Anda di halaman 1dari 13

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM DALAM

PEMBUATAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI DAN


SEWA MENYEWA
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
63/PID.B/2020/PN SMN)
ALVIRA RACHMA TRIANA
1906410413
Latar Belakang
Pada kasus ini terdapat peristiwa hukum hutang piutang yang dilakukan oleh
para pihak, tetapi pihak kreditur meminta kepada notaris untuk membuatkan
akta autentik atas peristiwa hukum tersebut dalam bentuk akta Perikatan Jual
Beli dan bunganya dalam bentuk perjanjian sewa menyewa.

Notaris menyanggupi permintaan pihak kreditur


pihak debitur merasa dirugikan atas akta autentik tersebut.

Pada kasus ini hakim membebaskan notaris dari segala dakwaan dan tuntutan
yang diajukan kepadanya.
KASUS POSISI
SU yang berhutang kepada Bank BRI diberikan
09 Juni 2010
peringatan untuk ke-3 kalinya untuk membayar
angsuran pinjaman kepada Bank BRI.

Bank BRI menyampaikan surat pemberitahuan


04 November 2010
lelang atas jaminan hutang milik SU.

SU meminjam uang kepada NL guna menutup


November 2010
hutangnya di Bank BRI.

AO Bank BRI menyarankan SU dan NL untuk


Januari 2011 membuat akta pengakuan hutang di Kantor
Notaris.

Para pihak datang kepada 2 notaris untuk membuat perjanjian hutang


Sebelum 20 Juli piutang, namun kedua notaris tersebut menolak permintaan para pihak
2011 dengan alasan jaminan hutang masih dijadikan jaminan di Bank BRI.
NL datang ke Kantor Notaris TAH,S.H. dan meminta kepada Notaris untuk
Sebelum 20 Juli 2011 membuatkan perjanjian hutang piutang antara SU dan NL di kemas
dalam bentuk perikatan jual beli dan bunganya dalam bentuk perjanjian
sewa menyewa.

Notaris menugaskan staffnya untuk mengambil ke-11 sertifikat tanah milik


20 Juli 2011 SU di Bank BRI

Notaris menugaskan staffnya untuk mengurus IPT padahal pada saat itu
04 Agustus 2011 belum ada penandatanganan Akta perikatan jual beli antara SU dan NL

SU diundang dan datang ke kantor TAH,S.H. untuk dimintakan


19 Agustus 2011 tandatangan dalam perikatan jual beli dan sewa menyewa

SU ingin melunasi hutang pokoknya kepada NL, namun NL menolak


Juni 2012 pembayaran tersebut dan meminta kepada SU untuk membayar hutang
pokoknya sebesar Rp9.000.000.000,00

SU ingin membayar hutang pokoknya kepada NL, namun ke-11 sertifikat


2013 tanah yang dijadikan jaminan hutang oleh SU telah dibalik nama atas
nama anak-anak NL

Ke-11 sertifikat tersebut dijadikan jaminan hutang oleh NL di Bank UOB


28 Juni 2013
RUMUSAN
MASALAH

1. Bagaimana penerapan hukum dalam menentukan konstruksi


hukum berkenaan dengan pembuatan akta berkaitan dengan
pinjam meminjam uang/hutang piutang?
2. Bagaimanakah pembuatan akta notaris yang dibuat berdasarkan
penyalahgunaan keadaan dalam kasus Putusan Nomor
63/Pid.B/2020/PN Smn?
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Alat Pengumpulan
Tipe Penelitian
Data
Yuridis-Normatif
Studi Kepustakaan
Jenis Bahan Hukum
• Bahan Hukum
Tipologi Penelitian Primer Penarikan Simpulan
Eksplanatoris • Bahan Hukum Deduktif
Sekunder
• Bahan Hukum
Tersier

Analisis Data
Jenis Data Kualitatif
Data Sekunder
PEMBAHASAN

Penerapan Konstruksi Hukum Atas Dasar Kesepakatan Dalam Perjanjian

Pihak- pihak

Obyek perjanjian

Hak dan kewajiban para pihak


Hal-hal yang harus
dicantumkan dalam Jangka waktu perjanjian
perjanjian
Ketentuan mengenai
Wanprestasi & akibatnya

Ketentuan mengenai Force


Majeur

Ketentuan mengenai pilihan


penyelesaian sengketa
Perjanjian hutang piutang melahirkan suatu
hak dan kewajiban diantara para pihak yang
bersangkutan, yaitu kreditur memberikan
pinjaman kepada debitur dan debitur
mengembalikan uang pinjamannya tersebut
kepada kreditur sesuai dengan waktu yang
telah disepakati yang disertai dengan Apabila perbuatan hukum
bunganya. yang dilakukan oleh para
pihak adalah hutang
piutang maka notaris
BERBEDA harus membuatkan akta
pengakuan hutang yang
disertai dengan akta
jaminan bukan PPJB.
PPJB merupakan suatu perjanjian yang
dibuat sebagai perjanjian pendahuluan
sebelum dilakukannya Jual Beli tanah
dihadapan PPAT. PPJB dibuat karena
terdapat syarat-syarat yang belum
terpenuhi untuk membuat Akta Jual Beli.
Kesalahan Dalam Penerapan
Hukum Dan Adanya Dugaan
Penyalahgunaan Keadaan

Melanggar
Pasal 16 ayat (1) huruf a
Kesalahan penerapan
hukum yang dilakukan oleh
notaris pada kasus ini
adalah membuatkan akta Pasal 16 ayat (1) huruf d
autentik yang peristiwa Notaris dapat menolak untuk
hukumnya merupakan membuatkan akta autentik
hutang piutang namun
dibuat dalam bentuk PPJB
oleh notaris Pasal 15 ayat (2) huruf e
Notaris harus memberikan
penyuluhan hukum
Dalam Kasus Putusan Nomor 63/Pid.B/2020/PN Smn terdapat dugaan
penyalahgunaan keadaan

Karena:
• Kreditur sebagai pihak yang lebih kuat dan debitur berada dalam posisi yang lebih lemah
• Kekuasaan yang diperoleh oleh kreditur menimbulkan keadaan yang memaksa bagi debitur yang
mengakibatkan timbulnya kerugian bagi debitur namun memberikan keuntungan kepada kreditur
sendiri.
SIMPULAN
• Dalam perkara putusan Nomor 63/Pid.B/2020/PN Smn dimana ada peristiwa hukum pinjam meminjam/hutang piutang
maka notaris seharusnya membuatkan akta autentik berupa akta pengakuan hutang yang disertai dengan akta
pembebanan hak tanggungan. Pada kasus ini disebutkan bahwa notaris membuatkan akta autentik atas peristiwa
tersebut dalam bentuk akta perikatan jual beli, Padahal secara konstruksi hukum terdapat perbedaan yang sangat
signifikan antara jual beli dengan hutang piutang. Maka dapat disimpulkan bahwa Notaris salah dalam menentukan
konstruksi hukum berkenaan dengan pembuatan akta berkaitan dengan pinjam meminjam uang/hutang piutang.

• Pembuatan akta perikatan jual beli dan sewa menyewa dalam kasus putusan nomor 63/Pid.B/2020/PN Smn diduga
terdapat penyalahgunaan dalam pembuatan akta autentik. Penyalahgunaan keadaan yang dimaksud adalah adanya
salah satu pihak berada di posisi yang lebih lemah daripada pihak lainnya. Sehingga debitur selaku pihak yang dalam
posisi yang lebih lemah mau tidak mau menandatangani akta PPJB dan Perjanjian sewa menyewa tersebut. Padahal SU
ingin meminjam uang kepada NL dengan jaminan hutang berupa ke-11 sertifikat tanah. Namun menurut penulis putusan
hakim yang membebaskan notaris dalam kasus Putusan Nomor 63/Pid.B/2020/PN Smn ini sudah benar, karena akta
partij memang merupakan akta nya beriskan kehendak para pihak dan semua pihak menandatangani akta tersebut
secara sadar, sehingga akta autentik tersebut harus diakui kebenarannya. Namun menurut penulis, notaris dalam Kasus
ini dapat di kenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UUJN, karena notaris telah melanggar
ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a karena fungsi utama seorang notaris adalah menjaga kepentingan para pihak. Selain
itu notaris juga tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d yaitu menolak untuk
membuatkan akta autentik. Karena apabila notaris menyanggupi untuk membuat akta autentik yang merugikan salah
satu pihak maka notaris dapat dianggap berpihak kepada salah satu pihak dan tidak menjaga kepentingan pihak lainnya.
Selain itu notaris wajib memberikan penyuluhan hukum kepada klien nya mengenai akta apa yang harus dibuat.
SARAN

a. Notaris tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan jabatannya dalam pembuatan akta autentik.
Karena notaris selaku pejabat umum yang diberikan wewenang oleh negara yaitu membuatkan
akta autentik bagi pihak yang berkepentingan harus dapat memberikan jaminan kepada para
pihak bahwa akta autentik yang dibuatnya benar-benar dapat memberikan perlindungan hukum
bagi para pihak.
b. Akta yang dibuat oleh notaris harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Baik bentuk maupun sifatnya, sehingga notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
membuat akta autentik, agar akta autentik yang dibuat oleh notaris tidak menimbulkan kerugian
bagi pihak manapun, dan tidak mengakibatkan notaris ikut terseret sebagai tergugat ataupun
terdakwa akibat akta autentik yang dibuat olehnya.
c. Apabila ada penghadap yang meminta untuk dibuatkan akta autentik yang bentuknya tidak sesuai
dengan perbuatan hukum yang sebenarnya dilakukan oleh para pihak, sebaiknya notaris menolak
untuk membuatkan akta autentik dan memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap
terlebih dahulu. Karena seperti yang kita ketahui bahwa akta autentik merupakan alat pembuktian
yang paling kuat dan sempurna dimata hukum sehingga akta autentik harus dibuat sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku dan notaris tidak dapat sembarangan dalam membuatnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai