Anda di halaman 1dari 55

W.

Sri Wardani

SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani, Gianyar


Oktober 2013
 Istilah atopi dan alergi sering
dipertukarkan tetapi keduanya berbeda:
Allergi : respon imun terhadap antigen

tidak tergantung dari mekanismenya


Atopi : IgE-mediated immune response

( hipersensitivitas tipe I ).
Penyakit Atopi

 Penyakit atopi : Penyakit yg didasari


faktor keturunan melalui peranan IgE
(IgE mediated) dg manifestasi klinis
tertentu (asma bronchial, rhinitis
alergika, dermatitis atopi, urtika)
Asma Bronkial

Batasan :
 Penyakit inflamasi kronis pada saluran nafas

 Melibatkan berbagai sel dan elemen sel

 Inflamasi kronik  hiperesponsivitas sal nafas


Hiperesponsivitas sal nafas ditandai :

 Episode berulang gejala dan tanda:


( sesak nafas, mengi, batuk, dada terasa penuh
)
terutama malam atau dini hari
 Episode serangan berhubungan dengan

derajat obstruksi aliran udara pernafasan yg


bervariasi
 Reversibel : spontan / dengan pengobatan
Epidemiologi
Prevalensi asma bronkhial pd orang
dewasa:
Di AS (1993) mencapai 7,1%
Di Inggris (1993) mencapai 12%
Di perkotaan Indonesia (1996) 5-7%
Prevalensi global diperkirakan 4-8%
Patofisiologi
Asma bronkhial merupakan resultante dari interaksi faktor genetik
dan lingkungan
 Faktor genetik : kelainan kromoson :
• kromosom 6q : penyebab kerentanan alergi

 Mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II


 Mempermudah pengenalan & presentasi antigen
• kromosom 5q pengatur produksi sitokin

 Mengatur produksi interleukin 4 (IL-4)


• kromosom 14q pengatur produksi reseptor sel T
• Faktor lingkungan

• Faktor lingkungan : Alergen, diet dan infeksi

• Mempengaruhi individu dengan predisposisi genetik

asma  individu berfenotip asma

• Terjadi sejak dini (dalam kandungan)


Early life origins of asthma
Diet Respiratory
infections Allergens viruses (RSV)
Early
life Th2
Th1
events
(Intrauterina
environment)
IL-5

Allergen (sensitization T Bone marrow


cells IL-4 (IL-13)
Sensitization
Eosinophils
IgE Histamine

Alergen T cells IL-4


re-exposure IL-5
Persisten
disease
Growth factors
process
Cytokines
Chemokines

Acute inflammation
Airway remodelling Persistent inflammation +
bronchopasm

Fig. Pathogenesis of asthma


Hipotesis gangguan keseimbangan

Subset sel T helper (Th1, Th2)

 Hipotesis yg paling banyak dianut

 Sel Th1 memproduksi IL-2, interferon-

 berperan pada mekanisme pertahanan sel

 Sel Th2 memproduksi sitokin pro inflamasi (IL-4, IL-5, IL-6, IL-
9, IL-13)
 merupakan mediator inflamasi alergi

 Terdapat efek yang berlawanan antara sitokin produksi Th1


dan Th2
Factors favoring the Factors favoring the
Th1 phenotype Th2 phenotype
Presence of older siblings Widespread use of antibiotics
early exposure to day care Western lifestyle
Tuberculosis, measles, or urban environment
hepatitis A infection diet
Rural environment sensitization to house-dust
mites and cockroaches

Th1
Th1 Th2
Th2

Protective Cytokine Allergic disease


balance including asthma
immunity

Gambar: Pengaruh keseimbangan antara sel Th1 dan Th2 pada asma bronkial
Proses inflamasi pd asma bronkial
Inflamasi akut
a. Reaksi fase awal (early phase reaction)
• Aktivasi cepat dari sel mast dan makrofag sal nafas yg memiliki
IgE spesifik thd alergen
• Pelepasan mediator proinflamasi (histamin)
• Selanjutnya terjadi (efek histamin):

- kontraksi otot polos sal nafas


- sekresi mukus
- vasodilatasi pembuluh darah
- kebocoran mikrovaskuler
(berlangsung sekitar 1 jam)
b. Reaksi fase lambat (late phase reaction)
• Timbul stl 6-9 jam paparan alergen, meliputi :
• Pengerahan (recruitment) dan aktivasi eosinofil, sel Th, basofil, netrofil
dan makrofag
• Pelepasan mediator sekunder (newly generated mediators) seperti :
• prostaglandin (PG)
• tromboksan (TX)
• leukotrin (LT)
• platelet activating factors (PAF)
 menyebabkan :
• Bronkokonstriksi
• Meningkatkan permeabilitas vaskuler
• Sekresi mukus
Inflamasi kronik
• Terjadi akibat sel radang menetap pd saluran nafas

• Yang berperan :

• Sitokin : IL-3, IL-5, GM-CSF dan RANTES

• Molekul adhesi : ICAM, VCAM yg memfasilitasi sel inflamasi

bermigrasi dari intravaskuler ke inflammatory site


DIAGNOSIS

 Anamnesis:
Keluhan: sesak , mengi, batuk, riwayat
penyakit atopi yang lain, faktor pencetus
 Pemeriksaan fisik
Tergantung derajat obstruksi
Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi
dada, nafas cepat sampai sianosis
Faktor pencetus
 Infeksi virus
 Pajanan alergen
 Pajanan iritan
 Kegiatan jasmani
 Emosional
 Obat: aspirin, NSAID, penyekat beta
 Lingkungan kerja
 Polusi udara
 Pengawet makanan
 Lain-lain
Diagnosis (lanjt)

 Penunjang :
Spirometri: VEP1 dan APE
Uji provokasi bronkus
Sputum: eosinofil
Eosinofil total (darah)
Uji kulit : skin prick test
IgE total dan spesifik
Foto dada: komplikasi asma; proses patologi
lain
Analisa gas darah
Klasifikasi derajat asma
A. Sebelum pengobatan (GINA)

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru

I. Intermitten Bulanan APE  80%

 Gejala < 1x/minggu   2 kali  VEP1  80% nilai prediksi


 Tanpa gejala di luar serangan sebulan APE  80% nilai terbaik
 Serangan singkat  Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan Mingguan APE  80%
 Gejala > 1 x/minggu,  > 2 kali  VEP1  80% nilai prediksi
tetapi < 1 x/hari sebulan APE  80% nilai terbaik
 Serangan dapat mengganggu  Variabiliti APE 20-30%
aktiviti dan tidur
III. Persisten Harian APE 60-80%
Sedang
 Gejala setiap hari  > 1 x/minggu  VEP1 60-80% nilai prediksi
 Serangan mengganggu aktiviti APE 60- 80% nilai terbaik
dan tidur  Variabiliti APE >-30%
 Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Berat Kontinyu APE  60%
 Gejala terus menerus  sering  VEP1  60% nilai prediksi
 Sering kambuh APE  60% nilai terbaik
 Aktiviti fisik terbatas  Variabiliti APE >- 30%
Klasifikasi derajat beratnya serangan asma

Ringan Sedang Berat

Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan


Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk bungkuk ke
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas depan
Kesadaran Mungkin Biasanya Kata demi kata
Frekuensi terganggu terganggu Biasanya terganggu
nafas Meningkat Meningkat Sering >30x/mt
Retraksi otot Umumnya tidak Kadang ada Ada
bantu nafas ada
Mengi Keras Keras
Frekuensi nadi Lemah-sedang 100-120 >120
Pulsus <100 Mungkin ada (10- Sering ada (>25 mmHg)
paradoksus Tidak ada (<10 25 mmHg)
APE sesudah mmHg) 60-80% <60%
bronkodilator >80%
PaCO2 <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 <45 mmHg 91-95% < 90%
>95%
Tingkat kontrol asma (GINA)

karakteristik Terkontrol penuh Terkontrol Tidak terkontrol


(semua kriteria) sebagian (salah 1
perminggu)

Gejala harian Tidak ada (≤2x/mgg) >2x/mgg ≥3


Keterbatasan Tidak ada Ada Ada
aktivitas
Gejala nokturnal Tidak ada Ada Ada
Kebutuhan pelega Tidak ada >2 x/mgg >2 x /mgg
Fungsi paru Normal <80% prediksi <80% prediksi
Eksaserbasi Tidak ada ≥1/tahun ≥1/ mgg
Tes Kontrol Asma
 Pertanyaan 1. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering penyakit
asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan sehari-hari di
kantor, sekolah atau di rumah?
Selalu 1 Sering 2 Kadang2 3 Jarang 4 Tdk pernah 5
 Pertanyaan 2. dalam 4 minggu terakhir seberapa sering anda
mengalami sesak nafas?
>1x/hari 1 1x/hari 2 3-6x/mg 3 1-2x/mgg 4 Tdk pernah 5
 Pertanyaan 3. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma
(bengek, batuk-batuk, sesak nafas, nyeri dada, atau rasa tertekan di
dada ) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau lebih awal dari
biasanya?
≥4x/mg 1 2-3x/mg 2 1x/mg 3 1-2x/bl 4 Tdk pernah 5
 Pertanyaan 4. dalam 4 minggu terakhir seberapa anda menggunakan obat
semprot atau obat minum (tablet/sirup) untuk melegakan pernafasan?
≥3x/hr 1 1-2x/hr 2 2-3x/mg 3 ≤1x/mg 4 Tdk pernah 1
 Pertanyaan 5. bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol/kendali
asma anda dalam 4 minggu terakhir?
Tdk tkontrl 1 krg tkontrl 2 ckp tkontrl 3 tkontrl baik 4 tkontrl pnh 1
Tes kontrol asma (nathan dkk)

 Skor < 15 : terkontrol buruk


 Skor ≤19 : tidak terkontrol
 Skor 20-24: terkontrol baik
 Skor 25 : terkontrol total/sempurna
DIAGNOSIS BANDING

 BRONKHITIS KRONIK
 EMPHISEMA PARU
 GAGAL JANTUNG KIRI AKUT
 EMBOLI PARU
KOMPLIKASI

PNEUMOTORAKS

PEUMO MEDIASTINUM

ATELEKTASIS

GAGAL NAFAS

FRAKTUR IGA
Penatalaksanaan Asma
Tujuan :

• Menghilangkan dan mengendalikan gejala

• Mencegah eksaserbasi akut

• Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal


mungkin

• Mengupayakan aktivitas fisik (exercise) normal

• Menghindari efek samping obat

• Mencegah irreversible airflow limitation

• Mencegah kematian karena asma


Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen :

1. Edukasi

2. Menilai dan memonitor beratnya asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat


Penatalaksanaan Serangan Akut
Dilakukan secara simultan  mempercepat resolusi serangan akut
• Oksigen : segera berikan utk mencapai kadar saturasi  90%

• Agonis Beta-2:
• Dianjurkan inhalasi dgn nebulizer ==> Bronkodilatasi

• Alternatif lain:

• Agonis beta-2 kerja singkat injeksi (SC atau IM): adrenalin

• Aminopilin intravena dosis 5 mg / kg BB bolus dgn


pengenceran 10 cc NaCl 0,9% (perbandingan 1:1)
Pengguna aminopilin (6 jam sebelumnya) dosis
diturunkan hingga 1/2 dosis
Dilanjutkan maintenance : 0,5-0,9 mg/kgBB/jam
• Glukokortikoid :

glukokortikoid sistemik
==> mempercepat resolusi serangan asma (kecuali
serangan ringan),
Diberikan jika :
• Agonis beta-2 kerja singkat inhalasi pd pemberian
awal tdk memberi respon
• Serangan terjadi walaupun penderita sedang dlm
pengobatan
• Serangan asma berat
• Antibiotika
• Tidak rutin (bila ada kecurigaan infeksi sekunder)

• Lain-lain
• Mukolitik :

• Tidak menunjukkan manfaat berarti pd serangan asma .

• Dapat memperburuk obstruksi jalan nafas (akibat evakuasi

dahak yang kurang optimal)

• Sedatif : dihindarkan ==> berpotensi depresi sesak nafas

• Antihistamin

• Fisioterapi dada  tidak banyak berperan pada serangan asma


Langkah paska penanganan serangan akut
• Observasi di ruangan (MRS) bila :

• Respon terapi tdk adekuat dllm 1-2 jam

• Obstruksi jalan nafas menetap (APE < 30%)

• Riwayat serangan asma berat

• Dengan risiko tinggi

• Gejala memburuk

• Pengobatan yang tidak adekuat sebelumnya

• Kondisi rumah yang sulit / tidak menolong

• Kesulitan dalam transportasi ke rumah Indikasi Sosial


• Kriteria Masuk ICU

• Serangan berat dan tidak respon dengan


pengobatan adekuat

• Penurunan kesadaran, gelisah

• Gagal nafas: analisa gas darah:

• Pa O2 < 60 mmHg dan atau

• PaCO2 > 45 mmHg,

• Saturasi O2  90%
Perencanaan Pengobatan Jangka Panjang
 Bertujuan mengontrol penyakit  asma terkontrol (kondisi
stabil minimal dalam waktu 1 bulan)

 Ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :

• Medikasi (Obat-obatan)

• Tahapan pengobatan

• Penanganan asma mandiri


Medikasi Asma
• Ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas
• Ada medikasi pengontrol (controller) dan pelega (reliever)
• Controller :
• Medikasi asma jangka panjang ==> mengontrol asma
• Diberikan setiap hari ==> mempertahankan keadaan asma
terkontrol
• Sering juga disebut pencegah
• Yang termasuk antara lain :
• Kortikosteroid inhalasi
• Kortikosteroid sistemik
• Sodium kromoglikat
• Nedokromil sodium
• Metilsantin
• agonis beta-2 kerja panjang (inhalasi, oral)
• Leukotrien modifiers
• Antihistamin (AH-1) generasi 2
• Pelega (Reliever)
• Prinsip untuk dilatasi jalan nafas (bronkodilatasi)
• Termasuk pelega :
• Agonis beta-2 kerja pendek
• Kortikosteroid sistemik
• Antikolinergik
• Aminopilin
• Adrenalin
URTIKA
 Urtikaria adalah : kelainan superfisial kulit
berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas
dan dikelilingi daerah edematous
 Episode urtikaria:
Akut : < 6 minggu
Kronik : menetap > 6 minggu : 5 – 20%
 Dapat mengenai:
Seluruh permukaan kulit
Insiden
 Mengenai semua umur
Puncak insiden : usia dekade ketiga
Usia sekolah: 15-20%
 Etiologi dan predisposisi
Bahan inhalan
Makanan
Bahan pseudoallergen  urtikaria kronik
Infeksi : hepatitis B dan C
Rangsangan fisik
Pathogenesis
 Reaksi hipersensitivitas tipe I
Diawali dg antigen tertangkap pada reseptor
IgE yang menempel pada sel mast atau basofil
Aktivasi sel mast/basofil mengeluarkan
mediator
Recruitment sel inflamasi : eosinofil, basofil,
netrofil dan limfosit
30 % pasien urtikaria kronik mempunyai Ig G
sebagai anti IgE,  melepas histamin tanpa
tergantung dari IgE
Diagnosis
 Gejala dan tanda:
Bintul-bintul eritematous, disertai rasa gatal
Bervariasi dari ringan ---berat
Membesar dan mengecil dalam beberapa jam
50 % disertai angioedema
Pemeriksaan fisik untuk
menilai:
○ aktivitas urtikaria
○ Bentuk dan distribusinya
○ Apakah disertai gejala lain?
Diagnosis (lanj)
 Laboratorium penunjang:
Test alergi
○ Skin prick test
○ IgE spesifik
Test provokasi Skin prick test
Biopsi: punch biopsy
Pemeriksaan pelengkap
○ DL

Punch biopsy
Penatalaksanaan

 Penjelasan/edukasi
 Menghindari allergen
 Medikamentosa
Lini pertama: AH1 klasik (generasi 1,2,3)
Lini kedua : kortiosteroid
Lini ketiga : plasmapharesis dan obat imunosupresan
 Terapi terbaru di masa mendatang:
○ Imunomodulasi dari produksi sitokin
○ Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
○ Pengaturan produksi antibodi autoimun
Rhinitis allergi
 Batasan :
 Rhinitis alergi (hay fever): inflamasi alergi dari membran
mukosa hidung
 Etiologi :
 Genetik
 Lingkungan :
 Pollen
 Debu
 Animal dander
 Epidemiologi : prevalensi 4-40%
Klasifikasi

 Berdasarkan waktu: 3 katagori rhinitis alergi


1. Seasonal allergic rhinitis: terjadi pada waktu yg
sama sepanjang tahunnya
2. Perrenial allergic rhinitis : terjadi setiap saat
sepanjang tahun
3. Occupational allergic rhinitis : terkait dengan
pekerjaan
Klasifikasi

 Berdasarkan gejala yang dialami : 2 katagori


rhinitis alergi
1. Intermiten : terjadi kurang dari 4 hari dalam
seminggu atau kurang dari 4 minggu
2. Persisten : terjadi > 4 hari dalam seminggu atau
lebih dari 4 minggu setiap saat kambuh
Gejala dan Tanda
 Gejala rhinitis alergi adalah:
1. Rhinorrhea : hidung berair
2. Gatal : hidung, tenggorokan, kerongkongan
3. Bersin berulang
4. Mata merah, gatal dan berair
5. Post nasal drip
■ Tanda rhinitis alergi:
■ Bengkak dan eritema konjungtiva
■ Pembengkakan kelopak mata
■ Stasis vena kelopak mata bawah
■ Lateral crease on the nose
■ Swollen nasal turbinates
■ Middle ear efusion
Pathogenesis

 Reaksi hipersensitivitas tipe I


1. Immediate response:
 Hitungan menit
2. Late response :
 3-24 jam
Diagnosis

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik


 Test:
1. Skin prick test
2. RAST: IgE spesifik
Penatalaksanaan
 Tujuan :
1. Mencegah kejadian rhinitis
2. Menghilangkan gejala rhinitis
3. Menghilangkan penyebab rhinitis
 Tatalaksana:
1. Hindari faktor pencetus
2. Obat untuk mengurangi gejala
 Antihistamin
 Dekongestan
 Kortikosteroid : nasal dan sistemik
 Sodium Kromolin
 Ipratropium bromida
 Leukotrine reseptor antagonis
3. Imunoterapi : terapi desensitisasi
Dermatitis atopik

Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit
kronis residif disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada penderita
atau keluarganya.
Epidemiologi :
◦ USA, Eropa, Jepang, Australia (negara industri):
prevalensi DA pada anak:10 – 20 %, pada
dewasa 1 – 3 %.
◦ Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah.
Etiopatogenesis
Interaksifaktor genetik, lingkungan, dan
imunologik
Konsep dasar terjadinya DA adalah reaksi
imunologik (hipersensitivitas tipe 1)
Gambaran klinis
Ada 3 fase klinis DA yaitu
1. DA infantil (2 bulan – 2 tahun),
 Daerah muka (dahi-pipi): eritema, papul-vesikel pecah karena
garukan  eksudatif  krusta.  meluas ke kepala, leher,
pergelangan tangan & ekstensor ekstremitas.

2.DA anak (2 – 10 tahun)


 Lanjutan DA infantil atau timbul sendiri (de novo). lesi di lipatan
siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan
leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi,
hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder

3. DA pada remaja dan dewasa.


◦ lipatan siku/lutut, samping leher, dahi, sekitar mata. Pada
dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik
Diagnosis
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai
minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria
minor.
Kriteria Mayor
◦ Pruritus
◦ Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak
◦ Dermatitis di fleksura pada dewasa
◦ Dermatitis kronis atau residif
◦ Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Diagnosis
Kriteria Minor
Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H.
simpleks)
Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermatografism dan delayed blanched response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
Diagnosis
Kriteria Minor (lanjt)
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat dan eritema
Gatal bila berkeringat
Intolerans perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau
emosi
Tes alergi kulit tipe dadakan positif
Kadar IgE dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Penatalaksanaan

Tatalaksana:
1. Topikal :
 Pelembab kulit
 kortikosteroid topikal
2. Sistemik:
 Antihistamin
 kortikosteroid
3. Imunoterapi : terapi desensitisasi

Anda mungkin juga menyukai