Perbankan Indonesia
PENGALIHAN FUNGSI PERBANKAN DARI BANK
INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN
Guna mendukung sistem keuangan yang makin stabil dan kokoh secara
terpadu, independen dan akuntabel. Maka diciptakan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
31 Desember 2012, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan –
Kementrian Keuangan, mengalihkan fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan pada sektor pasar modal, asuransi, dana
pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ke OJK.
a. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional 2007
maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar
b. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional 2010
maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar
d. Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk pendirian bank 2005
umum syariah
e. Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum syariah 2006
yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.
f. Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal disetor BPR 2008
yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008
2 Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.
a. Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR 2007
c. Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali 2006-2007
d. Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah memenuhi 2004-2006
persyaratan
e. Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk 2006-2007
Lembaga APEX )
3 Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM
a. Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit dan pembiayaan 2004-2007
d. Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan berbasis bagi 2010
hasil
PROGRAM PENINGKATAN
FUNGSI PENGAWASAN
Bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan
perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia
a. Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum konvensional dan syariah 2004-2007
a. Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum konvensional dan syariah 2004-2007
b. Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara lain melalui 2005-2008
program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR dan BPRS
3 Meningkatkan kemampuan operasional bank
BCBS dibentuk pada 1974 oleh para Gubernur bank sentral dari negara-negara
maju yang tergabung dalam Group of Ten (G-10).
Tujuan: menyusun dan menetapkan berbagai aturan bagi industri perbankan
termasuk kegiatan supervisi atas operasional perbankan dengan standar
internasional.
Dalam API, terdapat 6 pilar yang salah satunya membangun industri perbankan
yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi dengan menciptakan GCG (Good
Corporate Governance), supaya industri perbankan memiliki ketahanan dalam
menghadapi risiko.
Berkaitan dengan manajemen risiko tersebut, BCBS mengeluarkan ketentuan –
ketentuan untuk menghadapi risiko yang dapat dialami bank, ketentuan tersebut
terus berkembang dan diperbarui, mulai dari Basel I, Basel II, hingga Basel III.
Basel I (Basel Capital Accord) Tahun 1988
1988 Basel Committee mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang dikenal
dengan Basel I, yanf dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi Risiko Kredit,
dengan mensyaratkan standar modal minimum 8%. Basel I memiliki tujuan fundamental:
1. Memperkuat kerangka dasar dan stabilitas atas sistem perbankan nasional.
2. Menciptakan kerangka dasar yang konsisten dan tidak memihak bagi bank – bank
internasional
1996 BCBS mengamandemen Basel I untuk mengcover potensi kerugian akibat risiko pasar
karena perkembangan instrumen keuangan dan semakin kompleksnya usaha bank.
Amandemen memperhitungkan eksposur risiko pasar dalam menentukan kebutuhan
modal minimum serta menambahkan komponen modal Bank, yaitu diperhitungkannya
Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang hanya khusus digunakana untuk
memperhitungkan risiko pasar.
Basel II Tahun 2004
Basel II berdasarkan struktur dasar Basel I, kecukupan modal untuk menutup risiko kredit dan risiko
pasar, dan menambahkan perhitungan kecukupan modal untuk menutupi Risiko Operasional.
Basel II kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta
memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Basel II
terdiri dari tiga pilar:
Pilar 1
Membahas perhitungan modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Risiko
kredit dihitung dengan : pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal
rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan: pendekatan dasar (basic
indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta
advanced measurement approach (AMA). Risiko pasar VaR (value at risk).
Pilar 2
Proses review dari supervisor atau regulator atas pengukuran internal kecukupan modal untuk
menutup risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional, juga membahas risiko yang tidak termasuk
dalam pilar 1, yaitu risiko suku bunga pada Banking Book, risiko konsentrasi kredit, risiko likuiditas,
dan risiko lainnya.
Pilar 3
Ketentuan keterbukaan Bank dalam menguraikan mekanisme governance internal dan eksternal, juga
mencakup kebutuhan atas public disclosure yang harus dilakukan bank untuk meningkatkan
transparansi khususnya dalam hal portofolio asset bank dan profil risiko bank.
Kerangka Basel II telah diimplementasikan
secara penuh di Indonesia sejak akhir 2012
Pilar 1
SE No. 13/6/DPNP mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
SE No. 14/21/DPNP tentang Perubahan atas SE No. 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 mengenai
Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar
SE No. 9/31/DPNP tentang Pedoman Penggunaan Model Internal dalam Perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar.
SE No. 11/3/DPNP tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko
Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar.
Pilar 2
PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bagi Bank Umum
SE Ekstern No. 14/37/DPNP tentang KPMM sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency
Maintained Assets (CEMA).
Pilar 3
PBI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
SE No. 14/35/DPNP tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang
Disampaikan kepada BI
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan.
Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang
memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu
ke waktu.
Perbandingan antara Basel I dan Basel II
Basel I Basel II
Menggunakan satu ukuran untuk semua Bersifat fleksibel dan sesuai dengan
risiko dan modal yang digunakan untuk kebutuhan bank.
berbagai jenis dan ukuran bank.
Introduksi Basel III
Muncul sebagai akibat dari adanya krisis global yang terjadi pada tahun 2008-
2009.
Modal yang dipersyaratkan dalam Basel II dinilai perlu pembaruan.
Basel II diperbarui menjadi Basel III dengan tetap memberlakukan sistem 3 pilar,
dan menambahkan sejumlah aturan baru untuk menghadapi krisis ekonomi.
September 2009 Basel III diterbitkan dengan fokus pada : modal inti, penyediaan
buffer atau cadangan modal, dan regulasi mengenai masalah likuiditas bank.
Implementasi Basel III di Indonesia secara bertahap, diharapkan membuat
perbankan Indonesia memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri
memenuhi seluruh persyaratan permodalan (baik secara kualitas maupun
kuantitas) sesuai kerangka Basel III.