Anda di halaman 1dari 22

Sumber Ajaran Islam

KELOMPOK 4

RAUDHATUL JANNAH 2010015111030


NADILA HELVIONA 2010015111057
IHSANUL FIKRI 2010015111058
Vidara K.
I.
SUNNAH

RAUDHATUL JANNAH
A. Pengertian Sunnah
.
Menurut bahasa, kata sunnah berarti pekerjaan, tradisi, kebiasaan, ketentuan.
Menurut Istilah sunnah berarti semua perkataan, perbuatan dan ketetapan (taqrir)
yang bersumber dari RAsul SAW ( WAhab Khala ; 1978). Bagi yang memahaminya
lebih luas memasukkan sifat Rasul dalam pengertian sunnah. Kata sunnah
disamakan dengan hadits (Amir, 1997 :74-75), bagi yang membedakan sunnah
dengan hadits, mengartikan hadits lebih khusus, yaitu semua ucapan Rasul,
sedangkan sunnah bersifat umum, yaitu semua perbuatan dan tindakan Rasul yang
sudah menjadi tradisi dalam pengamalan agama. Dalam menggunakan istilah , para
ulama sepakat bahwa kata sunnah atau hadits hanya merujuk kepada informasi dari

RAUDHATUL JANNAH
dan tentang Rasul. Kata sunnah merupakan lawan dari kata bid’ah yang berarti
membuat-buat, maksudnya tradisi atau perbuatan yang tidak pernah ada dalam
kehidupan Rasul.
B. Macam-macam Sunnah
Sunnah dapat dibagi kepada tiga macam sebagai berikut :
 Pertama, sunnah qauliyah yaitu ucapan Rasul yang didengar oleh sahabat, dan disampaikannya
kepada orang lain. Contoh: sahabat menyampaikan bahwa ia mendengar Nabi bersabda, “
Siapa yang tidak shalat karena tertidur atau karena ia lupa , hendaklah ia mengerjakan shalat itu
ketika telah iangat.”
 Kedua, sunnah fi’liyah yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Rasul, yang dilihat atau diketahui
oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain. Contoh : “sahabat berkata : saya
melihat Nabi melakukan shalat sunnat dua rakaat seudah shalat zuhur.”
 Ketiga, sunnah taqririyah, yaitu perbuatan atau perkataan sahabat yang dilakukan dihadapan
atau sepengetahuan Rasul, namun tidak ada respon suruhan, larangan atau pencegahan.
Diamnya Rasul menjadi ketetapan (persetujuan) yang kemudian disampaikan sahabat kepada

RAUDHATUL JANNAH
orang lain. Contohnya, seorang sahabat memakan daging dhab (biawak), Rasul mengetahuinya
tetapi beliau tidak melarang atau menyatakan keberatan atas perbuatan itu. Ksiah tersebut
disampaikan oleh sahabat yang mengetahuinya bahwa, “ saya melihat seorang sahabat
memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui tetapi beliau tidak melarang perbuatan
itu.( amir, 1997 :76).
Dalam mengamalkan sunnah, terdapat tiga bentuk kedudukan
Rasul, yakni :

1. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa atau berupa adapt kebiasaan
yang berlaku seperti cara makan, minum, berdiri, duduk, cara berpakaian termasuk
memelihara jenggot dan sebagainya merupakan tabiat dari seorang manusia. Dalam
hal ini boleh diamalkan dan boleh tidak diamalkan.
2. Perbuatan sebagai syariat khusus utntuk Rasul, seperti poligami lebih dari empat,
wajibnya shalat dhuha, shalat witir, berkurban, shalat tahajjut. Dalam hal ini tidak
diwajibkan bagi umatnya.
3. Perbuatan dan sebagai sumber dalil agama, seperti pelaksanaan ibadah,

RAUDHATUL JANNAH
muamalah dan sebagainya. Semuanya wajib diteladani dan mengikat semua
umat Islam. Misalnya hadits, “ Shallu kam raaitumi ushalli ( Shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat). (Amir, 1997; 78-79).
C. Fungsi dan peranan sunnah
terhadap Al Quran
Al Quran adalah sumber ajaran pokok, sedangkan sunnah sumber kedua
setelah Al Quran. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena hakekatnay sama-
sama bersumber wahyu. Keharusan menggunakan Al Quran dan sunnah
diuangkap dalam Al Quran, seperti Q.S Muhammad [47] : 33 dan Q.S An Nisa’
[4] ; 59, yang memerintahkan orang yang beriman agar mentaati Allah dan
Rasulnya serta Q.S al Ahzab [33] : 21, yang menjelaskan Rasul sebagai teladan
yang baik.
Fungsi As Sunnah terhadap Al Quran sebagai berikut :
1. Menguatkan hukum yang ditetapkan Allah (ta’kid).
Misalnya Al Quran menetapkan hukum puasa Q.S al Baqarah [2] :183 dan
sunnah menguatkan kewajiban berpuasa “ Islam didirikan atas lima perkara,
persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu utusan
Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan
dan naik haji ke Baitullah.” (Hadits riwayat Bukhari).
2. Memberikan rincian terhadap Al Quran (tafsir/tafshil).
Misalnya perintah shalat dalam Q.S al Baqarah [2] ; 110 : Dirikanlah shalat
dan bayarkanlah zakat, shalat dan zakat masih bersifat umum
yang kemudian dirinci sunnah mengenai teknis pelaksnaannya (bacaan,

RAUDHATUL JANNAH
gerakan, jumlah rakaat,dan sebagainya) melalui sunnah : “Shallu kam
raaitumi ushalli.”
3. Membatasi kemutlakan Al Quran (taqyid) Misalnya,kewajiban wasiat dalam
Q.S. Al Baqarah [2] : 18, yang dibatasi sunnah tidak boleh lebih dar sepertiga
harta yang ditinggalkan.
4. Memberikan pengecualian terhadap pernyataan umum Al Quran
(istisna’) Misalnya, bangkai dan darah haram dikomsumsi yang dijelaskan
Q.S. al Maidah [5] : 3, sedangkan sunnah memberikan pengecualian
terhadap bangkai ikan dan belalang serta hati dan limpa.

5. Menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al Quran.


Al Quran bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan
secara pasti. Dalam hal ini sunnah berperan menetapkan hukumnya,
misalnya Rasul melarang memakan semua binatang yang bertaring dan

RAUDHATUL JANNAH
semua burung yang bercakar. (Amir, 1997 :85-88) .
D. Perbedaan Al Quran dan As Sunnah antara laian :
1. Kebenaran Al Quran bersifat mutlak (qath’i), sedangkan sunnah
bersifat zanni.

2. Semua ayat Al Quran wajib diamalkan sedangkan hadits tidak


semuanya wajib diamalkan.

3. Kebenaran Al Quran bersifat otentik sedangkan sunnah terdapat

RAUDHATUL JANNAH
kerelatifan seperti perbedaan redaksi dan periwayat
( Toto, 1997 : 63-64 ).
E. Tingkatan sunnah/hadits
Dari segi jumlah perawi hadits dapat dibagi tiga macam, yakni :

1. Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak ( tiga orang atau
lebih disetiap generasi periwayat) kepada orang banyak lainnya tanpa putus, serta
mustahil untuk dapat berbohong.
2. Hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang tapi tidak sampai
kepada tingkat mutawatir (dua atau tiga orang disetiap generasi periwayat).

RAUDHATUL JANNAH
3. Hadits ahad yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau lebih disetiap
generasi periwayat, tapi tidak mencapai pada tingkat mutawatir maupun masyhur.
(Amir, 1997 :82)
Dari segi kualitas (diterima atau ditolak) hadits dapat pula dibagi, antara lain :
a. Hadits shahih (kuat), yaitu hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits berkualitas.
Terdapat lima syarat : sanadnya (jalur periwayatannya) bersambung sampai kepada
Rasul, periwayatnya adil (sifat terjaga/ terpelihara), dhabit (periwayat memiliki hafalan
yang kuat, matan (redaksi) tidak cacat, dan tidak bertentangan dengan dalil periwayatan
yang lebih kuat (al Qur’an).
b. Sunnah/ hadits hasan.(baik) Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat hadits
sahih tapi perawinya kurang baik hafalannya.
c. Hadits dha’if. Hadits dhaif ialah hadits yang tidak lengkap syarat-syaratnya atau tidak

RAUDHATUL JANNAH
memenuhi satu atu lebih syarat-syarat hadits shahih. (Toto, 1997 ; 64-65).
Penelitian hadits banyak dilakukan oleh para ahli, untuk mendapatkan hadits
yang berkualitas, diantara tokoh hadits yang terkenal dengan penelitian hadits
shahihnya antara lain :

1. Imam Bukhari yang hidup pada tahun194-256 H. Bukhari telah menghabiskan


seluruh usianya untuk meneliti hadits. Beliau berpindah dari satu tempat ke
tempat lain seperti Basrah, Kufah, Bagdad, Mekkah, madinah, Syam, Hams,
Asqalan dan mesir. Beliau berhasil mengumpulkan 100.000 hadits shahih dan
200.000 yang tidak shahih.

2. Imam Muslim yang hidup pada tahun 204-261 H. Beliau juga sangat banyak

JANNAH
JANNAH
mengumpulkan hadits baik yang shahih maupun yang tidak shahih.
(Toto, 1997 :65-66).

RAUDHATUL
RAUDHATUL
II.
IJTIHAD

RAUDHATUL JANNAH
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata jahada yang artinya bersungguh-sungguh.
Sedangkan penegrtian ijtihad menurut istilah adalah meggunakan seluruh kemampuan berfikir
dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan atau menetapkan hokum syara’ dengan jalan
mengistimbatkannya dari Al Quran dan SUnnah Rasul SAW. Orang yang melakukan ijtihad
tersebut dinamakan mujtahid.

B. Fungsi Ijtihad
Ijtihad berguna menjawab persoalan-persoalan hokum baru dari perkembangan peradaban
manusia, yang tidak ditemukan aturan hukumnya dalam Al Quran maun sunnah. Agar
perkembangan peradaban tidak keluar dari syariat Islam maka dislesaikan dengan ijtihad. Hal
inilah yang memberi peluang agar pintu ijtihad selalu dibuka sepanjang masa. (Amir, 1989 :

RAUDHATUL JANNAH
22). Dengan cara reformulasi fikih sesuai dengan perlkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sepanjang masa, sehingga menghasilkan Islam yang dapat menjawab tantangan
kekinian
(Islam kontenporer).
Beberapa contoh penyelesaian hukum dengan ijtihad :
a. Nabi membuat strategi perang yang didiskusikan dengan sahabat
b. Pengangkatan khalifah setelah Rasul wafat.
c. Menuliskan dan membukukan Al Quran dalam satu mushaf.
d. Memerangi orang yang tidak membayar zakat.
e. Membentuk armada perang.
f. Membuat mata uang.
g. idak memotong tangan pencuri saat musim kelaparan ( Amir, 1997 : 133-239).
Penyelesaian hokum persoalan-persoalan kontenporer juga dilakukan dengan ijtihad,
seperti bunga bank, rekaysa genetika, zakat profesi dan usaha, pencangkokan organ,donor dan
sebagainya.
C. Ketentuan Ijtihad
Melihat kepada pelaksanaannya ijtihad dapat dibagi dua, yakni :

RAUDHATUL JANNAH
1. Ijtihad fardi ialah ijtihad yang dilakukan oleh mujtahid secara fardi atau seorang diri.
2. Ijtihad jama’I adalah ijtihad yang dilakukan oleh mujtahid secara berkelompok atau
secara ijma’
Kemudian juga terdapat beberapa metode ijtihad, sebagai berikut :
a. Qiyas.
Qiyas menurut bahasa adalah menyamakan atau mengukur sesuatu dengan lainnya lalu
mempersamakannya. Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan sesuatu perbuatan yang
belum ada ketentuan hukumnya dengan berdasarkan sesuatu hokum yang sudah ditentukan oleh
nash (teks) disebabkan karena sama illatnya (alasannya). Contoh zakat padi diqiyaskan pada zakat
gandum karena sama-sama mengenyangkan.
b. Ijma’
Ijma’ menurut bahsa adalah sepakat atau sependapat. Ijma’ menurut istilah ialah kesamaan atau
kebulatan pendapat semua ahli ijtihad dalam menetapkan suatu hokum. Baik dalam bentuk ijma’
qauli melalui ucapan (lisan0 dan ijma’ sukuti (diam).
c. Istihsan
Istihsan adalah menetapkan suatu hokum terhadap suatu persoalan atas dasar prinsip-prinsip
kebaikan, keadilan dan kasih sayang dan sebagainya dari Al Quran dan hadits.
d. Mashalihal mursalah
Mashalihal mursalah ialah menetapkan hokum terhadap suatu persoalan atas dasar pertimbangan
kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat Islam sekalipun tidak ada dalil secara
ekplisit dalam Al Quran dan hadits ( Toto, 1997 : 68-69).
Syarat-syarat mujtahid
Para mujtahid hendaklah memiliki kepastian dan kualitas ilmu yang memadai
antara lain :
1. Mengetahui isi Al Quran dan hadits yang bersangkutan dengan hokum meskipun tidak
hafal.
2. Mengetahui bahasa Arab dengan berbagai ilmu kebahasaan seperti nahwu, sharaf,
ma’ani, bayan, badi’ agar dapat menafsirkan ayat dengan baik dan benar.
3. Mengetahui kaidah-kaidah ilmu usul karena ilmu ini menjadi dasar berijtihad.
4. Mengetahui soal-soal ijma’supaya tidak timbul pendapat yang bertentangan dengan
hasil ijma’
5. Mengetahui nasikh dan mansukh dalam Al Quran.

RAUDHATUL JANNAH
6. Mengetahui ilmu riwayah dan dapat membedakan mana hadits yang shahih, hasan,
dhaif, maqbul dan mardud.
7. mengetahui kaidah-kaidah yang menerangkan tujuan syara dalam meletakkan taklif
kepada orang mukallaf (Toto, 1997 : 70/ Hasbi : 1991 : 197).
Sesi
Pertanyaan
Pertanyaan
1. ANNISAH SURYANI
Apa fungsi Ijtihad di zaman Modern ?

2. UMI KALSUM
Sumber Ajaran Agama Islam ada di Al – Qur’an, sunnah dan ijtihad
apakah Al – Qur’an dan sunnah belum cukup untuk sumber ajaran
Islam?

3. SHANNIA APRILIA
Apa pengertian Maslahah mursalah dan contohnya di zaman
modern ini ?
Pemberi Jawaban
1. Ijtihad merupakan salah satu sumber hukum Islam se -telah al-Qur‟an, al-Hadits,
Ijma‟, dan Qiyas. Ijtihad di era modern merupakan kebutuhan untuk menjawab
permasalahan yang terus bermunculan yang hukumnya tidak terurai jelas dalam
sumber hu-kum utama, al-Qur‟an dan al-Hadits. – RAUDHATUL JANNAH

2. Msih kurang lengkap klo Al-Qur'an dan sunah sajaKarena fungsi iIjtihad sendiri\
yaitu berguna menjawab persoalan-persoalan hukum baru dari perkembangan
peradaban manusia, yang tidak ditemukan aturan hukumnya dalam Al Quran
maupun sunnah. Agar perkembangan peradaban tidak keluar dari syariat Islam,
maka diselesaikan dengan ijtihad. – NADILA HELVIONA
Sesi
Pertanyaan
Lewat
WhatsApp
TERIMAKASIH 

RAUDHATUL JANNAH

Anda mungkin juga menyukai