Anda di halaman 1dari 15

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH KULIAH KE 2 Pancasila

BANGSA INDONESIA Oleh:


Mifdal Zusron Alfaqi, M.Sc.
1. Pancasila Sebagai Kristalisasi Nilai-Nilai Bangsa

• Seperti dikatakan oleh John Gardner (1992) bahwa tidak ada bangsa yang dapat mencapai
kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika tidak sesuatu yang dipercayainya
itu memiliki dimensi moral guna menopang peradaban. Artinya untuk mencapai derajat sebuah
bangsa besar dibutuhkan bangunan nilai-nilai, pandangan, cara berpikir dari bangsa tersebut
dalam usahanya mencipta dan melahirkan sebuah negara-bangsa tertentu.

• Para pendiri bangsa Indonesia sangat menyadari pemahaman ini. Mereka sangat sadar bahwa
negara-bangsa yang akan mereka bentuk memerlukan sebuah cita-cita, arah-tujuan, dan filosofi
dasar pembentukannnya.

• Pada Sidang Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yakni sebuah badan bentukan
penjajah Jepang yang berjanji akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang
pertama (tanggal 29 mei 1945), selaku ketua lembaga tersebut, Dr. Rajiman Wedyodiningrat
meminta kepada sidang untuk mengemukakan dasar (negara) Indonesia merdeka.
• Tantangan tersebut disambut hangat oleh para anggota sidang. Banyak dari para anggota sidang telah
mencurahkan usahanya untuk menjawab respon ini, yakni dengan merumuskan cita-cita, dan arah
dan tujuan dari terbentuknya negara baru ini. Di antara tokoh-tokoh tersebut yang menonjol
adalah Ir. Soekarno, Dr. Soepomo, dan Muhammad Yamin.

• Dari sekian respon yang diberikan, Ir Soekarno adalah satu dari sekian tokoh yang menonjol yang
berusaha menanggapi tantangan tersebut.
2. Periodisasi Sejarah Pancasila

• Sebagai bangsa yang mempunyai akar sejarah dan kebudayaan yang sangat panjang, Bangsa Indonesia atau
nusantara kaya dengan dengan warisan-warisan kultural maupun bangun pemikiran filsafatnya.

• Seperti dibahasakan oleh Latif (2002; 2-3) wilayah nusantara atau indonesia adalah wilayah lautan yang luas
juga wilayah daratan subur sekaligus. Dua aspek inilah yang melekat dalam ciri wilayah seluruh bangsa
indonesia.

• Dari kedua jenis karakter tersebut, tentu kita bisa sangat mafhum bahwa bangsa Indonesia selalu bisa
menyerap kebudayaan-kebudayaan asing yang datang melalui seluruh pejuru laut-laut kita.

• Di sisi lain, karena terdiri dari berbagai daratan (pulau-pulau), wilayah nusantara memiliki kemapuan dan
kesanggupan untuk menerima dan menumbuhkan. Di wilayah ini apapun budaya dan ideologi masuk, sejauh
dapat dicerna dan disesuaikan oleh tata sosial dan tata nilai masyarakatnya, dapat berkembang secara
berkelanjutan.

• Dengan corak karakteristik pulau maupun lautan yang dipunyainya, bangsa Indonesia telah mewariskan nilai-
nilai, pandangan-pandangan, dan filsafat hidup, yang dikemudian hari akan digali oleh para pendiri bangsa ini,
dan kemudian dirumuskan menjadi asas-asas serta dasar-dasar berdirinya negara ini.
3. Zaman Kerajaan-Kerajaan Nusantara

• Pada zaman Kerajan Kutai Kartanegara


kita telah mengenal dan menemukan nilai-nilai,seperti nilai sosial politik, dan Ketuhanan dalam
bentuk kerajaan, kenduri dan sedekah kepada para Brahmana. Hal ini terkait dengan nilai-nilai
integrasi sosial, kebersamaan, serta nilai ketuhanan (Kaelan, 2000: 29).

• Pada Zaman Kerajaan Sriwijaya


Pada abad ke VII munculah kerajaan sriwijaya dibawah kekuasaan wangsa Syailendra, Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya bahkan kerajaan
sriwijaya merupakan kerajaan yang besar dan di segani di kawasan asia selatan, Kerajaan sriwijaya
memiliki cita-cita tentang kesejahteraan yang sama dimana tercermin dalam semboyan “marvuat
vanua Criwijaya siddhayatra subhiksa” yang artinya (suatu cita-cita negara yang adil dan
makmur) dimana cita-cita tersebut sama dengan yang di cita-citakan oleh pancasila.
• Pada Zaman Kerajaan Sebelum Majapahit di Jawa

 Jawa tengah
1. Kerajaan Kalingga abad ke VII
2. Kerajaan Sanjaya abad ke VIII
Puncak dari kebudayaan kerajaan-kerajaan tersebut adalah di bangunnya candi borobudur abad
ke IX (candi agama budha) dan candi prambanan abad X (candi agama hindu) yang merupakan
nilai dari kebebasan dan kerukunan dalam beragama

 Jawa Timur
1. Kerajaan Isana abad ke IX
2. Kerajaan Darmawangsa abad ke X
3. Kerajaan Airlangga abad ke XI (raja airlangga memiliki toleransi yang sangat besar terhadap
kebebasan beragama dimana agama yang di akui oleh kerajaan adalah agama budha,agama
wisnu,agama syiwa yang hidup berdampingan secara damai. Airlangga juga melakukan kerja
sama dengan benggala, chola dan champa hal ini menunjukan nilai kemanusiaan, kemudian
dalam mengangkat sebuah raja airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan
dan para pengikutnya rakyat dan para brahmana bermusyawarah dan memutuskan airlangga
menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai simbol nilai sila ke empat)
• Pada Zaman Kerajaan Majapahit

 Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan
hayam wuruk dengan maha patih gajah mada yang di bantu oleh laksana Nala

 Wilayah kerajaan maja pahit membentang di semenanjung melayu sampai irian barat melaluli
kalimantan utara

 Pada waktu majapahit agama hindu dan budha hidup berdampingan dengan damai
Empu Prapanca menulis “negara kartagama” (1365) yang di dalamnya terdapat konsepan pancasila
kemudian empu Tantular mengarang buku sutasoma yang di dalamnya terdapat konsep “Bhinneka
Tunggal Ika” yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua

 Sumpah PALAPA yang di ucapkan oleh Gajah Mada dalam sidang ratu dan menteri adalah merupakan
cita-cita ingin mempersatukan Nusantara Raya. Kata-kata Gajah Mada adalah:

Saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk dibawah
kekuasaan Negara, jikalau gurun, seram, tanjung, haru, pahang, dempo, bali, sunda, palembang,
dan tumasik telah di kalahkan (Yamin, 1960 : 60)
 Pada buku “negara kartagama” istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima”
(dalam bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama),
yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).

• Pada Zaman Pergerakan Nasional

 Sejak kolonialisme menjangkarkan kuasannya di bumi Nusantara, Khususnya pada masa VOC dan
Pemerintah Hindia Belanda, bangsa Indonesia mulai sedikit-demi sedikit menyemai kesadaran
nasionalnya: yakni bersatu secara bersama-sama untuk mengusir penjajahan.

 Pemuda-pemuda paling terpelajar bangsa Indonesia yang bersekolah di Belanda, misalnya, sudah
sejak tahun 1924 telah menyemai semangat nasionalisme mereka dengan membentuk Perhimpunan
Indonesia (PI). Mereka memberanikan diri untuk secara tegas mencita-citakan Indonesia
Meredeka.
 Prinsip-prinsip ini adalah kristalisasi dan buah sintesis ideologi yang telah dirintis oleh kaum-kaum
maupun organisasi pergerakan yang telah berdiri sebelumnya. Indische Partij misalnya menyuarakan
tema persatuan nasional, kalangan komunis menyuarakan platform non-kooperasi, organisasi Sarekat
Islam (SI) menyuarakan kemandirian, dll.

 Tjokroaminoto, sebagai pemimpin Sarikat Islam (SI) sebuah organisasi masa terbesar pada zaman itu
juga telah mengkonsepsikan sintesis antara Islam, sosialisme, dan demokrasi.

 Ir. Soekarno bersama para kaum pergerakan Hindia Belanda juga mempunyai keprihatinan dan
prinsip-prinsip ideal yang sama. Dalam Majalah Indonesia Moeda, sejak dini soekarno telah menulis esai
berjudul: “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang memimpikan persatuan dan sintesis
ideologi-ideologi besar tersebut demi persatuan dan persenyawaan antar-ideologi untuk menopang
konstruksi kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia.

 Pergulatan ide-ide kebangsaan Indonesia tersebut selanjutnya telah menciptakan monumen kebangsaan
bernama: Sumpah pemuda (28 Oktober 1928). Mereka para pemuda-pemudi Indonesia menyatakan:

“Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra
dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
• Pada Zaman Kemerdekan

 Permusan dasar negara Indonesia atau Pancasila sebenarnya secara defenitif dimulai dan dirintis sejak
berdirinya BPUPK, Badan Pengawas dan Penyelidik Usaha Kemerdekaan pada tanggal 29 April 1945.

 Dalam sidang pertama ini (29 mei 1945-1 Juni 1945), beberapa anggota muncul menyampaikan
gagasannya seputar dasar negara untuk Indonesia merdeka, Yaitu:

1. Muhammad Yamin
• Peri Kebangsaan; Panitia 9:
• Peri Kemanusiaan; 1. Ir. Soekarno (ketua)
• Peri Ketuhanan; 2. Drs. Muh. Hatta
• Peri Kerakyatan; 3. Mr. A.A. Maramis
• Kesejahteraan Rakyat. 4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
2. Soepomo 6. Abikusno Tjokrosujoso
• Ketuhanan 7. H. Agus Salim
• Kemanusian 8. Mr. Ahmad Subardjo
• Persatuan 9. Mr. Muh. Yamin
• Permusyarawatan
• Keadilan/kesejahteraan
3. Soekarno
“Piagam Jakarta” sebagai berikut:
 Lima Dasar (Pancasila)
• Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
• Internasionalisme atau Prikemanusiaan
syariat Islam
• Mufakat atau Demokrasi
2. Kemanusiaan yang adil beradab
• Kesejahteraan Sosial
3. Persatuan Indonesia
• Ketuhanan yang berkebudayaan
4. Kerakayatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
 Tiga Dasar (Tri Sila)
perwakilan
• Sosio Nasionalis
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Sosio Demokrasi
• Ketuhanan Yang Maha Esa Pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah upacara proklamasi
kemerdekaan datang beberapa orang perwakilan Indonesia
 Satu Dasar (Eka Sila) wilayah timur.
“GOTONG ROYONG” Perwakilan tersebut adalah :
1. Sam Ratulangi (Sulawesi)
2. Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor (Kalimantan)
3. I Ketut Pudja (Nusa Tenggara)
4. Latu Harhary (Maluku)
Tanggal 18 Agustus Hatta
mengusulkan kalimat sila pertama
pancasila di ganti dengan:

“Ketuhanan Yang Maha Esa”

Perubahan ini telah di koordinasikan


dengan tokoh-tokoh Islam yaitu:

Kasman Singodimedjo, Wahid


Hasyim, Ki Bagus Hadi Kusumo,
Teuku M Hasan
• Zaman Setelah Kemerdekaan

 Semenjak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia secara resmi menjadi negara
merdeka dan berdaulat secara sah. PPKI pada tanggal 18 Agustus secara resmi telah mengangkat Ir.
Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara Indonesia.

 Secara tersirat Negara Indonesia menganut sistem prisidensial, dimana presiden dan wakil presiden
merupakan pemimpin tertinggi Negara Indonesia dalam menjalankan kekuasaan. Namun begitu, sistem
presidensial segera berubah menjadi sistem parlementer sejak dikeluarkannya maklumat wakil presiden 16
oktober 1945 dan maklumat pemerintah 14 november 1945.

• Zaman Orde Baru

 Sejak Soeharto secara resmi menjadi Presiden Republik Indonesia, Pancasila sepertinya benar-benar alat
ampuh menopang kekuaksaanya.

 Soeharto menetapkan secara resmi tanggal 1 Oktober sebagai hari Kesaktian Pancasila.
 Orde Baru sepertinya benar-benar mendambakan stabilitas dan persatuan, setelah trauma perselisihan
yang terjadi pada orde sebelumnya. Dan Karenanya Soeharto benar-benar ingin menjadikan Pancasila
Ideologi tunggal “demi melaksanakan Pancasila dan amanat UUD 1945 secara murni dan
konsekuen”.

 Obsesi soeharto akan stabilitas politik membuatnya sangat mencurigai berbagai pandangan dan
ideologi organisasi maupun kelompok masyarakat.

• Zaman Reformasi Hingga Sekarang

 Ketika masa-masa orde baru berkuasa, Pancasila dianggap sebagai seperangkat ideologi untuk
menopang kuasaan rezim otoriter.

 Sejak Reformasi berhasil menggulingkan kekuasaan Soeharto, image rakyat Indonesia sangatlah
buruk terhadap Pancasila.

 Fobia terhadap apa-apa saja yang berbau Orde Baru, termasuk di dalamnya fobia atas pancasila,
berlangsung di masyarakat.
 Keterbukaan Demokrasi sebagai buah dari Reformasi 1998 mempunyai konsekuensinya sendiri.
Masyarakat mulai tersadarkan, bahwa di bidang ekonomi kesenjangan kesejahteraan ekonomi masyarakat
semakin terlihat dan menjadi fakta yang semakin tampak dan memenuhi kesadaran bersama.

 Dibidang persatuan, masyarakat semakin terlibat konflik horisaontal yang melemahkan sendi-sendi
persatuan bangsa.

 Praktik intolerasi baik berdasar konflik etnis, agama, maupun penguasaan sumber daya sungguh menjadi
keprihatinan bersama karena telah membelah prinsip persatuan nasional.

 Dibidang Politik, sejak desentralisai dijalankan oleh bangsa ini, praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
yang merupakan musuh utama Reformasi justru tidak hanya semakin subur, melainkan semakin menyebar
dan meluas di berbagai daerah.

 Praktik peradilan, hukum, maupun kemananan untuk penciptaan rasa keadilan maupun rasa aman masih
jauh dari yang dicita-citakan. Korupsi suap merajalela, Hukum semakin tumpul ke atas namun runcing ke
bawah serta belum memenuhi rasa keadilan masyarakat luas.

 Perlunya menjadikan Pancasila kembali sebagai faktor pemersatu dan pencarian nilai serta fundamen
identitas nasional.

Anda mungkin juga menyukai