Anda di halaman 1dari 115

PEMERIKSAAN FISIK KASUS

HIV DENGAN INFEKSI


OPORTUNISTIK
RETNOWATI
2006562471
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM IMUN
• Sistem imun adalah sistem pertahanan
manusia sebagai perlindungan terhadap
infeksi dari makromolekul asing atau
seragan organisme, termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit.
• Sistem kekebalan juga berperan  dalam
perlawanan terhadap protein tubuh dan
molekul lain seperti yang terjadi pada
automunitas, dan melawan sel yang
teraberasi menjadi tumor.
ORGAN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH.

1. Komponen utamanya sistem kekebalan tubuh : Sumsum tulang, Sel darah putih (WBC) yang diproduksi
oleh sumsum tulang, dan Jaringan limfoid, Kelenjar timus, limpa dan Kelenjar getah bening, , Amandel dan
kelenjar gondok, dan jaringan serupa di sistem gastrointestinal, pernapasan, dan reproduksi
2. Sumsum tulang adalah tempat produksi dari lymposit. Pematangan lymposit di bone marrow akan
menghasilkan limfoist B. Sebagian limfosit pematangan di tymus maka akan menghasilkan limfosit T.
(Bruner &suddart (2003)
3. Jaringan limfoid : limpa, berfungsi sebagai sebuah filter. Di mana sel darah merah yang sudah tua dan
rusak dihancurkan.
4. Kelenjar getah bening didistribusikan ke seluruh tubuh.  dihubungkan oleh saluran getah bening dan kapiler,
yang bereaksi terhadap benda asing dari getah bening sebelum masuk aliran darah. Kelenjar getah bening
juga berfungsi sebagai pusat proliferasi sel imune. Jaringan limfoid yang tersisa, seperti amandel dan
kelenjar gondok dan jaringan limfatik mukoid lainnya, mengandung sel-sel kekebalan yang melindungi
permukaan mukosa tubuh melawan mikroorganisme.
PERKEMBANGAN SEL – SEL IMUN

• Berdasarkan gambar di atas sumsum tulang belakang menghasilkan lympoblas yang mengalami pematangan
di bone marrow dan kelenjar tymus. Limfosit yang matang di sumsum tulang belakang menghasilkan limposit
B yang akan menjadi sel mast dan sel memory. Sel plasma akan menghasilkan antibody yang terdiri igg, igm,
iga, igd dan ige. Sedangkan sel memory akan menghasilkan antibody bila terpajan oleh antigen yang sama.
Limfosit T menghasilkan sel T regulator dan dan sel T effector. Set T regulator menghasilkan sel T helper dan
sel T supresor sedangkan sel T efektor menghasilkan sel T citotoksic
PROSES PEMBENTUKAN LIMFOSIT B DAN LIMFOSIT T

• Limfosit berasal dari sel induk di tulang belakang. Limfosit-b matang di sumsum tulang sebelum memasuki
aliran darah, sedangkan limfosit T matang di tymus, di mana mereka juga berdiferensiasi menjadi sel
dengan berbagai fungsi. 
FUNGSI IMUN:

1. RESPONS IMUN NONSPESIFIK


 Merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian bahwa respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun
tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut
 Makrofag, neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting. Menghancurkan bakteri tersebut dengan cara
nonspesifik melalui proses fagositosis.
 Selain fagositosis, manifestasi lain dari respons imun nonspesifik adalah reaksi inflamasi.
2. RESPON IMUN SPESIFIK
 Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh
pernah terpapar sebelumnya.
 Respons imun spesifik dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen precenting cell (apc) yang memproses
antigen sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun.
 Dengan rangsangan antigen yang telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi dan berdiferensiasi sehingga
menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen (bellanti, 1985; roitt,1993; kresno,
1991).
JENIS SISTEM IMUN

1. Imun alami ( non spesifik )


imunitas alami adalah imun yang sudah ada sejak bayi yang berfungsi untuk

memberikan perlindungan segera terhadap infeksi (riley and rupert, 2015).

A. Barier epitelial : barier epitelial adalah penghubung utama antara tubuh dan lingkungan eksternal, traktus
gastrointestinal, traktus respiratori, dan traktur genitourinaria (suardana, 2017). Dalam barier epiteli terdapat
fagosit yaitu neutrofil dan makrofag :

 neutrofil adalah sel pertama yang memberikan respon terhadap infeksi dan disebut juga sebagai leukosit
polimorfonuklear (PMN) adalah leukosit paling banyak dalam darah yang berjumlah 4000– 10.000 / µl (abbas,
2016).

 Makrofag adalah yang bertugas menelan mikroba dalam darah dan dalam jaringan. Makrofag ini memiliki jumlah yang
paling sedikit yaitu berjumlah 500 – 1000/µl. Dalam makrofag sendiri dibagi menjadi 2 jenis yaitu aktifasi makrofag klasik dan
alternatif (suardana, 2017).
2. IMUNITAS ADAPTIF (SPESIFIK)
• Imunitas adaptif adalah pertahanan tubuh berupa perlawanan terhadap antigen tertentu. Jenis-jenis imunitas adaptif dibagi menjadi 2, yaitu
:
A. Imunitas humoral
 Diperantarai oleh protein yang dinamakan antibodi, yang diproduksi oleh sel-sel yang disebut limfosit B yang berasal dari bone marrow
dan akan menghasilkan antibody.
 Antibodi tersebut masuk kedalam sirkulasi dan cairan mukosa lalu menetralisir dan mengeliminasi mikroba serta toksin mikroba yang
berada di luar sel-sel inang dalam darah dan cairan ekstraseluler.
 Fungsi terpenting antibodi yaitu menghentikan mikroba yang berada pada permukaan mukosa dan dalam darah agar tidak mendapatkan
akses menuju sel target.
B. Imunitas seluler
 Pertahanan terhadap mikroba intraseluler yang prosesnya diperantarai oleh sel limfosit T yaitu limfosit T helper dan limfosit T sitotoksik.
 Limfosit t helper mengaktivasi fagosit untuk menghancurkan mikroba yang telah difagositosi oleh fagosit ke dalam vesikel intraseluler.
 Limfosit t sitotoksik melisiskan berbagai jenis sel inang yang terinfeksi mikroba infeksius didalam sitoplasmanya.
 Sel ini juga berasal dari bone marrow, namun maturasi dalam timus.
 Fungsi umum sistem ini yaitu melawan bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor.
TAHAPAN RESPON IMUNE

• (I) PADA TAHAP PENGENALAN, ANTIGEN DIKENALI DENGAN LYM- FOSIT DAN


MAKROFAG. 

• (II) PADA TAHAP PROLIFERASI, LIMFOSIT YANG TIDAK AKTIF BERKEMBANG BIAK


DAN BERDIFERENSIASI MENJADI SEL T SITOTOKSIK (PEMBUNUH) ATAU SEL B YANG
BERTANGGUNG JAWAB UNTUK PEMBENTUKAN DAN PELEPASAN ANTIBODI.

• (III) PADA TAHAP RESPONS, SEL T BERACUN DAN SEL B MELAKUKAN FUNGSI


SELULER DAN HUMORAL. 

• (IV) PADA TAHAP EFEKTOR, ANTIGEN BERADA DIHANCURKAN ATAU DINETRALKAN


MELALUI AKSI ANTIBODI, KOMPLEMEN, MAKROFAG, DAN SEL T SITOTOKSIK
JENIS IMUNOGLOBULIN. 

IgG (75% dari Total • Muncul dalam serum dan jaringan (cairan interstisial)
Imunoglobulin) • Berperan utama dalam infeksi darah dan jaringan
• Mengaktifkan sistem pelengkap
• Meningkatkan fagositosis
• Melintasi plasenta
IgA (15% dari Total • Muncul dalam cairan tubuh (darah, air liur, air mata, ASI, dan
Imunoglobulin) sekresi paru, gastrointestinal, prostat, dan vagina)
• Melindungi dari infeksi pernapasan, gastrointestinal, dan genitourinary
• Mencegah absorpsi antigen dari makanan
• Ditularkan ke neonatus dalam ASI untuk perlindungan

IgM (10% dari Total • Sebagian besar muncul dalam serum intravaskular
Imunoglobulin) • Muncul sebagai imunoglobulin pertama yang diproduksi sebagai respons
untuk infeksi bakteri dan virus
• Mengaktifkan sistem pelengkap
JENIS IMUNOGLOBULIN
IgD (0,2% dari Total • Muncul dalam jumlah kecil dalam serum
Imunoglobulin) • Mungkin memengaruhi diferensiasi limfosit-B, tetapi perannya
tidak jelas

IgE (0,004% dari Total • Muncul dalam serum


Imunoglobulin) • Berperan dalam reaksi alergi dan beberapa reaksi hipersensitivitas
• Memerangi infeksi parasite
DEFINISI HUMAN IMMUNODEFISIENCY VIRUS ( HIV )
• Human immunodefisiency virus ( HIV ) adalah virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh
seseorang dengan menghancurkan sel – sel penting yang melawan penyakit dan infeksi (CDC,
2020 ). human immunodefisiency virus ( HIV ) termasuk dalam kelompok virus yang dikenal
sebagai retrovirus, yang membawa materi genetiknya dalam bentuk asam ribonukleat (RNA)
daripada asam deoksiribonukleat (DNA). Human immunodefisiency virus ( HIV ) terdiri dari inti
virus yang berisi RNA virus, dikelilingi oleh selubung yang terdiri dari glikoprotein yang
menonjol. Semua virus menargetkan sel-sel spesifik. Sel human immunodefisiency virus ( HIV )
menargetkan sel dengan reseptor CD4, yang diekspresikan pada permukaan limfosit, monosit, sel
dendritik, dan mikroglia otak.(Suzanne C. Smeltzer et al., 2010). Acquired immune defiency
syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh oleh virus human
immunodefiency virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (kemenkes, 2015).
PATOGENESIS
HIV

Gambar 1. Struktur HIV (Sumber: Splettstoesser T. [www.scistyle.com]).

• HIV adalah virus sitopatik, termasuk dalam famili retroviridae, subfamili lentivirinae. Genus
lentivirus. HIV berbeda dalam struktur dari retrovirus lainnya. Virion HIV berdiameter ~100
nm, dengan berat molekul 9.7 kb (kilobase). Bagian dalamnya terdiri dari inti berbentuk
kerucut yang mencakup dua salinan genom ssrna, enzim reverse transcriptase, integrase dan
protease, beberapa protein minor, dan protein inti utama Genom HIV mengodekan 16
protein virus yang memainkan peran penting selama siklus hidupnya (li et al., 2016).
LANJUTAN PATOGENESIS
• HIV memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus, gp120 di sebelah luar
dan gp41 yang terletak di transmembran. Gp120 memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung
jawab pada awal interaksi dengan sel target, sedangkan gp41 bertanggung jawab dalam proses internalisasi. Termasuk
retrovirus karena memiliki enzim reverse trancriptase, HIV mampu mengubah informasi genetik dari RNA menjadi
DNA, yang membentuk provirus. Hasil transkrip DNA intermediet atau provirus.

• HIV juga memiliki kemampuan untuk memanfaatkan mekanisme yang sudah ada di dalam sel target
untuk membuat kopi diri sehingga terbentuk virus baru dan matur yang memiliki karakter HIV.
Kemampuan virus HIV untuk bergabung dengan DNA sel target pasien, membuat seseorang yang
terinfeksi HIV akan terus terinfeksi seumur hidupnya (li et al., 2016).
• Hingga kini dikenal dua tipe IV, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan virus klasik pemicu AIDS,
HIV-2 merupakan virus yang diisolasi pada binatang.
LANJUTAN PATOGENESIS
• HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara vertikal, horizontal, dan seksual.
HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu
menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak
seperti yang terjadi pada kontak seksual. Setelah sampai dalam sirkulasi sistemik, 4–11 hari sejak paparan
pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah (nasronudin, 2014).
• Setelah masuk dalam sirkulasi sistemik manusia, sel target utama dari HIV adalah sel yang mampu
mengekspresikan reseptor spesifik CD4, seperti monosit-makrofag, limfosit, sel dendritik, astrosit,
mikroglia, langerhan’s yang kebanyakan terlibat dalam sistem imun manusia.
• Bila HIV mendekati dan berhasil menggaet sel target melalui interaksi gp120 dengan CD4, ikatan semakin
diperkokoh ko-reseptor CXCR4 dan CCR5, dan kemudian atas peran protein transmembran gp41 akan
terjadi fusi membran virus dan membran sel target. Proses selanjutnya diteruskan melalui peran enzim
reverse transcriptase dan integrase serta protease untuk mendukung proses replikasi (maartens G et al.,
2014; nasronudin, 2014).
LANJUTAN PATOGENESIS
• Replikasi dimungkinkan melalui aktivitas enzim reverse transcriptase, diawali oleh transkripsi terbalik RNA genomik
ke DNA. Kopi DNA yang terbentuk berintegrasi ke genom sel manusia untuk selanjutnya disebut proviral DNA.
Komponen virus kemudian disusun mendekati membran sel host, menembus membran keluar dari dalam sel sebagai
virion matur, yang potensial penyebab infeksi pada sel lain, bahkan mampu memicu infeksi pada individu lain bila
ditransmisikan.
• Dalam satu hari hiv mampu melakukan replikasi hingga mencapai 108–109 virus baru. Selama proses replikasi, HIV
dapat mengalami perubahan karakter atau mutasi sehingga HIV yang beredar dalam sirkulasi tubuh otomatis bukan
merupakan populasi homogen, melainkan terdiri dari berbagai kelompok.
• Secara perlahan seiring waktu, limfosit t yang menjadi salah satu sel target hiv akan tertekan dan semakin menurun
melalui berbagai mekanisme, seperti kematian sel secara langsung akibat hilangnya integritas membran plasma oleh
karena infeksi virus, apoptosis, maupun oleh karena respons imun humoral dan seluler yang berusaha melenyapkan
virus hiv dan sel yang telah terinfeksi
• Penurunan limfosit T dan CD4 ini menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke
stadium AIDS (levy, 1993).
ANEMIA PADA HIV
• ANEMIA TERKAIT HIV/AIDS KEMUNGKINAN BESAR TERJADI AKIBAT TIGA MEKANISME BERIKUT:
1). Penurunan produksi sel darah merah ;
penurunan produksi eritrosit kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi sumsum tulang oleh neoplasma, atau infeksi
pengobatan myelosupresive, infeksi HIV itu sendiri, penurunan produksi eritropeitin endogen, tidak adanya respon
terhadap eritropoeitin, atau hypogonadisme
2). Peningkatan destruksi sel darah merah ;
anemia hemolitik dapat disebabkan oleh auto antibodi eritrosit, hemophagocytic syndrome, disseminated
intravascular coagulation (DIC), thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), atau defisiensi glucose-6- phosphate
dehydrogenase (G6PD). Hemolisis juga mungkin berkembang dari obat-obatan yang dikonsumsi
3). Inefektivitas produksi sel darah merah.
Infektivitas produksi eritrosit dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang menjadi bahan baku pembentuk eritrosit,
sehingga terjad anemia. akibat hal ini disebut anemia nutrisional—paling sering adalah defisiensi zat besi, asam folat
dan viamin B12. Pada pasien dengan infeksi HIV, defisiensi asam folat secara umum disebabkan oleh defisiensi dalam
diet maupun oleh keadaan patologis dari jejunum.
MANIFESTASI KLINIK
Tahap 1:  Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin mengalami penyakit seperti flu,
Infeksi Akut yang dapat berlangsung selama beberapa minggu.
 Setelah HIV menginfeksi sel target, yang terjadi adalah proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta
virus baru (virion), terjadi viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip
sindrom semacam flu (demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, nyeri
otot, dan sendi atau batuk.)

Tahap 2:  dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa gejala), yang umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Infeksi Laten  Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat
germinativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase
laten
 pada fase ini virion di plasma menurun.
 replikasi tetap terjadi di dalam kelenjar limfe, jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun.
 Beberapa pasien dapat menderita sarkoma Kaposi’s, Herpes zoster, Herpes simpleks, sinusitis bakterial, atau
pneumonia yang mungkin tidak berlangsung lama.
Tahap 3:  Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler karena banyaknya virus,
Infeksi Kronis fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun dan virus dicurahkan ke dalam darah.
 respons imun sudah tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
 Limfosit T-CD4 semakin tertekan, jumlahnya dapat menurun hingga di bawah 200 sel/mm3.
 Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh pada kondisi AIDS.
Gejala dan klinis yang patut diduga infeksi HIV (kemenkes RI, 2012) :

• 1. Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar; demam (terus menerus atau
intermiten, temperatur oral > 37,5) yang lebih dari satu bulan; diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih
dari satu bulan; limfadenopati meluas
• 2. Kulit, yaitu didapatkan pruritic papular eruption dan kulit kering yang luas, beberapa kelainan kulit seperti
genital warts, folikulitis, dan psoriasis sering terjadi pada ODHA.
• 3. Infeksi jamur dengan ditemukan kandidiasis oral; dermatitis seboroik; atau kandidiasis vagina berulang.
• 4. Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom); herpes
genital berulang; moluskum kontangiosum; atau kondiloma.
• 5. Gangguan pernapasan dapat berupa batuk lebih dari satu bulan; sesak napas; tuberkulosis; pneumonia
berulang; sinusitis kronis atau berulang.
• 6. Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya); kejang demam; atau menurunnya fungsi kognitif
PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM IMUN

Pemeriksaan fisik imunokompromise pasien berfokus pada empat bidang utama: kulit, , limpa, dan kelenjar
getah bening. 

a. Inspeksi

1) Butterfly rash

Butterfly rash sejatinya merupakan gejala yang juga bisa ditimbulkan oleh beberapa penyakit selain lupus.
Misalnya, rosacea dan dermatitis seboroik. Ruam butterfly rash pada penderita penyakit lupus umumnya tidak
gatal maupun sakit. Kemerahan pada kulit penderita penyakit lupus adalah reaksi fotosensivitas, yaitu
peradangan yang dipicu oleh paparan sinar matahari.
2. INSPEKSI KELENJAR TYROID

Sumber: Reference: Hartono (2013) Buku Ajar pemeriksaan


Fisik dan Riwayat kesehatan Bates ed. 8 Hal 168 - 169

• Lakukan inspeksi trakea untuk menemukan setiap deviasi dari posisi garis tengah yang normal. Kemudian
lakukan palpasi dengan meletakkan jari tangan di sepanjang salah satu sisi trakea dan perhatikan celah
antara trakea dan muskulus sternomastoideus. Bandingkan celah ini dengan cclah pada sisi lainnya. Kedua
celah tersebut harus simetris.
3. INSPEKSI PENYAKIT OPORTUNISTIK PADA PENDERITA HIV

• TBC PADA HIV

• CANDIDIASIS

• ORAL HAIRY LEUKOPLAKIA

Reference: Jarvis,2016, Physical Examination and Haealth Assesment


• FURUNKULOSIS REKUREN

• SARKOMA KAPOSI DERMATITIS SEBOROIK

• EKSASERBASI PSORIASIS HERPES ZOSTER

Reference: Jarvis,2016, Physical Examination and Haealth Assesment


2. PALPASI
Palpasi kelenjar limfe

• Raba nodus limfatikus berikut ini secara berurutan


1. Preaurikular-di depan telinga

2. Aurikular postcrior-superfisial prosesus mastoideus

3. Oksipital-pada basis kranii di sebelah posterior

4. Tonsilar-pada angulus mandibular

5. Submandibular.

• Pada titik tengah garis yang menghubungkan angulus mandibular dengan ujung mandibular. Biasanya nodus limfatikus submandibular
berukuran lebih kecil dari cincin dibandingkan dengan kelenjar ludah

6. Submental : Pada garis tengah beberapa sentimenter di belakang ujung mandibular.

7. Servical supervicial : Superfisial muskulus sternomastoideus

8. Servical posterior, disepanjang tepi anterior muskulus trapezieus

9. Rangkaian servikal profunda terletak dalam pada daerah sternomastoideus dan sering kali tidak teraba pada pemeriksaan. Kaitkanlah
ibu jari tangan dan jari–jari lainnya pada kedua sisi muskulus sternomastoideus untuk menemukan nodus limfatikus.

10. Supraklavikular. : Terletak dalam pada sudut yang dibentuk oleh tulang klabikula dan muskulus sternomastoideus
PALPASI TYROID

• Langkah-langkah palpasi kelenjar tiroid (hartono, 2013)

a. Minta pasien untuk memfleksikan lehernya sedikit ke depan agar terjadi rela.Ksasi muskulus sternomastoideus.

b. Letakkan jari-jari kedua tangan anda pada leher pasien sehingga jari telunjuk anda tepat di bawah kartilago krikoidea.

c. Minta pasien untuk minum dan menelan a,r seperti sebelumnya. Lakukan palpasi untuk merasakan gerakan, isthmus tiroid ke
atas di bawah permukaan ventral jari-jari tangan anda. Gerakan ini sering dapat dipalpasl. Namun tidak selalu.

d. Geser trakea ke kanan dengan jari-jari tangan kir, anda: kemud,an dengan jari-jari tangan kanan, lakukan palpasi ke arah lateral
untuk menemukan lobus kanan tiroid yang terletak dalam ruangan di antara trakea yang digeser ke kanan dan ctor
sternomastoideus yang dalam keadaan relaksasi, temukan margo lateralis kelenjar tiroid. Dengan cara yang sama. Lakukan
pemeriksaan lobus kiri.

e. Pada perabaan, lobus kelenjar tiroid terasa sedikit lebih sulit ditemukan daripada bagian isthmusnya dan dlperlukan latihan
untuk dapat merabanya. F'ermukaan anterior lobus lateralis berukuran lebih-kurang sebesar falang distal ibu [ari dan terasa
kenyal seperti karet.

f. Perhatikan ukuran, bentuk, dan konsisrensi kelenjar tiroid, dan kenali setiap nodulus atau nyeri tekan.
PALPASI LIMPA

Reference: Patricia and Dorrie: 2013. Critical Care


Nursing: A Holistic Aproach, 10 ed. Hal 1034 – 1036
PEMERIKSAAN FISIK PADA SYSTEM IMUNE

DATA FOKUS PENGKAJIAN :


A. Identifikasi factor resiko potensial, termasuk praktik seksual dan riwayat penggunaan narkoba injeksi. Kaji ,
status fisik dan psikologis. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem kekebalan secara menyeluruh
B. Status GIZI : tanyakan riwayat diet. Identifikasi faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral, seperti
anoreksia, mual, muntah, nyeri mulut, atau kesulitan menelan. Kaji kemampuan pasien untuk membeli dna
menyiapkan makanan. Mengukur status gizi menurut berat badan, pengukuran antropometri, dan nitrogen urea
darah (BUN), protein serum, albumin dan tingkat transferin.
C. Integritas kulit : periksa kulit dan selaput lender setiap hari untuk melihat adakah kerusakan , ulserasi, dan
infeksi. Pantau adanya kemerahan, ulserasi, dan kandidiasis di rongga mulut. Kaji area perianal untuk melihat
adanya ekskoriasi dan infeksi.
DATA FOKUS PENGKAJIAN :

D. Status respirasi : pantau adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, ortopnea, takipnea, dan nyeri dada, nilai
suara napas. Kaji parameter lain dari fungsi paru (rontgen dada, AGD, oksimetri nadi, tes fungsi paru)

H. Status neurologi : menilai status sementara sedini mungkin. Catat tingkat kesadaran dan orientasi orang, tempat
dan waktu serta terjadinya penyimpanan memori. Amati deficit sensorik, seperti perubahan penglihatan, sakit kepala,
mati rasa, dan kesemutan pada ekstremitas. Amati adanya gangguan motorik, seperti gaya berjalan yang berubah,
paresis, atau paralisis. Amati aktivitas kejang.

I. Keseimbangan cairan dan elektrolit : periksa kulit dan selaput lender untuk menilai turgor dan kekeringan.
Kaji adanya dehidrasi dengan mengamati peningkatan rasa haus, penurunan keluaran urin, tekanan darah rendah,
nadi cepat lemah, atau berat jenis urin. Pantau ketidakseimbangan elektrolit (lab). Kaji tanda dan gejala deficit
elektrolit, termasuk perubahan status mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi tidak teratur, mual dan muntah,
dan respirasi dangkal.
DATA FOKUS PENGKAJIAN :

J.. Tingkat pengetahuan : evaluasi pengetahuan pasien tentang penyakit dna penularan. Kaji tingkat
pengetahuan keluarga dan teman. Amati reaksi pasien terhadap diagnosis infeksi HIV atau AIDS.
Tanyakan cara pasien menangani penyakit dan penyebab stress utama di masa lalu. Identifikasi sumber
daya pasien untuk dukungan.

K. Interaksi social : Gejala:masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan kerabat/orang
terdekat, teman, pendukung, rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan /
kehilangan pendapatan isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang meninggal akibat
AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
ASUHAN KEPERAWATAN TN. RIR DENGAN HIV + ANEMIA +
HIPOKALEMIA
A. IDENTITAS PASIEN :

• Nama : TN. Rir

• Umur : 42 th

• Jenis kelamin : laki – laki

• Agama : islam

• Pekejaan / pendidikan : SLTA

• Status pernikahan : menikah

• Alamat : jagakarsa, jakarta

• Penanggung jawab : istri klien

• Tanggal masuk RS : 30/8/2021


ALASAN MASUK RS

• Tn. RIR ( 46 th) masuk ruang RSF pada tgl 30/8/2021 dengan keluhan sudah 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit badan
tiba- tiba terasa lemas, ingin tidur terus, kaki susah untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering,
agak sesak, tidak batuk dan tidak demam. 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, klien diare 5 sampai 6 kali sehari, sudah
minum obat dari warung tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat penggunaan narkoba, riwayat minum obat ARV : neviapine,
lamivudine, zidovudine. Klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru menggunakan lagi obat ARV 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit. Klien riwayat pengobatan TB paru, dan selesai 2 minggu yang lalu., Tahun 2009 klien pernah berobat
ke RSCM untuk pengobatan ARV, pada tahun 2013 klien menikah yang ke dua. Konjungtiva anemis, klien tampak pucat,
kapilary refile >2 detik. Klien mengatakan badanya semakin kurus, tetapi tidak tahu Berat badan sebelum sakit karena
tidak pernah di timbang.

• Kesadaran composmentis, GCS : 15, E : 4, M : 6 , V :5, TD : 102/60 mmhg, HR : 59x/menit. RR : 24X/m, S : 36 0 C

• BB : 49 kg TB : 160 cm IMT : 19,14

• Therapi : Infus I : Aminofluid 500 cc/12 jam, KN 2 500 cc/ 12 jam, II : NaCl 0,9 % + Neurobion 5000/12 jam. Omeprazol 2 x
40 mg, Cefriaxon 2 x 2 gr, Dexametason 4 x 5 mg, Phenitoin 2 x 100 mg. KSR 3 x 1, Transfusi PRC
RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama Badan terasa lemas, diare

Keluhan saat ini Klien mengeluh badan terasa lemas, ingin tidur terus, mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare 5 -6x /hari. merasa agak sesak, tidak kuat untuk berjalan.

Riwayat penyakit Klien mengatakan sudah 3 minggu sebelum masuk RS badan terasa lemas, kaki berat
sekarang untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, tidak batuk dan
tidak demam.

Riwayat penyakit Klien mengatakan pernah berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV, yaitu Neviapine,
dahulu Lamivudin dan Zidovudin. klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru mulai
minum ARV Kembali 2 minggu sebelum masuk RS. Klien juga Riwayat TB Paru
dengan pengobatan OAT sudah selesai 2 minggu yang lalu.
Identifikasi Faktor Resiko Klien merupakan pengguna narkoba injeksi, saat ini klien mengatakan
Potensial cemas dengan kondisi penyakitnya, klien mengatakan selama ini bila
berhubungan dengan istrinya tidak menggunakan kondom

Integritas Kulit Mukosa bibir kering, tidak terdapat sariawan, tidak ada kaposi sarcoma, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening.

Status Neurologi Respon pasien lambat, ingin tidur terus, orientasi terhadap lingkungan masih
baik, pandangan jelas, badan terasa lemas, sisi kanan terasa lebih lemas, susah
untuk berjalan, terdapat kaku kuduk, kekuatan otot :
3333 4444

3333 4444
Keseimbangan Cairan Dan Mukosa bibir kering, mual, muntah, diare sudah 1 minggu sebelum
Elektrolit masuk rumah sakit, sehari diare 5 -6 kali, hasil laboratorium kalium :
2,5 mmol/l

Tingkat Pengetahuan Klien mengatakan telah mengetahui tentang penyakitnya, klien pernah
mendapatkan pengobatan ARV, namun putus obat selama 1,5 tahun, dan baru
mulai minum obat ARV kembali dari 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Dan setelah klien sakit, klien menyesal karena putus obat ARV.

Interaksi Sosial Klien mengatakan bila dirinya cemas dengan kondisi penyakitnya, takut tidak
dapat bekerja lagi, klien menikah untuk yang kedua kalinya, klien
mengatakan hubungan dengan istrinya dan keluarganya baik.
Tidak ada data tentang penyebab klien berpisah dengan istri pertamanya.
Pola Manajemen Sebelum Sakit : klien mengatakan menggunakan narkoba sudah lama, sekitar 12 tahun yang
lalu, klien tidak mengetahui kalo akibatnya akan membuat kondisinya sakit.
Kesehatan Setelah sakit : : Pasien mengatakan kesehatan itu sangat penting dan pasien menerima
pengobatan untuk kesembuhannya

Pola Nutrisi Sebelum sakit: Pasien mengatakan makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan selalu
dihabiskan, jenis makanan : Nasi, sayur, tempe, tahu, ikan dan daging (Kadang – kadang).Minum air
putih kurang lebih 6 – 7 gelas perhari
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, pola makan 3x sehari dengan porsi makan
tidak dihabiskan, setiap kali makan pasien hanya bisa menghabiskan kurang lebih 4 – 5 sendok saja.
Pasien mengatakan BB turun dalam 3 minggu terakhir

Pola eliminasi Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB kurang lebih 1-2 x sehari, konsistensi lembek, warna
kuning, bau kas feses. BAK kurang lebih 4-5 x sehari bau kas urine amoniak.
Saat sakit : Diare 5 -6 kali/hari,

Pola aktivitas Sebelum sakit : Pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari- hari seperti biasa secara mandiri.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri. Terkadang aktivitas (makan,
minum, BAB, BAK, mandi) dibantu oleh keluarga karena kondisinya yang lemas

Pola istirahat tidur Sebelum sakit : Pasien mengatakan jarang tidur siang karena ia bekerja dari jam 07.30 wita s/d jam
17.30 wita, tidur malma kurang lebih 6 -7 jam.
Saat sakit :pasien tidur minimal 6 jam perhari.
 Pola kognitif dan persepsi Pasien mengatakan sudah mengetahui penyakit yang dideritanya
sensori

Pola konsep diri Gambaran diri : klien mengatakan dirinya tidak sekuat dulu dan berharap agar ia bisa
cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Ideal diri : klien berharap ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
Harga diri : klien mengatakan dirinya sangat disayangi oleh istri dan keluarganya
Peran diri : klien mengatakan ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan saat ini
tinggal bersama dengan istrinya. Sehari – hari ia bekerja serabutan di pasar.
Identitasdiri : klien mengatakan ia adalah seorang laki-laki dengan status menikah

Pola hubungan peran Pasien mengatakan perannya sebagai suami yang mencari nafkah sangat terganggu karena
penyakitnya. Dan hubungan dengan keluarga terjalin baik.

Pola fungsi seksual dan fungsi Klien mengatakan telah menikah untuk yang kedua dari tahun 2013 sampai sekarang.
Dalam melakukan seks, klien mengatakan tidak pernah menggunakan kondom.
seksualitas

Pola mekanisme Pasien mengatakan takut dengan penyakit yang dideritanya

Koping
Pola nilai dan Pasien mengatakan beragama Islam dan percaya kepada Allah akan memberikan
kepercayaan
Kesembuhan.
PEMERIKSAAN FISIK
kesehatan umum  
Keadaan umum Pasien tampak kurus, pucat, mukosa bibir kering, lemas.
 
 
Kesadaran(GCS) Composmentis, GCS = E: 4, V : 5, M : 6.
BB sebelum sakit  Tidak ada data
TB
BB saatini 160 Cm
49 Kg
IMT
19,14
Status hidrasi Kurang, ditandai dengan mukosa bibir kering, keadaan umum lemah
 
TTV
Tekanan Darah 102/60 mmhg
Nadi 59 x/menit
RR
24 x/menit
Suhu
36OC
2) Kepala
Inspeksi: Warna hitam, tidak ada ketombe, rambut tidak rontok, bersih tidak
a. Rambut ada kelainan.
  Palpasi: Tidak ada nyeri tekan bagian kepala dan tidak ada benjolan, .

  b. Muka Inspeksi: Tampak pucat,wajah tampak pucat,bentuk ovale, tampak bersih,


tidak ada luka.
  Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan edema
  c. Mata Inspksi: Bentuk simetris, konjungtiva pucat (anemis), sklera tidak ikterik, pupil
isokor dan tidak ada kelainan.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan edema.
d. Hidung Inspeksi: Tampak simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada luka, tidak ada
pernapasan cuping hidung, dan tidak ada kelainan.
 
e. Mulut dan gigi Palpasi: Tidak nyeri tekan dan tidak ada edema.
Inspeksi: Mukosa bibir kering, Gigi lengkap, tampak kotor, dan tidak ada kelainan,
  tidak ada caries gigi, tidak ada candidiasis oral.
  Inspeksi: Tidak ada kelainan, tampak ada serumen, tidak ada luka.
f. Telinga Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak edema
3) Leher Inspeksi: Tidak ada kelainan, tidak ada distensi vena jugularis, leher tampak kotor.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak edema.

4) Paru –paru Inspeksi: Tidak ada kelainan, bentuk dada simetris, tidak ada otot bantu pernapasan, tidak ada retrakdasi dinding dada.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan. Perkusi: Suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi ronchi dan wheezing

5) Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak.


Palpasi: Tidak ada pembesaran jantung, dan tidak ada nyeri tekan. Auskultasi: Terdengar BJ I dan BJ 2 tunggal dan tidak ada
bunyi tambahan.

6) Abdomen Inspeksi: Bentuk datar, mengembang saat inspirasi dan mengempis saat ekspirasi , tidak ada luka, tidak ada bekas operasi, terdapat
umblikus.
Auskultasi: Bising usus 12x/menit.hiperaktif Perkusi: Timpani
Palapasi: tidak ada nyeri tekan.
a. Ekstermitas Atas
7) Ekstremitas
Inspeksi: Terpasang IVFD Aminofluid pada tangan kiri.
Palpasi: Akral hangat, kapilary refile > 2 detik
b. Ekstermitas bawah

Inspeksi: Tampak ada bekas luka di betis. 3333 4444

Palpasi: Kekuatan otot dengan skala 3333 4444


ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: Pasien mengatakan lemas Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak efektif
Hemoglobin
DO:

- Wajah tampak pucat , conjungtiva anemis, Capilary


refil >2 detik

- Tanda- tanda Vital:

TD: 102/60 mmhg, Nadi: 59x/ menit, RR:


24x/menit, S: 36 , spo2: 98%

- Hasil laboratorium tgl 30 Agustus 2021: Hb: 7,9


g/dl, Ht:23,4 , Leukosit: 5,4, Trombosit : 200 rb,
SGOT/SGPT: 42/32

- Pasien mendapatkan transfusi PRC 500 cc/ hari s/d


target HB 10
ANALISA DATA

DS :
2
Klien mengatakan mual, muntah tidak nafsu makan, diare 5 – intake yang kurang nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6x/ hari

DO :

Klien hanya menghabiskan 3 – 4 sendok dari porsi makannya


,
Konjungtiva anemis

,
Hasil Laboratorium : HB : 7,9 g/dl Albumin 2,7

,
BB : 49 kg, TB : 160 cm IMT : 19,14

Penurunan berat badan ( data tidak lengkap )

 
ANALISA DATA
 
3
DS : output yang berlebihan Resiko kurang volume cairan

Klien mengatakan BAB diare 5 -6 kali / hari, diare sudah 1 minggu sebelum masuk

Rumah Sakit. Klien mengatakan mual dan muntah

DO :

Mukosa bibir kering, BAB diare sehari 5 – 6 kali, Muntah,

TTV : TD : 102/60mmhg, N : 59X/menit, RR : 24x/Menit, S: 36.

Lab : Natrium : 137, K alium : 2,5 Clorida : 106

Tidak ada data : Turgor kulit dan Intake output.

4 DS: Pasien mengatakan badan lemas. Anemia Keletihan

DO: Pasien tampak hanya terbaring lemas ditempat tidur, semua aktivitas dilakukan ditempat
tidur dibantu perawat dan keluarga.

- Hasil laboratorium tgl 31 Agustus 2021: Hb: 7,9 g/dl, Ht:23,4, Leukosit: 5,4, Trombosit
200 rb , SGOT/SGPT: 27/18

- Hasil laboratorium tgl 4 September 2021: Hb: 11,5 g/d, Ht: 34, trombosit: 209 rb,
Leukosit: 5.1

- Tanda-tanda Vital: TD: 102/60 mmhg, Nadi: 59x/ menit, RR: 24x/menit, S: 36, spo2:
98%
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin (00204 )
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan ( 00028 )
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang (00002 )
4. Keletihan berhubungan dengan anemia (00093)
LINK VIDIO PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM
IMUN
• HTTPS://DRIVE.GOOGLE.COM/FILE/D/1LTSEGNLZ6V0UKQXXYSJPWJFK9ELNEPXB/
VIEW?USP=DRIVESDK
DEFINISI HUMAN IMMUNODEFISIENCY VIRUS ( HIV )
• Human immunodefisiency virus ( HIV ) adalah virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh
seseorang dengan menghancurkan sel – sel penting yang melawan penyakit dan infeksi (CDC,
2020 ). human immunodefisiency virus ( HIV ) termasuk dalam kelompok virus yang dikenal
sebagai retrovirus, yang membawa materi genetiknya dalam bentuk asam ribonukleat (RNA)
daripada asam deoksiribonukleat (DNA). Human immunodefisiency virus ( HIV ) terdiri dari inti
virus yang berisi RNA virus, dikelilingi oleh selubung yang terdiri dari glikoprotein yang
menonjol. Semua virus menargetkan sel-sel spesifik. Sel human immunodefisiency virus ( HIV )
menargetkan sel dengan reseptor CD4, yang diekspresikan pada permukaan limfosit, monosit, sel
dendritik, dan mikroglia otak.(Suzanne C. Smeltzer et al., 2010). Acquired immune defiency
syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh oleh virus human
immunodefiency virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (kemenkes, 2015).
PATOFISIOLOGI HIV

• HIV adalah virus sitopatik, termasuk dalam famili


retroviridae, subfamili lentivirinae. Genus lentivirus. HIV
berbeda dalam struktur dari retrovirus lainnya. Virion HIV
berdiameter ~100 nm, dengan berat molekul 9.7 kb
(kilobase). Bagian dalamnya terdiri dari inti berbentuk
kerucut yang mencakup dua salinan genom ssrna, enzim
reverse transcriptase, integrase dan protease, beberapa
protein minor, dan protein inti utama Genom HIV
mengodekan 16 protein virus yang memainkan peran
penting selama siklus hidupnya (li et al., 2016).
LANJUTAN PATOFISIOLOGI HIV
• HIV memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus,
gp120 di sebelah luar dan gp41 yang terletak di transmembran. Gp120 memiliki afinitas tinggi
terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung jawab pada awal interaksi dengan sel target,
sedangkan gp41 bertanggung jawab dalam proses internalisasi. Termasuk retrovirus karena memiliki
enzim reverse trancriptase, HIV mampu mengubah informasi genetik dari RNA menjadi DNA, yang
membentuk provirus. Hasil transkrip DNA intermediet atau provirus.
• HIV juga memiliki kemampuan untuk memanfaatkan mekanisme yang sudah ada di dalam sel target
untuk membuat kopi diri sehingga terbentuk virus baru dan matur yang memiliki karakter HIV.
• HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara vertikal, horizontal, dan
seksual. HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam
yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan
mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual. Setelah sampai dalam sirkulasi
sistemik, 4–11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah (nasronudin, 2014).
PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA HIV/AIDS
FAKTOR – FAKTOR PREDISPOSISI
LANJUTAN PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
Tahap 1:  Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin mengalami penyakit seperti flu,
Infeksi Akut yang dapat berlangsung selama beberapa minggu.
 Setelah HIV menginfeksi sel target, yang terjadi adalah proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta
virus baru (virion), terjadi viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip
sindrom semacam flu (demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, nyeri
otot, dan sendi atau batuk.)

Tahap 2:  dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa gejala), yang umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Infeksi Laten  Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat
germinativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase
laten
 pada fase ini virion di plasma menurun.
 replikasi tetap terjadi di dalam kelenjar limfe, jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun.
 Beberapa pasien dapat menderita sarkoma Kaposi’s, Herpes zoster, Herpes simpleks, sinusitis bakterial, atau
pneumonia yang mungkin tidak berlangsung lama.
Tahap 3:  Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler karena banyaknya virus,
Infeksi Kronis fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun dan virus dicurahkan ke dalam darah.
 respons imun sudah tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
 Limfosit T-CD4 semakin tertekan, jumlahnya dapat menurun hingga di bawah 200 sel/mm3.
 Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh pada kondisi AIDS.
Gejala dan klinis yang patut diduga infeksi HIV (kemenkes RI, 2012) :

• 1. Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar; demam (terus menerus atau
intermiten, temperatur oral > 37,5) yang lebih dari satu bulan; diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih
dari satu bulan; limfadenopati meluas
• 2. Kulit, yaitu didapatkan pruritic papular eruption dan kulit kering yang luas, beberapa kelainan kulit seperti
genital warts, folikulitis, dan psoriasis sering terjadi pada ODHA.
• 3. Infeksi jamur dengan ditemukan kandidiasis oral; dermatitis seboroik; atau kandidiasis vagina berulang.
• 4. Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom); herpes
genital berulang; moluskum kontangiosum; atau kondiloma.
• 5. Gangguan pernapasan dapat berupa batuk lebih dari satu bulan; sesak napas; tuberkulosis; pneumonia
berulang; sinusitis kronis atau berulang.
• 6. Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya); kejang demam; atau menurunnya fungsi kognitif
PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. TES LEUKOSIT DAN LIMFOSIT

● JUMLAH DAN PERBEDAAN SEL DARAH PUTIH

● BIOPSI SUMSUM TULANG

B. TES KEKEBALAN HUMORAL (ANTIBODI-MEDIASI)

● KUANTIFIKASI SEL B DENGAN ANTIBODI MONOKLONAL

● SINTESIS IMUNOGLOBULIN IN VIVO DENGAN SUBSET SEL-T

● RESPONS ANTIBODI SPESIFIK

● TOTAL SERUM GLOBULIN DAN IMUNOGLOBULIN INDIVIDU (OLEH ELECTROFORESIS,


IMUNOELEKTROFORESIS, IMUNITAS RADIAL TUNGGAL DIFUSI, NEFELOMETRI, TEKNIK
ISOHEMAGGLUTININ)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

c. Tes kekebalan seluler (seluler)


e. Melengkapi tes komponen
● Jumlah limfosit total
● Komplemen hemolitik serum total
● Kuantifikasi subset sel T dan sel T dengan antibodi
monoklonal ● Titrasi komponen pelengkap individu
● Tes kulit hipersensitivitas tertunda
● Imunodifusi radial
● Produksi sitokin
● Uji elektroimmuno
● Respons limfosit terhadap mitogen, antigen, dan sel alogenik

● Fungsi sel-t pembantu dan penekan


● Radioimmunoassay

d. Tes fungsi sel fagositik ● Uji imunonefelometri

● Uji nitroblue tetrazolium reductase ● Imunoelektroforesis


PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. TES HIPERSENSITIVITAS H. TES INFEKSI HIV

● TES GORES ● UJI IMUNOSORBEN TERKAIT ENZIM (ELISA)

● UJI TEMPEL
● WESTERN BLOT

● TES INTRADERMAL
● JUMLAH CD4 DAN CD8

● TES RADIOALLERGOSORBENT (RAST)


● TES ANTIGEN P24
G. TES ANTIGEN-ANTIBODI KHUSUS
● POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR
● RADIOIMMUNOASSAY

● IMUNOFLUORESENSI

● AGLUTINASI

● TES FIKSASI KOMPLEMEN


PEMERIKSAAN FISIK PADA SYSTEM IMUNE

DATA FOKUS PENGKAJIAN :


A. Identifikasi factor resiko potensial, termasuk praktik seksual dan riwayat penggunaan narkoba injeksi. Kaji ,
status fisik dan psikologis. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem kekebalan secara menyeluruh
B. Status GIZI : tanyakan riwayat diet. Identifikasi faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral, seperti
anoreksia, mual, muntah, nyeri mulut, atau kesulitan menelan. Kaji kemampuan pasien untuk membeli dna
menyiapkan makanan. Mengukur status gizi menurut berat badan, pengukuran antropometri, dan nitrogen urea
darah (BUN), protein serum, albumin dan tingkat transferin.
C. Integritas kulit : periksa kulit dan selaput lender setiap hari untuk melihat adakah kerusakan , ulserasi, dan
infeksi. Pantau adanya kemerahan, ulserasi, dan kandidiasis di rongga mulut. Kaji area perianal untuk melihat
adanya ekskoriasi dan infeksi.
DATA FOKUS PENGKAJIAN :

D. Status respirasi : pantau adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, ortopnea, takipnea, dan nyeri dada, nilai
suara napas. Kaji parameter lain dari fungsi paru (rontgen dada, AGD, oksimetri nadi, tes fungsi paru)

H. Status neurologi : menilai status sementara sedini mungkin. Catat tingkat kesadaran dan orientasi orang, tempat
dan waktu serta terjadinya penyimpanan memori. Amati deficit sensorik, seperti perubahan penglihatan, sakit kepala,
mati rasa, dan kesemutan pada ekstremitas. Amati adanya gangguan motorik, seperti gaya berjalan yang berubah,
paresis, atau paralisis. Amati aktivitas kejang.

I. Keseimbangan cairan dan elektrolit : periksa kulit dan selaput lender untuk menilai turgor dan kekeringan.
Kaji adanya dehidrasi dengan mengamati peningkatan rasa haus, penurunan keluaran urin, tekanan darah rendah,
nadi cepat lemah, atau berat jenis urin. Pantau ketidakseimbangan elektrolit (lab). Kaji tanda dan gejala deficit
elektrolit, termasuk perubahan status mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi tidak teratur, mual dan muntah,
dan respirasi dangkal.
DATA FOKUS PENGKAJIAN :

J.. Tingkat pengetahuan : evaluasi pengetahuan pasien tentang penyakit dna penularan. Kaji tingkat
pengetahuan keluarga dan teman. Amati reaksi pasien terhadap diagnosis infeksi HIV atau AIDS.
Tanyakan cara pasien menangani penyakit dan penyebab stress utama di masa lalu. Identifikasi sumber
daya pasien untuk dukungan.

K. Interaksi social : Gejala:masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan kerabat/orang
terdekat, teman, pendukung, rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan /
kehilangan pendapatan isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang meninggal akibat
AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
ASUHAN KEPERAWATAN TN. RIR DENGAN HIV DAN ANEMIA

A. IDENTITAS PASIEN :

• Nama : TN. Rir

• Umur : 42 th

• Jenis kelamin : laki – laki

• Agama : islam

• Pekejaan / pendidikan : SLTA

• Status pernikahan : menikah

• Alamat : jagakarsa, jakarta

• Penanggung jawab : istri klien

• Tanggal masuk RS : 30/8/2021


ALASAN MASUK RS

• Tn. RIR ( 42 th) masuk ruang RSF pada tgl 30/8/2021 dengan keluhan sudah 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit badan
tiba- tiba terasa lemas, ingin tidur terus, kaki susah untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering,
agak sesak, tidak batuk dan tidak demam. 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, klien diare 5 sampai 6 kali sehari, sudah
minum obat dari warung tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat penggunaan narkoba injeksi, riwayat minum obat ARV :
neviapine, lamivudine, zidovudine. Klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru menggunakan lagi obat ARV 2 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Klien riwayat pengobatan TB paru, dan selesai 2 minggu yang lalu., Tahun 2009 klien
pernah berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV. pada tahun 2013 klien menikah yang ke dua. Konjungtiva anemis, klien
tampak pucat, kapilary refile >2 detik. Klien mengatakan badanya semakin kurus, tetapi tidak tahu Berat badan sebelum
sakit karena tidak pernah di timbang.

• Kesadaran composmentis, GCS : 15, E : 4, M : 6 , V :5, TD : 102/60 mmhg, HR : 59x/menit. RR : 24X/m, S : 36 0 C

• BB : 49 kg TB : 160 cm IMT : 19,14

• Therapi : Infus I : Aminofluid 500 cc/12 jam, KN 2 500 cc/ 12 jam, II : NaCl 0,9 % + Neurobion 5000/12 jam. Omeprazol 2 x
40 mg, Cefriaxon 2 x 2 gr, Dexametason 4 x 5 mg, Phenitoin 2 x 100 mg. KSR 3 x 1, Transfusi PRC
RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama Badan terasa lemas, diare

Keluhan saat ini Klien mengeluh badan terasa lemas, ingin tidur terus, mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare 5 -6x /hari. merasa agak sesak, tidak kuat untuk berjalan.

Riwayat penyakit Klien mengatakan sudah 3 minggu sebelum masuk RS badan terasa lemas, kaki berat
sekarang untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, tidak batuk dan
tidak demam.

Riwayat penyakit Klien mengatakan pernah berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV, yaitu Neviapine,
dahulu Lamivudin dan Zidovudin. klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru mulai
minum ARV Kembali 2 minggu sebelum masuk RS. Klien juga Riwayat TB Paru
dengan pengobatan OAT sudah selesai 2 minggu yang lalu.
Identifikasi Faktor Resiko Klien merupakan pengguna narkoba injeksi, saat ini klien mengatakan
Potensial cemas dengan kondisi penyakitnya, klien mengatakan selama ini bila
berhubungan dengan istrinya tidak menggunakan kondom

Integritas Kulit Mukosa bibir kering, tidak terdapat sariawan, tidak ada kaposi sarcoma, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening.

Status Neurologi Respon pasien lambat, ingin tidur terus, orientasi terhadap lingkungan masih
baik, pandangan jelas, badan terasa lemas, sisi kanan terasa lebih lemas, susah
untuk berjalan, terdapat kaku kuduk, kekuatan otot :
3333 4444

3333 4444
Keseimbangan Cairan Dan Mukosa bibir kering, mual, muntah, diare sudah 1 minggu sebelum
Elektrolit masuk rumah sakit, sehari diare 5 -6 kali, hasil laboratorium kalium :
2,5 mmol/l

Tingkat Pengetahuan Klien mengatakan telah mengetahui tentang penyakitnya, klien pernah
mendapatkan pengobatan ARV, namun putus obat selama 1,5 tahun, dan baru
mulai minum obat ARV kembali dari 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Dan setelah klien sakit, klien menyesal karena putus obat ARV.

Interaksi Sosial Klien mengatakan bila dirinya cemas dengan kondisi penyakitnya, takut tidak
dapat bekerja lagi, klien menikah untuk yang kedua kalinya, klien
mengatakan hubungan dengan istrinya dan keluarganya baik.
Tidak ada data tentang penyebab klien berpisah dengan istri pertamanya.
Pola Manajemen Sebelum Sakit : klien mengatakan menggunakan narkoba sudah lama, sekitar 12 tahun yang
lalu, klien tidak mengetahui kalo akibatnya akan membuat kondisinya sakit.
Kesehatan Setelah sakit : : Pasien mengatakan kesehatan itu sangat penting dan pasien menerima
pengobatan untuk kesembuhannya

Pola Nutrisi Sebelum sakit: Pasien mengatakan makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan selalu
dihabiskan, jenis makanan : Nasi, sayur, tempe, tahu, ikan dan daging (Kadang – kadang).Minum air
putih kurang lebih 6 – 7 gelas perhari
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, pola makan 3x sehari dengan porsi makan
tidak dihabiskan, setiap kali makan pasien hanya bisa menghabiskan kurang lebih 4 – 5 sendok saja.
Pasien mengatakan BB turun dalam 3 minggu terakhir

Pola eliminasi Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB kurang lebih 1-2 x sehari, konsistensi lembek, warna
kuning, bau kas feses. BAK kurang lebih 4-5 x sehari bau kas urine amoniak.
Saat sakit : Diare 5 -6 kali/hari,

Pola aktivitas Sebelum sakit : Pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari- hari seperti biasa secara mandiri.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri. Terkadang aktivitas (makan,
minum, BAB, BAK, mandi) dibantu oleh keluarga karena kondisinya yang lemas

Pola istirahat tidur Sebelum sakit : Pasien mengatakan jarang tidur siang karena ia bekerja dari jam 07.30 wita s/d jam
17.30 wita, tidur malma kurang lebih 6 -7 jam.
Saat sakit :pasien tidur minimal 6 jam perhari.
 Pola kognitif dan persepsi Pasien mengatakan sudah mengetahui penyakit yang dideritanya
sensori

Pola konsep diri Gambaran diri : klien mengatakan dirinya tidak sekuat dulu dan berharap agar ia bisa
cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Ideal diri : klien berharap ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
Harga diri : klien mengatakan dirinya sangat disayangi oleh istri dan keluarganya
Peran diri : klien mengatakan ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan saat ini
tinggal bersama dengan istrinya. Sehari – hari ia bekerja serabutan di pasar.
Identitasdiri : klien mengatakan ia adalah seorang laki-laki dengan status menikah

Pola hubungan peran Pasien mengatakan perannya sebagai suami yang mencari nafkah sangat terganggu karena
penyakitnya. Dan hubungan dengan keluarga terjalin baik.

Pola fungsi seksual dan fungsi Klien mengatakan telah menikah untuk yang kedua dari tahun 2013 sampai sekarang.
Dalam melakukan seks, klien mengatakan tidak pernah menggunakan kondom.
seksualitas

Pola mekanisme Pasien mengatakan takut dengan penyakit yang dideritanya

Koping
Pola nilai dan Pasien mengatakan beragama Islam dan percaya kepada Allah akan memberikan
kepercayaan
Kesembuhan.
PEMERIKSAAN FISIK
kesehatan umum  
Keadaan umum Pasien tampak kurus, pucat, mukosa bibir kering, lemas.
 
 
Kesadaran(GCS) Composmentis, GCS = E: 4, V : 5, M : 6.
BB sebelum sakit  Tidak ada data
TB
BB saatini 160 Cm
49 Kg
IMT
19,14
Status hidrasi Kurang, ditandai dengan mukosa bibir kering, keadaan umum lemah
 
TTV
Tekanan Darah 102/60 mmhg
Nadi 59 x/menit
RR
24 x/menit
Suhu
36OC
2) Kepala
Inspeksi: Warna hitam, tidak ada ketombe, rambut tidak rontok, bersih tidak
a. Rambut ada kelainan.
  Palpasi: Tidak ada nyeri tekan bagian kepala dan tidak ada benjolan, .

  b. Muka Inspeksi: Tampak pucat,wajah tampak pucat,bentuk ovale, tampak bersih,


tidak ada luka.
  Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan edema
  c. Mata Inspksi: Bentuk simetris, konjungtiva pucat (anemis), sklera tidak ikterik, pupil
isokor dan tidak ada kelainan.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan edema.
d. Hidung Inspeksi: Tampak simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada luka, tidak ada
pernapasan cuping hidung, dan tidak ada kelainan.
 
e. Mulut dan gigi Palpasi: Tidak nyeri tekan dan tidak ada edema.
Inspeksi: Mukosa bibir kering, Gigi lengkap, tampak kotor, dan tidak ada kelainan,
  tidak ada caries gigi, tidak ada candidiasis oral.
  Inspeksi: Tidak ada kelainan, tampak ada serumen, tidak ada luka.
f. Telinga Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak edema
3) Leher Inspeksi: Tidak ada kelainan, tidak ada distensi vena jugularis, leher tampak kotor.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak edema.

4) Paru –paru Inspeksi: Tidak ada kelainan, bentuk dada simetris, tidak ada otot bantu pernapasan, tidak ada retrakdasi dinding dada.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan. Perkusi: Suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi ronchi dan wheezing

5) Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak.


Palpasi: Tidak ada pembesaran jantung, dan tidak ada nyeri tekan. Auskultasi: Terdengar BJ I dan BJ 2 tunggal dan tidak ada
bunyi tambahan.

6) Abdomen Inspeksi: Bentuk datar, mengembang saat inspirasi dan mengempis saat ekspirasi , tidak ada luka, tidak ada bekas operasi, terdapat
umblikus.
Auskultasi: Bising usus 12x/menit.hiperaktif Perkusi: Timpani
Palapasi: tidak ada nyeri tekan.
a. Ekstermitas Atas
7) Ekstremitas
Inspeksi: Terpasang IVFD Aminofluid pada tangan kiri.
Palpasi: Akral hangat, kapilary refile > 2 detik
b. Ekstermitas bawah

Inspeksi: Tampak ada bekas luka di betis. 3333 4444

Palpasi: Kekuatan otot dengan skala 3333 4444


DAFTAR TERAPI :

1. Infus : I : aminofluid 500 cc/12 jam


KN 2 500 cc/12 jam
Ii : nacl 0,9% + neurobion 5000 / 12 jam
2. Omeprazole 2 x 40 mg
3. Cefriaxon 2 x 2 gr
4. Dexamethason 4 x 5 mg
5. Phenitoin 2 x 100 mg
6. Transfusi PRC 500 cc.
7. KSR 3 X 1
8. New diatab 2 tablet bila diare.
ANALISA DATA

DS :
2
Klien mengatakan mual, muntah tidak nafsu makan, diare 5 – intake yang kurang nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6x/ hari

DO :

Klien hanya menghabiskan 3 – 4 sendok dari porsi makannya


,
Konjungtiva anemis

,
Hasil Laboratorium : HB : 7,9 g/dl Albumin 2,7

,
BB : 49 kg, TB : 160 cm IMT : 19,14

Penurunan berat badan ( data tidak lengkap )

 
ANALISA DATA
 
3
DS : output yang berlebihan Ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit
Klien mengatakan BAB diare 5 -6 kali / hari, diare sudah 1 minggu sebelum masuk

Rumah Sakit. Klien mengatakan mual dan muntah

DO :

Mukosa bibir kering, BAB diare sehari 5 – 6 kali, Muntah,

TTV : TD : 102/60mmhg, N : 59X/menit, RR : 24x/Menit, S: 36.

Lab : Natrium : 137, K alium : 2,5 Clorida : 106

Tidak ada data : Turgor kulit dan Intake output.

4 DS: Pasien mengatakan badan lemas. Anemia Keletihan

DO: Pasien tampak hanya terbaring lemas ditempat tidur, semua aktivitas dilakukan ditempat
tidur dibantu perawat dan keluarga.

- Hasil laboratorium tgl 31 Agustus 2021: Hb: 7,9 g/dl, Ht:23,4, Leukosit: 5,4, Trombosit
200 rb , SGOT/SGPT: 27/18

- Hasil laboratorium tgl 4 September 2021: Hb: 11,5 g/d, Ht: 34, trombosit: 209 rb,
Leukosit: 5.1

- Tanda-tanda Vital: TD: 102/60 mmhg, Nadi: 59x/ menit, RR: 24x/menit, S: 36, spo2:
98%
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin


2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
4. Keletihan berhubungan dengan anemia
APLIKASI TEORI
KEPERAWATAN
VIRGINIA HENDERSON
PADA ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN ANEMIA
PADA HIV/AIDS

RETNOWATI
2006562471
 Tugas unik perawat adalah membantu individu baik dalam keadaan
sakit maupun sehat melalui upayanya melaksanakan berbagai
aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu
atau proses meninggal dengan damai, yang dilakukan secara
mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan,
kemauan, atau pengetahuan untuk itu. Keperawatan harus
memikirkan keseeimbangan fisiologisnya.
 Perawat harus bisa mengkaji, menganalisis dan mengobservasi
untuk bisa memberikan dukungan dalam kesehatan dan proses
penyembuhan atau pemulihan dengan demikian individu tersebut
mendapatkan kembali kemandirian dan kebebasan
 Manusia adalah makhluk yang unik, dan tidak ada yang memiliki
kebutuhan dasar yang sama yang dalam pemenuhannya
memerlukan bantuan orang lain (kusuma, 2014).
“THE
ACTIFITIES
OF LIVING”

Manusia

Keperawatan,
Kesehatan

Lingkungan
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN VIRGINIA HENDERSON PADA HIV DAN
ANEMIA
A. IDENTITAS PASIEN :

• Nama : TN. Rir

• Umur : 42 th

• Jenis kelamin : laki – laki

• Agama : islam

• Pekejaan / pendidikan : SLTA

• Status pernikahan : menikah

• Alamat : jagakarsa, jakarta

• Penanggung jawab : istri klien

• Tanggal masuk RS : 30/8/2021


ALASAN MASUK RS
• Tn. RIR ( 42 th) masuk ruang RSF pada tgl 30/8/2021 dengan keluhan sudah 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit badan
tiba- tiba terasa lemas, ingin tidur terus, kaki susah untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering,
agak sesak, tidak batuk dan tidak demam. 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, klien diare 5 sampai 6 kali sehari, sudah
minum obat dari warung tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat penggunaan narkoba injeksi, riwayat minum obat ARV :
neviapine, lamivudine, zidovudine. Klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru menggunakan lagi obat ARV 2 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Klien riwayat pengobatan TB paru, dan selesai 2 minggu yang lalu., Tahun 2009 klien pernah
berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV. pada tahun 2013 klien menikah yang ke dua. Konjungtiva anemis, klien tampak
pucat, kapilary refile >2 detik. Klien mengatakan badanya semakin kurus, tetapi tidak tahu Berat badan sebelum sakit karena
tidak pernah di timbang.

• Kesadaran composmentis, GCS : 15, E : 4, M : 6 , V :5, TD : 102/60 mmhg, HR : 59x/menit. RR : 24X/m, S : 36 0 C

• BB : 49 kg TB : 160 cm IMT : 19,14

• Therapi : Infus I : Aminofluid 500 cc/12 jam, KN 2 500 cc/ 12 jam, II : NaCl 0,9 % + Neurobion 5000/12 jam. Omeprazol 2 x 40
mg, Cefriaxon 2 x 2 gr, Dexametason 4 x 5 mg, Phenitoin 2 x 100 mg. KSR 3 x 1, Transfusi PRC
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama Badan terasa lemas, diare

Keluhan saat ini Klien mengeluh badan terasa lemas, ingin tidur terus, mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare 5 -6x /hari. merasa agak sesak, tidak kuat untuk berjalan.

Riwayat penyakit sekarang Klien mengatakan sudah 3 minggu sebelum masuk RS badan terasa lemas, kaki
berat untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering,
tidak batuk dan tidak demam.

Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan pernah berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV, yaitu
Neviapine, Lamivudin dan Zidovudin. klien putus obat ARV selama 1,5 tahun
dan baru mulai minum ARV Kembali 2 minggu sebelum masuk RS. Klien juga
Riwayat TB Paru dengan pengobatan OAT sudah selesai 2 minggu yang lalu.
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

1. Kebutuhan Bernafas Sebelum Sakit : bernafas spontan, tidak ada retraksi dinding dada

Setelah Sakit : Agak sesak, RR : 24X/menit.

2. Kebutuhan Makan Dan Sebelum sakit: Pasien mengatakan makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan selalu
dihabiskan, jenis makanan : Nasi, sayur, tempe, tahu, ikan dan daging (Kadang –
Minum kadang).Minum air putih kurang lebih 6 – 7 gelas perhari
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, pola makan 3x sehari dengan
porsi makan tidak dihabiskan, setiap kali makan pasien hanya bisa menghabiskan kurang
lebih 4 – 5 sendok saja. Pasien mengatakan BB turun dalam 3 minggu terakhir

3. Kebutuhan Eliminasi Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB kurang lebih 1-2 x sehari, konsistensi lembek,
warna kuning, bau kas feses. BAK kurang lebih 4-5 x sehari bau kas urine amoniak.
Saat sakit : Diare 5 -6 kali/hari,
4. Kebutuhan Sebelum sakit : Pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari- hari seperti biasa
secara mandiri.
Mobilisasi Setelah sakit : Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri. Terkadang
aktivitas (makan, minum, BAB, BAK, mandi) dibantu oleh keluarga karena
kondisinya yang lemas

5. Kebutuhan Istirahat Sebelum sakit : Pasien mengatakan jarang tidur siang karena ia bekerja dari jam 07.30 wib
s/d jam
dan tidur 17.30 wib, tidur malma kurang lebih 6 -7 jam.
Setelah sakit :pasien tidur minimal 6 jam perhari.

6. Kebutuhan Berpakaian Sebelum Sakit : Klien biasa memilih pakaian yang nyaman untuk di gunakan, seperti Kaos

Setelah Sakit : Klien tidak terlalu memperdulikan pakaian apa yang di pakai, badannya
terasa lemas, sehingga istrinya membantunya untuk mengenakan pakaian.

7. Kebutuhan Suhu Sebelum Sakit : Suhu tubuh klien saat sehat normal.
Tubuh
Setelah Sakit : saat ini klien juga tidak megeluh demam, Suhu : 36
8. Kebutuhan Sebelum Sakit : Klien biasa mandi 2x sehari, menggunakan sabun, dan samphoo.
Kebersihan tubuh Menggosok gigi 2x/ hari.

Setelah Sakit : selama sakit, Klien mandi diseka dibantu oleh istri dan perawat.
Menggosok gigi 2x/hari dengan bantuan.

9. Kebutuhan Sebelum Sakit : Klien mengetahui penyakit HIV yang dideritanya, namun klien tidak
Menghindari bahaya meminum obat ARVnya selama 1,5 tahun. Klien juga dalam berhubungan dengan
istrinya tidak menggunakan kondom.
Setelah Sakit : Klien tidak dapat lagi menghindari bahaya dari penyakit HIVnya yang
datang menghampirinya

10. Kebutuhan Sebelum Sakit : Klien dapat berkomunikasi dengan baik


Berkomunikasi
dengan orang lain Setelah Sakit : setelah sakit, klien lebih banyak diam, ingin tidur terus, respon lambat.

11. Kebutuhan Sebelum Sakit : Klien bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, walaupun hanya
Pekerjaan dan bekerja serabutan di pasar.
Penghargaan Setelah Sakit : Klien tidak dapat lagi bekerja, klien cemas karena sebagai suami tidak
dapat lagi mencari nafkah untuk keluarganya.
12. Kebutuhan Hiburan Sebelum Sakit : Menurut klien bisa pergi ke pasar dan bekerja di pasar sudah
dan rekreasi membuat klien senang, karena dapat bertemu dengan teman-temannya.
Setelah Sakit : klien tidak bisa lagi bertemu dengan teman – temannya.

13. Kebutuhan Spiritual Sebelum Sakit : dalam menjalankan kegiatan keagamaan sehari – hari, klien
kadang sholat dan kadang tidak,
Setelah Sakit : klien merasa tidak berdaya, menyesal dengan kondisinya saat ini,
dan ingin kedepan lebih baik lagi.

14. Kebutuhan Belajar Klien selama ini jarang untuk mencari sumber berita, dan dalam akhir – akhir ini
dan memanfaatkan tidak datang ke pelayanan Kesehatan.
fasilitas kesehatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin


2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
NURSING CARE PLAN
Masalah Kriteria Hasil Nursing Intervention (NIC)
(NOC)
Perfusi perifer tidak Kriteria Hasil : Pemeliharaan perfusi :

adekuat b. d Perfusi Jaringan : Mandiri :

penurunan konsentrasi Menunjukkan perbaikan perfusi


 Pantau dan catat perubahan Vital Sign
hemoglobin jaringan :
 Kaji kekuatan dan frekwensi nadi, irama dan volume nadi
 Vital Sign Stabil  Kaji kondisi pasien gelisah, perubahan tingkat kesadaran, peningkatan
 Nadi perifer teraba kuat pengisian kapiler, penurunan pulsasi perifer, pucat dan dingin

 keluaran urine adekuat  Kaji ekstremitas bawah, tekstur kulit.


 pengisian kapiler normal  Catat Output urine
 daya ingat baik Kolaborasi :

 kulit hangat  Beri Oksigen


 Tidak pucat  beri cairan Intravena
 Beri Transfusi PRC sesuai Instruksi
NURSING CARE PLAN
Gangguan Kriteria Hasil ( NOC ) : Management Cairan dan elektrolit :

keseimbangan Hidrasi dan elektrolit Mandiri :

cairan dan dapat dipertahankan


 Monitor Vital Sign, termasuk JVP

elektrolit b. d dengan kriteria hasil :  Kaji turgor kulit, membrane mukosa

Output yang  Turgor kulit baik  Catat Intake dan Output.

berlebihan  Vital Sign stabil  anjurkan klien untuk minum sesuai toleransi

 Output urine adekuat. Kolaborasi :

 Nilai Laboratorium  berikan cairan dan elektrolit sesuai instruksi


Normal
 Monitor hasil Lab: Serum dan urine elektrolit, BUN.

 Beri therapi sesai order : Anti emetic, anti diare


NURSING CARE PLAN
Nutrisi kurang dari Kriteria Hasil ( NOC): Mnadiri :
Monitoring Nutrisi :
kebutuhan tubuh status Nutrisi klien :
 kaji kemampuan mengunyah, rasa,
b.d Intake yang  berat badan klien tidak
 Auskultasi bising usus
kurang menurun
 Timbang dan evaluasi berat badan, lakukan pengukuran antropometri dan perhatikan efek

 Berat badan bertambah samping obat.

Status Gizi : Therapi Nutrisi :

 Tidak ada tanda- tanda  Rencanakan diet dengan klien

malnutrisi  Anjurkan untuk makan sesuai keinginan klien,

 anjurkan makan sedikit tapi sering


 Menunjukkan tingkat energi
 beri pilihan makan sesuai selera
yang lebih baik.
 anjurkan makanan yang berkalori tinggi dan bergizi

 Hindari makanan yang menyebabkan mual dan muntah

 beri jarak antara makan dan minum obat jika toleransi

 Lakukan perawatan mulut

 Hindarkan rangsangan atau kondisi berbahaya yang menyebabkan muntah

 Anjurkan klien duduk saat makan

 catat asupan kalori.


Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi


 
01
INTERVENSI
PEMBERIAN TERAPI
KOMPLEMENTER
UNTUK
MENINGKATKAN
KADAR HEMOGLOBIN
PADA KLIEN DENGAN
HIV +ANEMIA
RETNOWATI

2006562471.
12/01/2021 89
KASUS
• Tn. RIR ( 42 th) masuk ruang RSF pada tgl 30/8/2021 dengan kesadaraN COMPOSMENTIS, GCS 15, TD :102/60MMHG, HR :
59X/ MENIT, RR : 24X/ MENIT, S : 36 C, keluhan masuk RS sudah 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit badan tiba- tiba
terasa lemas, ingin tidur terus, kaki susah untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, agak
sesak, tidak batuk dan tidak demam. 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, klien diare 5 sampai 6 kali sehari, sudah
minum obat dari warung tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat penggunaan narkoba injeksi, riwayat minum obat ARV :
neviapine, lamivudine, zidovudine. Klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru menggunakan lagi obat ARV 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Klien riwayat pengobatan TB paru, dan selesai 2 minggu yang lalu., Tahun 2009
klien pernah berobat ke RSCM untuk pengobatan ARV. pada tahun 2013 klien menikah yang ke dua. Konjungtiva anemis,
klien tampak pucat, kapilary refile >2 detik. Klien mengatakan badanya semakin kurus, tetapi tidak tahu Berat badan
sebelum sakit karena tidak pernah di timbang.

• Therapi : Infus I : Aminofluid 500 cc/12 jam, KN 2 500 cc/ 12 jam, II : NaCl 0,9 % + Neurobion 5000/12 jam. Omeprazol 2 x
40 mg, Cefriaxon 2 x 2 gr, Dexametason 4 x 5 mg, Phenitoin 2 x 100 mg. KSR 3 x 1, Transfusi PRC

• HB : 7,9GR/DL, KALIUM : 2,5

12/01/2021 90
NURSING CARE PLAN
Masalah Kriteria Hasil (NOC) Nursing Intervention (NIC)

Perfusi perifer Kriteria Hasil : Pemeliharaan perfusi :

tidak adekuat b. d Perfusi Jaringan : Mandiri :

penurunan Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan :


 Pantau dan catat perubahan Vital Sign
konsentrasi  Vital Sign Stabil  Kaji kekuatan dan frekwensi nadi, irama dan volume nadi
hemoglobin  Nadi perifer teraba kuat  Kaji kondisi pasien gelisah, perubahan tingkat kesadaran,
 keluaran urine adekuat peningkatan pengisian kapiler, penurunan pulsasi perifer,

 pengisian kapiler normal pucat dan dingin

 daya ingat baik  Kaji ekstremitas bawah, tekstur kulit.


 kulit hangat  Catat Output urine
 Tidak pucat Kolaborasi :

 Beri Oksigen
 beri cairan Intravena
 Beri Transfusi PRC sesuai Instruksi

12/01/2021 91
ANEMIA  ANEMIA ADALAH KONDISI DIMANA KADAR
HEMOGLOBIN SESEORANG KURANG DARI 10 GR/DL.
YANG DAPAT MENYEBABKAN MASALAH KESEHATAN
KARENA SEL DARAH MERAH YANG MENGANDUNG
HEMOGLOBIN YANG MENGANGUT OKSIGEN KE
JARINGAN TUBUH MENJADI BERKURANG.

 ANEMIA PADA INFEKSI HIV, BERHUBUNGAN DENGAN


POSES HEMATOPOEISIS YANG INEFISIEN, YANG
DISEBABKAN OLEH: MALNUTRISI, KOINFEKSI,
NEOPLASMA, PENURUNAN PRODUKSI ERITROPOEITIN
DAN PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL.

12/01/2021 92
TATALAKSANA :
1. PEMBERIAN TRANSFUSI PRC

TUJUAN : UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN PADA


LAKI – LAKI ≥ 12 GR/DL, DAN PADA WANITA ≥11 GR/DL

PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH UNTUK MENAIKKAN TINGKAT HB


SEBANYAK 1 GR/DL DIPERLUKAN PRC 4 ML/ KGBB ATAU SATU (1) UNIT
DAPAT MENAIKKAN KADAR HEMATOKRIT 3–5%. ZAT TERSEBUT
DIBERIKAN SELAMA DUA (2) SAMPAI EMPAT (4) JAM

12/01/2021 93
2. PEMBERIAN TERAPI KOMPLEMENTER
• TERAPI KOMPLEMENTER ADALAH PENGGUNAAN TERAPI
TRADISIONAL KE DALAM PENGOBATAN MODERN (ANDREWS ET AL.,
1999).
• MACAM – MACAM TERAPI KOMPLEMENTER UNTUK MENINGKATKAN
HEMOGLOBIN :
 AKUPUNTUR
TERAPI SARI KURMA
TERAPI JUS TOMAT DAN JUS JERUK
TERAPI KOMBINASI JUS BAYAM DAN TOMAT

12/01/2021 94
TERAPI SARI KURMA UNTUK
MENINGKATKAN KADAR
HEMOGLOBIN PADA KLIEN
DENGAN HIV + ANEMIA

SARI KURMA
12/01/2021 96
SARI KURMA METABOLISME, ABSORBSI, DISTRIBUSI DAN
PENYIMPANAN ZAT BESI.

DAN ANEMIA  KURMA MENGANDUNG ZAT BESI YANG DAPAT


DIMANFAATKAN DALAM MENGATASI ANEMIA

 ZAT BESI MERUPAKAN MIKRONUTRIEN ESENSIAL


YANG DIPERLUKAN UNTUK PROSES
Tubuh manusia dewasa dengan berat badan 70 kg :
jumlah total zat besinya mencapai 3,5 g (50 mg/kgBB). ERITROPOIESIS, METABOLISME OKSIDATIF DAN
Sebanyak 65 persen besi (2300 mg) disimpan di
dalameritrosit. RESPONS IMUN SELULER.
Diperkirakan 10 persen besi (350 mg) terdapat di dalam
mioglobin dan jaringan lain (enzim dan sitokrom),  KEKURANGAN ZAT BESI AKAN MENYEBABKAN
200 mg lainnya disimpan di dalam hepar, 500 mg di GANGGUAN HEMATOPOIESIS DAN METABOLISME
system retikuloendotelial (RES), dan 150 mg sisanya
disimpan di sumsum tulang. SELULER, SEDANGKAN KELEBIHAN ZAT BESI
DAPAT MENGAKIBATKAN KEMATIAN SEL KARENA
PEMBENTUKAN RADIKAL BEBAS (YIP, 2001).
12/01/2021 97
ABSORPSI ZAT BESI
DI DALAM USUS

• ABSORPSI BESI KEBANYAKAN


TERJADI DI DUODENUM DAN
JEJUNUM PROKSIMAL
• . SUMBER ZAT BESI TUBUH
DIDAPATKAN MELALUI • SUMBER BESI BERASAL DARI
• METABOLISME BESI DARI
BENTUK HEME DAN NON- SUMBER NON –HEME
HEME AKAN LANGSUNG
HEME. DIREDUKSI MENGGUNAKAN MENGALAMI ENDOSITOSIS
• HEME BIASANYA DIDAPATKAN ENZIM FERRIREDUCTASE DAN MASUK KE DALAM
DARI DAGING, SEDANGKAN DENGAN KOENZIM VITAMIN LISOSOM YANG
SUMBER ZAT BESI NON-HEME C SEBELUM DITRANSPOR SELANJUTNYA AKAN
BISA DIDAPATKAN DARI MELEWATI EPITEL USUS DIMETABOLISME OLEH HEME
SUMBER MAKANAN NABATI (LINDER, 2006) OXYGENASE MENJADI
SEPERTI SAYURAN BILIRUBIN DAN FE2+,
12/01/2021 (LINDER, 2006). 98
METABOLISME ZAT
BESI DI DALAM TUBUH
ZAT BESI DIBUTUHKAN UNTUK PRODUKSI SEL DARAH
MERAH DISERAP KE DALAM DARAH UNTUK
DISALURKAN KE SUMSUM TULANG DAN AKAN
DIGUNAKAN UNTUK MEMBENTUK HEMOGLOBIN
PADA SEL DARAH MERAH BARU YANG BERFUNGSI
MENGIKAT OKSIGEN UNTUK KEBUTUHAN
METABOLISME SEL TERUTAMA KE HATI SEHINGGA
HATI DAPAT MELAKSANAKAN FUNGSINYA DALAM
MENGHASILKAN HORMON TROMBOPOIETIN, YAITU
HORMONE GLIKOPROTEIN YANG DIHASILKAN OLEH
HEPATOSIT.
FUNGSI HORMONE INI ADALAH UNTUK
MENINGKATKAN JUMLAH MEGAKARIOSIT DI SUMSUM
TULANG DAN MERANGSANG MEGAKARIOSIT UNTUK
LEBIH BANYAK MENGHASILKAN TROMBOSIT (YIP,
2001)
12/01/2021 99
KOLABORASI INTERPROFESIONAL
PADA PEMBERIAN NUTRISI PASIEN
DENGAN HIV DAN ANEMIA

RETNOWATI
2006562471
INTERVENSI KOLABORATIF
KOLABORASI
• KOLABORASI INTERPROFESI ADALAH KERJA SAMA ANTAR PROFESI
KESEHATAN DARI LATAR BELAKANG PROFESI YANG BERBEDA DENGAN
PASIEN DAN KELUARGA PASIEN UNTUK MEMBERIKAN KUALITAS PELAYANAN
YANG TERBAIK (WHO, 2010).
• MENURUT AMERICAN MEDICAL ASSOSIATION (AMA), KOLABORASI ADALAH
SEBUAH PROSES DIMANA DOKTER DAN PERAWAT SERTA TENAGA KESEHATAN
LAIN MERENCANAKAN DAN PRAKTEK BERSAMA SEBAGAI KOLEGA, BEKERJA
SALING KETERGANTUNGAN DALAM BATASAN-BATASAN LINGKUP PRAKTEK
MEREKA DENGAN BERBAGI NILAI-NILAI DAN SALING MENGAKUI DAN
MENGHARGAI TERHADAP SETIAP ORANG YANG BERKONTRIBUSI UNTUK
MERAWAT INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT.
MANFAAT KOLABORASI
A) KEMAMPUAN DARI PELAYANAN KESEHATAN YANG BERBEDA DAPAT TERINTEGRASIKAN SEHINGGA TERBENTUK TIM YANG
FUNGSIONAL
B) KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN JUMLAH PENAWARAN PELAYANAN MENINGKAT SEHINGGA MASYARAKAT MUDAH
MENJANGKAU PELAYANAN KESEHATAN
C) BAGI TIM MEDIS DAPAT SALING BERBAGI PENGETAHUAN DARI PROFESI KESEHATAN LAINNYA DAN MENCIPTAKAN KERJASAMA TIM
YANG KOMPAK

D) MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN YANG BERKUALITAS DENGAN


MANGGABUNGKAN KEAHLIAN UNIK PROFESIONAL
E) MEMAKSIMALKAN PRODUKTIVITAS SERTA EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SUMBER DAYA
F) MENINGKATKAN KEPUASAN PROFESIONALISME, LOYALITAS, DAN KEPUASAN KERJA
G) PENINGKATAN AKSES KE BERBAGAI PELAYANAN KESEHATAN

H) MENINGKATKAN EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PELAYANAN KESEHATAN


I) MEMBERIKAN KEJELASAN PERAN DALAM BERINTERAKSI ANTAR TENAGA KESEHATAN PROFESIONAL SEHINGGA DAPAT SALING
MENGHORMATI DAN BEKERJA SAMA
J) UNTUK TIM KESEHATAN MEMILIKI PENGETAHUAN, KETERAMPILAN, DAN PENGALAMAN

K) PATIENT SAFETY
KAITAN KOLABORASI DENGAN PATIENT
SAFETY
KOLABORASI PENTING BAGI TERLAKSANANYA PATIENT SAFETY, SEPERTI:
A) PELAYANAN KESEHATAN TIDAK MUNGKIN DILAKUKAN OLEH 1 TENAGA
MEDIS HARUS DILAKUKAN SECARA BERSAMAAN UNTUK TERCIPTANYA
ASUHAN KEPERAWATAN YANG BENAR
B) MENINGKATNYA KESADARAN PASIEN AKAN KESEHATAN
C) DAPAT MENGEVALUASI KESALAHAN YANG PERNAH DILAKUKAN AGAR
TIDAK TERULANG
D) DAPAT MEMINIMALISIR KESALAHAN
E) PASIEN AKAN DAPAT BERDISKUSI DAN BERKOMUNIKASI DENGAN BAIK
SEHINGGA PASIEN DAPAT MENYAMPAIKAN KEINGINANNYA
KASUS
• Tn. RIR ( 42 th) masuk ruang RSF pada tgl 30/8/2021 dengan kesadaraN COMPOSMENTIS, GCS 15, TD :102/60MMHG, HR :
59X/ MENIT, RR : 24X/ MENIT, S : 36 C, keluhan masuk RS sudah 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit badan tiba- tiba
terasa lemas, ingin tidur terus, kaki susah untuk berjalan, mual, muntah, tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, agak sesak,
tidak batuk dan tidak demam. 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, klien diare 5 sampai 6 kali sehari, sudah minum obat
dari warung tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat penggunaan narkoba injeksi, riwayat minum obat ARV : neviapine,
lamivudine, zidovudine. Klien putus obat ARV selama 1,5 tahun dan baru menggunakan lagi obat ARV 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit. Klien riwayat pengobatan TB paru, dan selesai 2 minggu yang lalu., Tahun 2009 klien pernah berobat ke
RSCM untuk pengobatan ARV. pada tahun 2013 klien menikah yang ke dua. Konjungtiva anemis, klien tampak pucat, kapilary
refile >2 detik. Klien mengatakan badanya semakin kurus, tetapi tidak tahu Berat badan sebelum sakit karena tidak pernah di
timbang.

• Therapi : Infus I : Aminofluid 500 cc/12 jam, KN 2 500 cc/ 12 jam, II : NaCl 0,9 % + Neurobion 5000/12 jam. Omeprazol 2 x 40
mg, Cefriaxon 2 x 2 gr, Dexametason 4 x 5 mg, Phenitoin 2 x 100 mg. KSR 3 x 1, Transfusi PRC

• HB : 7,9GR/DL, KALIUM : 2,5


NURSING CARE PLANE
Masalah Kriteria Hasil (NOC) Nursing Intervention (NIC)
Nutrisi Kriteria Hasil ( NOC): Mnadiri :
Monitoring Nutrisi :
kurang dari status Nutrisi klien :
 kaji kemampuan mengunyah Klien
kebutuhan  berat badan klien tidak menurun
 Auskultasi bising usus
tubuh b.d  Berat badan bertambah
 Timbang dan evaluasi berat badan, lakukan pengukuran antropometri dan perhatikan efek samping obat.

Intake yang Status Gizi : Therapi Nutrisi :

kurang  Tidak ada tanda- tanda malnutrisi  Rencanakan diet dengan klien

 Menunjukkan tingkat energi yang  Anjurkan untuk makan sesuai keinginan klien,

lebih baik.  anjurkan makan sedikit tapi sering

 beri pilihan makan sesuai selera

 anjurkan makanan yang berkalori tinggi dan bergizi

 Hindari makanan yang menyebabkan mual dan muntah

 beri jarak antara makan dan minum obat jika toleransi

 Lakukan perawatan mulut

 Hindarkan rangsangan atau kondisi berbahaya yang menyebabkan muntah

 Anjurkan klien duduk saat makan

 catat asupan kalori.


Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi


KOLABORASI
INTERPROFESIONAL
DUKUNGAN NUTRISI

• DUKUNGAN NUTRISI MELIPUTI TERAPI OBAT, PERAWATAN, DIET DAN


PERAN INTERDISIPLINER DIANTARANYA DOKTER, APOTEKER, AHLI GIZI
DAN PERAWAT(CONG ET AL., 2015; MAREE, 2011).
• MAKNA NUTRISI TIDAK HANYA SEBATAS MAKANAN MASUK KE TUBUH
PASIEN. TETAPI, BAGAIMANA MAKANAN DAPAT MEMAKSIMALKAN PROSES
PENYEMBUHAN PASIEN.
PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP DUKUNGAN
NUTRISI

• DOKTER BERTANGGUNGJAWAB PADA SELURUH PROSES PELAKSANAAN YANG BERKAITAN


DENGAN PASIEN.
• FARMASI BERTANGGUNGJAWAB : MEMBERIKAN KONSELING TERKAIT OBAT, MELAKUKAN
PENGAWASAN TERHADAP INTERAKSI OBAT YANG DIBERIKAN TIDAK MEMPENGARUHI
PROSES PENYERAPAN MAKANAN, MENGELOLA PERBEKALAN FARMASI.
• AHLI GIZI BERTANGGUNGJAWAB MENYEDIAKAN FORMULA MAKANAN YANG TEPAT SESUAI
DENGAN KEBUTUHAN PASIEN. AHLI GIZI BERPERAN SEBAGAI PENDAMPINGAN PASIEN
DALAM MENENTUKAN ATAU MEMILIH JENIS MAKANAN YANG DISUKAI PASIEN.
• PERAWAT BERTANGGUNGJAWAB MENYEDIAKAN AKSES MASUKNYA MAKANAN,
MEMAKSIMALKAN PENYERAPAN MAKANAN SAMPAI MAKANAN DIHANTARKAN KE SEL
TUBUH.
PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP
DUKUNGAN NUTRISI
• PERAWAT MEMANDANG TIGA DASAR PENTING DALAM MEMENUHI
KEBUTUHAN NUTRISI PASIEN YAITU(MARJORY, 2018);
1)KEMAMPUAN MEMASUKAN MELIPUTI FUNGSI DIGESTI MEKANIS SEPERTI
MENGUNYAH DAN MENELAN;
2)KEMAMPUAN MENCERNA MELIPUTI FUNGSI ENZIM-ENZIM PENCERNAAN
DIDALAM TUBUH UNTUK MEMBANTU PEMECAHAN MOLEKUL NUTRIEN
MENJADI LEBIH KECIL AGAR BISA DISERAP OLEH USUS;
3)KEMAMPUAN MENGABSOPSI YAITU DIMULAI DARI PENYERAPAN SAMPAI
MENGHANTARKAN ZAT NUTRIEN KE SEL.
PERAN AHLI GIZI DAN PERAWAT

AHLI GIZI SEBAGAI PERAWAT SEBAGAI


KONSELOR ASESOR
• AHLI GIZI MERUPAKAN PROFESIONAL • PERAWAT SEBAGAI ASESOR MEMPUNYAI
MEDIS YANG BERFOKUS PADA ASPEK TUGAS MENGKAJI ATAU ASSESMENT,
KEBUTUHAN GIZI PENGGUNAAN DIET PERAWAT MELAKUKANNYA BERULANG-
YANG TEPAT, MENCEGAH KOMPLIKASI ULANG SERTA TERUS MENERUS DAN
DENGAN DIET YANG SESUAI SERTA TERCATAT DIDALAM CATATAN PERAWAT
MEMBANTU PROSES PENYEMBUHAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI ADANYA
DENGAN KETERSEDIAAN GIZI YANG PERUBAHAN STATUS NUTRISI ATAU
CUKUP RESIKO MENGALAMI MALNUTRISI.
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN
NUTRISI
1. PERAWAT SEBAGAI FIRST LINE YAITU PERAWAT MEMPUNYAI OTONOMI
UNTUK MENGELOLA NUTRISI PASIEN SETIAP HARI.
2. PERAWAT SEBAGAI CARE MAINTENANCE DAN MANAGEMENT SELAMA
PROSES MENGELOLA NUTRISI PASIEN
 MEMASTIKAN BAHWA PASIEN MENDAPAT MAKANAN KURANG DARI 24
JAM SETELAH PASIEN MASUK RUANG RAWAT
 MENILAI AKSES PEMBERIAN NUTRISI
 MEMONITORING MAKANAN YANG DISERAP DAN MEMASTIKAN
TERCAPAINYA TARGET PENYERAPAN NUTRISI.
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN
NUTRISI

3. PERAWAT MEMODIFIKASI LINGKUNGAN : PERAWAT BERUSAHA MEMODIFIKASI


LINGKUNGAN UNTUK MENDUKUNG ASUPAN MAKANAN. PERAWAT
MEMODIFIKASI LINGKUNGAN DENGAN MELIBATKAN KELUARGA.
4. PERAWAT SEBAGAI ASESOR ; PERAWAT MELAKUKAN PENGKAJIAN TERUS
MENERUS DAN MENCATAT DALAM CATATAN PERAWAT UNTUK
MENGIDENTIFIKASI ADANYA PERUBAHAN STATUS NUTRISI ATAU RESIKO
MENGALAMI MALNUTRISI..
DAFTAR PUSTAKA

• Alligood. (2017). Pakar teori keperawatan dan karya mereka. Singapore: elsevier.

• Doengus. Moorhouse & Murr, Nursing Care Plan : Guidelines For Individualizing Client Care
Across the Life Span, Edition 9,
• Nanda ( 2021), Nursing diagnoses : Definitions and Classification 2021 -2023 twelfth edition
DAFTAR PUSTAKA

• Bruner &suddart ( 2001) keperawatan medikal bedah edisi 8. Egc. Jakarta

• Bruner &suddart (2003). Medical-surgical_nursing-10th-edition, page 1626

• CDC (2020), HIV Basic, https://www.Cdc.Gov/hiv/basics/index.html.

• Hidayati.A.N, rosyid.A.N, dkk., 2014, manajemen HIV/AIDS, terkini, komorehensif, dan multidisiplin,
pusat penerbit dan percetakan universitas airlangga.
• Kementrian kesehatan republik indonesia. 2012. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
antiretroviral. Jakarta: kementerian kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai