Anda di halaman 1dari 36

Pendidikan Anak Usia Dini

dalam Perspektif Pendidikan


Islam
PERTANYAAN

SIAPAKAH ANAK USIA USIA DINI?


1. ADALAH ANAK YANG BERADA PADA USIA
0-6 TAHUN (UUSPN No.20/2003, PS 28
AYAT 1)
2. MENURUT KAJIAN RUMPUN KEILMUAN
PAUD ADALAH USIA 0 – 8 TAHUN
3. MENURUT FORUM PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI DUNIA DISEPAKATI ANAK USIA DINI
DILAKSANAKAN USIA 0 - 8 TAHUN
DEFINISI ANAK MENURUT ISLAM
Kategori Anak Menurut Islam Berdasarkan
kedudukan hukumnya:

BALIGH/DEWASA PRA BALIGH/ANAK-ANAK


-Datangnya haid pada anak sudah mendapatkan taklif
wanita (pembebanan) hukum syara’,
- Datangnya mimpi basah HARUS
pada anak laki-laki, mempertanggungjawabkan setiap
ucapan, sikap, dan tindakan yang
mereka lakukan, baik di hadapan
Allah maupun di hadapan aparat
hukum di dunia.
HAKIKAT ANAK USIA DINI
1. Anak bersifat unik
2. Anak mengekspresikan perilakunya relatif
spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan
antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam
bertindak
10. Anak memiliki daya perhatian yang
pendek.
11. Masa anak merupakan masa belajar yg
paling potensial.
12. Anak semakin menunjukkan minat
terhadap teman.
PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM
Keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak
yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh
dari anggota-anggotanya pada masa yang amat
penting dan paling kritis dalam pendidikan anak,
yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya
(usia pra-sekolah).
Keluarga mempunyai peranan besar dalam
pembangunan masyarakat. Karena keluarga
merupakan batu pondasi bangunan masyarakat
dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak
dan mempersiapkan personil-personilnya.
ENAM TAHUN PERTAMA
1. Kasih sayang dari pihak kedua orangtua, terutama
ibu PENTING Agar anak belajar mencintai orang lain.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-
bulan pertama dari awal kehidupannya MISALNYA
membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat
pada waktu-waktu tertentu dan tetap.
3. Jadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan
kehidupannya.
4. Biasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan
dalam pergaulan MISALNYA berdoa sebelum makan,
tidak menghisap jempol, tidak memakai pakaian
atau celana yang pendek dll.
KESALAHAN DALAM PENGASUHAN ANAK
USIA DINI
1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan
( "Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash
Shaff : 2-3)).
2. Kedua orangtua tidak sepakat atas cara tertentu
dalam pendidikan anak.
3. Membiarkan anak jadi korban televisi.
4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak
kepada pembantu atau pengasuh.
5. Pendidik menampakkan kelemahannya
dalam mendidik anak.
6. Berlebihan dalam memberi hukuman dan
balasan.
7. Berusaha mengekang anak secara
berlebihan.
8. Mendidik anak tidak percaya diri dan
merendahkan pribadinya.
HAK ANAK USIA DINI DALAM ISLAM
1. Hak untuk hidup

Firman Allah dalam QS Al-Isra’ ayat 31:


Artinya: " Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan
rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Demikian juga untuk menjaga keselamatan janin, Islam


telah mensyari’atkan agar pelaksanaan hukuman (had)
terhadap wanita hamil ditangguhkan sampai ia
melahirkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Apabila ada seorang di antara wanita membunuh
secara sengaja, ia tidak boleh dijatuhi hukuman mati
sampai ia melahirkan anaknya, jika ia memang
sedang hamil. Dan bilamana seorang wanita berzina,
ia tidak boleh dirajam sampai ia melahirkan anaknya
jika ia sedang hamil dan sampai ia selesai
merawatnya." (HR Ibnu Majah).

Demi keselamatan janin Islam juga telah memberi


keringanan bagi wanita hamil dalam menunaikan
ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ia diperkenankan
berbuka apabila ia tidak mampu atau apabila
puasanya mengganggu pertumbuhan janin. Ia dapat
mengganti puasanya di hari lain.
2. Hak mendapatkan nama yang baik

Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari


seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad saw:
"Ya Rasulullah, apakah hak anakkku dariku?" Nabi
menjawab:"Engkau baguskan nama dan
pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di
tampat yang baik.”

Sabda Rasulullah saw yang lain: "Baguskanlah


namamu, karena dengan nama itu kamu akan
dipanggil pada hari kiamat nanti." (HR Abu Dawud
dan Ibnu Hibban)
Nama anak adalah penting, karena nama dapat
menunjukkan identitas keluarga, bangsa, bahkan
aqidah. Ngatinem sudah pasti orang Jawa,
Simorangkir jelas dari keluarga Batak, Cecep tentu
dari keluarga Sunda dan Alhabsyi menunjukkan
keluarga Arab

Islam menganjurkan agar orangtua memberikan nama


anak yang menunjukkan identitas Islam, suatu
identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis,
etnis, dan kekerabatan.

Selain itu nama juga akan berpengaruh pada konsep


diri seseorang
3. Hak penyusuan dan pengasuhan
(hadlonah)

Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya


selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. (QS Al
Baqoroh 233)
Penelitian medis dan psikologis menyatakan
bahwa masa dua tahun pertama sangat
penting bagi pertumbuhan anak agar tumbuh
sehat secara fisik dan psikis.
Selama masa penyusuan anak mendapatkan dua hal
yang sangat berarti bagi pertumbuhan fisik dan
nalurinya. Yang pertama: anak mendapatkan makanan
berkualitas prima yang tiada bandingannya. ASI
mengandung semua zat gizi yang diperlukan anak
untuk pertumbuhannya, sekaligus mengandung
antibodi yang membuat anak tahan terhadap serangan
penyakit.
Yang kedua : anak mendapatkan dekapan kehangatan,
kasih sayang dan ketentraman yang kelak akan
mempengaruhi suasana kejiwaannya di masa
mendatang. Perasaan mesra, hangat, dan penuh cinta
kasih yang dialami anak ketika menyusu pada ibunya
akan menumbuhkan rasa kasih sayang yang tinggi
kepada ibunya.
Islam pun telah menetapkkan bahwa orang yang lebih
berhak terhadap pengasuhan ini adalah orang yang
paling dekat kekerabatannya dan paling terampil (ahli)
dalam pengasuhan.
Hadist yang diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari
kakeknya bahwa Rasulullah saw pernah ditemui seorang
wanita, ia berkata:"Wahai Rasulullah, sesungguhnya
anakku dulu dikandung dalam perutku, susuku sebagai
pemberinya minum dan pangkuanku menjadi buaiannya.
Sementara ayahnya telah menceraikanku, tetapi ia
hendak mengambilnya dariku."Kemudian Rasulullah
bersabda:"Engkau lebih berhak kepadanya selama
engkau belum menikah“.
Islam menetapkan bahwa pihak wanita (ibu) lebih utama
dalam pengasuhan.
Menetapkan urutan orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap pengasuhan adalah:
1. Ibu, nenek dari pihak ibu dan seterusnya jalur
ke atas (jika masih hidup). Dalam hal ini
didahulukan yang paling dekat hubungannya
dengan anak.
2. Ayah, nenek dari ayah dan seterusnya jalur ke
atas (jika masih hidup), kakek, ibunya kakek
dan seterusnya jalur ke atas, kakeknya ayah
dan para ibunya.
3. Saudara perempuan, diutamakan yang seibu
seayah, baru seayah, kemudian anak-anak
mereka.
4. Saudara laki-laki, diutamakan yang seibu seayah,
baru seayah, kemudian anak-anak mereka.
5. Saudara perempuan ibu (kholah).
6. Saudara perempuan ayah (‘ammah)
7. Saudara laki-laki ayah (paman) yang seibu seayah,
dan seayah saja.
8. Saudara perempuan nenek dari ibu
9. Saudara perempuan nenek dari ayah
10. Saudara perempuan kakek dari ayah
Apabila semua pihak dari kalangan ini tidak mampu,
maka negara berkewajiban untuk memberikan
pengasuhan anak ini ke pihak lainnya yang mampu
dan dapat di percaya
4. Hak mendapatkan kasih sayang

Rasulullah saw mengajarkan kepada kita


untuk menyangi keluarga, termasuk anak di
dalamnya. Ini berarti Beliau saw mengajarkan
kepada kita untuk memenuhi hak anak
terhadap kasih sayang. Sabda Rasulullah
saw:"Orang yang paling baik di antara kamu
adalah yang paling penyayang kepada
keluarganya.”
Rasulullah mengajarkan untuk mengungkapkan kasih
sayang tidak hanya secara verbal, tetapi juga dengan
perbuatan. Pada suatu hari Umar menemukan beliau saw
merangkak di atas tanah, sementara dua orang anak kecil
berada di atas punggungnya. Umar berkata:"Hai anak,
alangkah baiknya rupa tungganganmu itu." Yang
ditunggangi menjawab:"Alangkah baiknya rupa para
penunggangnya". Betapa indah susasana penuh kasih
sayang antara Rasul saw dengan cucu-cucu beliau.

Seorang ahli (Dorothy Law Nolte) berujar:"Jika anak


dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia
belajar menemukan cinta dalam kehidupan." Bila orang
tua gagal mengungkapkan rasa sayang pada anak-
anaknya, anak-anak tersebut tak akan mampu
menyatakan sayangnya kepada orang lain
5. Hak mendapatkan perlindungan dan nafkah
dalam keluarga

Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 233:


Artinya;"… Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dangan cara yang ma’ruf…"

Kemudian firman Allah dalam surah Ath - Thalaq


ayat 6:
Artinya:"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana
kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu…"
Sebagai pemimpin dalam keluarga, seorang ayah tentu
bertanggungjawab atas keselamatan anggota keluarganya,
termasuk anaknya. Ia akan melindungi anaknya dari hal-hal
yang membahayakan anaknya baik fisiknya maupun psikisnya.
Demikian juga ia berkewajiban memberi nafkah berupa pangan,
sandang, dan tempat tinggal kepada anaknya.

Apabila kepala keluarga tidak dapat mencukupi nafkah


keluarganya, atau ayah telah meninggal dunia, maka wali dari
anak (diantaranya paman dari ayah, saudara laki-laki, dan
kakek) diberi kewajiban mencukupi nafkah keluarga tersebut.
Apabila jalur kerabat tidak ada yang bisa mencukupi nafkah
anak, maka negaralah yang berkewajiban memberi nafkah
kepada anak. Negara menyalurkan zakat atau sumber keuangan
lain yang hak kepada keluarga yang tidak mampu.
Bagaimanapun keadaannya, tidak pernah seorang anak harus
menafkahi dirinya sendiri.
6. Hak pendidikan dalam keluarga

QS At-Tahrim ayat 6:
Artinya:"Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka…“

Rasulullah juga mengajarkan betapa besarnya tanggung


jawab orang tua dalam pendidikan anak. Sabdanya
saw:"Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam
keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani atau Majusi."(HR Muslim).

Anak pertama kali mendapatkan hak pendidikannya di


keluarga, sebelum ia mendapatkan pendidikan di sekolah
Mendidik anak adalah tanggung jawab bersama
antara ibu dan ayah, sehingga diperlukan pasangan
yang seaqidah, dan sepemahaman dalam
pendidikan anak. Jika tidak demikian tentunya sulit
mencapai tujuan pendidikan anak dalam keluarga.

Anak pertama kali mendapatkan pengajaran nilai-


nilai tauhid dari kedua orang tuanya, demikian juga
mengenai ajaran-ajaran Islam yang lain. Anak
mendapatkan pendidikan yang lebih banyak berupa
contoh (teladan) dari kedua orang tuanya, di
samping pendidikan dalam bentuk lisan,
pembiasaan dan pemberian sanksi.
7. Hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga
negara
Sebagai warga negara, anak juga mendapatkan haknya
akan kebutuhan pokok yang disediakan secara massal
oleh negara kepada semua warga negara. Kebutuhan
pokok yang disediakan secara massal oleh negara
meliputi: pendidikan di sekolah, pelayanan kesehatan,
dan keamanan.
Pelayanan massal ini merupakan pelaksanaan kewajiban
negara terhadap penguasa kepada rakyatnya, seperti
sabda Rasulullah saw:
Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan
penggembala, dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas gembalaannya."(HR Ahmad,
Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar).
Apabila hak-hak anak seperti yang disebutkan di atas
dipenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang berkualitas: menjadi orang bertaqwa yang
mampu mengendalikan hawa nafsunya sesuai perintah dan
larangan Allah serta mampu mengelola kehidupan dunia
dengan ilmu dan ketrampilannya. Kebutuhan fisiknya
terpenuhi: kebutuhan gizinya terpenuhi, kebutuhan sandang
dan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan terpenuhi,
dan apabila ia sakit tidak ada hambatan baginya untuk
mendapatkan pengobatan. Demikian pula ia tumbuh dalam
suasana penuh kasih sayang, tentram dan aman. Dalam
kondisi fisik dan psikis yang baik ia bisa melewati proses
pendidikan sesuai fase perkembangannya di dalam keluarga,
juga pendidikannya di sekolah secara optimal. Dengan
demikian ia bisa menguasai dengan baik tsaqofah Islam, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan yang diajarkan
di sekolah untuk bekal kehidupannya kemudian hari.
Pandangan Terhadap Anak
1. Anak sebagai perhiasan dunia

Anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia


yang akan menyenangkan hati orang tua.
Sebagaimana firmanNya:
Artinya:"Harta benda dan anak-anak itu sebagai
perhiasan hidup di dunia" (QS Al Kahfi ayat 46)
Dan firmanNya:
Artinya:"Wahai Rabb kami, anugrahkanlah kepada
kami (agar) istri kami dan anak cucu kami sebagai
penyejuk pandangan mata"(QS Al-Furqon ayat 74)
Orangtua dapat merasakan kepuasan dan
kesenangan atas kehadiran anak, bila pada
dirinya masih eksis fitrah insaninya.

Keberadaan fitrah inisani merupakan ‘modal


dasar’ terjaminnya perlindungan hak anak
oleh keluarga. Eksisnya rasa sayang orangtua
kepada anak dan keberadaan anak yang
membawa kesenangan bagi orang tua akan
membuat orang tua rela berkorban apa saja
untuk memenuhi semua hak anak
2. Anak sebagai jaminan bagi orangtua di hari kiamat.
Orangtua yang telah bersusah payah membesarkan,
memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan sabar
akan mendapat ganjaran yang sangat besar dari Allah SWT,
yakni surga. Sebagaimana riwayat dari Auf bin Malik ra
bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa memiliki tiga
orang anak perempuan yang dinafkahinya dengan baik
sampai mereka menikah atau meninggal dunia, maka
anak-anak itu menjadi tabir baginya dari neraka." (HR Al-
Baihaqi).
Juga riwayat dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah
saw bersabda:"Ada seorang hamba yang ditinggikan
derajatnya. Lalu ia bertanya: Wahai Rabbku, mengapa
derajat ini diberikan kepadaku? Allah berfirman: Sebab
permohonan ampun anakmu untukmu sesudah
meninggalmu"(HR Ahmad, Ibnu majah, dan Al-Baihaqi).
3. Anak sebagai aset masa depan umat

Islam mensyariatkan pernikahan bagi umatnya. Bahkan mencela


orang-orang yang tidak mau menikah (tabattul). Islam juga
menganjurkan agar laki-laki memilih calon istri dari kalangan
yang wanita yang penyayang, subur, dan beragama. Sebab salah
satu tujuan pernikahan adalah lahirnya anak-anak sebagai
pewaris orangtuanya, baik pewaris harta maupun pewaris
tanggung jawab dalam mengemban risalah Islam. Sebagaimana
riwayat dari Anas ra, ia berkata:

 "Rasulullah saw menganjurkan para pemuda untuk kawin dan


melarang keras untuk tabattul. Dan beliau bersabda:’Kawinlah
kalian dengan wanita-wanita yang penyayang dan subur.
Sesungguhnya dengan kalian saya ingin memperbanyak ummat
di antara para nabi pada hari kiamat nanti." (HR Imam Ahmad
dan Abu Hakim)
Islam juga mensyariatkan untuk memperhatikan
kualitas generasi penerusnya. Sebagaimana QS An-
Nissa’ ayat 9:
Artinya:"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-
orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka di belakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka…"
Dari hadist dan ayat di atas dapat dipahami bahwa
ada tuntutan bagi kaum muslimin untuk menjamin
kelestarian generasi masa depan dan mewujudkan
generasi yang berkualitas baik. Generasi tersebut
adalah generasi yang diridhoi oleh Allah SWT dan
mampu memimpin manusia dengan risalah yang
dibawa oleh Rasulullah saw.
Pihak-pihak Yang Bertanggung
Jawab atas Pemenuhan Hak Anak
1. Orangtua dan anggota keluarga yang lain
2. Negara dengan membuat kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan yang
membuat keluarga mampu memenuhi
hak-hak anak dalam keluarga.
3. Masyarakat dengan ikut menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi
pemenuhan hak-hak anak, bukan malah
menjadi pihak yang merampas hak-hak
anak.
“ Tips “ Keluarga Qur’ani
1. Banyak berdoa mohon kepada Alloh agar
anak2 di bukakan hati & fikirannya menerima
Al Quran
2. Mulai dari contoh ortu yg gemar membaca &
menghafal Al Qur’an
3. Menjadikan waktu-waktu tertentu di rumah
setiap hari untuk berinteraksi dengan Al
Qur’an
4. Tanamkan atau perkenalkan Al Qur’an sejak
dini dengan memperhatikan tumbuh kembang
anak
5. Buatkan lingkungan yang mendukung agar anak
akrab dengan Al Qur’an.
6. Tidak menyebabkan suasana rumah yang
menyebabkan malaikat tidak mau masuk ke dalam
rumah.
7. Tidak menjadikan suasana dalam rumah dengan hal-
hal yang menyebabkan setan masuk dalam rumah,
sebab ini akan memutuskan hubungan dengan Al
Qur’an.
8. Tidak mencampur adukan antara yang haq dengan
yang batil contoh: setelah membaca Qur’an
mendengarkan musik-musik yang melupakan
manusi kepada Alloh Swt
9. Bersabar atas segala usaha & ikhtiar yang di lakukan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai