (MARPOL Convention 73/78).
52

LANGKAH STRATEGIS DAN SOLUTIF AGAR


KECELAKAAN PELAYARAN
» Pertama, menata ulang aransemen kelembagaan dan menegakan aturan pelayaran yang berlaku
secara nasional (UU Pelayaran No. 17/2018) beserta turunannya Perpres No. 57/2017, Perpres No.
83/2016, PM. No. 122/2018 serta ketentuan-ketentuan lainnya.
» Kedua, menerapkan standar kompetensi SDM berbasis sertifikasi untuk mengoperasikan kapal pada
semua jalur pelayaran dan pengawasan, seperti yang sedang dilakukan Politeknik Transportasi
Sungai, Danau dan Penyeberangan dalam diklat ini. Hal ini akan meningkatkan kualitas,
profesionalisme, keterampilan dan posisi tawarnya.
» Ketiga, mendata ulang kapal-kapal yang beroperasi di jalur-jalur tradisional (sungai, danau dan
penyeberangan) dan antarpulau terkait dengan ketersediaan fasilitas penunjang dan tambahannya.
Hal ini penting agar dapat dievaluasi kemanfaatan fasilitas tersebut.
53

» Keempat, membenahi dan menegakan regulasi pelayaran secara ketat, karena menyangkut
keselamatan jiwa. Diantaranya memastikan implementasi ISM Code lewat pengawasan secara
berkala bagi kapal-kapal yang melakukan pelayaran pada jalur-jalur tradisional hingga antar pulau.
Menetapkan prosedur operasi standar (SOP) dan penanganan yang ketat terhadap bahan berbahaya
yang dimuat maupun kendaraan yang masuk kapal. Termasuk menerapkan mekanisme
pengawasan yang ketat dalam penggunaan tiket kapal (termasuk pelayaran rakyat) pada jalur
tradisional maupun antar pulau dengan membuat manifes penumpang yang jelas.
» Kelima, merestorasi dan meningkatkan kualitas infrastruktur keselamatan transportasi perairan
(laut, danau, sungai dan penyeberangan) maupun antar pulau, baik infrastruktur keras (pelabuhan,
kapal dan fasilitas pendukungnya) maupun soft-infrastructure (regulasi, kebijakan, dan tatakelola).
54

Implementasi PM. No. 122 Tahun 2018 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan
» Perencanaan peningkatan/pembangunan sarana SDP, yaitu pembangunan kapal penyeberangan, bus
air dan kapal patroli;
» Perencanaan peningkatan/pembangunan prasarana SDP, yaitu pembangunan pelabuhan/dermaga di
lokasi-lokasi strategis sesuai dengan renstra 2020 – 2024;
» Penyusunan regulasi, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tugas, fungsi dan kewenangan, terutama
yang berkaitan dengan sertifikasi keselamatan kapal SDP, lalu lintas dan kenavigasian, fungsi
kesyahbandaran, juga patroli dan penegakan hukum bidang SDP;
» Peningkatan kompetensi SDM, yaitu menyelenggarakan diklat-diklat (terutama diklat pengawakan
kapal patroli, operator STC dan kesyahbandaran serta diklat kompetensi SDP lainnya) dengan
membangun kerjasama dengan Poltrans SDP Palembang dan/atau BP2TL Ditjen Hubla);
» Pembentukan kelembagaan, yaitu kajian rencana pembentukan UPT Otoritas Kesyahbandaran
Pelabuhan SDP atau kajian/naskah akademik pembentukan Direktorat Jenderal Transportasi SDP.
55

Tanggal 9 Juli 2020, telah ditandatangani kesepakatan bersama antara Ditjen Hubdat dengan
Badan Pengembangan SDM Perhubungan tentang Pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM
di bidang transportasi darat khususnya Transportasi SDP. Kesepakatan tersebut berisi 8 jenis
diklat yang akan diselenggarakan di Politeknik Transportasi SDP Palembang.

Adapun ke 8 jenis diklat yang dimaksud yakni:


» Basic Safety Training;
» Pengawakan kapal patroli multipurpose;
» Operator STC;
» Pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal SDP;
» Pengukuran kapal SDP;
» Marine inspector SDP;
» Dasar-dasar kesyahbandaran SDP;
» Kesyahbandaran SDP.
HUKUM
PEMBAJAKAN
LAUT
NASIONAL

TAMBAHAN MATERI
PEMBAJAKAN LAUT?
Pembajakan di laut lepas dapat dikategorikan ke
dalam kejahatan lintas batas negara. Pelaku
pembajakan dapat melibatkan orang-orang
dengan kewarganegaraan berbeda yang
terorganisir, rapi dan dikendalikan dari negara
mana saja, karena itu serangan terhadap kapal
dapat terjadi dimana saja dan pelaku penyerangan
?
bisa melarikan diri kemana saja. Di era modern
ini, bajak laut mempersenjatai diri dengan
senapan dan peluncur roket dan berkeliaran di
lautan dengan perahu ringan bermanuver
kecepatan tinggi yang didukung oleh “kapal
induk”, yang memungkinkan untuk melancarkan
serangan dari jarak hingga 500 mil laut (Chalk,
TEACH A COURSE 57
P Pa P P
P sa
as a er
al a l4
at
ay s
4 s at
al
ur
3 (1 a
8 a ) 5 n
UU
K l No
34
8 p
U U e
H 4 Ta
hu
m
n U
P 3 20 er
Di 04 K
ia 9 Te
nta el
in
nc ta
a K ng
ten a h
tar
m
U u Ln
1 ka
re H
a
nas
ion ta
o
m
na al or
n
m P Ind
oe
Si
27
Ta
el nsi
ak P a st hu
“K
uk id ew
e n
an m 19
a ena
83
pe ng
P
m n an N
Pe er o
ba a nyi ta m
ja dik
ka
P an ha or
n e An
gk
na 92
n Ta
di nj ata
hn
la n L
ut ar La
au
20
ut 15
a t

COURSE OUTLINE

TEACH A COURSE 58
PASAL 438 KUHP
1
dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun, barang siapa masuk bekerja menjadi
nakoda atau menjalankan pekerjaan itu di
sebuah kapal, padahal diketahuinya bahwa
kapal itu diperuntukkan atau digunakan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan kekerasan di
lautan bebas terhadap kapal lain atau
terhadap orang dan barang di atasnya, tanpa
mendapat kuasa untuk itu dari sebuah negara
yang berperang atau tanpa masuk angkatan
laut suatu negara yang diakui;

TEACH A COURSE 59
2 dengan pidana penjara
paling lama dua belas
tahun, barang siapa
mengetahui tentang
tujuan atau penggunaan
kapal itu, masuk bekerja
menjadi kelasi kapal
tersebut atau dengan
suka rela terus
menjalankan pekerjaan
tersebut setelah hal itu
diketahui olehnya,
ataupun termasuk anak
buah kapal tersebut.
TEACH A COURSE 60
PASAL 439 KUHP
1. Diancam karena
melakukan pembajakan di tepi
laut dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun,
barang siapa dengan memakai
kapal melakukan perbuatan
kekerasan terhadap kapal lain
atau terhadap orang atau
barang di atasnya, di perairan
Indonesia.
2. Yang dimaksud dengan
wilayah laut Indonesia yaitu
wilayah "Territoriale zee en
maritieme kringen ordonantie,
S. 1939 – 442.”
TEACH A COURSE 61
PASAL 4 AYAT (1)

Undang-undang Nomor 34 Tahun


2004 tentang tentara nasional
indonesiaserta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara.
Jika melihat ke dalam Penjelasan
Pasal 7 ayat (1) huruf g dan Pasal 7
ayat (2) huruf b angka 14 UU TNI,
salah satu ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara
adalah ancaman keamanan di laut
yurisdiksi nasional Indonesia, yang
dilakukan pihak-pihak tertentu, dapat
berupa Pembajakan.
TEACH A COURSE 62
PASAL 58 UU KELAUTAN

1. Untuk mengelola kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara
di wilayah Laut, dibentuk sistem pertahanan laut.
2. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia.
3. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TEACH A COURSE 63
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1983
TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (“PP
27/1983”)
Membahas tentang kewenangan penyidikan oleh TNI
Angkatan Laut
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam: Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5145) diubah sebagai berikut:
TEACH A COURSE 64
KASUS YANG TERJADI

DOBO MALUKU
Dari 32 orang yang melompat ke laut saat berusaha menyelamatkan diri, dua orang di
antaranya meninggal dunia. Sementara 11 orang lainnya selamat dengan bantuan KM
Pebulang.
“Jumlah ABK yang berada di KM Mina Sejati saat ini 13 orang ditambah tiga orang
pelaku,” katanya.
Tim KRI Teluk Lada telah berhasil menemukan posisi KM Mina Sejati. Namun, hingga
kini personel belum bisa mengevakuasi ABK yang disandera di kapal nyaris tenggelam.
TEACH A COURSE 65
KEBIJAKAN TNI AL
AKSI PEMBAJAKAN ITU TERJADI DI PERAIRAN LAUT DOBO, KABUPATEN KEPULAUAN ARU.
"INFORMASI YANG KAMI TERIMA DARI KANTOR KOORDINATOR POS SAR TUAL BAHWA KM MINA
SEJATI YANG DINAKHODAI KO AWI DIDUGA DIBAJAK OLEH TIGA ORANG ANAK BUAH KAPALNYA
SENDIRI," KATA MUSLIMIN DI AMBON.

SEJAUH INI, BELUM DIKETAHUI HASIL PENYERGAPAN TNI AL ITU


"SEJAK [MINGGU] PAGI TADI TELAH DIBERANGKATKAN KAPAL PERANG TNI AL DARI DOBO
MENUJU LOKASI YANG DIMAKSUD, NAMUN KANTOR SAR NASIONAL TUAL SAAT INI SIAGA
MENUNGGU PERKEMBANGAN. KALAU ADA PERMINTAAN UNTUK EVAKUASI KORBAN AKAN KAMI
BERANGKATKAN TIM SAR GABUNGAN DARI TUAL," KATANYA.

66
hank You

Anda mungkin juga menyukai